Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI FEKAL

Disusun oleh :
Amelia Nailil M (

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI FEKAL

I. KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI


A. Pengertian
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), menyatakan bahwa eliminasi
merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui
ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal.
Eliminasi fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum.
Defekasi juga disebut bowel movement atau pergerakan usus (Kozier et
al.,2011)
Eliminasi merupakan kebutuhan 4 dasar manusia yang esensial dan
berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan
untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui sisa-sisa metabolisme
tubuh (Arnela 2019).
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung
kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya
proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra
(Hidayat, 2013).
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi
oleh setiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan
dasar, menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga.
Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya
semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal
mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan
eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan
ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien-
pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Diferiansyah, 2016).
Penggunaan kateter urin merupakan suatu tindakan keperawatan yang
banyak dilakukan di rumah sakit. Kasus pemasangan kateter di Indonesia lebih
banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Pada kasus pemasangan kateter
dimana sebanyak 4% penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah
dan sebanyak 25% pada perawatan akut. Sebanyak 15% - 25% pasien di
rumah sakit menggunakan kateter menetap. Hal ini dilakukan untuk mengukur
haluan urin dan untuk membantu pengosongan kandung kemih (Basuki,
2012).

B. Fungsi Fisiologis
1. Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal

Dari gambar di atas, anatomi dan fisiologi eliminasi fekal


menurut Nurachman & Angriani (2011) yaitu:
a. Struktur Kolon
Struktur kolon terdiri dari beberapa lapisan, yaitu:
1) Lapisan Serosa
Lapisan Serosa merupakan lapisan terluar yang terdiri atas
pembuluh darah, limfe dan saraf. Lapisan serosa pada usus besar
berupa jaringan ikat yang ditutupi oleh peritoneum visceral.
Lapisan serosa memiliki rongga-rongga kecil tempat keluarnya
cairan serosa yang berfungsi sebagai pelumas gerakan
otot.Filtrasi
2) Lapisan Otot
Lapisan otot pada usus besar merupakan lapisan otot polos yang
bekerja tanpa kita sadari. Terdapat 2 jenis serabut otot, yaitu
serabut otot longitudinal (memanjang) dan serabut otot sirkuler
(melingkar). Kombinasi dari kontraksi kedua jenis otot ini akan
menghasilkan gerakan peristaltik usus yang berfungsi untuk
memecah makanan serta membawanya ke organ pencernaan
selanjutnya.
3) Lapisan Submukosa
Berupa lapisan jaringan ikat longgar yang berisi pembuluh
darah, limfe, saraf dan kelenjar lendir. Pembuluh darah di
lapisan submukosa usus besar memegang peranan penting dalam
mengedarkan makanan yang diserap.
4) Lapisan Mukosa
Lapisan mukosa disusun oleh sel epitel sederhana dan jaringan
ikat tipis. Lapisan mukosa memiliki sel goblet yang dapat
menghasilkan lendir. Lendir ini merupakan sekresi dari seluruh
kelenjar yang terdapat di usus besar. Lapisan yang produksinya
dipengaruhi oleh hormon sekretin dan enterokirin ini sering
juga disebut intestinal juice
b. Bagian-bagian kolon
Kolon terdapat beberapa bagian, yaitu:
1) Sekum (Caecum)
Sekum atau Caecum merupakan bagian pertama dari usus besar
yang berbentuk seperti kantong. Bisa dikatakan bahwa Sekum
adalah gabungan dari bagian terakhir usus halus (ileum) dengan
bagian pertama usus besar. Sekum memiliki panjang sekitar 7 cm.
Fungsi utama dari kantong ini adalah untuk melakukan
penyerapan nutrisi yang tidak diserap di usus halus.
2) Kolon Asenden
Kolon Asenden merupakan kolon yang berbentuk vertikal dan
memanjang ke atas dimulai dari dasar perut (kanan) sampai ke
hati. Kolon asenden merupakan bagian awal dari usus besar.
Fungsi utama dari kolon asenden adalah untuk menyerap makanan
yang belum terserap di usus halus.
3) Kolon Tranversum
tranversum merupakan lanjutan dari kolon asenden dengan bentuk
horizontal. Kolon tranversum melekat pada perut, jaringan yang
bertugas untuk menopang perlekatan ini disebut jaringan
omentum. Fungsi utama dari kolon tranversum adalah untuk
menyempurnakan penyerapan nutrisi dari makanan dan membantu
memadatkan feses.
4) Kolon Desenden
Kolon Desenden merupakan lanjutan dari kolon tranversum yang
bergerak memanjang ke bawah dan berakhir di kolon sigmoid.
Kolon desenden berfungsi sebagai tempat penampungan feses
sementara dan membantu menyesuaikan kepadatan feses.
5) Kolon Sigmoid
Kolon Sigmoid adalah lanjutaan dari kolon desenden, berukuran
pendek dan berbentuk seperti huruf S. Kolon sigmoid terletak di
sisi kiri bawah perut. Kolon sigmoid memiliki jaringan otot kuat
sehingga dapat menjalankan fungsinya yaitu untuk menekan feses
agar menuju ke rektum.
6) Rektum
Rektum merupakan bagian terakhir dari usus halus dengan
struktur lapisan mukosa yang tebal dan kaya akan pembuluh
darah. Fungsi utama dari rektum adalah tempat penyimpanan
sementara feses yang kemudian akan disekresikan keluar melalui
anus. Penumpukan feses akan merangsang saraf yang terdapat
pada rektum untuk melakukan defekasi (BAB).
7) Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang
merupakan fungsi utama anus.
c. Proses Pembentukan Feses
Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum.
Dikolon, chyme tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium,
dan klorida.Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan
peristaltik usus. Dari 750 chyme tersebut, sekitar 150-200 cc
mengalami proses reabsorbsi. Chyme yangtidak direabsorbsi
menjadi bentuk semisolid yang disebut feses (Asmadi,2008).
Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri
tersebut mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna.
Proses fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan
melalui anus setiap harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus.
Misalnya, karbohidrat saat difermentasi akan menjadi hidrogen,
karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gangguan
pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang
terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa
kembung. Protein, setelah mengalami proses fermentasi oleh
bakteri, akan menghasilkan asam amino, indole, statole, dan
hydrogen sulfide. Oleh karenannya, apabila terjadi gangguan
pencernaan protein, maka flatus dan fesesnya menjadi sangat bau
(Asmadi, 2008).
d. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran
sisametabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran
pencernaanmelalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai
refleks untuk defekasi, yaituterletak di medula dan sumsum tulang
belakang. Apabila terjadi rangsanganparasimpatis, sfingter anus
bagian dalam akan mengendur dan usus besarmenguncup. Refleks
defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus
bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu
menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain
membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut,
diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2008). Defekasi
bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua
faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan
kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan
peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini
dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna
(feses) dari kolon ke rektum (Asmadi,2008)
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Fisiologi
Menurut Potter & Perry (2010), banyak faktor yang mempengaruhi proses
eliminasi fekal. Pengetahuan akan faktorfaktor tersebut akan membantu
mengantisipasi cara yang dibutuhkan untuk mempertahankan pola
eliminasi normal.Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal antara lain :
a. Umur
Pada bayi, makanan akan lebih cepat melewati sitem pencernaan bayi
karena gerakan peristaltik yang cepat. Sedangkan pada lansia adanya
perubahan pola fungsi digestif dan absorpsi nutrisi lansia lebih
disebabkan oleh sistem kardiovaskular dan neurogis lansia, daripada
sistem pencernaan itu sendiri (Potter & Perry, 2010).
b. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi
dapatmempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki
kandungan serattinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan
jumlah yangdikonsumsi pun dapat memengaruhi (Hidayat, 2008).
c. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadilebih
keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto &
Wartonah, 2010)
d. Aktivitas fisik
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantukelancaran
proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon
dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses
kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2008)
e. Pengobatan
Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapatmengakibatkan
diare dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atauantasida yang
terlalu sering (Hidayat, 2008).
f. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi,
biasanyapenyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem
pencernaan,seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya
(Hidayat, 2008).
g. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk
berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis,
danepisiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
h. Faktor psikologis
Stress emosional mengganggu fungsi hampir seluruh sistem pecernaan
tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).
i. Kebiasaan diri
Kebiasaan eliminasi seseorang akan memengaruhi fungsi usus.
Sebagian besar orang dapat menggunakan fasilitas toilet sendiri
dirumahnya, hal tersebut dirasa lebih efektif dan praktis (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
j. Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan
menimbulkan tekanan pada rectum (Tarwoto & Wartonah, 2010)
k. Pembedahan dan Anestesi
Agen anestesi general yang digunakan selama pembedahan dapat
menghentikan gerakan peristaltic secara temporer (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
C. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Eliminasi
1. Jenis-jenis gangguan eliminasi fekal :
a) Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah
penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses
yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat
defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila
motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar pada
dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi
(Potter & Perry, 2010).
b) Impaksi Fekal (Fekal Impation)
Impaksi Fekal (Fekal Impaction) merupakan masa feses yang kerasdi
lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi
materialfeses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh
konstipasi, intakecairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah
serat, dan kelemahan tonus otot (Hidayat, 2008). Tanda impaksi yang
jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama
beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan
defekasi. Apabila feses diare keluar secara mendadak dan kontinu,
impaksi harus dicurigai. Porsi cairan di dalam feses yang terdapat lebih
banyak di kolon meresap ke sekitar massa yang mengalami impaksi.
Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi dan 17 kram abdomen,
serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi. Perawat, yang
mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap melakukan
pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam rektum dan
mempalpasi masa yang terinfeksi (Potter & Perry, 2010).
c) Inkontinensia urine
Ketidak sanggupan sementara atau permanen oto sfinger eksternal
untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih,
d) Urinary supresi
Berhenti memproduksi urine secara mendadak.

2. Tanda dan gejala


Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) etiologi urine sebagai
berikut :
a) Penurunan kapasitas kandung kemih
b) Iritasi kandung kemih
c) Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih
d) Efek tindakan medis dan diagnostic, misalnya operasi ginjal, operasi
saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan.
e) Ketidak mampuan mengakses toilet, misalnya imobilitas
f) Hambatan lingkungan
g) Ketidak mampuan mengkonsumsi kebutuhan eliminasi
h) Imaturasi pada anak usia lebih dari 3 tahun
3. Penyebab gangguan eliminasi
Faktor penyebab gangguan eliminasi urine menurut Ambarwati (2015)
adalah :
a) Pertumbuhan dan perkembangan
Jumlah urine yang dikeluarkan dapat dipengaruhi oleh usia dan berat
badan seseorang. Pda usia lanjut, wanita hamil volume bladder
berkurang sehingga frekuensi berkemih sering.
b) Asupan cairan dan makanan
Kebiasaan mengonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu seperti
teh, kopi, coklat dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran urine.
c) Kebiasaan dan gaya hidup atau sosiokultural
Gaya hidup dapat mempengaruhi seseorang untuk berkemih stimulus
berkemih, disamping stimulus buang air kecil (diare) sebagai upaya
kompensasi.
d) Faktor psikologis
Kondisi stress dapat mempengaruhi seseorang untuk berkemih, sebagai
contoh seseorang yang BAK disungai atau di alam bebas akan
mengalami kesulitan berkemih di toilet atau menggunakan pispot pada
saat sakit.

e) Aktivitas dan tonus otot


Eliminasi membutuhkan kerja otot kandung kemih, abdomen dan
pelvis. Aktifitas dapat meningkat kemampuan metabolism dan
produksi urine secara optimal.
f) Pembedahan
Tindakan pembedahan menyebabkan stress yang dapat memicu
sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis anterior akan melepaskan
hormone ADH sehingga meningkatkan reabsorbsi air dan menurunkan
haluaran urine.
D. Penatalaksanaan
Menurut Ernawati (2017) penatalaksanaan gangguan eliminasi urine sebagai
berikut :
1. Inkontenesia urine
Tergantung jenis inkontenensia yang dialami penanganan dalam bentuk
latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan, kateterisasi, bladder
training, dan modifikasi diet.
2. Retensi urine
Memasang kateter urine, memberikan obat-obatan, melakukan operasi jika
perlu.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN SDKI, SLKI, SIKI


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan identitas
penanggung jawab.
2. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan menganggu oleh
klien pada saat perawat mengkaji dan pengkajian tentang riwayat keluahn
utama. Pengkajian dengan menggunakan cara PQRST
a) P (Provokasi)/(Paliatif)
Tentukan kapan rasa tidak nyaman dimulai.
b) Q (Quality)
Kualitas ketidak nyamanan yang dirasakan.
c) R (Region)
Letak tempat atau lokasi
d) S (Severity)
Keparahan ketidak nyamanan
e) T (Time)
Waktu terjadinya hilang timbul atau kontinu.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji status kesehatan pasien saat dilakukan pengkajian
4. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine dan fekal
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada
penyakit keturunan dikeluarga pasien
6. Pola pengkajian fungsional
a. Pola persepsi
Kaji persepsi pasien terhadap penyakitnya
b. Pola nutrisi
Mengkaji diet khusus yang diterapkan pasien, perubahan BB, dan
gambaran diet pasien

c. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan defekasi atau berkemih serta masalah yang dialami
d. Pola aktifitas latihan
Pola aktifitas terkait dengan ketidak mampuan pasien yang disebabkan
oleh kondisi kesehatan tertentu
e. Pola istirahat tidur
Kebiasaan tidur pasien dan masalah yang dialami
f. Pola peran hubungan
Kaji pekerjaan pasien, system pendukung ada atau tidaknya masalah
keluarga berkenan dengan masalah di rumah saakit
g. Pola seksualitas
Kaji adanya masalah seksualitas pasien
h. Pola koping
Keadaan emosi pasien, hal yang dilakukan jika ada masalah dan
menggunakan obat untuk penghilang stress
i. Pola keyakinan
Agama yang dianut pasien dan pengaruhnya terhadap kehidupan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Eliminasi Urine (D.0040)
C. Perencanaan/Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
NO
(SDKI) Hasil (SLKI) Keperawatan (SIKI)
1. Gangguan Eliminasi Eliminasi Urine Manajemen
Urine (D.0040) (L.04034) Eliminasi Urine
Definisi : disfungsi Definisi : pengosongan (I.04152)
eliminasi urine kandung kemih yang Definisi :
Penyebab : lengkap Mengidentifikasi dan
1. Penurunan kapasitas Ekspektasi : membaik mengelola gangguan
kandung kemih Kriteria hasil : pola eliminasi urine
2. Iritasi kandung kemih 1. Sensasi berkemih Tindakan :
3. Penurunan meningkat Observasi :
kemampuan 2. Desakan berkemih 1. Identifikasi tanda
menyadari tanda- menurun dan gejala retensi
tanda gangguan 3. Distensi kandung atau
kandung kemih kemih menurun inkontenensia
4. Efek tindakan medis 4. Berkemih tidak pola eliminasi
dan diagnostic tuntas menurun urine
5. Kelemahan otot 5. Volume residu urine 2. Identifikasi faktro
pelvis menurun yang
6. Ketidak mampuan 6. Urine mentes menyebabkan
mengakses toilet menetes retensi atau
7. Hambatan lingkungan 7. Nokturia menurun inkontenensia
8. Ketidak mampuan 8. Mengompol urine
mengkomunikasikan menurun 3. Monitor eliminasi
kebutuhan eliminasi 9. Enuresis menurun urine
9. Outlet kandung Terapeutik :
kemih tidak lengkap 1. Catat waktu-
waktu dan
Gejala Tanda Mayor haluaran kemih
 Subjektif 2. Batasi sampel
1. Desakan urine tengah
berkemih Edukasi :
2. Urine menetes 1. Ajarkan tanda dan
3. Sering buang air gejala infeksi
kecil saluran kemih
4. Nokturia 2. Ajarkan
5. Mengompol mengukur asupan
6. Enuresis cairan dab
 Objektif haluaran urine
1. Distensi kandung 3. Ajarkan
kemih mengambil
2. Berkemih tidak specimen urine
tuntas midstream
3. Volume residu 4. Ajarkan
urine meningkat mengenali tanda
berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
Gejala Tanda Minor 5. Ajarkan terapi
 Subjektif mobilitas
(tidak tersedia) penguatan otot-
 Objektif otot panggul
(tidak tersedia) 6. Anjurkan minum
yang cukup
7. Anjurkan
mengurangi
minum menjelang
tidur
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra,
jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi
E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan kondisi pasien
maka diharapkan :
1. Pasien bisa melakukan BAK dengan lancar
2. Pasien mengatakan nyeri saat BAK sudah berkurang
3. Pasien dapat mengatasi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Diferiansyah, O., Septa, T., Lisiswanti, R., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2016).
Gangguan Eliminasi urine di rumah sakit jakarta. 5, 63–68.

Pearce Evelyn. 2019. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Cetakan ketiga puluh
sembilan. Gramedia pustaka utama. Jakarta

Mahmud, Ratna. 2019, Penerapan asuhan keperawatan pasien diare dalam gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi. 10.2

PPNI, T.P.(2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SIKI) : Definisi dan


Tindakan Keperawatan Diagnostik ((Cetakan III) I ed). Jakarta : DPP PPNI

PPNI, T.P.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SIKI) : Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((Cetakan III) I ed). Jakarta : DPP PPNI

PPNI, T.P.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SSDKI) : Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan ((Cetakan III) I ed). Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai