Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk
fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem
gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan
beberapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi di antara individu. Namun, telah
terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar, dan karakteristiknya
normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson
dan Weigley, 1989 dalam Potter & Perry, 2005)

Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawat harus memahami eliminasi


normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan
keperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien.
Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan
rasa ketidaknyamanan.(Potter & Perry, 2005).

Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan


penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan
untuk mempertahankan homeostatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme.
Secara garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi kedalam dua jenis, yaitu
sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feses (nondigestible
waste) serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun
melalui saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen dan H2O. Eliminasi terbagi atas
dua bagian utama yaitu eliminasi fekal ( buang air besar) dan eliminasi urine
(buang air kecil). (Asmadi, 2008).

Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme


berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula
dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter
anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi
dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oeh
sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama
defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding
perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar eliminasi fekal?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal?

3. Apa saja masalah-masalah gangguan eliminasi fekal?

4. Bagaimana asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal?

5. Apa contoh asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep dan teori pemenuhan kebutuhan
eliminasi (eliminasi fekal) secara lengkap, agar dapat menunjang pembelajaran awal
dari mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia II (KDM II).

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal
b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal
c. Untuk mengetahui masalah-masalah gangguan eliminasi fekal
d. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi
fekal
e. Untuk mengetahui contoh asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan
eliminasi fekal

D. Sistematika Penulisan

Makalah dengan bahasan utama mengenai pemenuhan kebutuhan eliminasi


(eliminasi fekal) terdiri dari tiga sub-bab secara garis besar yang terdiri atas bab
pertama yang membahas mengenai pendahuluan, bab kedua membahas mengenai
tinjauan teori, dan bab terakhir sebagai penutup.

Pada pembahasan makalah di bab I terdiri atas latar belakang yang membahas
mengenai pemenuhan kebutuhan eliminasi (eliminasi fekal) secara garis besar dan
memaparkan permasalahan yang secara perlahan bahasan dipersempit dan dipaparkan
pada Rumusan Masalah dengan memberikan pertanyaan seputar rumusan
permasalahan sesuai dengan RPS. Dilanjutkan dengan tujuan pembahasan yang
memaparkan pembahasan lebih spesifik.

Pada bab II memaparkan pembahasan mengenai Tinjauan Teori yang berisi


bahasan secara mendetail mengenai pemenuhan kebutuhan eliminasi (eliminasi fekal)

2
dengan sub pembahasan di awal mengenai definisi pemenuhan kebutuhan eliminasi
(eliminasi fekal), hingga tujuan dari pemenuhan kebutuhan eliminasi (eliminasi fekal).

Pada bab III memaparkan mengenai penutup makalah yang membahas mengenai
kesimpulan dari keseluruhan bahasan mengenai pemenuhan kebutuhan eliminasi
(eliminasi fekal), dan dilanjutkan dengan saran sebagai pembangun dalam pembuatan
makalah di kemudian hari.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Eliminasi Fekal


Eliminasi bowel/fekal/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi
merupakan proses normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan
sampah dari tubuh. Sampah yang dikeluarkan ini disebut feces atau stool.
Eleminasi produk sisa pencernaan yang teratur, hal ini penting untuk normal
tubuh. Fungsi usus tergantung pada keseimbangan berapa faktor, pola dan
kebiasaan eleminasi. Eleminasi bowel merupakan salah satu bentuk aktivitas yang
harus dilakukan oleh manusia Seseorang dapat melakukan buang air besar
sangatlah bersifat individual ada yang satu kali atau lebih dalam satu hari, bahkan
ada yang mengalami gangguan yaitu hanya 3-4 kali dalam satu minggu atau
beberapa kali dalam sehari, perubahan eleminasi fekal dapat menyebabkan
masalah gastroinstestinal dan sistem tubuh lain, hal ini apa bila dibiarkan dapat
menjadi masalah seperti konstipasi, fecal imfaction, hemoraid dan lain-lain.

Peran perawat sangat penting untuk memahami eleminasi normal, faktor


yang meningkatkan dan menghambat, dan membantu mencegah terjadinya
gangguan eleminasi fekal, Tindakan yang dilakukan perawat dalam upaya
meningkatkan eleminasi normal dan membantu klien dengan segera untuk
memenuhi kebutuhan eleminasi dengan meminimalkan rasa ketidaknyamanan.

Pencernaan yang mempengaruhi eliminasi fekal:

1. Mulut
Saluran gastrointersinal secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi
yang di lakukan di mulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi
berukuran yang dapat ditelan. Sekresisaliva mengandung enzim, seperti
ptialin, yang mengawali pencernaan unsur-unsur makanan tertentu. Saliva
mencairkan dan melunakan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih
mudah ditelan.

2. Esofagus
Makanan masuk ke esofagus, melalui sfingter esofagus bagian atas,
yang merupakan otot sirkular yang mencegah udara memasuki esofagus dan
makanan mengalami refluks (bergerak ke belakang). Makanan didorong oleh
gerakan peristaltik lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan
relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian esofagus berkontraksi
di atas bolus makanan, otot sirkular di bawah (atau di depan) bolus

4
berelaksasi. Kontraksi- relaksasi otot haus yang saling bergantian ini
mendorong makanan menuju gelombang berikutnya.
3. Lambung
Makanan disimpan dalam lambung dan dicerna serta diabsorpsi
sehingga menjadi kimus. Lambung menyekresi HCl (mempengaruhi asam
lambung), lender (melindungi mukosa lambung dari keasaman), enzim pepsin
(mencerna protein) dan factor intrinsik(komponen untuk absorpsi vit. B12).

4. Usus Halus
Usus halus merupakan sebuah saluran, usus halus dibagi menjadi 3,
yaitu duodenum jejunum, dan ileum. Kimus yang berada dilambung menuju
ke usus halus dan bercampur dengan enzim pencernaan saat menuju usus
halus, dan saat bercampur gerakan peristaltik berhenti untuk melakukan
absorpsi. Nutrisi dan elektrolit diabsorpsi dengan enzim dari pancreas dan
empedu ke dalam duodenum. Nutrisi juaga diabsorpsi di jejunum, sedangkan
ilum mengabsorpsi vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu.

5. Usus Besar
Saluran GI bagian bawah adalah usus besar yang merupakan organ
utama dalam eliminasi fekel. Kimus yang tidak di absorpsi masuk ke dalam
sekum melalui katup ileosekal (lapisan otot sirkula). Volume air, natrium, dan
klorida diabsorpsi oleh kolon, sehingga terjadi kontraksi haustral yang sama
dengann kontraksi segmental di usus halus.
Sebanyak 2,5 L air diabsorpsi oleh kolon selama 24 jam, 55 mEq
natrium, dan 23 mEq klorida. Apabila kecepatan kontraksi peristaltik
berlangsung cepat secara abnormal, maka faces menjadi encer dan sebaliknya,
apabila kontraksi peristaltik lambat, maka feces menjadi keras. Kolon
dilapisi oleh lender berwarna jernih sampai buram dengan konsistensi
berserabut. Lubrikasi pada ujung distal kolon, tenpan isi kolon menjadi lebih
kering dan lebih keras. Gerakan kolon ada 3, yaitu:
a. Haustral shuffing adalah gerakan pencampuran kim untuk membantu
absorpsi air.
b. Kontraksi haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan
semipadat sepanjang kolon.
c. Gerakan peristaltic adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus.
Sekresi kolon membantu keseimbangan asam basa. Bikarbonat
disekresi untuk mengganti klorida. 4-9 mEq kaliium dilepaskan setiap hari.
Perubahan serum menjadi fungsi kolon, seperti diare menyebabkan
ketidakseimbbangan elektrolit.

5
Kolon mengeliminasi produk buangan dan gas (flatus). Flatus timbul
akibat menelan gas, difusi gas dari aliran darah ke dalam usus dan kerja
bakteri yang tidak dapat diabsorpsi. Orang dewasa dalam kondisi normal
mengeluarkan 400-700 ml flatus setiap hari.

B. Faktor yang Mempengaruhi Eleminasi Fekal


1. Usia
Pada bayi sampai 2-3 tahun, lambung kecil, enzim kurang, peristaltic
usus cepat, neuromuskuler belum berkembang normal sehingga mereka belum
mampu mengontrol buang air besar (diare/inkontinensia). Pada usia lanjut,
sistem GI sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan
dan eleminasi (Lueckenotte, 1994). Perubahan yang terjadi yaitu gigi
berkurang, enzim di saliva dan lambung berkurang, peristaltik dan tonus
abdomen berkurang, serta melambatnya impuls saraf. Hal tersebut
menyebabkan lansia berisiko mengalami konstipasi. Lansia yang dirawat di
rumah sakit berisiko mengalami perubahan fungsi usus, dalam suatu
penelitian ditemukan bahwa 91% insiden diare atau konstipasi dari 33
populasi, dengan usia rata-rata 76 tahun (Ross,1990).

2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu
mempertahankan pola peristaltik yang teratur dalam kolon, sedangkan
makanan berserat, berselulosa dan banyaknya makanan penting untuk
mendukung volume fekal. Makan tinggi serat seperi buah apel, jeruk, sayur
kangkung, bayam, mentimun, gandum, dan lain-lain.

Contoh bila makanan yang kita makan rendah serat menyebabkan


peristalik lambat, sehingga terjadi peningkatan penyerapan air di usus, hal ini
berakibat seseorang mengalami konstipasi. Demikian juga seseorang dengan
diet yang tidak teratur akan mengganggu pola defekasi dan makanan yang
mengandung gas: bawang, kembang kol, dan kacang-kacangan. Laktosa,
suatu bentuk karbohirat sederhana yang ditemukan dalam susu: sulit dicerna
bagi sebagian orang, hal ini disebabkan intoleransi laktose yang bisa
mengakibatkan diare, distensi gas, dan kram.

3. Pemasukan Cairan
Asupan cairan yang cukup bisa mengencerkan isi usus dan
memudahkannya bergerak melalui kolon. Orang dewasa intake cairan
normalnya: 2000-3000 ml/hari(6-8 gelas) . Jika intake cairan tidak adekuat
atau pengeluaran yang berlebihan (urin/muntah) tubuh akan kekurangan

6
cairan, sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme sehingga feses
menjadi keras, kering, dan feses sulit melewati pencernaan, hal ini bisa
menyebabkan seseorang mengalami konstipasi. Minuman hangat dan jus buah
bisa memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik.

4. Aktivitas
Seseorang dengan latihan fisik yang baik akan membantu peristaltik
meningkat, sementara imobilisasi menekan mortilitas kolon. Ambulasi dini
setelah klien menderita sakit dianjurkan untuk meningkatkan dan
mempertahankan eleminasi normal. Contoh pada klien dengan keadaan
berbaring terus-menerus akan menurunkan peristaltik usus, sehingga terjadi
peningkatan penyerapan air, hal ini berdampak pada klien yaitu konstipasi
atau fecal imfaction.
Melemaknya otot dasar panggul, abdomen merusak kemampuan
tekanan abdomen dan mengotrol sfingter eksterna, sedangkan tonus otot
melemah atau hilang akibat penyakit yang lama atau penyakit neurologis
merusak transmisi saraf yang menyebabkan gangguan eleminasi.

5. Faktor Psikologik
Seseorang cemas, marah yang berlebihan akan meningkatkan
peristaltik usus, sehingga seseorang bisa menyebabkan diare. Namun, ada
pula seseorang dengan depresi, sistem saraf otonom akan memperlambat
impuls saraf dan peristaltik usus menurun yang bisa menyebabkan konstipasi.
6. Kebiasaan Pribadi
Kebanyakan orang merasa lebih mudah dan nyaman defikasi di kamar
mandi sendiri. Kebiasaan seseorang dengan melatih pola buang air besar
(BAB) sejak kecil secara teratur maka sesorang tersebut akan secara teratur
pola defikasinya atau sebaliknya. Individu yang sibuk, higiene toilet buruk,
bentuk dan penggunaan toilet bersama-sama, klien di RS dengan penggunaan
pispot, privasi kurang dan kondisi yang tidak sesuai, hal ini dapat
mengganggu kebiasaan dan perubahan eleminasi yang dapat memulai siklus
rasa tidak nyaman yang hebat. Refleks gastrokolik adalah refleks yang paling
mudah distimulasi untukm nimbulkan defekasi setelah sarapan.

7. Posisi Selama Defekasi


Kebiasaan seseorang defikasi dengan posisi jongkok memungkinkan
tekanan intraabdomen dan otot pahanya, sehingga memudahkan seseorang
defikasi, pada kondisi berbeda atau sakit maka seseorang tidak mampu
melakukannya, hal ini akan mempengaruhi kebiasaan seseorang menahan

7
BAB sehingga bisa menyebabkan konstipasi atau fecal imfaction. Klien
imobilisasi di tempat tidur, posisi terlentang, defekasi seringkali dirasakan
sulit. Membantu klien ke posisi duduk pada pispot akan meningkatkan
kemampuan defekasi.

8. Nyeri
Secara normal seseorang defikasi tidak menimbulkan nyeri. Contoh
seseorang dengan pengalaman nyeri waktu BAB seperti adanya hemoroid,
fraktur ospubis, episiotomy akan mengurangi keinginan untuk BAB guna
menghindari rasa nyeri yang akan timbul. Lama-kelamaan, kondisi ini bisa
menyebabkan seseorang akhirnya terjadi konstipasi.

9. Kehamilan
Seiring bertambahnya usia kehamilan dan ukuran fetu s, tekanan
diberikan pada rektum, hal ini bisa menyebabkan obstruksi sementara yang
mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang
terjadi pada trimester terakhir, sehingga wanita sering mengedan selama
defekasi yang dapat menyebabkan terbentuknya hemoroid yang permanen.

10. Prosedur Diagnostik


Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuasakan
atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat BAB kecuali setelah makan.
Tindakan ini dapat mengganggu pola eleminasi sampai klien dapat makanan
secara normal. Prosedur pemeriksaan dengan menggunakan barium enema
atau endoskopi, biasanya menerima katartik dan enema. Barium mengeras jika
dibiarkan di saluran GI, hal ini bisa menyebabkan feses mengeras dan terjadi
konstipasi atau fecal imfaction. Klien harus menerima katartik untuk
meningkatkan eleminasi barium setelah prosedur dilakukan, bila mengalami
kegagalan pengeluaran semua bariun maka klien perlu dibersihkan dengan
menggunakan enema.

11. Operasi dan Anastesi


Pemberian agens anastesi yang dihirup saat pembedahan akan
menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus, sehingga akan dapat
menghentikan sementara waktu pergerakan usus (ileus paralitik). Kondisi ini
dapat berlangsung selama 24–48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak
dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi usus normal dapat
terhambat lebih lanjut. Klien dengan anestesi lokal atau regional berisiko lebih
kecil mengalami perubahan eleminasi.

8
12. Obat-obatan
Seseorang menggunakan laksatif dan katartik dapat melunakkan feses
dan meningkatkan peristaltik, akan tetapi jika digunakan dalam waktu lama
akan menyebabkan penurunan tonus usus sehingga kurang responsisif lagi
untuk menstimulasi eliminasi fekal. Penggunaan laksatif berlebihan dapat
menyebabkan diare berat yang berakibat dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Minyak mineral untuk laksatif, bisa menurunkan obsorpsi vitamin yang larut
dalam lemak dan kemanjuran kerja obat dalam GI.Obat-obatan seperti
disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltik dan mengobati diare.
Seseorang dengan mengkonsumsi obat analgesik, narkotik, morfin, kodein
menekan gerakan peristaltik yang menyebabkan konstipasi. Obat
antikolinergik, seperti atropin, glikopirolat (robinul) bisa menghambat sekresi
asam lambung dan menekan motilitas saluran GI bisa menyebabkan
konstipasi. Banyak obat antibiotik menyebabkan diare dengan mengganggu
flora bakteri normal dalam saluran GI. Bila seseorang diare diberikan obat,
kemudian diare semakin parah dan kram abdomen, obat yang diberikan pada
klien mungkin perlu diubah.

13. Kondisi Patologi


Pada injuri spinal cord atau kepala dan gangguan mobilisasi, dapat
menurunkan stimulasi sensori untuk defekasi. Buruknya fungsi spinal anal
menyebabkan inkontinensia.

14. Irritans
Makanan berbumbu atau pedas, toxin bakteri atau racun dapat
mengiritasi usus dan menyebabkan diare dan banyak flatus. Faktor-faktor
yang mempengaruhi defikasi seperti sebagaimana diuraikan di atas, apa bila
tidak segera dicegah akan menggangu defikasi klien.

C. Masalah-Masalah Gangguan Eliminasi Fekal


1. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh
pengeluaranfeses yang lama atau keras, kering dan disertai upaya mengedan
saat defekasi.
Tanyakan pada diri anda sendiri apakah saudara pernah mengalami
menurunnya frekuensi BAB hingga beberapa hari, disertai dengan
pengeluaran faeces yang sulit, keras dan mengedan. Dan dapat menyebabkan
nyeri rectum, keadaan ini di sebut konstipasi. Konstipasi merupakan gejala,

9
bukan merupakan penyakit. Kondisi ini terjadi karena faces berada di
intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. Biasanya disebabkan oleh
pola defikasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif yang lama, stress
psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas dan faktor usia.
Setiap individu mempunyai pola defekasi individual yang harus dikaji
perawat, tidak setiap orang dewasa memiliki pola defekasi setiap hari
(Ebersole dan Hess,1994). Defikasi hanya setiap 4 hari sekali atau lebih
dianggap tidak normal(Lueckenotte,1994). Pola defekasi yang biasanya setiap
2-3 hari sekali, tanpa kesulitan, nyeri atau perdarahan dapat dianggap untuk
lansia (Ebersole dan Hess,1994; Lueckenotte,1994).
Mengedan selama defekasi menimbulkan masalah pada klien baru
pembedahan abdomen, genekologi, rektum hal ini dapat menyebabkan jahitan
terpisah sehingga luka terbuka. Klien dengan riwayat kardiovaskuler,
glaukoma, dan peningkatantekanan intrakranial harus mencegah konstipasi
dan hindari penggunaan manuver valsalva dengan menghembuskan nafas
melalui mulut selama mengedan.

2. Fecal Imfaction
Fecal Impaction atau impaksi feses akibatdari kontipasi yang tidak diatasi.
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum,
hal ini tidak dapat dikeluarkan. Feses yang keras di kolon dan lipatan sigmoid
yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang
berkepanjangan.
Klien menderita kelemahan, tidak sadar hal ini paling berisiko
mengalami impaksi karena tidak sadar akan kebutuhan defekasi. Biasanya
juga disebabkan oleh konstipasi, intake cairan kurang, kurang aktivitas, diet
rendah serat dan kelemahan tonus otot.
Tanda yang bisa saudara identifikasi adalah: tidak BAB beberapa hari,
walaupun ada keinginan untuk defekasi, anoreksia, kembung/kram nyeri
rectum. Perawat yang mencurigai klien dengan impaksi, maka perlu
melakukan pemeriksaan secara manual dengan memasukan ke dalam rektum
dan mempalpasi masa yang terimpaksi.

3. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar dan pengeluaran
feses yang cair dan tidak terbentuk (Lueckenotte,1994). Diare adalah gejala
gangguan proses pencernaan, absorpsi dan sekresi dalam saluran
gastrointestinal, akibatnya cbyme melewati usus terlalu cepat, sehingga usus
besar tidak mempunyai waktu untuk menyerap air.

10
Diare dapat disebabkan karena stress fisik, obat-obatan, alergi
penyakit kolon dan iritasi intestinal. Diare seringkali sulitdikaji pada bayi,
seperti bayi menerima susu botol pengeluaran feses pada setiap 2 hari sekali,
sementara bayi yang dususui ibunya dapat mengeluarkan feses lunak dalam
jumlah kecil 5 –8 kl/hari. Akibat pada seseorang diare adalah gangguan
elektrolit dan kulit terganggu, terutama pada bayi dan orang tua. Diare secara
berulang bisa mengiritasi perineum dan bokong, maka diperlukan perawatan
kulit yang cermat untuk mencegah kerusakan kulit dan dibutuhkan drainase
feses.

4. Inkontinensia Bowel/Fecal/Alvi
Inkontinensia feses adalah hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas dari anus. Kerusakan spinter anus
akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan di daerah anus yang
menyebabkan inkontinensia. Penyebabnya penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spinter anus eksternal, 60% usila inkontinensi.
Inkontinensia dapat membahayakan citra tubuh dan mental klien,
maka klien sangat tergantung pada perawat untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya. Perawat harus mengerti dan sabar meskipun berulang-ulang kali
membereskannya. Seperti diare, inkontinensia bisa menyebabkan kerusakan
kulit. Jadi perawat harus sering memeriksa perineum dan anus, apakah kering
dan bersih.

5. Kembung
Kembung merupakan menumpuknya gas pada lumen intestinal
sehingga dinding usus meregang dan distensi, dapat disebabkan karena
konstipasi, penggunaan obat-obatan seperti barbiturate, ansietas. Penurunan
aktivitas intestinal, makan banyak mengandung gas, pemecahan makanan oleh
bakteri-bakteri dan efek anastesi.

6. Hemeroid
Pembengkakan atau pelebaran vena pada dinding rectum (bisa internal
dan eksternal) akibat peningkatan tekanan didaerah tersebut Penyebabnya
adalah konstipasi kronis, kehamilan, dan obisitas. Jika terjadi inflamasi dan
pengerasan, maka klien merasa panas dan rasa gatal. Kadang-kadang BAB
dilupakan oleh klien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibat
lanjutannya adalah konstipasi.

11
D. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal
7. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
2. Perilaku defekasi : penggunaan lakstif, cara mempertahankan pola
3. Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur
4. Diet : makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang bisa di
makan, makanan yang di hindari, dan pola makan yang teratur atau
tidak.
5. Cairan : jumlah dan jenis minuman / hari
6. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
7. Kegiatan yang spesifik
8. Penggunaan medifikasi : obat-obat yang mempengaruhi defekasi
9. Strees : strees berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi
atau bagaimana menerima.
10. Pembadahan/penyakit menetap

b. Pemeriksaan fisik
1. Abdomen : distensi, simestris, gerakan peristaltic, adanya massa pada
perut, tenderness.
2. Rektum dan unus : tanda-tanda imflamasi, perubahan warna, lesi,
fistula, hemorrhoid, adanya massa, tenderness.

c. Keadaan feses
1. Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah,unsure abnormal dalam feses:
lender.

d. Pemeriksaan diagnosis
1. Anuskopi
2. Progtosigmoidoskopi
3. Rontgen dengan kontras

8. Diagnosa keperawatan dan intervensi


a. Gangguan eliminasi fekal : konstipasi (actual/risiko)
Defenisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang
normal dalam berdifikasi dengan karakteristik menurunnya frekuensi
buang air besar dan feses yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan
1. Imobilisasi

12
2. Menurunnya aktifitas fisik
3. Ileus
4. Stress
5. Kurang privasi
6. Menurunnya tentang mobilisasi instestinal
7. Perubahna atau pembatasan diet
8. Kemungkinan data yang ditemukan
9. Menurunnya bisisng usus
10. Mual
11. Nyeri abdomen
12. Adanya masa pada abdomen bagian kiri bawah
13. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar
14. Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada
15. Anemia
16. Hipotiroidisme
17. Dialisasi ginjal
18. Pembedahan abdomen
19. Paralis
20. Cedera spinal cord
21. Imobilisasi yang lama
22. Tujuan yang diharapkan
23. Pasien kembali ke pola normal dari fungsi fekal
24. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab
konstipasi
25. Intervensi

E. Contoh Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal


1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn. K
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pendidikan : SMA
Alamat : Dusun Teluk karang, Rt 004/Rw 007.
Sedau Singkawang selatan, kab Singkawang
Pekerjaan : wiraswasta
Tanggal Masuk : 03-02-15

13
Tanggal Pengkajian : 04-02-15
Diagnosa Medis : PLHA dengan komplikasi Diare
Kronis
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan : Adik Pasien

2. Riwayat Penyakit
a. Alasan masuk rumah sakit
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemah seluruh badan, pasien
mengatakan Babnya cair, dan sudah berlangsung 3 bulan SMRS. Pasien juga
mengatakan sudah tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
b. Keluhan utama
Pasien mengatakan Babnya cair dan sudah berlangsung selama 3 bulan
SMRS, pasien juga mengatakan seluruh badannya terasa sangat lemah.
c. Keluhan Saat dikaji
Pasien mengatakan babnya cair, pasien juga mengatakan sulit beraktifitas
normal dikarenakan seluruh badannya terasa sangat lemah, pasien juga
mengatakan sering merasa mual hingga muntah.
d. Riwayat Penyakit terdahulu
Pasien mengatakan bahwa ia telah mengetahui bahwa ia mengidap HIV
semenjak tahun 2014, namun ia jarang memeriksakannya ke rumah sakit
dikarenakan merasa kondisi tubuhnya masih fit. Bru setelah komplikasi
muncul pasien datang ke rumah sakit.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat. anggota keluarga yang
mengidap penyakit yang sama.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Eliminasi bowel/fekal/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi
merupakan proses normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk
mengeluarkan sampah dari tubuh. Sampah yang dikeluarkan ini disebut feces
atau stool.
Seseorang dapat melakukan buang air besar sangatlah bersifat individual,
perubahan eleminasi fekal dapat menyebabkan masalah gastroinstestinal dan
sistem tubuh lain, hal ini apa bila dibiarkan dapat menjadi masalah seperti
konstipasi, fecal imfaction , hemoraid dan lain-lain.
Peran perawat sangat penting untuk memahami eleminasi normal, faktor
yang meningkatkan dan menghambat, dan membantu mencegah terjadinya
gangguan eleminasi fekal.
Faktor yang mempengaruhi eleminasi fekal

a. Usia i. Kehamilan
j. Prosedur Diagnostik
b. Diet
k. Operasi dan Anastesi
c. Pemasukan Cairan l. Obat-obatan
d. Aktivitas m. Kondisi Patologi
e. Faktor Psikologik n. Irritans
f. Kebiasaan Pribadi
g. Posisi Selama Defekasi
h. Nyeri

Masalah-masalah gangguan eliminasi fekal

a. Konstipasi

b. Fecal Imfaction

15
c. Diare

d. Inkontinensia Bowel/Fecal/Alvi

e. Kembung

f. Hemeroid

Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal


1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
b. Pemeriksaan fisik
1. Abdomen
2. Rektum dan unus
c. Keadaan feses
d. Pemeriksaan diagnosis
2. Diagnosa keperawatan dan intervensi
a. Gangguan eliminasi fekal : konstipasi (actual/risiko)

B. Saran
a. Bagi penulis

Makalah ini menjadi koreksi penulis sebelum melakukan tindakan


pemenuhan kebutuhan eliminasi, khususnya eliminasi fekal pada pasien,
dapat memahami lebih dahulu konsep dan teorinya sehingga penulis
lebih hati-hati dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai SOP kelak.
Serta, mempelajari asuhan keperawatannya agar dapat menerapkan cara
membantu pasien untuk eliminasi dengan tetap menjaga kenyamanan dan
privasi pasien, sehingga pasien akan tetap terjaga pola eliminasinya.

Dapat membantu dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan dalam


pembelajaran mata kuliah KDM II, khususnya dalam materi Pemenuhan
Kebutuhan Eleminasi sehingga dapat djadikan pembendaharaan
pengetahuan mengenai Eliminasi.

16
b. Bagi institusi pendidikan

Dapat dijadikan tambahan literatur dalam pemebelajaran mata kuliah


KDM II khususnya pada pembahasan pemenuhan kebutuhan eliminasi.

c. Bagi perawat

Perawat sebelum melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan


eliminasi sebaiknya memahami lebih dahulu konsep dan teori yang ada
agar tidak ada kesalahan fatal yang dapat membahayakan nyawa pasien
ketika melakukan tindakan.

Perawat diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan dan


dokumentasi keperawatan yang lebih akurat dan lengkap sesuai dengan
keadaan klien guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang
perkembangan kondisi klien serta tindakan yang telah dilakukan terhadap
klien dan menindaklanjuti masalah yang belum teratasi

d. Bagi Rumah Sakit

Sebaiknya ada pemantauan saturasi dari pihak rumah sakit terhadap


perawat yang melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal
agar sesuai dengan SOP yang ada untuk mencegah terjadinya kesalahan
atau membuat pasien/klien merasa hingga tak nyaman selama perawatan.

17
Daftar Pustaka

Perry & Potter. 2012. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

https://www.scribd.com/document/363712017/askep-eliminasi-fekal
Diakses pada tanggal 3 Maret 2018 pukul 13.34 WITA

https://www.academia.edu/17112880/askep_gangguan_sistem_eliminasi_fekal
Diakses pada tanggal 3 Maret 2018 pukul 13.41WITA

https://www.scribd.com/doc/75341626/Gangguan-Pola-Eliminasi-Fekal
Diagnosa-Penatalaksanaan-Keperawatan-Dan-Penatalaksanaan-Medik
Diakses pada tanggal 3 Maret 2018 pukul 13.44 WITA

https://www.academia.edu/4799238/KONSEP_DASAR_KEBUTUHAN_ELIMI
NASI
Diakses pada tanggal 3 Maret 2018 pukul 13.58 WITA

18

Anda mungkin juga menyukai