Anda di halaman 1dari 8

ANALGESIK NARKOTIK

Analgesik atau anakgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak
sadar kita sering menggunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit
gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik
atau pereda nyeri.

1. Definisi
Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem
saraf pusat secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang
moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit
kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi, dan kolik usus atau ginjal.
Analgetik narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anestesi,
bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.
Aktivitas analgetik narkotik jauh lebih besar dibandingkan golongan
analgetik non-narkotik, sehingga disebut juga analgetik kuat. Golongan ini
pada umumnya menimbulkan euphoria sehingga banyak disalahgunakan.
Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan ketergantungan fisik
dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian
pemberian obat secara tiba-tiba menyebabkan sindrom abstinence atau
gejala withdrawal. Sedangkan kelebihan dosis dapat menyebabkan
kematian karena terjadi depresi pernapasan.
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi
reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor
juga menimbulkan efek euphoria dan rasa mengantuk.
2. Klasifikasi
Penggolongan opioid antara lain:
a. Opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
b. Semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
c. Sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil)
3. Mekanisme Kerja
Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di seluruh jaringan sistem
saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbik,
thalamus, hipothalamus corpus striatum, sistem aktivasi retikuler dan di
corda spinalis yaitu substantia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf
usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metankefalin, beta-
endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan
efek. Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor
akan tetapi dengan afinitas yang berbeda dan dapat bekerja sebagai agonis,
antagonis, dan campuran.
Secara umum, efek obat-obat narkotik/opioid antara lain:
a. Efek sentral:
1. Menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi (pacuan) pada reseptor
opioid (efek analgesi)
2. Pada dosis terapik normal, tidak mempengaruhi sensasi lain
3. Mengurangi aktivitas mental (efek sedative)
4. Menghilangkan kecemasan (efek transqualizer)
5. Meningkatkan suasana hati (efek euforia), walaupun sejumlah
pasien merasakan sebaliknya (efek disforia)
6. Menghambat pusat respirasi dan batuk (efek depresi respirasi dan
antitusif)
7. Pada awalnya menimbulkan mual-muntah (efek emetik), tapi pada
akhirnya menghambat pusat emetik (efek antiemetik)
8. Menyebabkan miosis (efek miotik)
9. Memicu pelepasan hormon antidiuretika (efek antidiuretika)
10. Menunjukan perkembangan toleransi dan dependensi dengan
pemberian dosis yang berkepanjangan.
b. Efek perifer:
1. Menunda pengosongan lambung dengan kontruksi pilorus
2. Mengurangi motilitas gastrointestinal dan menaikkan tonus
(konstipasi spastik)
3. Kontraksi sfingter saluran empedu
4. Menaikkan tonus otot kandung kencing
5. Menurunkan tonus vaskuler dan menaikkan resiko reaksi ortostastik
6. Menaikkan insidensi reaksi kulit, urtikaria dan rasa gatal karena
pelepasan histamin, dan memicu bronkospasmus pada pasien asma.
4. Obat-obat golongan analgetika narkotik
a. Morfin dan alkaloid opium
Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diabsorpsi
melalui kulit luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat
diabsorpsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih
rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian
parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat mempengaruhi janin.
Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas
ditemukan dalam tinja dan keringat.
Indikasi
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat
yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya
makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering
digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard,
kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer,
pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak
spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri
pasca bedah.
Kontraindikasi
Orang lanjut usia dan pasien penyakit berat, emfisem, kifoskoliosis,
korpulmonarale kronik dan obesitas yang ekstrim.
Efek Samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi
depresi pernapasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut,
disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier,
retensi urin, dan hipotensi.
Contoh Nama Obat
Morfin, heroin, hidromorfon, oksimorfon, levorvanol, levalorfan,
kodein, tebain, hidralorfinokodon, oksikodon, nalorfin, nalokson,
naltrekson, butorfanol dan nalbufin.
b. Mefiridin dan Derivat Fenilpiperidin
Farmakokinetik
Absorpsi meferidin setelah cara pemberian apapun langsung baik,
akan tetapi kecepatan absorpsi mungkin tidak teratur setelah suntikan
IM.
Indikasi
Meferidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada
beberapa keadaan klinis seperti tindakan diagnostik sistoskopi,
pielografiretrograd dan gastroskopi. Merifidin digunakan juga untuk
menimbulkan analgesia obstretrik dan sebagai obat paranestetik.
Kontraindikasi
Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi
karena terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis
meperidin perlu dikurangi bila diberikan bersama antisipkosis, hipnotif
sedative dan obat-obat lain penekanan SSP. Pada pasien yang sedang
mendapat MAO inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan
kegelisahan, gejala eksitasi dan demam.
Efek Samping
Pusing, berkeringat, euphoria, mulut kering, mual, muntah,
perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan
sedasi.
c. Metadon
Farmakokinetik
Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma
yang tinggi dalam 10 menit pertama. Metadon diabsorpsi secara baik di
usus dan dapat ditemukan dalam plasma setelah pemberian secara oral,
kadar puncak dicapai setelah 4 jam.
Indikasi
Analgesia: jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh metadon sama
dengan jenis nyeri yang dapat dipengaruhi morfin. Antitusif: metadon
merupakan antitusif yang baik, efek antitusif 1,5-2 mg/oral sesuai
dengan 15-20 mg kodein, tetapi memungkinkan timbulnya adiksi pada
metadon jauh lebih besar daripada kodein. Oleh karena itu sekarang
metadon sudah mulai ditinggalkan sebagai antitusif.
Kontraindikasi
Semua golongan opioid karena kontra indikasi untuk akut
abdomen, trauma kepala, kerusakan paru-paru berat.
Efek Samping
Menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental
terganggu, berkeringat, pruritus, mual dan muntah. Efek samping yang
jarang timbul adalah delirium, halusinasi selintas dan urtikaria
hemoragik.
d. Propoksifen
Farmakokinetik
Propoksifen diabsorpsi setelah pemberian oral maupun parenteral.
Seperti kodein, efektivitas jauh berkurang, jika propoksifen diberikan
secara oral.
Indikasi
Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri
sedang, yang tidak cukup baik diredakan oleh asetosal. Kombinasi
propoksifen dengan asetosal sama kuat seperti kombinasi kodein
dengan asetosal.
Efek Samping
Propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri
perut dan kantuk, kurang lebih sama dengan kodein.
e. Antagonis Opioid
Obat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak
menimbulkan banyak efek kecuali bila sebelumnya telah ada efek
agonis opioid atau bila opioid endogen sedang aktif misalnya pada
keadaan stress atau syok.
Indikasi
Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi nafas
akibat takar kaja opioid, pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
mendapat opioid sewaktu persalinan atau akibat tentamen suicide
dengan suatu opioid. Dalam hal ini alokson merupakan obat pilihan
untuk kasus ini.
f. Agonis Parsial
1. Pentazosin
Indikasi
Pentazosin diindikasikan untuk mengatasi nyeri sedang tetapi
kurang efektif dibandingkan morfin untuk nyeri berat. Obat ini juga
digunakan untuk medikasi pre anastetik. Bila digunakan untuk
analgesi opstertik pentazosin dapat mengakibatkan depresi nafas
yang sebanding meferidin.
2. Butorfanol
Efek Samping
Butorfanol menyebabkan kantuk, mual, berkeringat kadang-
kadang terjadi gangguan kardiovaskular yaitu kalpitasi dan
gangguan kulit rash.
Indikasi
Butorfanol efektif mengatasi nyeri akut pasca operasi sebanding
dengan morfin eferidin aau pentazosin. Demikian pula butorfanol
sama efektif dengan mefiridin untuk medikasi preanastetik akan
tetapi efek sedasinya lebih kuat.
5. Analgesik Opioid yang terdapat dalam Pedoman Obat untuk Perawat:
Agnosis opioid:
a. Alfentanil
b. Kodein
c. Fentanil
d. Fentanil transdermal
e. Hidrokodon
f. Hidromorfon
g. Levorfanol
h. Meperidin
i. Metadon
j. Morfin
k. Oksikodon
l. Oksimorfon
m. Propoksifen
n. Sufentanil
Opioid Agonis/Antagonis:
a. Buprenorfin
b. Butorfanol
c. Dezosin
d. Nalbufin
e. Pentazosin
6. Analgesik Nonopioid/Agens Antiinflamasi Nonsteroid yang terdapat dalam
Pedoman Obat untuk Perawat:
Agens antiinflamasi nonsteroid
a. Aspirin
b. Kolin dan Magnesium Salisilat
c. Kolin salisilat
d. Diklofenak
e. Etodolak
f. Fenoprofen
g. Flurbiprofen
h. Ibuprofen
i. Indometasin
j. Ketoprofen
k. Ketorelak
l. Meklofenamat
m. Nebumeton
n. Naproksen
o. Oksaprozin
p. Piroksikam
q. Salsalat
r. Sulindak
s. Tolmetin
Analgesik Nonopioid
a. Asetaminofen
b. Etodolak
c. Fenoprofen
d. Ibuprofen
e. Ketoprofen
f. Ketorelak
g. Meklofenamat
h. Metotrimeprazin
i. Naproksen
j. Fenazopiridin
Salisilat
a. Aspirin
b. Kolin dan Magnesium Salisilat
c. Kolin salisilat
d. Salsalat

Anda mungkin juga menyukai