Anda di halaman 1dari 48

BAB I

LAPORAN KASUS

Tanggal masuk RS : 06/4/2022


No Reg/MR : 206-637

Identitas Pasien
Nama : Ny. NM
Umur : 55 tahun
Alamat : PERUM. Puri Gading JL. Kintamani
Pekerjaan : Dokter umum
Agama : Islam

Anamnesa
Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama: nyeri di bagian lutut kiri sejak kurang lebih 30 menit SMRS. Nyeri menetap seperti
ditusuk- tusuk, muncul saat pasien sedang turun dari tangga, nyeri tidak menjalar. Nyeri dirasakan
sangat berat sehingga pasien sulit berjalan. Nyeri dirasakan memberat terutama jika pasien berjalan,
berdiri agak lama atau bangun dari posisi jongkok. Keluhan juga dirasakan memberat saat pagi hari dan
tidak membaik jika pasien istirahat. Pasien juga mengatakan sering merasakan nyeri pada lutut kanan
sejak sekirat 2 tahun yang lalu dan sudah memperoleh pengobatan dari dokter.
Sebelumnya pasien sering mengeluh lutut kiri dan kanannya agak kaku sehingga sulit digerakkan. Kaku
dikatakan bersamaan dengan timbulnya rasa nyeri pada lutut, dan dirasakan sekitar 5-10 menit
kemudian hilang. Kaku dirasakan saat bagun dipagi hari. Keluhan demam, mual dan muntah disangkal
oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa sekitar 1 tahun yang lalu dan diagnosis osteroartritis bilateral, rutin control ke
dokter spesialis tulang. Pasien memiliki riwayat obesitas grade II. Riwayat penyakit lain seperti
penyakit jantung, darah tinggi, dan diabetes mellitus disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah mengkonsumsi obat anti nyeri yaitu arcoxia, namun keluhan tidak membaik.

1
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 70 x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,3oC
SaO2 : 99%

BB : 88 kg
TB : 157 cm
BMI : 35,7 (Obesitas grade II)

Pemeriksaan generalis
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak napas simetris (+), retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SD ves/ves, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : datar, supel, BU 6x/menit, nyeri tekan (-).
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT<2”

Status Lokalis
At regio genu dextra et sinistra
L : hiperemis (-/-), deformitas (-/-), swelling (+/+) minimal
F : hangat (+/+), nyeri tekan (-/+), krepitasi (+/++)
M : gerakan aktif dan pasif pada genu sinistra terbatas karena nyeri

2
Pemeriksaan Penunjang

Radiologi Rontgen Genu dextra et sinistra (6/4/2022)

Kesan : Osteoarthitis genu bilateral (grade III-Kellgreen Lawrence)

Laboratorium (06/4/2022)
Hematologi Darah
Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Normal
Hemaglobin 12.2 g/dL 11.5-14.5
Leukosit 6.140 ribu/μL 4.000-12.000
Eritrosit 4.0 juta/μL 4.2-5.2
Hematokrit 35 % 33-45
Indeks Eritrosit
MCV 89 fL 76-90
MCH 31 Pg 27-31
MCHC 35 g/dL 32-36
Trombosit 196 ribu/μL 150-400
Hitung Jenis
Basofil 1 % 0-1
Eosinofil 13 % 1-3
Neutrofil 53 % 52-76
Limfosit 28 % 20-40
Total limfosit 1.73 Ribu/ul 1.5-3.5
Monosit 5 % 2-8

3
Neutrofil Limfosit 1.87
Ratio
Laju Endap Darah 20 Mm/jam <20

Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 85 mg/l 70-200
AST (SGOT) 23 mg/l <35
ALT (SGPT) 28 u/l <41
Ureum 29 mg/l 15-40
Kreatinin 1.0 mg/l 0.9-1.3

Elektrolit
Natrium (Na) 142 mmol/l 135-147
Kalium (K) 4.2 mmol/l 3.5-5.0
Clorida (Cl) 109 mmol/l 94-111

IMUNOSEROLOGI
06/4/2022
• Antigen SARS-CoV-2
Rapid Covid-19 Ag : Non reaktif

Diagnosis Kerja
Osteoartritis genu bilateral

Planning IGD
1. Pemeriksaan Penunjang : DPL, Pemeriksaan Feses lengkap,
2. Terapi IGD
- Inj. Pantoprazole
- Inj. Trovensis 4 mg
- Drip tramadol dalam NS 100cc
Monitoring : keadaan umum, vital sign, dan gejala
3. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien diagnosis sementara dan pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan
4. Konsultasi : Konsul dokter spesialis ortopedi dan traumatology

4
Advice Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatology
- Drip tramadol dalam NS 2x100mg
- Inj panloc 1x1 amp
- Inj lantidex 2x 1 amp
- Inj narfoz 2x 4mg
- Myonal tab 2x1 PO

Follow up di Ruangan
(Hari rawat ke 1) 7/4/2022
S: nyeri pada lutut kiri berkurang, dada terasa panas, ada rasa pahit dimulut, dan perut kembung
O: KU tampak sakit sedang, Kesadaran: CM
TD 133/67 mmHg, HR : 76 x/mnt, RR : 20 x/mnt, T : 36°C
Status Lokalis
At regio genu dextra et sinistra
L : hiperemis (-/-), deformitas (-/-), swelling (+/+) minimal
F : hangat (+/+), nyeri tekan (-/+), krepitasi (+/++)
M : gerakan aktif dan pasif pada genu sinistra terbatas karena nyeri
A: osteoarthritis genu bilateral
P: konsul SpKFR
- Drip tramadol dalam NS 2x100mg (stop) lanjut RL/12 jam
- Inj panloc 1x1 amp
- Inj lantidex 2x 1 amp, stop
- Inj narfoz 2x 4mg
- Myonal tab 2x1 PO

(Hari rawat ke 2) 8/4/2022


S: nyeri lutut kiri pada malam hari terutama saat digerakkan
O: KU tampak sakit sedang, Kesadaran: CM
TD 134/60 mmHg, HR : 70 x/mnt, RR : 20 x/mnt, T : 36,2°C, SpO2 98%
Status Lokalis
At regio genu dextra et sinistra
L : hiperemis (-/-), deformitas (-/-), swelling (-/-)
F : hangat (+/+), nyeri tekan (-/-), krepitasi (+/++)
M : ROM limited (-)
A: osteoarthritis genu bilateral

5
P: IVFD RL/12 jam
- Sanmol drip 3x1gr
- Panloc 2x1amp
- Fisioterapi 2x/hari
-
(Hari rawat ke 3) 9/4/2022
S: nyeri lutut berkurang
O: KU tampak sakit sedang, Kesadaran: CM
TD 129/69 mmHg, HR : 89 x/mnt, RR : 18 x/mnt, T : 36,2°C
Status Lokalis
At regio genu dextra et sinistra
L : hiperemis (-/-), deformitas (-/-), swelling (-/-)
F : hangat (+/+), nyeri tekan (-/-), krepitasi (+/++)
M : ROM limited (-)
A: osteoarthritis genu bilateral
P: pasien boleh pulang : fisio terapi lanjut
Obat pulang : celebrex 2x1, myonal 2x1, pariet 2x1, syalox 1x1, analsik 1x1

6
BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis adalah salah satu tipe artritis yang pada umumnya paling sering
dijumpai diseluruh dunia. Penyakit ini memiliki asosiasi yang kuat pada usia dan lebih
sering ditemukan pada pasien lanjut usia. Penyakit ini disebabkan oleh adanya perubahan
patologis dari struktur tulang yang melibatkan proses berkurangnya tulang rawan
artikular hialin yang pada akhirnya dapat menyebabkan disabilitas. Pada pasien yang
memiliki kondisi osteoartritis, pada umumnya akan ditemukan tanda dan gejala yang
khas, yaitu nyeri sendi kronis dan rasa kaku pada sendi yang singkat (morning stiffness).
1,2

Pada studi yang telah dilaksanakan sebelumnya, tercatat sebanyak kurang lebih
80% pasien yang berusia lebih dari 55 tahun terdiagnosis memiliki osteoartritis pada
minimal satu sendi anggota gerjaknya, terutama terjadi pada sendi penopang berat badan
(weight bearing), yaitu sendi pinggang, lutut, tulang belakang dan tangan.1,2 Pada sebuah
penelitian yang dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2014, ditemukan survei berbasis
populasi di daerah pedesaan di Indonesia prevalensi penemuan gambaran radiologi
osteoartritis lutut pada subyek yang berusia >15 tahun sebanyak 15.5% pada pasien laki-
laki dan 12.7% pada pasien perempuan, ditemukan juga prevalensi disabilitas yang
diakibatkan penyakit rematik adalah sebanyak 2.2% dan pada umumnya disebabkan oleh
osteoartritis lutut. 3
Osteoartritis merupakan bagian penyakit rematik yang dapat berakibat disabilitas,
maka dari itu osteoartritis adalah salah satu tantangan kesehatan terbesar di abad ke-21,
karena dapat menyebabkan salah satu penyebab tersering dari disabilitas fisik, terutama
3
pada populasi lanjut usia. Penulisan referat ini dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan gambaran mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, pemberian tatalaksana pada dan prognosis penyakit osteoartritis.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Osteoartritis adalah penyakit degeneratif pada persendian, dimana terjadinya


proses perubahan patologis pada struktur sendi, yang melibatkan proses
berkurangnya tulang rawan artikular hialin yang terjadi secara fokal dan tidak
seragam. 2 Secara umum, osteoartritis adalah suatu penyakit yang melibatkan seluruh
bagian sendi, yang melibatkan proses perubahan struktural dari tulang rawan
artikular, tulang subkondral, ligamen, kapsul, membran sinovial dan otot
periartikular.4 Osteoartritis merupakan penyakit kronis kompleks yang multifaktorial
dan dapat dipengaruhi oleh usia, faktor mekanik, genetik, humoral dan faktor
kebudayaan, walaupun osteoartritis diketahui sebagai suatu penyakit heterogen,
namun kondisi ini juga merupakakan hasil akhir dari suatu proses patologis
biokimiawi dan mekanikal yang melebihi kemampuan sendi tersebut untuk
melakukan reparasi. 1
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang sering ditemukan diseluruh dunia.
Kondisi ini memiliki asosiasi yang kuat terhadap usia dan paling sering ditemukan
pada individu lanjut usia; beberapa studi menyatakan bahwa lebih dari 80% populasi
yang berusia lebih dari 55 tahun memiliki osteoartritis pada minimal satu sendi di
tubuhnya. osteoartritis sering melibatkan sendi-sendi yang menopang berat badan
(weight bearing) atau sendi besar, yaitu sendi pelvis, lutut, vertebra servikal dan
lumbosakral, persendian metatarsal phalangeal (MTP) dan kaki. Sendi pergelangan
tangan, pergelangan kaki dan siku pada umumnya bukan merupakan lokasi predileksi
dari osteoartritis. 2
Dampak secara individu dan terhadap masyarakat yang diberikan oleh osteoartritis
dinilai berat. Sebanyak kurang lebih 10–12% populasi dewasa memiliki osteoartritis
simptomatik. Risiko disabilitas yang disebabkan oleh osteoartritis pada lutut
ditemukan lebih tinggi dibandingkan penyakit lainnya pada populasi yang berusia
65 tahun keatas. Osteoartritis dapat mengurangi kualitas dan kuantitas hidup. Pada
sebuah studi dari Global Burden of Diseases 2000, osteoartritis merupakan penyebab
utama keempat total tahun yang hilang akibat suatu penyakit di tingkat global. 4
8
2.2 Epidemiologi

Pada studi yang telah dilaksanakan sebelumnya, disebutkan bahwa sebanyak


kurang lebih 80% pasien yang berusia lebih dari 55 tahun telah terdiagnosis
osteoartritis pada salah satu persendiannya, dimana persendian lutut adalah
persendian yang paling sering mengalami degenerasi karena beban berat badan yang
4
harus ditahan jauh lebih besar dibandingkan persendian lainnya. Insidens
osteoartritis di negara barat lebih tinggi dibandingkan negara lainnya, hal ini
disebabkan karena insidens obesitas di Amerika lebih tinggi dibandingkan negara
lainnya, pada penelitian yang sama dinyatakan bahwa negara Asia memiliki
prevalensi yang rendah untuk terjadinya osteoartritis, karena angka obsesitas negara
4
Asia lebih rendah dibandingkan Amerika. Pada studi yang sama ditemukan juga
bahwa sebanyak 27 juta individu di Amerika telah mengalami osteoartritis dan
sebanyak 40–50% memiliki risiko untuk memiliki osteoartritis. Pada penelitian yang
dilakukan di Indonesia pada tahun 2014, ditemukan prevalensi penemuan gambaran
radiologi osteoartritis lutut pada subyek yang berusia > 15 tahun sebanyak 15.5%
pada pasien laki-laki dan 12.7% pada pasien perempuan. Ditemukan juga bahwa
prevalensi disabilitas yang disebabkan oleh penyakit rematik adalah 2.2%, apabila
disesuaikan dengan populasi Indonesia (200 juta penduduk), maka Indonesia
memiliki kurang lebih 4.4 juta subyek dengan disabilitas yang disebabkan oleh
penyakit rematik, terutama osteoartritis pada lutut. 1

2.3 Anatomi

Sendi adalah persambungan antara kedua tulang, fungsi dari sendi antara lain adalah
untuk memungkinkan tulang untuk bergerak atau memfiksasi kedua tulang tersebut.
Terdapat tiga jenis sendi, yaitu sendi fibrosa, kartilago dan sinovial. osteoartritis
adalah suatu kondisi yang menyebabkan perubahan pada sendi sinovial. 1
Pada kedua tulang yang disambungkan oleh sendi sinovial (Gambar 1), tepi
tulang yang bergabung dilapisi oleh sebuah kartilago yang lembut, yaitu kartilago
hialin (Gambar 2). Pertemuan ini juga dilapisi oleh kapsul yang mengandung cairan
sinovial, cairan ini memiliki fungsi untuk memberikan lubrikasi pada kartilago hialin.
Lapisan luar dari kapsul adalah membran sinovial, membran ini memiliki sel yang
disebut sinoviosit yang memiliki kegunaan untuk memproduksi lubrikan dan asam

9
hialuronat. Kedua komponen tersebut sangatlah penting, karena kedua hal itu
berfungsi untuk mengatur viskositas pada cairan sinovial, memproduksi sitokin serta
faktor pertumbuhan (growth factors) untuk mengeliminasi produk-produk sisa,
seperti contohnya metabolit, dari cairan
sinovial.1,2

Gambar 1. Lapisan sendi synovial. 1

Gambar 2. Spesimen sendi synovial yang dilapisi oleh kartilago hialin. 1

10
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh kapsul serta ligament sendi, otot-
otot, saraf sensorik aferen dan tulang. Kapsul dan ligamen sendi bertindak sebagai
pelindung dengan memberikan keterbatasan pada rentang gerak, dengan demikian
akan membentuk rentang gerak sendi (range of joint motion) yang tetap. 1,2
Cairan sinovial mengurangi friksi diantara kedua permukaan kartilago yang
bertemu dan membentuk sebuah persendian, maka dari itu fungsi dari cairan ini
adalah sebagai pelindung terhadap perubahan tulang rawan yang diinisiasikan oleh
friksi (friction induced cartilage wear). Fungsi dari lubrikan ini bergantung dengan
asam hialuronat dan lubrisin, glikoprotein yang disekresikan oleh fibroblas sinovial
yang jumlahnya akan berkurang secara drastis apabila terjadi kerusakan sendi akibat
inflamasi sinovial. 2
Ligamen, kulit dan tendon memiliki mekanoreseptor yang tersebar.
Mekanoreseptor ini akan memberikan hantaran di frekuensi yang berbeda sepanjang
rentang gerak sendi, memberikan umpan balik (feedback) dari spinal cord ke otot
dan tendon disekitarnya, maka dari itu otot dan tendon mampu untuk menyesuaikan
tegangan yang cukup pada titik tertentu ketika sendi sedang bergerak dan
mengantisipasi beban pada sendi. 2
Otot dan tendon yang melapisi persendian sinovial merupakan faktor terpenting
perlindungan sendi. Kontraksi otot dan tendon yang terjadi secara bersamaan serta
sesuai saat sendi sedang bergerak, memberikan tenaga dan akselerasi yang sesuai
dengan kebutuhan sendi tersebut. Stres fokal yang dapat terjadi dapat dimimalisir
dengan kontraksi otot yang akan menyebabkan deselerasi dari sendi sebelum
terjadinya trauma (impact), sehingga trauma yang diterima dapat didistribusikan
keseluruh permukaan sendi dan meringankan dampak yang diterima. Tulang yang
berada di belakang kartilago (tulang subkondral) juga memiliki fungsi untuk
menyerap benturan yang diterima. 1,2
Seluruh struktur yang membentuk sendi sinovial dapat mengalami kerusakan dan
kerusakan tersebut akan menginisiasikan proses untuk terjadinya osteoartritis. Saat
satu struktur mengalami kerusakan, maka struktur disekitarnya juga akan mengalami
hal yang serupa. Secara umum, penyebab dari kerusakan ini, baik secara mekanis
atau biologis, dapat mempengaruhi beberapa struktur secara simultan yang pada
akhirnya akan memberikan dampak yang sama terhadap struktur yang lainnya secara
sekunder, maka dari itu dapat dipikirkan bahwa osteoartritis dapat disebabkan oleh
11
berbagai macam jenis kelainan sendi. 1

2.4 Etiologi

Etiologi osteoartritis masi belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik
dan biokimia dipikirkan untuk menjadi salah satu dari faktor pencetus dalam proses
terjadinya osteoartritis. 2 Osteoartritis merupakan sebuah penyakit heterogen yang
memiliki karakteristik kegagalan pada organ persendian sinovial. Kondisi ini terjadi
akibat ketidakseimbangan diantara destruksi dan perbaikan jaringan persendian, hal
ini pada umumnya terjadi di situasi dimana beban mekanik yang diberikan melebihi
yang dapat ditoleransi oleh jaringan sendi. Osteoartritis ditandai dengan adanya
kehilangan tulang rawan (kartilago) progresif, perubahan struktur (remodeling)
tulang subkondral, pembentukan osteofit dan inflamasi sinovial, yang pada akhirnya
mengakibatkan rasa nyeri dan disabilitas yang progresif (Gambar 3). 4

Gambar 3. Perubahan struktur sendi yang ditemukan pada pasien dengan osteoarthritis. 4

Etiologi osteoartritis tidak disebabkan oleh satu penyebab utama, namun


disebabkan oleh campuran dari berbagai faktor risiko yang mempengaruhi seorang
individu pada persendian yang berbeda-beda, hal ini dapat menjelaskan mengapa
osteoartritis merupakan suatu penyakit yang heterogen. 1

12
2.5 Faktor Risiko

Kerentanan dan beban sendi merupakan dua faktor risiko utama osteoartritis,
selain dari pada individu dengan sendi rentan yang sudah mengalami disfungsi
struktur-struktur proteksi sendi dapat menghasilkan osteoartritis dengan derajat
tegangan minimal, seperti kegiatan yang dilakukan setiap hari, sedangkan pada sendi
yang masih memiliki struktur proteksi yang kompeten, cedera akut atau kelebihan
beban dalam jangka panjang dapat mempresipitasi kondisi ini. Faktor risiko
osteoartritis dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko sistemik dan lokal sesuai
dengan persendian yang terkena (Gambar 4). 4

Gambar 4. Faktor resiko osteoartritis yang dapat berkontribuasi dalam meningkatkan


kerentanan sendi atau meningkatkan resiko dengan beban yang diberikan pada struktur sendi
tersebut, pada umumnya kombinasi diantara kedua factor resiko tersebut dibutuhkan untuk
perkembangan penyakit. 2

2.5.1 Faktor Risiko Sistemik

1. Usia

Usia merupakan faktor risiko yang memiliki korelasi yang kuat terhadap
osteoartritis. Osteoartritis merupakan penyakit kronis yang pada umumnya
terjadi pada populasi lanjut usia, ditemukan bahwa sebanyak 80% individu yang
berusia lebih dari 75 tahun memiliki kondisi ini dan osteoartritis meningkat
secara progresif dengan usia pada semua lokasi predileksi. 5 Proses degeneratif
13
pada tulang rawan yang terjadi secara fisiologis pada populasi usia lanjut, dapat
menyebabkan gangguan fungsi kondrosit, properti lainnya dan memberikan
respon yang berbeda terhadap sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factors).
Aktivitas saraf dan otot yang melindungi sendi terganggu seiring dengan
bertambahnya usia. Seiring dengan bertambahnya usia, akumulasi dari ambang
batas faktor risiko lainnya juga akan meningkat. 6
Pada sebuah penelitian yang dilakukan pada populasi Chingford (wanita;
usia rata-rata, 54 tahun), memiliki faktor risiko tertinggi dibandingkan tiga
kelompok usia lainnya, dimana kelompok tersebut memiliki peningkatan
kerentanan untuk mengalami osteoartritis pada lutut sebanyak 2.4 kali lebih
tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya.6 Terdapat juga perbedaan
prevalensi dan distribusi antara laki-laki dan perempuan berdasarkan usia dan
jenis osteoartritis (Gambar 5). 1

Gambar 5. Insidens osteoartritis simptomatik pada tangan, lutut dan pinggul berdasarkan
usia dan jenis kelamin. 1

14
2. Jenis Kelamin

Osteoartritis dua kali lipat lebih mungkin untuk terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki, walaupun faktor risiko perempuan lebih rendah
dibandingkan laki-laki sebelum usia 50 tahun, namun terdapat peningkatan yang
tinggi diantara perempuan setelah usia 50 tahun. Peningkatan prevalensi yang
terjadi setelah usia 50 tahun dipikirkan terjadi akibat defisiensi estrogen pasca
menopause, hal ini diakibatkan karena kondrosit artikular memiliki reseptor
fungsional estrogen, maka dari itu dipikirkan juga bahwa kondrosit juga dapat
diregulasi oleh hormon estrogen. 5
Jenis kelamin dapat mempengaruhi kerentanan dari berbagai faktor, yaitu
pengaruh hormone pada metabolisme tulang rawan, variasi jenis kelamin dalam
risiko cedera dan perbedaan jenis kelamin di lingkungan setempat. Berdasarkan
National Health and Nutrition Examination Survey I (NHANES I), partisipan
yang berusia 35–74 tahun, risiko osteoartritis meningkat di laki-laki dan
perempuan, sedangkan pada awal usia 45–54 tahun faktor risiko ditemukan lebih
tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. 6

3. Berat Badan
Sebanyak tiga sampai enam kali berat badan ditransmisikan keseluruh lutut
Peningkatan berat badan dapat dikalikan dengan faktor tersebut untuk
mengevaluasi beban berlebih di lutut pada populasi obesitas. Obesitas
merupakan salah satu faktor risiko poten untuk osteoartritis genu dan pelvis.
Individu dengan obesitas juga pada umumnya memiliki tanda dan gejala
osteoartritis yang lebih berat dibandingkan individu dengan berat badan yang
normal. 2
Obesitas memiliki pengaruh terhadap pembentukan dan progresivitas
penyakit yang disebabkan oleh meningkatnya beban pada sendi penopang berat
(weight bearing joint), selain dari itu faktor risiko ini ditemukan untuk lebih
berpengaruh terhadap perempuan dibandingkan laki-laki. Ditemukan bahwa
berat badan dan risiko untuk terjadinya osteoartritis pada perempuan memiliki
perbandingan linear, apabila berat badan meningkat maka risiko untuk
terjadinya osteoartritis juga akan meningkat. 1

15
4. Ras dan Etnis

Studi yang dilaksanakan oleh NHANES I dan Johnston County


Osteoarthritis Project menyatakan bahwa prevalensi osteoartritis genu memiliki
faktor risiko yang lebih tinggi pada populasi perempuan Afrika-Amerika
dibandingkan perempuan Kaukasian, namun tidak ada perbedaan yang signifikan
pada prevalensi populasi laki-laki di kedua kelompok ras tersebut. 6

5. Bone Mineral Density (BMD)

Hubungan diantara Bone Mineral Density (BMD) dan osteoartritis


sangatlah kompleks. Belum diketahui secara pasti mengapa terdapat kolerasi
antara BMD dan osteoartritis, ada beberapa studi yang berpendapat bahwa BMD
yang tinggi merupakan faktor risiko osteoartritis, sedangkan BMD yang rendah
memiliki efek protektif terhadap osteoartritis.1 ,6

6. Genetik

Dari studi kembar, ditemukan bahwa sebanyak kurang lebih 40% dari
predisposisi osteoartritis disebabkan oleh genetik, namun tidak ditemukan
adanya ‘gen osteoartritis’, melainkan terdapat kelainan pada gen yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis, yaitu gen yang memiliki asosiasi
pada pembentukan tulang. 1

2.5.2 Faktor Risiko Lokal

1. Trauma

Osteoartritis dapat disebabkan secara sekunder oleh trauma, baik akibat


trauma secara langsung pada jaringan persendian atau dari stres yang
berlebih pada tulang rawan yang diakibatkan oleh trauma pada jaringan
yang mengurangi beban (weight-attenuating tissues). Pada follow up yang
dilakukan selama 36 tahun, ditemukan bahwa insidens kumulatif dari
kasus osteoartritis genu pada usia 65 tahun, 14% diantaranya memiliki
riwayat trauma sebelumnya, sedangkan 4% diantaranya tidak memiliki
6
riwayat trauma. Trauma dapat mengubah bentuk dan stabilitas sendi.
16
Pada persendian lutut, trauma meniskus dan ligament, terutama ruptur
ACL. 2
2. Akivitas Okupasional

Terdapat beberapa aktivitas okupasional yang terasosiasi pada risiko


osteoartritis. Pada studi case-control, ditemukan adanya peningkatan
risiko untuk terjadinya osteoartritis genu pada individu yang aktivitas
okupasinya melibatkan squatting atau berlutut selama lebih dari 30 menit
per hari atau naik sebanyak lebih dari 10 tangga per harinya. Mengangkat
beban yang memiliki berat lebih dari 25 kg, berlutut, squatting, atau naik
tangga memiliki risiko lima kali lipat lebih tinggi untuk terjadinya
osteoartritis genu dibandingkan kelompok yang tidak memiliki aktivitas
tersebut dalam kesehariannya. Tidak ditemukan adanya asosiasi diantara
osteoarthritis genu dan berjalan, berdiri, duduk atau mengemudi yang
berkepanjangan. Dari hasil meta-analisis yang diperoleh ditemukan adanya
risiko 1.6 kali lipat lebih tinggi pada osteoartritis genu yang terkait dengan
aktivitas okupasional. 6
3. Kelainan Struktur Anatomis pada Tulang

Malalignment dari persendian lutut juga dapat meningkatkan risiko untuk


terjadinya osteoartritis. Ditemukan bahwa genu varus (bowlegged)
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami berkurangnya tulang
rawan pada bagian medial persendian lutut, sedangkan genu valgus
(knock-kneed) meningkatkan risiko terjadinya berkurangnya tulang rawan
dibagian kompartmen lateral (Gambar 6). 2

Gambar 6. Terdapat dua tipe malalignment genu, yaitu varus dan valgus. 2

17
2.6 Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi dan subtipe dari osteoartritis, sejak dulu osteoartritis
telah dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan penyebabnya (osteoartritis primer
dan sekunder), gejala yang memiliki asosiasi terhadap kerusakan sendi (osteoartritis
simptomatik dan asimptomatik), pola dan penyebaran dari keterlibatan persendian
(osteoartritis lokal dan generalisata), tipe dari reaksi tulang (osteoartritis hipertrofik
dan atrofik) dan progresivitas dari penyakit (osteoartritis aktif atau non-aktif). 1
Menurut American College of Rheumatology, osteoartritis juga dapat dibagi
menjadi dua kategori besar, yaitu tipe ‘sporadik’ atau ‘common-or-garden
osteoarthritis’ yang juga dapat disebut sebagai tipe primer atau idiopatik dan tipe
atipikal. Tipe primer atau ‘common-or-garden osteoarthritis’ ini adalah tipe yang
paling sering dijumpai, sedangkan tipe atipikal merupakan osteoartritis yang
disebabkan oleh penyakit lainnya (Tabel 1). 1,7

Tabel 1 Kriteria klasifikasi osteoartritis American College of Rheumatology 7


Idiopathic
A. Localized
1. Hands (e.g., Heberden and Bouchard nodes (nodal), erosive interphalangeal
arthritis (n0n-nodal)) : scaphometacarpal, scaphotrapezial
2. Feet (e.g., hallux valgus, hallux rigidus, contracted toes (hammer/cock-up
toes)); talonavicular
3. Knee
a. Medial compartment
b. Lateral compartment
c. Patellofemoral compartment
4. Hip
a. Eccentric (superior)
b. Concentric (axial,medial)
c. Diffuse (coxae senilis)
5. Spine
a. Apophyseal
b. Intervertebral (disk)
c. Spondylosis (osteophytes)

18
d. Ligamentous (hyperostosis (forestier disease or DISH)
6. Other single site (e.g., shoulder, temporomandibular, sacroiliac, ankle, wrist,
acromioclavicular)

B. Generalized : includes three or more areas listed above (Kellgren-Moore)


1. Small (peripheral) and spine
2. Large (central) and spine
3. 3. Mixed (peripheral and central) and spine

Secondary
A. Posttraumatic
B. Cogenital or developmental disease
1. Localized
a. Hip disease (e.g., Legg-Calvé-Perthrs, congenital hip dislocation, slipped
capital femoral epiphysis, shallow acetabulum)
b. Mechanical and local factors (e.g., obesity, unequal lower extremity length,
extreme valgud/varus deformity, hypermobility syndromes scoliosis)
C. Calcium deposition disease
D. Other bone and joit disorders (e.g., avascular necrosis, rheumatoid arthritis, gout
arthritis, septic arthritis, paget disease, osteopetrosis, osteochondritis)
E. Other diseasess
1. Endocrine disease (e.g., diabetes mellitus, acromegaly, hypothyroidism,
hyperparathyroidism)
2. Neuropathic arthropathy (charcot joints)
3. Miscellaneous (e.g., frostbite, kashin-beck disease, caisson disease)

2.7 Patofisiologi

Defek primer osteoartritis adalah berkurangnya tulang rawan artikular. Pada tahap
awal penyakit, berkurangnya tulang rawan artikular akan menyebabkan hilangnya
penampilan mengkilapnya dan membuatnya menjadi warna kuning-keabuan. Hal ini
dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
osteoartritis merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh berbagai
19
macam etiologi, seperti campuran dari faktor risiko sistemik yang berinteraksi
dengan penyebab mekanik lokal. 1,8
Seiring dengan proses ini berlanjut, permukaan dari tulang rawan artikular akan
mengelupas dan membentuk fisura longitudinal (fibrilasi). Tulang rawan artikular
pada akhirnya akan menipis dan bahkan dapat absen dari beberapa lokasi,
meninggalkan tulang subkondral tidak terlindungi. Tulang subkondral yang tidak
terlindungi oleh tulang rawan artikular, akan menebal, menjadi sklerotik dan pada
akhirnya akan membentuk osteofit. Osteofit ini dapat pecah menjadi fragmen yang
lebih kecil, yaitu joint mice, apabila joint mice ini mengiritasi membrane sinovial,
maka sinovitis dan efusi sendi dapat terjadi. Kapsul juga dapat menebal dan
menyebabkan keterbatasan rentang gerak sendi (Gambar 7). 8

Gambar 7. Perubahan struktur pada kondisi osteoarthritis. 8

Proses patogenesis utama dari osteoartritis masih belum diketahui secara pasti,
hal ini disebabkan banyaknya proses yang terjadi dalam waktu yang bersamaan,
namun beberapa studi telah menyatakan bahwa proses awal terjadinya osteoartritis
adalah dari disfungsi struktur protektif sendi tersebut.1 Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, perubahan pertama dari osteoartritis terjadi terutama di tulang rawan
artikular, perubahan dari tulang rawan artikular ini disebabkan oleh pemecahan
enzimatik dari matriks tulang rawan yang mengandung proteoglikan,
glikosaminoglikan dan kolagen tipe II.8

20
Proses awalnya terjadi perubahan ini dinisiasikan oleh beberapa faktor risko, hal
ini mengkativasi makrofag yang berada di membran sinovial. Aktivasi dari makrofag
ini pada akhirnya akan mengisiasikan peleapasan sitokin proinflamatori, seperti
TNF-α, IL-1β dan IL-6. Makrofag juga akan mengisikasikan pelepasan dari VEGF
dan E-Selectin yang pada akhirnya akan menyebabkan angiogenesis serta rekrutmen
dari neutrofil dan sel T yang akan memfasilitasi proses inflamasi. 5,9
Proses inflamasi ini juga akan menyebabkan sekresi dari protease,
terutama metalloproteinase (MMP) yang akan mendestruksi tulang rawan artikular.
Sitokin proinflamatori juga akan menstimulasi osteoblas untuk membentuk sturktur
tulang baru sebagai respon inflamasi, hal ini dilakukan untuk memperbaiki dan
membentuk kembali persendian dengan melebarkan luas permukaan untuk
menerima beban, namun hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan penebalan
subkondral (eburnasi) yang nantinya akan membentuk osteofit (Gambar 8). 5,9

Gambar 8 Proses terjadinya osteoartritis2

2.8 Manifestasi Klinis

Osteoartritis merupakan penyakit yang progresif dan kronis. Pada kebanyakan


kasus osteoartritis primer, proses degeneratif telah berlangsung bertahun-tahun
sebelum tanda dan gejala dari osteoartritis muncul dan pada saat manifestasi klinis
ini timbul, terdapat banyak variasi dari simptom yang timbul, baik dalam bentuk
tingkat keparahan dan karakteristik nyeri. Pada awal penyakit, pada umumnya
osteoartritis asimptomatik dan hanya menimbulkan beberapa episode eksaserbasi
akut yang dapat berlangsung selama beberapa minggu atau hingga bulanan. Berikut

21
adalah tanda dan gejala yang pada umumnya dijumpai pada pasien dengan
osteoartritis (Tabel 2):10

Tabel 2 Tanda dan gejala dari osteoartritis10

Symptoms

• Pain

• Discomfort

• Transient stiffness (“gelling” phenomenon)

• Cosmetic deformities (especially of the hands, feet and knees)

• Reduced function

• Weakness

• Grinding or clicking

• Instability or buckling

Signs

• Crepitus

• Swelling with or without effusion

• Observable deformity

• Tenderness

• Hard tissue enlargement

• Altered gait

• Limitation of motion

• Ligamentous instability

22
2.8.1 Gejala

1. Nyeri

Nyeri merupakan keluhan utama yang pada umumnya membuat


pasien datang ke rumah sakit untuk mendapatkan intervensi medis. Nyeri
yang disebabkan oleh osteoartritis biasanya memburuk terutama saat sendi
tersebut digunakan, seperti saat naik atau turun tangga dan berjalan jauh,
selain dari itu nyeri yang disebabkan oleh kelainan ini dieksaserbasi oleh
inaktivitas yang berkepanjangan seperti setelah duduk . Seiring dengan
berjalannya penyakit, nyeri yang disebabkan oleh osteoartritis akan
menjadi lebih persisten, hingga dapat menganggu tidur. 10
Karakteristik nyeri dideskripsikan seperti nyeri tumpul yang
memiliki tingkat keparahan yang berbeda-beda pada setiap individu. Nyeri
yang disebabkan oleh osteoartritis disebabkan oleh terstimulasinya
reseptor nosioseptif yang berada di periosteum dan pada akhirnya akan
menstimulasi rasa nyeri. Rasa nyeri osteoartritis yang sudah
berkepanjangan (kronis), stimulasi nyeri dapat terjadi secara lokal atau
teraktivasi secara neural (Gambar 9), hal ini mengakibatkan derajat nyeri
yang bertambah. Ansietas dan depresi pada umumnya dapat memiliki
asosiasi pada nyeri. 1

Gambar 9 Patogenesis nyeri yang disebabkan oleh osteoartritis2

23
2. Deformitas dan Pembengkakan Sendi

Setelah keluhan nyeri, pada umumnya pasien dengan osteoartritis juga


bisa datang ke klinisi dengan keluhan kosmetik yang disebabkan
oleh pembentukan osteofit, terutama pada daerah distal interphalangean
joint (nodus Heberden) atau pada proximal interphalangeal joints
(nodus Bouchard) (Gambar 10). Keluhan kosmetik ini seringkali juga
disertai dengan fase nyeri, terutama pada saat pembengkakan terjadi,
namun pada umumnya pasien datang tanpa keluhan nyeri. Sama seperti
pembentukan osteofit yang terjadi pada persendian tangan, pembentukan
osteofit juga dapat terlihat pada persendian lutut (Gambar 11). 1,10

Gambar 10 Nodus Herberden dan Bouchard pada osteoartritis sendi DIP dan PIP 8

24
Gambra 11. Osteoartritis pada lutut. (a) Penonjolan tulang yang diakibatkan oleh osteofit
pada bagian medial genu (tanda panah). (b) Tampilan rediologis osteofit (tanda
panah)

3. Kekakuan

Berbeda dengan artritis inflamatori, kekuan sendi yang terjadi


akibat osteoartritis pada umumnya muncul pada saat pagi hari (morning
stiffness). Pasien juga dapat merasakan kekakuan ini apabila pasien berdiri
setelah berada di dalam posisi duduk yang lama, hal ini diketahui sebagai
fenomena “gelling” dan memiliki durasi singkat (<30 menit). Rasa kaku
pada umumnya dirasakan hanya pada sendi yang terpengaruh, bisa
unilateral atau bilateral, tidak pada semua sendi. 8,10
4. Gejala Mekanis

Seiring dengan berjalannya penyakit, pasien dapat mengeluhkan


adanya sensasi “giving out” atau rasa kelemahan, terutama pada
persendian penopang berat badan (weight-bearing joints), yaitu lutut.
Keluhan ini biasanya juga disertai dengan rasa nyeri yang dideskripsikan
sebagai nyeri yang tajam (sharp pain). Pada umumnya, pasien juga
mengeluhkan adanya rasa seperti tergesek (grinding sensation) pada saat
persendian tersebut digunakan. 10

2.8.2 Tanda

Secara struktural, osteoartritis ditandai dengan adanya degenerasi tulang


rawan artikular, pembentukan osteofit, sklerosis tulang subkondral dan
perubahan degeneratif dari jaringan halus periartikular (tendon, ligamen dan otot).
Tanda klinis dari osteoartritis dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik
muskuloskeletal, terutama apabila persendian superfisial terlibat. Osteoartritis
adalah penyakit degeneratif pada sendi, maka dari itu pemeriksaan laboratorium dan
tanda penyakit sistemik lainnya pada umumnya tidak ditemukan. 10

25
1. Krepitasi

Secara biomekanikal, tulang rawan hialin idealnya cocok untuk


melakukan pergerakan sendi (artikulasi) tanpa adanya friksi atau
pergesekkan, namun pada keadaan osteoartritis, terdapat degenerasi tulang
rawan dan hal ini menyebabkan hilangnya permukaannya yang halus,
maka dari itu sensasi seperti bergesekkan (grinding sensation) dapat
terjadi. Pada pemeriksaan fisik, pada umumnya dapat ditemukan krepitasi
pada saat sendi digerakkan secara aktif dan pasif. Terkadang krepitasi juga
dapat disertai dengan suara ‘clicking’. 10
2. Pembengkakan Sendi

Pembengkakan pada umumnya dapat dipalpasi, pembengkakan ini


terjadi akibat pembentukan dari osteofit, dan tepinya dapat dipalpasi.
Terkadang pembengkakan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi,
pada saat dipalpasi biasanya tidak nyeri dan asimptomatik (cool effusion),
namun terkadang dapat timbul rasa nyeri dan terasa hangat terutama saat
eksaserbasi akut. 10,11
3. Deformitas

Seiring dengan berjalannya proses penyakit, sendi dapat


mengalami deformitas. Hal ini diakibatkan oleh terjadinya pembesaran
dari osteofit, degenerasi asimetrik dari tulang rawan artikular atau akibat
tekanan mekanis yang abnormal pada persendian artritik. Deformitas yang
pada umumnya dapat diinspeksi adalah genu valrus atau vagus, perbedaan
panjang tungkai yang jelas akibat osteoartritis pelvis unilateral, “gnarled
finger” akibat osteoartritis yang terjadi pada persendian interphalangeal
(Gambar 12) dan deformitas ‘bunion’ yang tampak pada kaki (Gambar
13). Deformitas juga dapat disertai dengan keterbatasan rentang gerak
sendi. 10,11

26
Gambar 12. Osteoartritis interfalangeal manus. (a) Deformitas pada bagian proksimal
dan distal interproksimal dari persendian. Terutama terlihat pada sendi proximal
interphalangeal (PIP) (panah kuning). (b) Tampilan radiologis dari persendian
interphalangeal 10

Gambar 13. (a) Osteroartritis metatarsophalangeal (MTP) dan interphalangeal pada


pedis. Ini adalah gambaran pembesaran sendi MTP bilateral (tanda panah)

4. Perubahan Gaya Berjalan (gait)


Osteoartritis yang terjadi pada persendian penopang berat (weight
bearing joint) dapat menyebabkan abnormalitas pada gait, hal ini disebabkan
oleh dua faktor, yaitu rasa nyeri dan deformitas akibat usaha adaptasi oleh

27
persendian. Antalgic gait pada umumnya dapat dilihat pada pasien dengan
osteoartritis pelvis. 10

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Osteoartritis bukan termasuk penyakit inflamatori sistemik, maka tidak ada


pemeriksaan laboratorium yang spesifik atau sensitif untuk diagnosis osteoartritis. 10
Pemeriksaan laboratorium hanya digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis dari osteoartritis
adalah dengan melakukan pencitraan. 12
Secara tradisional, osteoartritis dapat terdiagnosis dengan mengunakan
pemeriksaan foto polos (plain film radiography). Fitur yang dapat terlihat antara lain
adalah penyempitan jarak diantara sendi (joint space), pembentukan osteofit dan
sklerosis subkondral serta kista (Gambar 14). Berdasarkan Osteoarthritis Research
Society International, terdapat sistem penilaian derajat osteoartritis dengan
menggunakan skoring Kellgren dan Lawrence (Tabel 3), namun terdapat beberapa
pendapat dimana penilaian dengan mengukur jarak diantara persendian dinilai lebih
akurat dibandingkan mengunakan sistem skoring tersebut. 12

Gambar 14. Gambaran radiologis dari osteoartritis. (a) Pelvis. (b) Genu 1

28
Tabel 3 Skoring Kellgren dan Lawrence 2
Score Interpretation Description
0 Normal No feature of osteoarthritis
1 Doubtful Minimal osteophyte,
doubtful significance
2 Minor Definite osteophyte, no loss
of joint space
3 Moderate Some diminution of joint
space
4 Severe Advanced joint space loss
and sclerosis of the body

MRI juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis osteoartritis, MRI dinilai
lebih baik dibandingkan foto polos, karena dapat memberikan gambaran struktur
persendian dalam tiga dimensi dan dalam resolusi yang tinggi, maka dari itu
sensitivitas untuk melihat perubahan awal cukup tinggi dibandingkan foto polos
ekstremitas. Menurut rekomendasi dari Osteoarthritis Research Society, MRI
direkomendasikan untuk menilai morfologi tulang rawan. Pemeriksaan MRI juga
dapat mengunakan kontras (gadolinium) dan pemeriksaan ini cukup baik untuk
menilai derajat histologis osteoartritis (Gambar 15). 12
Ultrasonografi (USG) juga dapat dipertimbangkan untuk digunakan
sebagai pemeriksaan penunjang, karena USG dapat menilai kondisi sinovium,
terutama pada osteoartritis tangan dan lutut. CT jarang sekali digunakan. 2,12

29
Gambar 15. MRI osteoartritis pelvis 12

2.10 Diagnosis

Diagnosis osteoartritis adalah sebuah desisi klinis. Tidak terdapat


pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis dari osteoartritis, namun
pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding
lainnya. Diagnosis dari osteoartritis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pencitraan. Berikut adalah kriteria diagnosis osteoartritis berdasarkan American
College of Rheumatology
(Tabel 4). 7,10

30
Tabel 4 Kriteria diagnosis berdasarkan klasifikasi lokasi predileksi osteoartritis American
College of Rheumatology 7
Items required for presence of osteoarthritis

2.11. Diagnosis Banding

2.11.1 Rheumatoid Arthritis (RA)


Kondisi ini adalah gangguan persendian yang disebabkan oleh inflamasi.
RA merupakan penyabab terumum gangguan persendian kronik inflamatori
yang dicetuskan oleh reaksi autoimun. Penyebab pasti dari kondisi ini belum
diketahui secara pasti, karena proses patofisiologinya yang kompleks. Kondisi ini
dapat dieksaserbasi oleh faktor pencetus, yaitu infeksi atau trauma. Secara
31
epidemiologi, prevalensi RA ditemukan pada usia dekade keempat atau kelima dan
perempuan memiliki faktor risiko tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. 13
Dari manifestasi klinis, kondisi ini memiliki rasa nyeri dan kaku
yang menyerupai osteoartritis, namun perbedaannya adalah onset dari RA
insidious, terkadang dapat timbul secara akut. Lokasi predileksi persendian yang
terkena juga biasanya sendi-sendi kecil, bukan sendi penopang berat seperti
osteoartritis. Lokasi predileksi RA adalah bagian proksimal jari dan pergelangan
tangan (Gambar 16). Rasa nyeri membaik dengan aktivitas dan kaku pada sendi saat
pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit, selain dari itu karena kondisi
ini merupakan suatu respon dari proses inflamasi, maka akan terdapat juga
beberapa gejala sistemik. Gejala sistemik yang pada umumnya dapat ditemukan
antara lain adalah, lelah, penurunan berat badan dan memiliki riwayat nyeri otot yang
hilang timbul. 13,14

Gambar 16. Gambaran Klinis RA. (a) Pembengkakan dan kaku pada PIP manus. (b)
Deformitas jari tangan. (c) Sinovitis genu dekstra. (d) fitur ekstra-artikular, nodul
subkutaneus. (d,e) Ruptur tendon.

Karakteristik tipikal dari kondisi ini antara lain adalah, poliartritis


simetris, tenosinovitis dan morning stiffness. Dari pemeriksaan laboratorium
dapat ditemukan adanya peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR),

32
autoantibodi rheumatoid factor (RF) dan anti-citrullinated peptide antibodies
(ACPAs) positif di serum. 13 Dari pemeriksaan pencitraan dapat ditemukan adanya
erosi atau dekalsifikasi tulang inekuifokal (Gambar 17). Berikut adalah perbedaan
diantara RA dan osteoartritis (Tabel 5): 13

Gambar 17. Gambaran radiologis RA. Erosi (tanda panah) 13

33
2.11.2 Gout Arthritis (GA)
Gout adalah tipe artritis inflamatori yang disebabkan oleh deposisi
kristal monosodium urate di persendian dan jaringan-jaringan lainnya, hal ini
disebabkan secara sekunder oleh hiperurisemia. Secara epidemiologi, GA
merupakan salah satu penyakit persendian yang paling sering ditemukan pada laki-
laki dengan insidens usia tertinggi pada saat dekade kelima. Faktor risiko dari kondisi
ini antara lain adalah, riwayat keluarga (30–40%), alkohol (50%), insufisiensi ginjal
dan obesitas. 15
Hiperurisemia yang menimbulkan gejala GA terjadi pada 5–10% pasien
dengan hasil laboratorium serum asam urat 420 ∝mol/L. Hiperurisemia
asimptomatik 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan GA, dan kebanyakan dari
pasien hiperurisemia tidak memiliki GA. Manifestasi klinis yang khas dari kondisi
ini adalah, pada saat episode eksaserbasi akut biasanya lokasi predileksi utama
adalah di persendian metatarsophalangeal (MTP) pertama (podagra), namun dapat
juga ditemukan di lutut, pergelangan kaki, midfoot, siku dan pergelangan tangan.
Rasa nyeri terutama muncul pada saat malam hari dan dalam hitungan jam
persendian yang terpengaruh akan menjadi merah, hangat, bengkak dan terasa sangat
nyeri. Pada saat eksaserbasi akut, pasien dengan GA jarang sekali mengeluhkan
hanya rasa nyeri atau tidak nyaman, namun pada umumnya juga disertai dengan
keluhan tidak bisa berjalan karena rasa nyerinya. 15,16
Gejala sistemik juga dapat terjadi, terutama pada saat eksaserbasi akut.
Gejala sistemik yang dapat dikeluhkan antara lain adalah malaise dan demam.
Pada umumnya, gejala gout akan hilang dengan sendirinya setelah 5–7 hari dan
bisa disertai dengan deskuamasi kulit persendian yang terpengaruh. GA akut
dapat menyebabkan bursitis, tendinitis dan selulitis ekstremitas bawah (terutama
terjadi pada pasien lanjut usia). Gout yang tidak ditangani dapat menimbulkan lesi
tophi yang merupakan pembengkakan sendi yang berisi kristal asam urat (Gambar
18), pada umumnya dapat terlihat di siku, persendian jari tangan dan telinga.
Tophi dapat menyebabkan penyakit erosif (chronic gouty arthropathy). 14,16

34
Gambar 18. Gouty tophi. (a) Tophi subkutan di daerah bursae olecranon. (b,c) Tophaceous
gout yang terdapat ditangan dan kaki. 14

Dari pemeriksaan penunjang pada umumnya akan ditemukan hiperurisemia


dari pemeriksaan laboratorium, tanda ini merupakan tanda utama dari GA,
namun terdapat beberapa kasus dimana angka asam urat dalam batas normal pada
saat episode eksaserbasi akut. Pencitraan kurang direkomendasikan, terutama
saat episode akut, karena dapat menunjukkan hasil yang non-spesifik. Pada kondisi
GA kronis, gambaran radiologis dapat menunjukkan adanya erosi (‘punched-
out’) dengan bentuk oval atau bulat dengan tepi yang menggantung (Gambar
19). Pemeriksaan baku emas untuk menenggakkan diagnosis GA adalah dengan aspirasi
tophi atau cairan sinovial, biasanya akan ditemukan hasil sel darah putih >2,000 sel/mm3
dengan gambaran urate crystal yang berbentuk seperti jarum jarum halus (Gambar 20).
14

35
Gambar 19. Gambaran radiologis GA kronik 14

Gambar 20. Kristal asam urat yang ditemukan di sampel cairan sinovial14

2.12 Tatalaksana
Tatalaksana untuk menangani osteoartritis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
tatalaksana non-farmakologi, farmakologi dan tindakan pembedahan. Tujuan utama dari
tatalaksana osteoartritis adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan meringankan rasa
nyeri yang dialami oleh pasien, prinsip dasar dari tatalaksana osteoartritis simptomatik
adalah seperti berikut (Gambar 21): 2

36
Gambar 21. Piramida prinsip tatalaksana osteoarthritis 2

2.12.1 Non-Farmakologi

Upaya untuk meringankan tanda dan gejala osteoartritis adalah dengan


melakukan modifikasi gaya hidup, olahraga rutin, edukasi, pengunaan alat bantu
medis dan koreksi malalignment dengan menggunakan brace (Gambar 22). Faktor
risiko utama dari osteoartritis adalah obesitas dan berat yang ditahan oleh weight
bearing joints (terutama lutut) adalah tiga hingga enam kali lipat lebih tinggi
dibandingkan berat badan, maka dari itu penurunan berat badan adalah salah satu
upaya utama terpenting untuk meringankan beban persendian. Olahraga juga dapat
dilakukan untuk melatih otot agar tidak terjadi atrofi, olahraga yang dapat dilakukan
adalah aerobik ringan dan berenang.1,2
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien antara lain adalah: 2

1. Hindari aktivitas yang dapat menimbulkan rasa nyeri, seperti aktivitas aktivitas
berat yang melibatkan pengunaan persendian (naik dan turun tangga).
2. Meningkatkan kekuatan otot disekitar persendian tersebut untuk mengoptimisasi
fungsinya.2
3.Pengunaan alat bantu medis, seperti splinting pada osteoartritis manus
dan pengunaan tongkat untuk membantu berjalan pada kasus osteoartritis genu.
37
Gambar 22. Brace genu valgus yang digunakan untuk realignment 1

2.12.2 Farmakologi

Terapi farmakologi dapat diberikan sebagai terapi simptomatik untuk


meringankan gejala nyeri yang ada dan metode terapi ini dapat diberikan dalam
2,18
bentuk topikal, oral dan injeksi intraartikular (Tabel 6). Metode farmakologi
yang pada umumnya digunakan dan direkomendasikan oleh literatur adalah dengan
17
menggunakan NSAIDs dan acetaminophen. NSAIDs merupakan terapi yang
biasanya digunakan, karena NSAIDs dapat diberikan secara topikal dan oral.
NSAIDs hanya digunakan apabila nyeri sudah sangat menganggu dan diberikan
dalam dosis yang rendah untuk menghindari efek samping dari obat. The American
Academy of Pain Management dan American Pain Society juga merekomendasikan
pengunaan opioid pada nyeri non-kanker, maka dari itu pengunaan opioid juga dapat
dipertimbangkan pada pasien osteoartritis. Obat golongan opioid yang pada
umumnya diberikan adalah tramadol, dosis yang diberikan biasanya dimulai dari
dosis terendah, yaitu 1 x 50 mg PO. Dosis opioid dapat dititrasi secara perlahan
apabila nyeri masih persisten. 2,18
Berikut adalah algoritma tatalaksana osteoartritis berdasarkan derajat
keparahan gejala yang dialami oleh pasien (Gambar 23): 19

38
Gambar 23. Algoritma tatalaksana osteoarthritis 19

39
Tabel 6 Terapi farmakologis untuk osteoarritis 2

1. Acetaminophen (Paracetamol)

Dari sebagian besar pedoman tatalaksana acetaminophen direkomendasikan


untuk diberikan pada pasien dengan osteoartritis sebagai pengobatan rutin untuk
menangani rasa nyeri atau sebagai obat yang hanya diminum apabila diperlukan.
Dosis yang diberikan pada umumnya adalah 3 x 1 g PO, namun walaupun sudah
40
digunakan dalam dosis yang tinggi terkadang acetaminophen tidak memberikan
efek yang signifikan untuk mengurangi rasa nyeri, maka dari itu pengobatan ini
tidak direkomendasikan untuk menangani osteoartritis sedang-
berat. Acetaminophen dapat digunakan untuk menangani osteoartritis
ringan dengan rasa nyeri yang terkadang timbul. 2,19
2. NSAIDs (Agen Oral dan Topikal) dan Inhibitor COX-2

NSAIDs merupakan obat yang pada umumnya digunakan untuk osteoartritis,


karena memiliki efek anti-inflamatori dan analgesik. Dari hasil meta-analisis yang
telah dilaksanakan, penggunaan NSAIDs secara reguler lebih efektif
dibandingkan mengkonsumsi acetaminophen dalam dosis tinggi, walaupun
pasien yang diobati dengan NSAIDs pada umumnya mengalami bebas nyeri total,
namun apabila obat ini dikonsumsi secara per oral dan reguler dapat menimbulkan
beberapa efek samping gastrointestinal, terutama ulkus gastroduodenal. Untuk
mengurangi risiko terjadinya efek samping ini, maka dari itu NSAIDs hanya
diberikan apabila dibutuhkan saja atau dapat diberikan dalam bentuk topikal,
apabila pengunaan topikal atau okasional tidak berhasil, maka pengobatan
rutin dengan NSAIDs dapat dipertimbangkan. Berikut adalah faktor risiko
pada pasien yang dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping: (Tabel 7)
2,19

Tabel 7 Faktor resiko untuk mengalami NSAID-associated Gastroduodenal Ulcer 19

41
Inhibitor COX-2 digunakan untuk meminimalisir terjadinya efek samping
gastrointestinal NSAID, namun inhibitor COX-2 bekerja dengan menginhibisi
potrasikilin yang apabila diinhibisi akan meningkatkan aktivasi platelet dan juga
akan menyebabkan vasokonstriksi. Efek samping dari inhibitor COX-2 adalah
meningkatkan risiko untuk terjadinya thrombosis, terutama pada pasien dengan
riwayat infark miokardial.19
3. Kortikosteroid

Inflamasi sinovial merupakan salah satu faktor mengapa nyeri


pada osteoartirits terjadi, maka dari itu pemberian kortikosteroid
sangat dibutuhkan. Efek anti-inflamatori kortikosteroid dapat meringankan
rasa nyeri dan kortikosteroid intra-artikular dapat mengurangi sinovitis
dan angiogenesis di sinovium (akan mengurangi infalamsi sinovium
secara sekunder). Terapi dengan menggunakan steroid intra-artikular
dinilai efektif untuk mengurangi rasa nyeri. Penggunaan terapi kortikosteroid
per oral atau intramuskular tidak direkomendasikan karena dinilai tidak memiliki
efektivitas yang signifikan. 4,19
4. Opioid
Nyeri sendi merupakan keluhan yang dominan pada pasien dengan osteoartritis,
maka dari itu pemberikan opioid dapat membantu meringankan nyeri dengan
menginhibisi reseptor opioid pada sistem saraf pusat dan perifer, namun opioid
memiliki beberapa efek samping, yaitu sedasi, konstipasi, efek psikologis dan
ketergantungan obat yang dapat ditandai dengan tanda-tanda withdrawal apabila
pemberian dihentikan.19
5. Duloxetine

Duloxetine termasuk didalam golongan Selective Serotonin


and Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRIs), golongan obat ini
biasanya dapat diindikasikan untuk sindrom nyeri kronis, seperti
fibromialgia, namun pada umumnya obat ini jarang sekali digunakan karena
memiliki efek samping yang banyak.19
6. Injeksi Asam Hialuronat

Saat persendian bergerak, pergerakkan yang terjadi tidak menimbulkan friksi


karena terdapat lubrikasi diantara kedua tulang. Lubrikan ini dibentuk oleh

42
beberapa komponen, salah satunya adalah asam hialuronat. Terapi menggunakan
asam hialuronat yang diinjeksikan secara intra-artikular dinilai masih
kontroversial, karena tidak menimbulkan efektivitas yang signifikan dan injeksi
asam hialuronat juga ditemukan dapat meningkatkan rasa nyeri yang timbul pada
saat eksaserbasi akut. Pedoman tatalaksana The National Insititute for Heatlh and
Care Excellence (NICE) dan The American College of Rheumatology tidak
merekomendasikan penggunaan dan penawaran terapi dengan menggunakan
asam hialuronat karena hal-hal tersebut. 2,19

2.12.3 Tindakan Pembedahan

Tindakan pembedahan hanya dilakukan apabila modalitas terapi non-


farmakologis dan farmakologis telah dilakukan, namun nyeri yang dialami oleh
pasien tetap persisten, menganggu aktivitas keseharian dan sudah menurunkan
kualitas hidup pasien.2,18
Tindakan pembedahan dilakukan terutama pada osteoartritis genu dan
pelvis, karena kedua organ tersebut merupakan anggota gerak, maka dari itu
apabila ada disfungsi dari anggota gerak tersebut maka disabilitas dan penurunan
kualitas hidup akan terjadi. Berikut adalah indikasi pembedahan pada pasien
osteoartritis (Tabel 8).1,19

43
Tabel 8 Indikasi operasi pasien osteoarthritis

Tindakan pembedahan dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan tujuan utama


dari tindakan tersebut, yaitu: (1) meringankan gejala yang ada pada saat ini
(lavage dan debridement sendi), (2) menghindari risiko untuk terjadinya progresi
struktural (osteotomi) dan (3) untuk meringankan gejala yang terasosiasi oleh
penyakit kronis (joint arthroplasty atau replacement). 1,18
1. Debridemen sendi dan artroskopik

Kurang direkomendasikan karena terbukti kurang efektif. Tindakan ini hanya


direkomendasikan bagi pasien dengan tanda dan gejala kelainan struktural
seperti contohnya trauma meniskus. 18
2. Osteotomi

Malaignment merupakan salah satu faktor risiko dari osteoartritis yang dapat
mempengaruhi progresivitas penyakit, terutama osteoartritis lutut. Koreksi
dari kondisi ini dengan bracing atau osteotomi memiliki potensi untuk
memodifikasi struktur organ. Studi dan literatur merekomendasikan tindakan
ini untuk dilakukan pada pasien dengan osteoatritis tibiofemoral medial
ringan-sedang dengan genu varus atau osteoartritis pelvis superolateral sedang.
18

44
3. Total joint arthroplasty

Tindakan ini adalah baku emas tindakan pembedahan dari osteoartritis, karena
tindakan ini dinilai efektif untuk meringankan rasa nyeri dan mengembalikan
fungsi sendi pada pasien dengan osteoartritis genu dan pelvis. 18

2.13 Prognosis

Prognosis pasien dengan osteoartritis sangat beragam, hal ini karena terdapat
variabilitas pada setiap individu. Secara umum, telah ditemukan bahwa pasien
dengan osteoartritis relatif stabil, fungsi fisik dan progresi nyeri pada umumnya
akan tidak berprogresi lebih lanjut, tanpa adanya kemajuan ataupun
perburukan fungsi yang signifikan. Pada sebuah studi yang mengikuti hasil
follow up yang dilakukan pada pasien selama 6 tahun, ditemukan bahwa pasien
dengan osteoartritis akan tetap memiliki derajat nyeri yang sama selama 6
tahun tersebut, selain dari itu gambaran radiologis juga ditemukan
tidak mengalami deteoriasi yang signifikan. Kedua hal tersebut menunjukkan
bahwa osteoartritis merupakan sebuah penyakit yang memiliki progresivitas
lambat dan minimal, namun ditemukan juga perburukan yang signifikan pada
beberapa inidivdu, terutama yang memiliiki faktor risiko tertentu. Berikut
adalah faktor prognostik pasien osteoartritis (Tabel 9):1,2

Tabel 9 Faktor prognositik osteoartritis 2

45
BAB III

KESIMPULAN

Osteoartritis merupakan salah satu tipe penyakit sendi rematik degeneratif yang
ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan artikular, pembentukan osteofit,
sklerosis tulang subkondral dan perubahan degeneratif dari jaringan halus
periartikular (tendon, ligamen dan otot). Karakteristik tersebut dapat menimbulkan
tanda dan gejala yang khas dari osteoartritis, yaitu rasa nyeri dan kaku pada pagi hari
yang berlangsung dengan singkat (morning stiffness).
Secara epidemiologi, Indonesia memiliki angka insidens osteoartritis yang
cukup tinggi, hal ini dikarenakan angka populasi lanjut usia yang terus meningkat
dan faktor risiko utama dari osteoartritis salah satunya adalah usia. Prevalensi
disabilitas yang disebabkan oleh penyakit sendi rematik adalah 2.2%, apabila
disesuaikan dengan jumlah populasi Indonesia (200 juta penduduk), maka Indonesia
kurang lebih memiliki lebih dari 4.4 juta subyek dengan disabilitas yang disebabkan
oleh gangguan sendi, terutama osteoartritis pada lutut.
Kecurigaan pada osteoartritis harus dipikirkan apabila ditemukan pasien
dengan keluhan nyeri kronis dan kekakuan pada sendi yang terpengaruh, namun
terdapat beberapa diagnosis banding untuk kondisi ini, maka dari itu anamnesis
lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang harus dilakukan untuk
mengeksklusi diagnosis banding lainnya dan menegakkan diagnosis osteoartritis.
Baku emas untuk diagnosis osteoartritis adalah dengan mengunakan pencitraan,
yaitu foto polos dimana akan ditemukan gambaran penyempitan jarak diantara sendi
(joint space), pembentukan osteofit dan sklerosis subkondral serta kista. Terapi
osteoartritis hanya simptomatik dan digunakan hanya untuk meringankan gejala
yang dialami oleh pasien, namun apabila terdapat indikasi operasi, maka terapi
definitifnya adalah tindakan operasi. Prognosis pasien pasca operasi dinilai cukup
baik dan dapat hilang dengan sendirinya setelah dibantu dengan fisioterapi.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Dieppe P, Blom A. Osteoarthritis. In: Blom A, Warwick D, Whitehouse MR,


editors. Apley & Solomon’s System of Ortopaedics and Trauma. 10th ed. Florida: CRC
Press; 2018. p. 91–105.
2. Felson DT. Osteoarthritis. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo D, Jameson
LJ, editors. Harrison’s Rheumatology. 4th ed. New York: McGraw Hill Education;
2017. p. 234–44.
3. Soeroso J, Dans LF, Amarillo ML, Santoso GH, Kalim H. Risk factors of
symptomatic osteoarthritis of the knee at a hospital in Indonesia. APLAR J Rheumatol.
2005;8:106– 13.
4. Hunter DJ. Osteoarthritis. Best Pract Resaerch Clin Rheumatol. 2011;25:801–14. 5. Di
Cesare PE, Haudenschild DR, Samuels J, Abramson SB. Pathogenesis
of Osteoarthritis. In: Firestein G, Budd RC, Gabriel SE, McInnes IB, O’Dell JR,
editors. Kelley and Firestein’s Textbook of Rheumatology. 10th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2017. p. 1685–701.
5. Sharma L. Local and Systemic Risk Factors for Incidence and Progression
of Osteoarthritis. In: Hochberg MC, Gravallese EM, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt
ME, Weisman MH, editors. Rheumatology. 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p.
1513–8.
6. Nelson, Amanda E., Jordan JM. Epidemiology and Classification of Osteoarthritis.
In: Hochberg MC, Gravallese EM, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman
MH, editors. Rheumatology. 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p. 1503–11.
7. Crowther-Radulewicz CL, McCance KL. Alterations of Musculoskeletal Function.
In: McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS, editors. McCance
Pathophysiology The Biologic Basis of Disease in Adults and Children. 6th ed.
Missouri: Mosby Elsevier; 2010. p. 1592–6.
8. Salter DM, Aigner T. Pathogenesis and Pathology of Osteoarthritis. In: Hochberg
MC, Gravallese EM, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH,
editors. Rheumatology. 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p. 1537–49.

47
9. Block JA. Clinical Features of Osteoarthritis. In: Hochberg MC, Gravallese EM,
Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH, editors. Rheumatology. 7th
ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p. 1522–8.
10. Nelson AE, Jordan JM. Clinical Features of Osteoarthritis. In: Firestein G, Budd
RC, Gabriel SE, McInnes IB, O’Dell JR, editors. Kelley and Firestein’s Textbook
of Rheumatology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. p. 1705–15.
11. Palmer AJR, Agricola R, Price AJ, Vincent TL, Weinans H, Carr
AJ.Osteoarthritis. Seminar. 2015;386:376–87.
12. Erickson AR, Cannella AC, Mikuls TR. Clinical Features of Rheumatoid Arthritis.
In: Firestein G, Budd RC, Gabriel SE, McInnes IB, O’Dell JR, editors. Kelley
and Firestein’s Textbook of Rheumatology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. p.
1167– 78.
13. Edwards C. Inflammatory Rheumatic Disorders. In: Blom A, Warwick D,
Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System of Ortopaedics and Trauma.
10th ed. Florida: CRC Press; 2018. p. 65–72.
14. Creamer P, Kassimos D. Crystal Deposition Disorders. In: Blom A, Warwick
D, Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System of Ortopaedics and Trauma.
10th ed. Florida: CRC Press; 2018. p. 83–6.
15. Schlesinger N. Clinical Features of Gout. In: Hochberg MC, Gravallese EM, Silman
AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH, editors. Rheumatology. 7th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2019. p. 1610–1.
16. Arden NK, Hochberg MC. Management of Osteoarthritis. In: Hochberg MC,
Gravallese EM, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH, editors.
Rheumatology. 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. p. 1582–8.
17. Hunter DJ, Bierma-zeinstra S. Osteoarthritis. Seminar. 2019;393:1745–59. 19. Felson
DT. Treatment of Osteoarthritis. In: Firestein G, Budd RC, Gabriel SE, McInnes IB,
O’Dell JR, editors. Kelley and Firestein’s Textbook of Rheumatology. 10th
ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. p. 1719–28.

48

Anda mungkin juga menyukai