Anda di halaman 1dari 45

GENERAL ANESTESI PADA TINDAKAN KRANIOTOMI

SDH Kronis

OLEH : Garbha Jabbaruddin MRS


Pembimbing : dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp. An
Pendahuluan

● Kraniotomi  tindakan pembedahan dengan membuka tulang tengkorak


● Anestesi dan reanimasi telah berhasil memungkinkan seseorang dilakukan pembedahan tanpa
siksaan dan rasa nyeri.
● Anestesi umum (general anestesi), yaitu tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).
02
Laporan Kasus
Identitas

● Tanggal : 18 November 2021


● Nama : Ny. Rts. Yully Hapsari
● Umur : 40 Tahun
● Jenis kelamin : Perempuan
● Status : Menikah
● Alamat :Pijoan Jaluko RT 06, Pijoan, Jambi Luar Kota,
Muaro Jambi TB/BB : 160 cm/ 75 kg
● Diagnosis : SDH Kronis
● Tindakan : Kraniotomi
Anamnesis
KELUHAN UTAMA : Nyeri kepala hebat semakin memberat ± 1 bulan SMRS
Riwayat Perjalan Penyakit
● Pasien merupakan rujukan dari RSI Arafah Jambi, dimana keluhan pasien adalah sakit di seluruh

bagian kepala ± 1 bulan.


● Sebelumnya pasien telah mendapatkan pengobatan rawat jalan dari RSJ Provinsi Jambi dengan dr.

Apriyanto, Sp.S, namun keluhan tidak kunjung membaik


● Pasien dibawa ke IGD RSI Arafah Jambi dan dirawat selama ± 3 hari. Dilakukan MRI Kepala

pasien, lalu pasien dirujuk ke RSRM Provinsi Jambi


● Pasien datang ke IGD RS Raden Mattaher dengan keluhan sakit kepala terus-menerus yang

semakin memberat diseluruh kepala. Muntah (+), mual (-), penurunan kesadaran (-).
Anamnesis
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
● Riwayat operasi sebelumnya (1xSC 2009) ● Riwayat DM disangkal.
● Riwayat hipertensi disangkal ● Riwayat hipertensi disangka;
● Riwayat asma disangkal ● Riwayat stroke disangkal.
● Riwayat trauma disangkal
● Riwayat DM disangkal
● Riwayat alergi disangkal
● Riwayat batuk lama disangkal
● Riwayat penyakit lain disangkal
● Riwayat stroke disangkal
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kulit
Sawo matang, pigmentasi (-), ruam (-)
Kesadaran : cm
GCS : E4V5M6 = 15
Vital Sign Kepala
TD : 132/83 mmHg Normocephali
Nadi : 89x/menit
RR : 22x/menit Mulut
Suhu : 36,5 ºC Bibir kering (-), atrofi papil(-), gusi
BB : 75kg berdarah(-), mallampati I, Gigi
palsu(-) Gigi tonggos (-),
TB : 160 cm
Trismus(-), Rahang bawah maju(-)
IMT : 29,3

Mata
Conjungtiva anemis (-), Sklera ikterik
(-), pupil isokor, isokor
Paru-paru
Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris,skar(-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Hidung Perkusi: sonor
Deviasi septum (-), Auskultasi: vesikuler (+/+) Rhonki (-/-) Wh (-/-)
epistaksis (-)

Jantung
I: Iktus kordis tak terlihat
Pembesaran KGB(-),
P :Iktus kordis teraba di ICS V linea
pembesaran tiroid(-),otot
midclavicula sinistra
bantu nafas(-), leher mobile
A : BJ I/II reguler, murmur(-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : timpani (+) Ekstremitas superior dan
inferior
Akral hangat, CRT < 2 detik.
Laboratorium (30/10/2021)
Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan
Neutrofil 17.9 x103/uL
Hemoglobin 9,27 13.4-15.5 g/dl
Limfosit 1.35 x103/uL
(L)
Monosit 1.23 x103/uL
Hematokrit 29,4 L 34.5-54 %
Eosinofil .029 x103/uL
Eritrosit 4.94 4.0-5.0 x106/uL
Basofil .101 x103/uL
MCV 68,6 L 80-96 fL
Neutrofil% 86.8 (H) 50-70 %
MCH 21,6 L 27-31 Pg
Lymfosit% 6.55 (L) 18-42 %
MCHC 31,5 L 32-36 g/dl
Monosit% 5.99 2-11 %
RDW 12.9 %
Eosinofil% .140 (L) 1-3 %
Trombosit 207. 150-450 x103/uL
Basofil% .491 0-2 %
PCT .158 0.150-0.400 %
MPV 7.63 7.2-11.1 fL
PDW 19.1 (H) 9-13 fL
Leukosit 9,25 4.0-10.0 x103/uL
Laboratorium (30/10/2021)
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Rujukan
Faal Hati

SGOT/PT 12 L/ 14 15-37, 14- g/dl


63
Faal Ginjal

Ureum 17 15-39 mg/dl

Kreatinin 1,1 0.55-1.3 mg/dl

Elektrolit (30/10/2021)

Natrium 138 135-147 mmol/L

Kalium 3,92 3.5-5.0 mmol/L

Chlorida 106,5 95-105 mmol/L

Calcium ion++ 1.23 1.00-1.15 mmol/L


Radiologi (26/10/2021)

CT SCAN kepala non Kontras

Kesan: SDH subakut di konveksitas


cerebri kiri ketebalan maximal 1.6
cm di temporal yang mengakibatkan
kompresi ventrikel lateralis kiri,
ventrikel III dengan dilatasi ventrikel
lateralis kontralateral, herniasi uncal
kiri dan midline shift ke kanan
sejauh 1.9 cm.
EKG

Sinus Rhytm
Kunjungan Pra Anestesi
a. Penentuan Status Fisik ASA :/ 1/ 2/ 3 / 4 /5/ E
b. Malampati : Malampati 1
c. Persiapan Pra Anestesi :
a) Informed consent keluarga
b) Persiapan operasi:
- Surat persetujuan tindakan anestesi
- Surat persetujuan tindakan operasi
- Siapkan PRC 2 x 250 cc
- Puasa 6 jam sebelum operasi
TINDAKAN ANESTESI
f. INFUS
1. RL 500cc
a. Diagnosa pra bedah: SDH Kronis
2. RL 500 cc
b. Tindakan bedah : Kraniotomi
3. RL 500cc
c. Jenis anestesi : Umum
4. RL 500 cc
d. Pramedikasi (19.25 WIB)
● Ondansetron 8mg (IV) 5. RL 500 cc
● Ketorolac 30mg (IV)
● Tramadol 100mg (IV)
e. Medikasi g. Persiapan alat STATICS
● Fentanyl : 120 mcg Scope (Stetoskop dan laringoskop), Tube
● Propofol : 160 mg (ETT no. 7,5), Airway (Oropharyngeal
● Atracurium : 40 mg Airway), Tape (Plaster Panjang 2 buah dan
pendek 2 buah), Introducer (Mandrain),
Connector dan Suction.
Tindakan Anestesi

Induksi mulai : 19.20 WIB


Operasi mulai : 19.30 WIB
Operasi selesai : 21.00 WIB
Berat badan pasien : 75 Kg
Durasi operasi : 2 jam
Pasien puasa : 6 jam
Keadaan Selama Operasi

a. LetakPenderita:Supinasi
b. Intubasi : ETT no 7,5
c. Penyulit Intubasi : -
d. Lama Anestesi : ± 2 jam
e. Jumlah Cairan Input :
○ RL 2500 cc
f. Output
○ Urine : ± 400 cc
○ Perdarahan : ± 100 cc
Keadaan Selama Operasi

KEBUTUHAN CAIRAN PASIEN INI = BB = 50 KG


1) Maintenance (M) -M = 2 cc/kgBB/jam = 2 cc x 75 kg = 150 cc
2) Pengganti Puasa (P) Puasa X Maintenance = 6 x M = 6 x 150 cc = 900 cc
3) Stress Operasi (SO) SO = KgBB x 8 cc/ jam (operasi berat) = 75kg x 8 cc = 600 cc
4) Estimated Blood Volume (EBV) EBV = 65cc x KgBB = 4875 cc
5) Estimated Blood Loss (EBL) EBL = 20% X EBV = 20% X 4875 cc = 975 cc

KEBUTUHAN CAIRAN SELAMA 3 JAM OPERASI


● Jam I = ½ (P) + M + O = ½ (900) + 150 + 600 = 1200cc
● Jam II = ¼ (P) + M + O = ¼ (900) + 150 + 600 = 975cc
● Total cairan = 1200+975=2175
Jam TD RR Nadi SpO2 Keterangan

19.00 135/84 22 92 99%  Pasien masuk ke kamar operasi, dan dipindahkan ke meja
operasi
 Pemasangan alat monitoring, tekanandarah, saturasi, nadi
 Diberikan cairan RL dan obat premedikasi (Ondansetron 8mg,
Ketorolac 30mg, dan Tramadol 100mg)
19.20 132/81 17 72 99%  Pasien dipersiapkan untuk induksi
 Dilakukan preoksigenisasi menggunakan sungkup 3-5 menit
 Pasien diberikan analgesik fentanyl 125 mcg, induksi dengan
propofol 160 mg, cek refleks bulu mata. Kemudian pasien
dipasangkan sungkup dan mulai di bagging, lalu diberikan
relaksan yaitu Atracurium 40 mg.
 Maintenance Sevoflurane 1% dan N2O:O2 40:60
19.25 110/68 16 69 99%  Setelah di bagging selama 5 menit, pasien di intubasi dengan
ETT no. 7,5
 Dilakukan auskultasi di kedua lapang paru untuk memastikan
ETT terpasang dengan benar
 ETT dihubungkan dengan ventilator
 ETT difiksasi dengan plester
 Diberikan RL kolf ketiga
 Dipasang kateter no 16
19.30 101/64 16 68 99%  ETT dihubungkan dengan
ventilator (TV 500ml, I:E ratio
1:2, RR 16x/mnt, PEEP 3)
 ETT difiksasi dengan
plester/tape
 Dipasang kateter no 16
 Operasi di mulai
19.35 94/62 16 71 100%  Pemberian RL kolf keempat
19.45 93/65 16 73 100%

20.00 90/61 16 73 100%

20.15 91/63 16 74 100%  Pemberian RL kolf kelima


20.3 93/6 16 70 100
0 5 %
20.4 93/6 16 73 100
5 7 %
21.0 95/6 16 67 100  Dilakukan penjahitan dan
0 2 % penutupan luka bekas insisi
 Operasi selesai
21.1 98/6 17 68 100  Pasien tidak bernafas spontan
5 6 % (dibantu ETT)
 Diberikan oksigen 15 lpm,
kemudian di lakukan
pengecekan saturasi
 Pasien dipindahkan ke ICU
INSTRUKSI PASCA ANESTESI

● ETT dipertahankan, volume control TV 500 ml, f16, PEEP 3, Fio2 50%
● IVFD = RL+Keterolac 30 tpm
● Analgesik Morfin : midazolam 1:1  besok stop
● Monitoring tanda vital
● Tirah baring 24 jam menggunakan bantal
● Puasa sesuai dr. Rhonaz Putra Agung, Sp.BS
03
Tinjauan
Pustaka
GENERAL ANESTESI

 General anestesi adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari:
(1) hipnotik, (2) analgesia, dan (3) relaksasi otot.
 Metode anestesi general:
1. Parenteral ( Barbiturate, Propofol, Ketamin, Opioid, Benzodiazepin)
2. Perektal
3. Per inhalasi (N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran. )
Klasifikasi ASA

01 ASA I
03 ASA III

ASA IV dan ASA

02 ASA II
04 V
Premedikasi

Mengurangi Memperlancar Mengurangi sekresi


kecemasan dan induksi dan ludah dah bronkus
ketakutan anestesi

Meminimalkan Mengurangi mual Menciptakan


jumlah obat muntah pasca amnesia
anestesi bedah
INDUKSI ANESTESI

Fentanyl Dosis = 1-3 µg/kgBB

Propofol Dosis= 2-2,5 mg/kgBB

Atracurium Dosis 0,5-0,6 mg/kgBB


Intubasi Trakea

Komplika
Indikasi Kesulitan si
 Menjaga jalan nafas  Leher pendek berotot  Trauma gigi
 Mempermudah ventilasi  Mandibula menonjol  Laserasi bibir, gusi dan
 Uvula tidak terlihat laring
dan oksigenasi  Gerakan sendi temporo  Aspirasi
 Mencegah aspirasi dan mandibula terbatas  Spasme bronkus
 Gerakan vertebrae servikal
regurgitasi terbatas
Ektubasi

Ektubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesi


sudah ringan, dengan catatan tidak akan terjadi spasme
laring. Sebelum Tindakan, rongga mulut, laring, faring
dibersihkan dari secret dan cairan.
Komplikasi General Anestesi

1 2 3 4
Komplikasi Jalan Komplikasi Komplikasi Komplikasi sistem
Nafas Kardiovakular Neurologik organ
PERDARAHAN SUBDURAL

 (SDH) -
Subdural hematoma (SDH) adalah akumulasi darah yang terjadi antara bagian dalam duramater
dengan arachnoid. Prevalensi terjadinya subdural hematoma pada cedera kepala berat bergeser
30%. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan perdarahan epidural. Perdarahan ini
sering terjadi akibat robekan pembuluh darah atau vena-vena kecil di permukaan korteks serebri.
Subdural hematoma akut telah dilaporkan terjadi pada 5-25% pasien dengan cedera kepala
berat.
EPIDEMIOLOGI ICH

 Kejadian tahunan 1-5,3 kasus per 100.000


penduduk.
 Tingkat mortalitas SDH akut berkisar 45-
63%. Kematian terjadi 74% pada pasien
dengan Glasgow Coma Scale Score (GCS)
3-5 kurang dari 6 jam, namun jika GCS 6-8
tingkat kematiannya menurun hingga 39%
Anatomi
PATOFISIOLOGI SDH Kronis
GEJALA KLINIS ICH

 kesadaran yang berfluktuasi


 demensia progresif
 peningkatan tekanan intrakranial

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa hari,


minggu, dan bahkan beberapa bulan setelah cedera pertama.
DIAGNOSIS
• Adanya gejala neurologis
• Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan respon otot harus
dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar)
tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya
sering ditanyakan.
• Apabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya
pupil sangat penting dilakukan.
• Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan semua dilihat pada
gambaran CT tanpa kontras
• Sekitar 20% subdural hematom kronik bersifat bilateral dan dapat mencegah
terjadi pergeseran garis tengah.
• Seringkali, subdural hematoma kronis muncul sebagai lesi heterogen padat
yang mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan
antara komponen akut (hyperdense) dan kronis (hipodense).
. Tatalaksana SDH Kronis

SDH kronis dapat diterapi dengan medical management yaitu istirahat,


diuretik osmotik, dan kortikosteroid. Konservatif dapat dilakukan pada pasien
dengan defisit neurologis minimal dan volume SDH kronis minimal15. Pilihan
operasi pada SDH kronis, yaitu:

 2 burr hole dengan irigasi dan aspirasi


 1 burr hole dengan irigasi dan aspirasi
 1 burr hole dengan meninggalkan subdural drain
 Twist drill craniostomy
 Kraniotomi dengan eksisi membran subdural
KOMPLIKASI

Setiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko. Cedera parenkim otak dapat berhubungan dengan
subdural hematoma akut dan dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi
rekurensi hematoma yang mungkin memperlukan tindakan pembedahan. Sebanyak sepertiga pasien
mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat. Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi
setelah kraniotomi. Meningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial.
PROGNOSIS

90% kasus pada umumnya akan sembuh total


SDH disertai lesi parenkim otak  mortalitas menjadi lebih tinggi mencapai 50%.
Pada penderita dengan perdarahan subdural akut yang sedikit (diameter < 1 cm), prognosanya baik.
Sebuah penelitian menemukan bahwa 78% dari penderita perdarahan subdural kronik yang dioperasi (burr-hole
evacuation) mempunyai prognosa baik dan mendapatkan penyembuhan sempurna. Perdarahan subdural akut yang
sederhana (simple SDH) ini mempunyai angka mortalitas lebih kurang 20%.
04
ANALISA
KASUS
ANALISA KASUS

Seorang pasien, Ny. Y usia 40 tahun dengan diagnosa SDH Kraniotomi  pembedahan dengan membuka tulang tengkorak
Kronis Pasien direncanakan untuk menjalani operasi (tumor otak, perdarahan otak, infeksi otak seperti, serta
Craniotomy. trauma otak.)

Sebelum dilakukan tindakan pembedahan pasien di KPA dilakukan sebelum operasi, untuk memberi penjelasan
konsulkan ke bidang anestesi untuk melakukan Kunjungan Pra mengenai masalah pembedahan dan anestesi yang
Anestesi (KPA). dilakukan.
ANALISA KASUS

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang Pasien dimasukkan ke dalam kategori ASA II
disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA II E. karena adanya penyakit bedah dan penyakit sistemik ringan

Sebelum jadwal operasi dilaksanakan, pasien Puasa dimaksudkan untuk mencegah aspirasi atau
dipuasakan 6 jam dan mempersiapkan SIO. regurgitasi
ANALISA KASUS
Premedikasi:
a) Ondansetron 8mg (IV)
• Anti emetic
b) Ketorolac 30mg (IV)
• Anti nyeri NSAID dan OPIOID
c) Tramadol 100mg (IV)

Tindakan anestesia pada kasus ini adalah dengan


menggunakan general anestesi. Induksi pada pasien:
 Propofol : obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan
• Fentanyl (IV) : 125 mcg
dengan cepat. Dosis bolus induksi : 2-2,5mg/kg.
• Propofol (IV) : 160 mg
 Fentanil : Anestesia opioid, dosis induksi 2-20 mcg/kgbb.
• Atracurium (IV) : 40 mg
 Atracurium : merupakan non depolarizing neuromuscular blocking agent. Obat
• Sevoflurane : 1%
• N2O : 40%
ANALISA KASUS

Kebutuhantotalcairanpadapasienini,yaitu2100 ccselama 3 jam operasi,


 cairan maintenance 150cc, • Pada kasus, selama operasi pasien mendapatkan cairan kristaloid sebanyak 2500 cc +
 pengganti puasa 900cc, Kebutuhan cairan pada pasien ini sudah terpenuhi.
 stress operasi 600cc. • Pada kasus ini, tindakan mengakibatkan pendarahan kurang lebih 100 cc,
Pada jam I dibutuhkan 1200 cc, jam II 975cc, dan jam ke 4875cc.

Pasien di bawa ke ICU untuk di monitoring lebih ketat.


KESIMPULAN

● Laporan kasus pada pasien atas nama Ny. Y 40 tahun didapatkan bahwa pasien dengan penilaian klinis ASA II E yaitu pasien dengan penyakit bedah disertai
dengan penyakit sistemik ringan yang disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwanya.
● Pada pasien ini dilakukan teknik anestesi dengan menggunakan anestesi umum dengan pemasangan ETT (Endotracheal Tube) no. 7,5 pada tindakan
craniotomy.
● Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Secara umum
pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai