Analgenika adalah obatobat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik pada umunya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lainnya misalnya nyeri pasca besalin, dismenore ( nyeri haid ) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat. Hamper smua analgetik ternyata memiliki efek antipiretik dan anti inflamasi. Asam silasat, paracetamol mampu mengatasi nyeri ringan sampai sedang, tetapi nyeri yang hebat membutuhkan analgetik sentral yaitu analgetik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan obat inflamasi berguna untuk mengobati radang sendi (artritis rheumatoid).
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak
menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut. Gejala Nyeri dapat digambarkan sebagai rasa benda tajam yang menusuk, pusing, panas seperti rasa terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri yang hilang timbul dan berbeda tempat nyeri. Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu: a. Nyeri ringan Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid, keseleo. Pada nyeri ringan dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan glafenin. b. Nyeri yang disertai pembengkakan Contohnya : Jatuh, tendangan, dan tubrukan Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik antiradang seperti aminofenazon dan NSAID (ibu profen, mefenaminat, dll) c. Nyeri hebat Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa morfin, atropine, butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan). d. Nyeri hebat menahun Contoh : kanker, rematik, dan neuralgia berat. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik berupa fentanil, dekstromoramida, dan benzitramida.
B. MACAM-MACAM OBAT ANALGETIK
Ada dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Selain berdasarkan struktur kimianya, pembagian diatas juga didasarkan pada nyeri yang dapat dihilangkan. 1. Analgetik Opioid atau Analgetik Narkotika Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papever somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Semua anlagetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat tetapi potensi, onzzet, dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotensi serta depresi pernapasan. Morfin dan petidinn merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupaan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euforia dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih digunakan di Indonesia : a. Morfin HCl Farmakokinetik Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diansorbsi melalui kulit luka morfin juga dapat menembus mokosa. Dengan kedua cara pemberian in absorbs morfin kecil sekali. Indikasi Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan obat analgesic non opioid. Morfin sering digunakan nyeri yang menyertai infark miokard; neoplasma; kolik renal atau kolik empedu; oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner; perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan nyeri akibat trauma. Kontra Indikasi Orang lanjut usia dan pasien penyakit berat, emfisem, kifoskoliosis, korpulmonarale kronik dan obesitas yang ekstrim. Efek Samping Idiosinkrasi dan Alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntaah terutama pada wanita berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor, dan jarangjarang dillirium lebihjarang lagi konfulsi dan insomnia. Bayi dan anak kecil tidak lebih peka terhadap alkaloid opium, asal saja dosis diperhitungkan berdasarkan berat badan, tetapi orang lanjut usia dan pasien Penyakit berat agaknya lebih peka terhadap efek morfin . Contoh nama obat gol. Opioid No Nama 8 Nama 1 Morfin 9 Hidralorfinokodon 2 Heroin 10 Oksikodon 3 Hidromorfon 11 Nalorfin 4 Oksimorfon 12 Nalokson 5 Levorvanol 13 Naltrekson 6 Levalorfan 14 Butorfanol 7 Kodein 15 Nalbufin 16 Tebain b. Mefiridin dan Derivat Fenilpiperidin Farmakokinetik Absorbsi meferidin setelah cara pemberian apapun langsung baik, akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Indikasi Mefridin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa keadaan klinis seperti tindakan diagnostic sistoskopi, pielografiretrograd dan gastroskopi. Mefiridin digunakan jagu untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanastetik Kontra Indikasi Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi bila diberikan bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain penekanSSP. Pada pasien yang sedang mendapat MAO inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan, gejala eksitasi dan demam. Efek samping Pusing, berkeringat, euporia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi Sediaan dan dosis Mefiridin : 50-100 mg ( dalam bentuk tablet dan ampul) Alfaprodin : 60 mg ( dalam bentuk ampul 1 ml dan vial 10 ml) Difoneksilat : 20 mg per hari dalam dosis terbagi (dalam bentuk tablet dan sirop) Loperamid : 4 – 8 mg /hari Fentanil dan Derivatnya c. Metadon Farmakokinetik Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma yang tinggi dalam 10 menit pertama. Metadon diabsorbsi secara baik di usus dan dapat ditemukan diplasma setealah pemberian secara oral, kadar puncak dicapai setelah 4 jam. Indikasi Analgesia : Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh metadon sama dengan jenis nyeri yang dapat dipengaruhi morfin. Antitusif : Metadon merupakan antitusif yang baik, efek anti tusif 1,5 -2 mg /oral sesuai dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi pada metadon jauh lebih besar dari pada kodein. Oleh karena itu sekarang metadon sudah mulai ditinggalkan sebagai antitusif Kontra Indikasi Semua golongan opioid kontra indikasi untuk : Akut abdomen, trauma kepala, kerusakan paru-paru berat Efek Samping Menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu, berkerigat, pruritus, mual dan muntah. Efek samping yang jarang timbul adalah delirium, halusinasi selintas dan urtikaria hemoragik. d. Propoksifen Farmakokinetik Propoksifen diabsorbsi setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti kodein, efektivitas jauh berkurang jika propoksifen diberikan secara oral. Indikasi Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri sedang, yang tidak cukup baik diredakan oleh asetosal. Kombinasi propoksifen dengan asetosal sama kuat seperti kombinasi kodein dengan asetosa Efek samping Propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri perut dan kantuk, kurang lebih sama dengan kodein Sediaan dan dosis Propoksifen : 65 mg 4x sehari ( dalam bentuk tablet dan vial
2. Obat Analgetik Non-narkotik
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non- Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik). Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik : a. Ibupropen Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini Indikasi Nyeri & radang pada penyakit artritis (rheumatoid arthritis, juvenile arthritis, osteoarthritis) & gangguan non sendi (otot kerangka), nyeri ringan sampai berat termasuk dismenorea, paska bedah, nyeri & demam pada anak-anak Kontra Indikasi Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui karena ibuprofen relative lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesic Efek samping a. Gangguan saluran cerna : dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare, konstipasi, anoreksia dll. b. Gangguan sistem saraf : sakit kepala, pusing, Gangguan pendengaran & penglihatan : tinitus, penurunan pendengaran, gangguan penglihatan sakit kuning, kenaikan SGOT & SGPT. c. Lain-lain : retensi cairan, gagal jantung kongestif, tekanan darah meningkat, hipotensi, aritmia, reaksi hipersenstivitas, mulut kering Dosis Artritis : 400-800 mg 3-4 kali sehari (maksimun 3.2 g/hari) Juvenile artritis : 30-40 mg/kg berat badan per hari dalam 3-4 dosis terbagi (maksimum 50 mg/kg berat badan) Nyeri ringan s/d sedang : 200-400 mg tiap 4-6 jam, bila perlu (max 1,2 g/hari) b. Paracetamol/acetaminophen Mekanisme kerja Paracetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang terlibat dalam proses nyeri dan edema dengan menghambat enzim cyclooxygenase (COX). Efek samping Efek samping sering terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah. Penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis diatas 6 gram mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel. Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah dan anorexia. Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui meskipun dapat mencapai air susu. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan. Indikasi Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesic dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesic lainnya, parasetamol sebaiknya tidka diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesic. Kontra Indikasi Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati analgesic. Dosis oral : 0.5-1 gram tiap 4-6 jam hingga maksimum 4 jam perhari. Anak 2 bulan : 60 mg pada demam pasca operasi Dibawah usia 3 bulan hanya dengan nasehat dokter. 3 bulan-1 tahun : 60-120 mg perhari dosis-dosis ini boleh diulang tiap 4-6jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4 dosis dalam waktu 24 jam ) a. Asam Mefenamat Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Farmakokinetika Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, 99% obat terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam setelah pemberian oral, dan waktu paruh dalam plasma 2-4 jam. Efek Samping dan Intoksikasi Efek samping yang paling sering terjadi (kira-kira terjadi pada 25% dari seluruh pasien) melibatkan sistem gastrointestinal. Biasanya berupa dispepsia atau ketidaknyamanan gastrointestinal bagian atas, diare yang mungkin berat dan disertai pembengkakan perut, serta perdarahan gastrointestinal. Sakit kepala, pusing, mengantuk, tegang dan gangguan penglihatan juga umum terjadi Cara Penyimpanan Simpan di tempat sejuk dan kering. Kontraindikasi Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna Dosis Untuk nyeri dosis awal 500 mg, dilanjutkan dengan dosis 250 mg, setiap 6 jam jika di perlukan, penggunaan sebaiknya tidak lebih dari 1 minggu. Untuk dismenore penggunaan saat terjadi haid, pnggunaan tidak lebih dari 2 -3
C. CARA KERJA OBAT ANALGETIK
1. Mekanisme kerja Analgetik Opioid Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgetiknya dan efek sampingnya. Efek depresi SSP beberapa opioid dapat diperhebat dan diperpanjang oleh fenotiazin, penghambat monoamine oksidase dan antidepresi trisiklik. Mekanisme supreaditif ini tidak diketahui dengan tepat mungkin menyangkut perubahan dalam kecepatan biotransformasi opioid yang berperan dalam kerja opioid. Beberapa fenotiazin mengurangi jumlah opioid yang diperlukan untuk menimbulkan tingkat analgesia tertentu. Tetapi efek sedasi dan depresi napas akibat morfin akan diperberat oleh fenotiazin tertentu dan selain itu ada efek hipotensi fenotiazin.
2. Mekanisme Kerja Obat Analgesik Non-Nakotik
Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri dan temperature. AINS secara selektif dapat mempengaruhi hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuh ketika demam. Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkan aliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh. Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau di tempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan histamin. PG dan brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa impuls nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetominafin (parasetamol).