Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN ELIMINASI

FEKAL
Tugas Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Dasar II

Dosen Pengampu:
Ns. Sidaria, M. Kep
Disusun Oleh:
Kelompok C
1. Hilma Sari (1911312034)
2. Salshabilla (1911312037)
3. Fadila Ramani (1911312040)
4. Berliana Putri (1911312043)
5. Cintia Adinda Putri (1911312046)
6. Jihan Azzah Hanifah (1911312049)
7. Saskia Putri Maharani (1911312052)
8. Qusyaivi Annisa Ratu (1911312058)
9. Radha Vestika Utama (1911312061)
10. Puja Juniza (1911312064)
11. Selva Oktaviani (1911312067)
12. Jamaliatin Nisa (1911313003)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Kebutuhan Eliminasi Fekal”
ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dan dukungan dari banyak
pihak. Penulis menyadari bahwa penulisan dari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap makalah ini memberikan
manfaat sebanyak-banyaknya bagi pembaca.

Padang, 13 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan.............................................. 2
1.3 Manfaat.............................................. 2
BAB 2 KAJIAN TEORI 3
2.1 Konsep Kebutuhan Eliminasi Fekal 3
A. Anatomi Fisiologi Kolon...................................................................3
B. Proses Defekasi..................................................................................4
C. Masalah Eliminasi Fekal....................................................................6
D. Faktor yang Mempengaruhi Proses Defekasi....................................9
2.2 Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Fekal 12
A. Pengkajian .......................................................................................12
B. Diagnosis keperawatan....................................................................16
C. Rencana keperawatan......................................................................18
2.3 Huknah tinggi 22
2.4 Huknah rendah 23
BAB 3 PENUTUP 28
3.1 Kesimpulan 28
3.2 Saran 28
Daftar Pustaka 29

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi merupakan kebutuhan dasarmanusia yang esensial dan
berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi
dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui
pembuangan sisa-sisa metabolisme. Sisa metabolisme terbagi menjadi dua
jenis yaitu berupa feses yang berasal dari saluran cerna (fekal) dan urin
melalui saluran perkemihan (Kasiati & Rosmalawati,2016). Perubahan
eliminasi dapat menyebabkan gangguan sistem gastrointestinal dan sistem
lainnya (Potter & Perry, 2005). Faktor yang paling memengaruhi pola
BAB adalah konsumsi makanan terutama makanan-makanan yang
mengandung serat (Nakaji et. al, 2002). Volume feses sangat berkaitan erat
dengan asupan serat makanan. Volume feses yang lebih banyak akan lebih
sering di evakuasi. Jika seseorang mengonsumsi banyak makanan berserat,
maka waktu singgah feses yang melalui saluran pencernaan akan lebih
cepat (Juffrie dkk, 2012).
Eliminasi fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus dan
rectum. Defekasi juga disebut bowel movement atau pergerakan usus
(Kozier et al.,2011). Menurut (NANDA 2012), eliminasi fekal adalah
kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam
berdefekasi dengan karakteristik tidak terkontrolnya buang air besar.
Eliminasi fekal dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme.
Setiap individu memiliki pola eliminasi fekal berbeda yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, diet, cairan,
aktivitas,faktor psikologi, obat-obatan dan faktor-faktorlainnya. Apabila
konsumsi serat dalam makanan, asupan cairan, pemenuhan kebutuhan
aktivitas dan beberapa faktor lainya tidak terpenuhi maka akan
1
menimbulkan gangguan di saluran pencernaan (Setyani, 2012; Kozier,
Erb, Berman& Snyder 2010). Menurut Barbara (1996) gangguan saluran
pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fekal yang dikarenakan
penurunan motilitas usus akibat menurunnya peristaltik, menurunnya
tekanan otot dibandingkan usus dan juga menurunnya penyerapan yang
mengakibatkan meningkatnya gas di dalam usus.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan masalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi kolon
2. Untuk mengetahui bagaimana proses defekasi
3. Untuk mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan eliminasi
fekal
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi proses defekasi
5. Untuk mengidentifikasi mengenai pemberian asuhan keperawatan
kebutuhan eliminasi fekal
6. Untuk mengetahui konsep dan prosedur huknah tinggi dan rendah

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat mengetahui anatomi fisiologi kolon
2. Dapat mengetahui bagaimana proses defekasi
3. Dapat mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan eliminasi
fekal
4. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi proses defekasi
5. Dapat mengidentifikasi mengenai pemberian asuhan keperawatan
pada kebutuhaneliminasi fekal
6. Dapat mengetahui konsep dan prosedur huknah tinggi dan rendah

2
BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Kebutuhan Eliminasi Fekal


A. Anatomi Fisiologi Kolon
1. Anatomi dan Histologi Normal
Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500 cm, yang terdiri dari
sekum, kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum. Dinding usus besar mempunyai tiga lapis
yaitu lapisan mukosa (bagian dalam), yang berfungsi untuk
mencernakan dan absorpsi makanan, lapisan muskularis (bagian
tengah) yang berfungsi untuk menolak makanan kebagian bawah,
dan lapisan serosa (bagian luar), bagian ini sangat licin sehingga
dinding usus tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga
abdomen. Berbeda dengan mukosa usus halus, pada mukosa
kolon tidak dijumpai villi dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan
teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absortif
(kolumnar) diselang seling sel goblet. Pelapis epitel kripta terdiri
dari sel goblet. Pada lamina propria secara sporadik terdapat
nodul jaringan limfoid. Sel berfungsi mengabsorpsi air, lebih
dominan pada kolon bagian proksimal (asendens dan tranversum),
sedangkan sel goblet lebih banyak dijumpai pada kolon desenden.
Lamina propria lebih seluler (sel plasma, limfosit dan eosinofil)
pada bagian proksimal dibanding dengan distal dan rektum. Pada
bagian distal kolon, sel plasma hanya ada dibawah epitel
permukaan. Sel paneth bisa ditemukan pada sekum dan kolon
asenden. Pada anus terdapat sfingter anal internal (otot polos) dan
sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari anus.

3
2. Fisiologi
Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit,
sehingga mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat,
disebut eses. Kolon tidak memproduksi enzim, tetapi hanya
mukus. Terdapat sejumlah bakteri pada kolon, yang mampu
mencerna sejumlah kecil selulosa, dan menghasilkan sedikit
nutrien bagi tubuh. Bakteri juga memproduksi vitamin K dan juga
gas, sehingga menimbulkan bau pada feses. Secara imunologis,
oleh karena banyak limfonodus terutama di appendiks dan
rektum; dan selimun di lamina propria. Feses juga bewarna coklat
yang disebabkan pigmen empedu.
B. Proses Defekasi
Proses defekasi diawali dengan adanya mass movement dari usus
besar desenden yang mendorong tinja ke dalam rektum. Mass
movement timbul +/- 15 menit setelah makan dan hanya terjadi
beberapa kali dalam sehari. Adanya tinja dalam tinja dalam rektum
menyebabkan peregangan rektum dan pendorongan tinja kearah
sfinkter ani.
4
Reflek defekasi timbul saat tinja memasuki rektum, maka
peregangan rektum selanjutnya menimbulkan rangsangan sensoris
pada dinding usus dan pelvis, sehingga menimbulkan gelombang
peristaltik pada usus besar desenden, sigmoid dan rektum, mendorong
tinja kearah anus. Distensi rektum menimbulkan impuls pada serat-
serat sensoris asendens yang selanjutnya dibawa ke kortek yang
menimbulkan kesadaran tentang adanya distensi. Sementara itu terjadi
kontraksi sementara otot lurik sfingter ani eksternus, puborectal sling (
bagian dari muskulus levator ani). Dengan demikian terjadilah reflek
yang disebut reflek inflasi.

5
Pengantaran impuls saraf ke arah distal melalui pleksus
mienterikus pada bagian kaudal dinding rektum akan menyebabkan
reflek inhibisi otot polos muskulus sfingter ani internus. Peristiwa ini
disebut reflek relaksasi rektosfingter. Relaksasi sfingter ani internus
ini terjadi secara proposional terhadap volume dan kecepatan distensi
rektum. Keadaan ini diikuti oleh penghambatan spingter ani eksternus,
yang melibatkan jalur refleks dan fasilitasi kortikal. Reflek
puborektalis akan mengakibatkan melebarnya sudut anorektal (normal
60 – 10526o menjadi 140o) menyebabkan jalur anus tidak terhalangi.
Peningkatan tekanan abdomen dihubungkan dengan peristaltik pada
dinding abdomen, menyebabkan keluarnya tinja sehingga terjadi
pengosongan rektum. Setelah tinja keluar, maka segera terjadi terjadi
reflek penutupan, aktivitas ini terjadi sangat cepat yaitu kembalinya
otot dasar panggul, sudut anorektal dan tonus spingter ke posisi
semula.
C. Masalah Eliminasi Fekal
Eliminasi alvi (fekal) adalah proses pembuangan atau pengeluaran
sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus.(Tarwoto dan Wartonah (2004),48).
Eliminasi alvi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup
untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat
yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat
melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali
dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu
hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-
kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut
diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat
menjadi masalah yang lebih besar.
Berikut Gangguan/Masalah Pada Kebutuhan Eliminasi Alvi:
1. Konstipasi
6
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit, yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras,
dan mengedan. BAB keras dapat menyebabkan nyeri rectum.
Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama,
sehingga banyak air diserap. Frekuensi BAB masing-masing orang
berbeda. Jika kurang dari 2 kali BAB setiap minggu, maka perlu
pengkajian.
Penyebab:
a. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
b. Klien memproduksi diet rendah serat dalam bentuk lemak
hewan
c. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga
d. Pemakaian laksatif yang berat
e. Obat penenang, opiate, antikolinergik, zat besi yang
menyebabkan konstipasi
f. Pada lansia mengalami perlambatan peristaltic
g. Kondisi neurologis yang menghambat impuls saraf ke kolon
h. Penyakit organic, seperti hipokalsemia
2. Fecal Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak berakhir
sehingga, tumpukan feses yang keras di rectum tidak dikeluarkan.
Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras dan mengendap di
rectum dan tidak dapat dikeluarkan. Impaksi feses diakibatkan
doleh konstipasi yang tidak diatasi. Klien yang mengalami
kebingumgan, kelemahan, atau tidak sadar berisiko mengalami
impaksi. Apabila feses diare keluar secara mendadak dan continue
dicurigai berisiko impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia),
distensi, dank ram abdomen serta nyeri di rectum dapat menyertai
kondisi impaksi.
Penyebab: pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar,
konstipasi berulang, pemeriksaan yang dapat menimbulkan
7
konstipasi.
Tanda: tidak BAB, anoreksia, kembung/kram, nyeri rectum.
Pengkajian dengan meraba rectum dengan hati-hati, dan harus
dengan “standing order” dari dokter, karena dapat menimbulkan
reflek vital (menurunkan denyut nadi) dan perform (terutama pada
orang tua dengan tumor di kolom).
3. Diare
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feces yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat
cepat. Iritasi di dalam kolom merupakan fakta tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feces
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB. Pada diare, elektrolit dan kulit terganggu, terutama
pada bayi dan orang tua.
Kondisi yang menyebabkan diare, antara lain :
a. Stress emosional
b. Infeksi usus
c. Alergi makanan
d. Intoleransi makanan
e. Selang pemberian makanan
f. Obat-obat zat besi dan antibiotic
g. Laksatif (jangka pendek)
h. Perubahan melalui pembedahan gastrektomi
i. Reseksi kolon
4. Inkontinensia usus
Yaitu suatu keadaan di mana tidak mampu mengontrol BAB dan
udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya
disertai dengan gangguan fungsi spinter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental klien sadar akan
kebutuhan Bab tidak sadar secara fisik. Pakaian klien basah,
menyebabkan ia menjadi terisolasi. Kebutuhan dasar klien
8
tergantung pada perawat. Klien dengan gangguan mental dan
sensori tidak sadar ia telah BAB. Perawat harus mengerti dan sabar
meskipun berulang-ulang kali membereskannya. Seperti diare,
inkontinensia bias menyebabkan kerusakan kulit. Jadi perawat
harus sering memeriksa perineum dan anus, apakah kering dan
bersih. 60% usila inkontinensi.
5. Flatulens (Kembung)
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distendend, merasa penuh, nyeri dank ram. Biasanya
gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Tapi jika
berlebihan yaitu kasus penggunaan penenang anastesi umum,
operasi abdominal, dan immobilisasi gas pendek. Gas menumpuk
menyebabkan diafragma terdorong ke atas sehingga ekspansi paru
terganggu.
Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus ada:
pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas meta
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. dan makanan
perhasil gas seperti bawang dan kembang kol.
6. Hemoroid
Yaitu dilatasi, pembengkakan vena pada dinding rectum (bias
internal dan eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal dengan mudah jika dinding pembuluh darah
teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa
panas dan rasa gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh klien,
karena selama BAB menimbulkan nyeri. Akibat lanjutannya adalah
konstipasi.
D. Faktor yang Mempengaruhi Proses Defekasi
1. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami
9
perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses
pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya
tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat
berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut
yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan
lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan
kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak
pada proses defekasi.
2. Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi
feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa
orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini
berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur
dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola
defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di
colon
3. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,
muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di
sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme
di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan
dari chyme.
4. Tonus Otot
10
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk
defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang
memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang
lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan
intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan
defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari
berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi
syaraf.
5. Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus
pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah
dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas
intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
6. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara.
Pelathan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk
kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari
setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang
ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang
bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola
eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang
lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan
bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.
7. Obat-Obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare;
yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan
diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein,
menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung
11
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang
aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini
melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu
seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.
8. Prosedur Diagnostik
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy,
membutuhkan agar tidak ada makanan dan cairan setelah tengah
malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering
melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien
biasanya tidak akan defekasi secara normal sampai ia diizinkan
makan. Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi)
menghasilkan masalah yagn lebih jauh. Barium mengeraskan
feses jika tetap berada di colon, akan mengakibatkan konstipasi
dan kadang-kadang suatu impaksi
9. Anastesi dan Pembedahan
Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal
menurun dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot
colon. Klien yang mendapat anastesi lokal akan mengalami hal
seperti itu juga. Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal
dapat menyebabkan penghentian dari pergerakan intestinal
sementara. Hal ini disebut paralytic ileus, suatu kondisi yang
biasanya berakhir 24 – 48 jam. Mendengar suara usus yang
mencerminkan otilitas intestinal adalah suatu hal yang penting
pada manajemen keperawatan pasca bedah.
10. Nyeri
Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca
bedah hemorhoid biasanya sering menekan keinginan untuk
defekasi guna menghindari nyeri. Klien seperti ini akan
mengalami konstipasi sebagai akibatnya.
11. Iritan
Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat
12
mengiritasi saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering
menyebabkan flatus.
12. Gangguan Syaraf Sensorik dan Motorik
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas
bisamembatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap
keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau
mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi.
Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena
sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.

2.2 Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Fekal


A. Pengkajian Keperawatan
1. Pola Defekasi dan Keluhan Selama Defekasi
Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6
kali/ hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/ hari dengan
jumlah rata- rata pembuangan per hari adalah 150 g.
2. Keadaan Feses

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab

Bayi: kuning Putih,


  hitam/tar, atau
merah
   
Kurangnya kadar
    empedu, perdarahan
saluran cerna bagian
1 Warna    
atas, atau perdarahan
saluran cerna bagian
   
bawah.

   

 13  
     
Dewasa: coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak

Khas feses dan


Amis dan
2 Bau dipengaruhi Darah dan infeksi
perubahan bau
oleh makanan

Lunak dan Diare dan absorpsi


3 Konsistensi Cair
berbentuk kurang

Sesuai Kecil,
Obstruksi dan
4 Bentuk diameter bentuknya
peristaltic yang cepat
rektum seperti pensil

Makanan yang
tidak dicerna,
bakteri yang Darah, pus, Internal bleeding,
mati, lemak, benda asing, infeksi, tertelan
5 Konstituen
pigmen mukus atau benda, iritasi, atau
empedu, cacing inflamasi
mukosa usus,
air

3. Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Alvi


Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau
kebiasaan defekasi, diet (makanan yang memengaruhi defekasi),
makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola
makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/
hari), aktivitas (kegiatan sehari- hari), kegiatan yang spesifik,
penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stress, pembedahan/
penyakit menetap, dan lain sebagainya.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan14 fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau
tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya
massa pada perut, dan tenderness. Kemudian, pemeriksaan rectum
dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda inflamasi, seperti
perubahan warna, lesi, fistula, hemorrhoid, dan massa.
Contoh kasus :
Seorang anak perempuan bernama An. B berumur 4 tahun,
beragama Islam dan belum bersekolah.Pasien dengan kasus diare
didapatkan data ibu klien mengatakan klien BAB sebanyak 5x. Ibu
klien mengatakan BAB klien berbentuk encer, terdapat ampas dan
berwarna coklat. Ibu klien mengatakan klien mengeluh sakit perut.
Ibu klien juga mengatakan klien muntah-muntah sebanyak 7 kali.
Peristaltik usus klien meningkat yaitu 35x/ menit.Ibu klien
mengatakan klien sehari – hari tinggal di rumah bersama orang tua
dan neneknya, namun orang tua klien tidak bisa sering mengawasi
klien karena kedua orang tua klien bekerja. Klien biasanya sering
bermain di luar rumah.
Tensi                   : 110/70 mmHg
Nadi                   : 78 x/menit
RR                      :  20x/menit
Suhu                   : 37,5 C
Pengkajian :
a. Idenitas Pasien
Nama : An.B
Usia : 4 thn
b. Riwayat Kesehatan Pasien
i. Keluhan Utama
BAB sering dan berbentuk cair.
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien BAB sebanyak 5x. Ibu klien mengatakan BAB
klien berbentuk encer, terdapat ampas dan berwarna
coklat. Ibu klien mengatakan klien mengeluh sakit perut.
Ibu klien juga mengatakan klien muntah-muntah sebanyak
15
7 kali.
iii. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan sebelumnya Klien tidak pernah sakit
seperti ini. Klien juga tidak pernah MRS sebelumnya.
iv. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami DM, Hipertensi, dan penyakit menurun
lainnya.
c. Data Senjang
DS :
i. Ibu klien mengatakan BAB sebanyak 5 kali dan encer.
ii. Ibu klien mengatakan terdapat ampas berwarna coklat.
iii. Ibu klien mengatakan klien mengeluh sakit perut.
iv. Ibu klien mengatakan klien muntah sebanyak 7 kali.
v. Ibu klien mengatakan klien sering bermai diluar rumah
DO :
i. Peristaltik usus meningkat 35 kali permenit.
ii. Tensi                   : 110/70 mmHg
iii. Nadi                   : 78 x/menit
iv. RR                      :  20x/menit
v. Suhu                   : 37,5 C

B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan eliminasi fekal : konstipasi (actual/risiko)
Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola
yang normal dalam berdefikasi dengan karakteristik menurunnya
frekuensi buang air besar dan feses yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Imobilisasi
b. Menurunnya aktivitas fisik
c. Ileus
d. Stress
16
e. Kurang privasi
f. Menurunnya mobilitas intestinal
g. Perubahan atau pembatasan diet.
Kemungkinan data yang ditemukan :
a. Menurunnya bising usus.
b. Mual.
c. Nyeri abdomen.
d. Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah.
e. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar.
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. Anemia.
b. Hipotiroidisme.
c. Dialisa ginjal.
d. Pembedahan abdomen.
e. Paralisis.
f. Cedera spinal cord.
g. Imobilisasi yang lama.
2. Gangguan eliminasi fekal : diare
Definisi : kondisi dimana terjadi perubahan kebiasaan buang air
besar dengan karakteristik feses cairan.
Kemungkinan burhubungan dengan :
a. Inflamasi, iritasi, dan malabsorpsi.
b. Pola makan yang salah.
c. Perubahan proses pencernaan.
d. Efek samping pengobatan.
Kemungkinan data yang ditemukan:
a. Feses berbentuk cair.
b. Menigkatnya frekuensi buang air besar.
c. Meningkatnya peristaltik usus.
d. Menurunnya nafsu makan.
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. Peradangan bowel.
17
b. Pembedahan saluran pencernaan bawah.
c. Gastritis/enteritis.
3. Gangguan eliminasi fekal : inkontinensia
Definisi : Kondisi dimana pasien mengalami perubahan pola
dalam buang air besar dengan karakteristik tidak terkontrolnya
pengeluaran feses.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Menurunnya tingkat kesadaran.
b. Gangguan spinter anus.
c. Gangguan neuromuskuler.
d. Fecal impaction.
Kemungkinan data yang ditemukan :
a. Tidak terkontrolnya pengeluaran feses.
b. Baju yang kotor oleh feses.
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. Injury spinal cord.
b. Pembedahan usus.
c. Pembedahan ginekologi.
d. Stroke.
e. Trauma pada daerah pelvis.
f. Usia tua.

Diagnose keperawatan dari kasus


Gangguan Pola Eliminasi: Diare Berhubungan dengan Proses Infeksi,
dibuktikan dengan pola buang air besar yang tidak normal dengan
bentuk tinja encer serta adanya peningkatan frekuensi BAB yang lebih
dari biasanya.

C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan eliminasi fekal : konstipasi (actual/risiko)
Tujuan yang diharapkan :
a. Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel
18
b. Tejadi perubahan pola hidup untuk menurunkan penyebab
konstipasi
INTERVENSI RASIONAL
Catat dan kaji kembali Pengkajian dasar untuk
warna, konsistensi, jumlah, mengetahui adanya masala
dan waktu buang air besar. bowel h
Kaji dan catat pergerakan Deteksi dini penyebab
usus
konstipasi
Jika terjadi fecalim faction: Membantu mengeluarkan feses.
1. Lakukan pengeluaran
manual
2. Lakukan gliserin
klisma

Konsultasikan dengan Meningkatkan eliminasi


dokter tentang :
1. Pemberian laksatif
2. Enema
3. Pengobatan
Berikan cairan adekuat Membantu feses lebih lunak
Berikan makanan tinggi Menurunkan konstipasi
serat dan hindari yang
banyak mengandung gas
dengan konsultasi bagian
gizi.
Bantuan klien dalam Meningkatkan pergerakan usus
melakukan aktivitas pasif
dan aktif

Berikan pendidikan Mengurangi/menghindari


inkontinensia
kesehatan tentang:
1. Personal hygiene
2. Kebiasaan diet
3. 19Cairan dan
makanan yang
mengandunges
4. Aktivitas
5. Kebiasaan buang
air besar

2. Gangguan eliminasi fekal : diare


Tujuan yang diharapkan:

a. Buang kembali buang air besar ke pola normal.

b. Keadaan feses berbentuk dan lebih keras.


INTERVENSI RASIONAL
Monitor/ kaji kembali Dasar memonitor kondisi
konsistensi, warna, bau
feses, pergerakan usus, cek
berat badan setiap hari.
Monitor dan cek elektrolit, Mengkaji status dehidrasi
intake dan output cairan
Kolaborasi dengan dokter Mengurangi kerja usus
pemberian cairan IV, oral,
dan makanan lunak.
Berikan antidiare, Mempertahankan status hidrasi
tingkatkan intake cairan
Cek kulit bagian perineal Frekuensi buang air besar yang
dan jaga dari gangguan menigkat menyebabkan iritasi
integritas kulit sekitar anus.
Kolaborasi dengan ahli Menurunkan stimulasi bowel
diet tentang diet rendah
serat dan lunak
Hindari stress dan lakukan Stress meningkatkan stimulus
istirahat cukup bowel
Berikan pendidikan Meningkatkan pengetahuan
kesehatan tentang : dan mencegah diare.
20
1. Cairan
2. Diet
3. Obat-obatan
4. Perubahan gaya
hidup

3. Gangguan eliminasi fekal : inkontinensia.


Tujuan yang diharapkan:
a. Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses.
b. Pasien kembali pada pola eliminasi normal.
INTERVENSI RASIONAL
Tentukan penyebab Memberikan data dasar untuk
inkontinensia memberikan asuhan
keperawatan
Kaji penurunan masalah ADL Pasien terganggu ADL karena
yang berhubungan dengan
takut buang air besar
masalah inkontinensia

Kaji jumlah dan karakteristik Menentukan pola


inkontinensia
inkontinensia
Atur pola makan dan sampai Membantu mengontrol buang
berapa lama terjadinya buang airbesar
air besar
Lakukan bowel training Membantu mengontrol buang
dengan kolaborasi fisioterapis
air besar
Lakukan latihan otot panggul Menguatkan otot dasar pelvis
Berikan pengobatan dengan Mengontrol frekuensi buang
air besar
kolaborasi dengan dokter

Rencana Keperawatan
Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah keperawatan pada klien antara lain:
1. Mengkaji warna, frekuensi dan konsistensi tinja.
21
2. Mengidentifikasi penyebab diare.
3. Mengetahui penyebab diare.
4. Mengidentifikasi riwayat pemberian makanan.
5. Mengobservasi tanda – tanda vital.
6. Mengobservasi bising usus.
7. Melakukan pengosongan usus karena isi usus yang berlebihan
akibat pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
8. Memberikan cairan melalui intravena.
9. Memberi kompres hangat dapat membuka pori-pori.
10. Menganjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa.
11. Memberikan obat antidiare.
12. Memberikan obat antibiotic.
13. Memberikan obat antipiretik.

2.3 Huknah Tinggi


A. Pengertian
Huknah tinggi adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam
kolon asendens dengan menggunakan kanula usus. Tindakan ini dapat
dilakukan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan
umum.
High enema diberikan untuk membersihkn kolon sebanyak mungkin,
sering diberikan sekitar 1000ml larutan orang dewasa dan posisi klien
berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbeng dan
kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini agar cairan
dapat turun ke usus besar, cleaning enema paling efektif jika diberikan
dalam waktu 5 – 10 menit.
B. Tujuan
Menggosokkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti buang air besar selama prosedur operasi dilakukan atau
pengosongan sebagai tindak diagnostik / pembedahan.
C. Alat dan Bahan
1. Pengalas
22
2. Irigator lengkap dengan kanula rektal dan klem
3. Cairan hangat ( 700 – 1000 ml dengan suhu 40,5° – 43° C )
4. Bengkok
5. Jeli
6. Pispot
7. Sampiran
8. Sarung tangan
9. Tisu
D. Prosedur Kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
2. Cuci tangan.
3. Atur ruangan dengan meletakkan sampiran bila pasien berada dalam
bangsal umum atau bila pasien dirawat di ruang privat, cukup
dengan menutup pintu kamar.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sims kanan.
5. Pasang pengalas dibawah daerah anus.
6. Siapkan bengkok dekat pasien.
7. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan
kanula usus, kemudian periksa aliran dengan membuka kanula usus
dan mengeluarkan air ke bengkok dan be ikan jeli pada ujung kanula
tersebut.
8. Gunakan sarung tangan.
9.  Masukkaan kanula kedalam rektum ke arah kolon asendens (15-20
cm) sambil pasien diminta menarik nafaspanjang dan pegang irigator
setinggi 30cm dari tempat tidur dan buka klem msampai air mengalir
dan menimbulkan rasa ingin defekasi.
10. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ada rasa ingin defekasi
dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet, bila pasien tidak mampu
ke toilet bersihkan dengan menyiram daerah parineum hingga bersih
dan keringkan dengan tisu.
11. Cuci tangan.
12. Catat jumlah, warna, konsistensi, dan respons pasien terhadap
23
tindakan.
2.4 Huknah Rendah
A. Pengertian
Yang dimaksud memberikan huknah rendah adalah suatu tindakan
pemenuhan kebutuhan eliminasi dengan cara memasukkan cairan
hangat melalui anus ke rectum sampai colon desenden dengan
mempergunakan kanul recti.
B. Tujuan
1. Merangsang peristaltik sehingga pasien bisa BAB.
2. Persiapan tindakan operasi / persiapan pemeriksaan radiologi.
3. Memberi rasa nyaman.
4. Mengosongkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti buang air besar selama prosedur operasi
dilakukan atau pengosongan sebagai tindak diagnostik /
pembedahan.
C. Kontraindikasi
1. Pemberian huknah rendah adalah tanggung jawab tenaga
keperawatan.
2. Dalam pelaksanaan harus diperhatikan kontra indikasi pemberian
huknah tinggi seperti pasien dengan penyakit jantung tertentu,
perdarahan intra abdomen, ibu hamil dengan kontraksi uterus yang
kuat.
3. Bila pada saat pemberian huknah rendah, kanul ada hambatan,
jangan dipaksakan, cari tahu penyebabnya, dan bila perlu
berkolaborasilah dengan dokter.
D. Indikasi
1. Pasien yang obstipasi
2. Pasien yang akan di operasi
3. Persiapan tindakan diagnostika misalnya pemeriksaan radiologi
4. Pasien dengan melaena (tinja yang hitam akibat pendarahan
gastrointestinal)
24
E. Persiapan Alat
1. Selang / kanul recti sesuai umur pasien.
2. Handschoen disposable / sarung tangan sekali pakai.
3. Nierbekken / bengkok berisi cairan desinfektan.
4. Pengalas dan perlak
5. Tisu
6. Air hangat (700-1000 mL) dengan suhu 40,5-43oC pada orang
dewasa
7. Vaselin / jeli untuk pelumas
8. Pispot 2 buah
9. Irigator lengkap dengan selang kanul
10. Selimut atau kain penutup
11. Sampiran
F. Persiapan Pasien
1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
2. Menjelaskan prosedur tindakan
3. Posisi pasien diatur miring ke kiri, posisi sim.
G. Persiapan Lingkungan
Jaga privasi pasien
H. Persiapan Perawat
1. Mencuci tangan.
2. Menilai keadaan umum pasien dan kemampuan mobilisasi
3. Mengukur tanda-tanda vital
I. Prosedur Pelaksanaan
1. Tahap Pra-Interaksi:
a. Periksa catatan perawatan dan kaji catatan medis pasien.
b. Kaji kebutuhan pasien.
c. Eksplorasi dan falidasi perasaan pasien.
2. Tahap Orientasi:
a. Beri salam dan panggil pasien dengan namanya.
b. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan.
c. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
25
d. Tanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik pada pasien, pasang
sampiran.
3. Tahap Pelaksanaan:
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
c. Atur ruangan, tutup jendela dan pintu, gunakan sampiran apabila
pasien berada di ruangan bangsal umum atau tutup pintu bila
pasien berada di ruang khusus.
d. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
e. Buka pakaian bagian bawah.
f. Pasang pengalas dan perlak di bawah bokong.
g. Pasang selimut, pakaian pasien bagian bawah ditanggalkan.
h. Dekatkan nierbekken ke dekat pasien.
i. Perawat memakai handschoen.
j. Irigator diisi dengan air hangat 700-1000 mL dengan suhu 43,5-
45oC.
k. Ujung kanul diolesi vaselin secukupnya.
l. Pangkal kanul dihubungkan ke selang dan irrigator.
m. Keluarkan udara dari saluran irigator dan diklem.
n. Tangan kiri membuka belahan bokong bagian atas, tangan kanan
memasuk kanul ke dalam anus sedalam 7,5 cm sampai dengan
15 cm secara perlahan-lahan sambil pasien dianjurkan menarik
nafas panjang, tinggi irigator 30 cm-50 cm dari atas tempat
tidur.
o. Klem selang dibuka, cairan dialirkan perlahan-lahan kurang
lebih selama 15-20 menit.
p. Bila cairan sudah habis klem ditutup dan kanul dikeluarkan
secara perlahan-lahan.
q. Minta pasien untuk menahan BAB sebentar, kemudian pasang
pispot.
r. Untuk pasien yang dapat mobilisasi berjalan, pasien dapat
dianjurkan ke toilet.
26
s. Setelah selesai bersihkan daerah bokong dengan menggunakan
air dan tisu.
t. Angkat pispot, perlak dan pengalas.
u. Kenakan pakaian bagian bawah, rapikan tempat tidur.
v. Lepaskan handschoen.
4. Tahap Terminasi:
a. Tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan tindakan
b. Simpulkan hasil prosedur yang dilakukan
c. Rapikan perlak dan cuci tangan
d. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan tentang
hasilnya.

27
BAB III
PENUTUP

.1 Kesimpulan
Menurut (NANDA 2012), eliminasi fekal adalahkondisi dimana seseorang
mengalami perubahan pola yang normaldalam berdefekasi dengan karakteristik
tidak terkontrolnya buang airbesar. Eliminasi fekal dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangansisa-sisa
metabolisme. Setiap individu memiliki pola eliminasifekal berbeda yang
dipengaruhi oleh beberapafaktor antara lain usia, diet, cairan, aktivitas,faktor
psikologi, obat-obatan dan faktor-faktorlainnya. Apabila konsumsi serat dalam
makanan,asupan cairan, pemenuhan kebutuhan aktivitasdan beberapa faktor
lainya tidak terpenuhi makaakan menimbulkan gangguan di saluranpencernaan
(Setyani, 2012; Kozier, Erb, Berman& Snyder 2010), seperti : konstipasi, diare,
inkontinensia usus, kembung, hemoroid, dan fecal impaction.

.2 Saran
Bagi mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk
menambah pengetahuan tentang konsep kebutuhan eliminasi fekal dan bagaimana
melakukan atau menerapkan asuhan keperawatan kebutuhan eliminasi fekal pada
pasien nantinya dalam pelayanan kesehatan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud,Ratna. 2019. Penerapan Asuhan Keperawatan Pasien Diare dalam


Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi. Jurnal Media Keperawatan:
Politeknik Kesehatan Makassar. Vol. 10 No. 02 2019

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3597/keperawatan-
cholina.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Alimul, Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi konsep dan


proses keperawatan. Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai