DISUSUN OLEH :
KRISNA
113063J122013
BANJARMASIN
2022
I. Konsep Kebutuhan Eliminasi
1.1 Definisi kebutuhan eliminasi
Eliminasi adalah proses mengeluarkan zat-zat beracun dalam
tubuh. Kemudian sistem ekskresi merupakan proses pengeluaran
zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak digunakan lagi oleh
tubuh. Sisa-sisa metabolisme ini berupa senyawa-senyawa yang
bersifat toksik (racun), jika tidak dikeluarkan dapat menyebabkan
terganggunya fungsi organ-organ di dalam tubuh. Organ-organ
yang berperan dalam sistem ekskresi pada manusia meliputi kulit,
ginjal, paru-paru, dan hati (Adistiana , 2022), sebagai berikut:
a. Kulit
Kulit merupakan lapisan jaringan pelindung terluar yang
terdapat di permukaan tubuh. Kulit berfungsi sebagai organ
ekskresi karena mampu mengeluarkan zat-zat sisa berupa
kelenjar keringat. Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis
(lapisan kulit ari), dermis (lapisan kulit jangat) dan jaringan ikat
bawah kulit. Dermis (lapisan kulit jangat) yang memiliki
kelenjar keringat berfungsi untuk menghasilkan keringat dan
memiliki kelenjar minyak berfungsi untuk mengahasilkan
minyak, agar kulit dan rambut tidak kering.
b. Ginjal
Ginjal merupakan komponen utama penyusun sistem
ekskresi manusia yaitu, urin. Manusia memiliki sepasang ginjal
berukuran sekitar 10 cm. Letak ginjal di rongga perut sebelah
kiri dan kanan ruas-ruas tulang pinggang. Ginjal berfungsi untuk
menyaring zat-zat sisa metabolisme dari dalam darah,
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, mengeskresikan
gula darah yang melebihi kadar normal dan mengatur
keseimbangan kadar asam, basa, dan garam di dalam tubuh.
Bagian-bagian ginjal terdiri dari 3 yaitu, kulit ginjal
merupakan bagian terluar ginjal yang biasa disebut korteks
renalis berfungsi untuk menyaring darah. Kemudian sumsum
ginjal, yaitu bagian tengah ginjal yang biasa dsiebut medula
berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pembuluh-pembuluh
darah halus yang mengalirkan urine ke saluran yang lebih besar,
proses yang terjadi adalah reabsorbsi (urine sekunder) dan
augmentasi (urine sesungguhnya). Selanjutnya rongga ginjal
yang merupakan bagian paling dalam, biasanya disebut pelvis
renalis, berfungsi menampung urin sementara sebelum
dikeluarkan melalui ureter.
c. Paru-paru
Paru-paru manusia berjumlah sepasang, terletak di dalam
rongga dada yang dilindungi oleh tulang rusuk. Paru-paru
memiliki fungsi utama sebagai organ pernapasan. Paru-paru
juga merupakan organ ekskresi yang berfungsi mengeluarkan
gas-gas sisa proses pernapasan yaitu gas CO2 (karbon dioksida)
dan H2O (uap air). Paru-paru selain berfungsi sebagai organ
ekskresi, juga berfungsi sebagai organ yang menjaga suhu dan
tingkat kelembaban di dalam tubuh agar tetap normal.
d. Hati
Hati berada di dalam rongga perut sebelah kanan di bawah
diafragma yang dilindungi oleh selaput tipis bernama kapsula
hepatis. Hati berfungsi untuk mengeksresikan getah empedu zat
sisa dari perombakan sel darah merah yang telah rusak dan
dihancurkan di dalam limpa.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya
fasilitas toilet.
d. Stres psikologis
Meningkatnya stres dapat meningkatkan frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya
sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria
yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus
otot didapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus
otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat
memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat
ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun,
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil
meningkat dengan bertambahnya usia.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine,
seperti diabetes melitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat
tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet,
biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan
melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus
sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga
menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
k. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada
terjadinya peningkatan atau penurunan proses
perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat
meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan
retensi urine.
j. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi
kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-
prosedur yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi
jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine.
c. Rontgen
Rontgen abdomen digunakan dalam penilaian organ
abdomen, seperti saluran pencernaan, ginjal, dinding
abdomen, dan tulang.
d. CT Scan
CT Scan abdomen adalah suatu pemeriksaan untuk
melihat anatomi dan patolgi abdomen, dimana hasil
scanning berupa gambaran penampang cross-sectional
(Rahmadani, 2017).
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Inkontinensia Fekal
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcome criteria) :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24
jam, maka diharapkan kontinensia fekal membaik. Dengan
kriteria hasil :
a. Pengontrolan pengeluaran feses 1,2,3,4,5
b. Defekasi 1,2,3,4,5
c. Frekuensi buang air besar 1,2,3,4,5
d. Kondisi kulit perianal 1,2,3,4,5
Keterangan skor :
a. Skor untuk a:
Menurun (1), cukup menurun (2), sedang (3), cukup
meningkat (4), meningkat (5)
b. Skor untuk b dan c:
Meningkat (1), cukup meningkat (2), cukup menurun
(4), menurun (5)
c. Skor untuk d:
Memburuk (1), cukup memburuk (2), sedang (3), cukup
membaik (4), membaik (5)
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
Diagnosa Ikontinesia Fekal
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab inkontinensia fekal baik fisik
maupun psikologis
2) Identifikasi perubahan frekuensi defekasi dan
konsistensi feses
3) Monitor kondisi kulit perianal
4) Monitor keadekuatan evakuasi feses
5) Monitor diet dan kebutuhan cairan
6) Monitor efek samping pemberian obat
b. Terapeutik
1) Bersihkan daerah perianal dengan sabun dan air
2) Jaga kebersihan tempat tidur dan pakaian
3) Laksanakan program latihan usus (bowel training),
jika perlu
4) Jadwalkan BAB di tempat tidur, jika perlu
5) Berikan celana pelindung/pembalut/popok, sesuai
kebutuhan
6) Hindari makanan yang menyebabkan diare
c. Edukasi
1) Jelaskan definisi, jenis inkontinensia, penyebab
inkontinensia fekal
Rasional: memberikan pengetahuan agar terjalinnya
kerjasama antara perawat dengan pasien/keluarga
2) Anjurkan mencatat karakteristik feses
Rasional: Guna menentukan intervensi yang akan
dilakukan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat diare (mis. loperamide,
atropin)
Rasional : obat-obat antimotilitas memiliki peranan
dalam penanganan diare akut tanpa komplikasi pada
pasien dewasa
Diagnosa 3 : Konstipasi
2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcome criteria) :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24
jam, maka diharapkan konstipasi membaik. Dengan kriteria
hasil:
a. Mempertahankan bentuk feses
b. Lunak setiap 1-3 hari
c. Bebas dari kenyamanan dan konstipasi
d. Menidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi
2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional
Constipation, Impaction management:
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Rasional: Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan
yang terjadi pada eliminasi fekal dengan mencatat
frekuensi, warna dan konsistensi feces
b. Monitor bising usus
Rasional: Untuk mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus
c. Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan volume
Rasional: Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan
yang terjadi pada eliminasi fekal
d. Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap
pasien
Rasional: Agar proses asuahan keperawatan yang
diberikan dapat teealisasikan dengan baik dan tepat
e. Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
Rasional: Dengan mengetahui penyebab konstipasi,
maka dapat menentukan tindapak apa yang tepat dalam
penangan konstipasi kepada pasien
f. Mendorong meningkatkan asupan cairan, kecuali
dikontraindikasikan
Rasional: Bila asupan cairan tidak adekuat, feses akan
kekurangan kandungan cairan yang cukup untuk
memudahkan pengeluaran melalui Saluran usus bawah
g. Anjurkan pasien untuk diet tinggi serat
Rasional : Jika dalam mengkonsumsi asupan serat
dalam diet akan menyebabkan kurangnya ampas yang
tersedia untuk membentuk feses
h. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Rasional: Untuk membantu dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi
i. Timbang pasien secara teratur
Rasional: Untuk mengetahui adanya penambahan atau
pengurangan berat badan sebelum sakit dan sesudah
sakit, serta setelah melalui tahap proses perawatan.
j. Ajarkan pasien atau keluarga tentang proses pencernaan
yang normal
Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga serta untuk meningkatkan kerjasama antara
perawat dan pasien, serta keluarga.