Anda di halaman 1dari 20

Clinical Science Session

(CSS)

FA RMAKOL OGI O P I O I D

O leh:
W ulan Rizky Amelia

D o s e nP e m b i m b i n g :
D r . Widuri Astuti, Sp.A
n
BAB I
PENDAHULUAN
Opium berasal dari getah Papaver somniferum mengandung
sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan
paparevin.

Opioid sering menyebabkan mual dan muntah sehingga seringkali


memerlukan antiemetik. Efek pada pleksus saraf di usus, yang juga
mempunyai peptida dan reseptor opioid, menyebabkan
konstipasidan biasanya membutuhkan laksatif.

Terapi kontinu dengan analgesik opioid menyebabkan toleransi


dan ketergantungan pada pecandu. Akan tetapi, pada pasien dengan
peyakit terminal, peningkatan yang tetap pada
dosis morfin tidak terjadi secara otomatis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI OPIOID

. Opioid didefinisikan sebagai senyawa dengan efek yang


diantagonis oleh nalokson. Terdapat tiga famili peptida opioid,
yang berasal dari molekul prekusor besar dan dikode oleh
gen yang terpisah yaitu opiomelanokortin, proenkefalin, dan
prodinorfin.
OPIOID DIGOLONGKAN MENJADI
1. Agonis
› mengaktifkan reseptor,
› Morfin, papaveretum,petidin( meperidin,demerol), fentanil, alfentanil,
sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin
2. Antagonis
› Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis
merangsang reseptor
› nalakson, naltrekson
3. Agonis-antagonis
› Pentasosin, nalbufin, bufarfanol, buprenorfin

5
RESEPTOR OPIOID
Reseptor opioid

Reseptor δ Reseptor κ Reseptor σ Reseptor ε


Reseptor μ (mu)
(delta) (kappa) (sigma) (epsilon)

Disforia,
μ 2 : analgesi
μ 1 : analgesi dan Analgesia spinal, analgesia spinal, halusinasi, Respon
spinal, depresi
sedasi eliptogen miosis, sedasi stimulasi hormonal.
nafas, euforia
jantung.
MORFIN
• Paling mudah larut dalam air dibandingkan opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang
• Interaksi Obat
D apat meningkatkan kerja depresan SSP lain. D an morfin bersifat aditif dengan
obat yang menyebabkan hipotensi.

Efek Morfin
⦿ Sistem saraf  depresi dan stimulasi
⦿ Sistem jantung  dosis besar merangsang vagus dan berakibat bradikardi, juga
menyebabkan hipotensi ortostatik
⦿ Sistem respirasi  depresi nafas, melepaskan histamin akhirnya konstriksi bronkus
⦿ Sistem saluran cerna  menyebabkan kejang otot usus
⦿ Sistem ekskresi ginjal,  menyebabkan kejang sfingter buli2 yang berakibat retensio urin

7
MORFIN
Adiksi dan Toleransi:
⦿ Toleransi morfin ditandai dengan peningkatan dosis pada penggunaan obat secara
berulang
untuk mendapatkan efefk klinis yang sama seperti sebelumnya
⦿ Adiksi morfin ialah keadaan ketergantungan fisik dan psikik yang ditandai oleh sindroma
menarik diri yang terdiri dari takut, gelissa,rinorea, berkeringat, mual, muntah,diare,
menguap terus menerus, midriasis, hipertensi, takikardi, kejang perut dan nyeri otot

Efek Samping:
• Jarang ditemui alergi morfin
• Gejala seperti alergi ditemukan ditempat suntikan bentol kecil dan gatal
• Mual dan muntah sering dijumpai
• Pruritus sering dijumpai pada pemberian epidural atau interekal dan dapat dihilangkan
dengan nalokson tanpa hilang efek analgesinya
8
MORFIN
Penggunaan
• Morfin masih populer sampai sekarang
• Pada premedikasi sering dikombinasikan dengan atropin dan fenotiasin (largaktil )
• Pada anestesi di kamar bedah sering digunakan sebagai tambahan analgesia dan diberikan
secara
intravena

9
MEPERIDIN
(PETIDIN
• Efek analgetik meperidin serupa dengan efek analgetik morfin an
diindikasikan atas dasar masa kerjanya lebih pendek daripada morfin
• Meperidin diberikan peroral atau IM dengan dosis 50-100 mg.

10
FENTANIL

⦿ Zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 x morfin


⦿ Lebih larut dalam lemak daripada petidin dan menembus sawar jaringan
dengan mudah
⦿ Efek depresi napasnya lebh lama dibandingkan efek analgesianya, maka hanya
digunakan untuk
anestesia pembedahan
⦿ Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma,
ADH, renin, aldosteron dan kortisol
⦿ Dosis besar 50-150 ug /kgBB digunakan untuk induksi anestesi dan
pemeliharaan anestesi dangan kombinasi benzodiazepin dan anestetik
inhalasi
12
SUFENTANIL

• Sifat sufentanil kira-kira sama dengan


fentanil
• Efek pulihnya lebih cepat dari fentanil
• Kekuatan analgesinya  5 – 10 kali
fentanil
• Dosisnya 0,1 - 0,3 mg/kgBB

13
ALFENTANIL

• Kekuatan analgesinya 1/5 – 1/3


fentanil.
• Insiden mual muntahnya sangat besar
• Mula kerjanya cepat
• Dosis analgesi 10 -20 ug/kg BB

14
ANTAGONIS
• Indikasi
– untuk mengatasi depresi napas, pada bayi yang baru dilahirkan oleh ibu yang mendapat
opioid sewaktu persalinan;
• Toleransi
– Toleransi hanya terjadi terhadap efek yang ditimbulkan oleh sifat agonis, jadi hanya timbul
pada efek subyektif, sedatif dan psikotomimetik dari nalorfin. Penghentian tiba-tiba
pemberian nalorfin kronis dosis tinggi menyebabkan gejala putus obat yang khas tetapi lebih
ringan daripada gejalaputus obat morfin.

15
ANTAGONIS
⦿ Nalakson
› Antagonis murni opioid dan bekerja pada reseptor mu, delta, kappa dan sigma
› Biasanya digunakan untuk melawan depresi nafas pada akhir pembedahan
⦿ Naltrekson
› Antagonis opioid kerja panjang yang biasanya diberikan per oral
› Naltrekson per oral dapat mengurangi pruritus, mual muntah pada analgesiepidural
saat persalinan, tanpa menghilangkan efek analgesinya

16
AGONIS PARSIAL
1) Pentazosin
• Indikasi
– untuk mengatasi nyeri sedang, tetapi kurang efektif dibandingkan morfin untuk nyeri
berat. Obat ini juga digunakan untuk medikasi praanestesik. Bila digunakan untuk
analgesia obstetrik, pentazosin dapat mengakibatkan depresi napas yang sebanding
meperidin.
2) Butorfanol
• Indikasi
– untuk mengatasi nyeri akut pascabedah sebanding dengan morfin, meperidin atau
pentazosin. Butorfanol efektif untuk medikasi praanestetik.
AGONIS
3)
Buprenorfin
•– Selain
Indikasi analgesik, buprenorfin juga bermanfaat untuk terapi
sebagai
pasien ketergantungan
penunjangopioid, dan pengobatan adiksi heroin.
4) Tramadol
 Analgesik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor dan kelemahan
analgesinya 10 -20 % dibandingkan morfin
 Dapat diberikan secara oral, i.m atau i.v dg dosis 50 -100 mg dan dapat
diulang
setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal 400 mg per hari

18
Toksisitas dan Efek yang Tidak
Diinginkan dari Analgetika
Opioid
Morfin dan opioida lainnya menimbulkan sejumlah besar efek yang tidak diinginkan, yaitu :
1. Supresi SSP, misalnya sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis, hypothermia, dan perubahan
suasana jiwa (mood). Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual dan
muntah.
2. Saluran nafas, bronkokontriksi, pernafasan menjadi dangkal dan frekuensinya menurun.
3. Sistem sirkulasi,Vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan brakikardia.
4. Saluran cerna, motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi sfingter kandung empedu, sekresi
pancreas, usus, dan empedu berkurang.
5. Saluran urogenital, retensi urin, motilitas usus berkurang.
6. Histamin-liberator, urticaria, dan gatal-gatal karena menstimulasi pelepasan histamine.
7. Pada kehamilan dan laktasi, opioid dapat melintasi plasenta, tetapi boleh digunakan sampai
berapa waktu sebelum persalinan
Efek toksik langsung dari analgetik opioid adalah perluasan akut kerja farmakologisnya
termasuk depresi nafas, mual, muntah, dan sembelit. Sebagai tambahan hal-hal berikut
harus diperhatikan :
a. Toleransi dan Ketergantungan
b. Diagnosis dan Pengobatan Overdosis Opioid
c. Kontra Indikasi dan Kewaspadaan Dalam Terapi
• Penggunaan agonis murni dengan agonis parsial lemah.
• Penggunaan pada pasien dengan cedera kepala.
• Penggunaan selama kehamilan.
• Penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsi paru.
• Penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
• Penggunaan pada pasien dengan penyakit endokrin.3
BAB III
KESIMPULAN

Analgesik opioid merupakankelompok obat


yang memiliki sifatseperti opium yang
digunakan untukmeredakan atau menghilangkan
rasa nyeri, meskipun juga
memperlihatkan berbagai efek
farmakodinamik yang lain.

Anda mungkin juga menyukai