Oleh :
Chintya Hutasoit
20.009
II – A
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut)
bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III. Ginjal terdiri atas ginjal
sebelah kanan dan kiri, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), panjang 12,5 cm dan
tebalnya 2,5 cm. Pada laki-laki berat ginjal ± 125-175 gram dan pada wanita ±
115-155 gram.
Ginjal terdiri dari 2 bagian yaitu kanan dan kiri, ginjal berperan
sebagai peraturan komposisis dan volume cairan dalam tubuh. Ginjal juga
menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat
sisa yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Glukosa, asam amino, ion kalium, dan
zat yang masih diperlukan oleh tubuh juga diangkut ke dalam sel dan ke
dalam kapiler darah di dalam ginjal. Bagian ginjal terdiri ata nefron, yang
merupakan unit dari stuktur ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta
nefron. Melalui nefron,urine disalurkan kedalam bagian pelvis ginjal
kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
Menurut (Kelas pintar,2019) Sebagai alat ekskresi, ginjal akan
menjalankan tiga tahapan dalam proses pembuangan, termasuk penyaringan
(filtrasi), penyerapan kembali (reabsorbsi) dan pengumpulan (augmentasi).
Pada tahap filtrasi, ginjal menyaring cairan dalam darah, sebelum
akhirnya kembali ke jantung dan paru paru. Cairan yang tersaring berupa urin
primer yang masih mengandung air, glukosa, dan asam amino. Namun sudah
tidak mengandung protein dan darah.
Pada tahap reabsorbsi, yang terjadi di bagian ginjal yang bernama
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus proksimal menyerap kembali
zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Adapun hasil dari proses
reabsorbsi adalah urin sekunder.
Sementara pada tahap pengumpulan atau augmentasi, terjadi
pengumpulan cairan yang telah dilakukan dalam tahapan-tahapan sebelumya.
Ini merupakan tahapan yang terakhir dan terjadi di bagian tubulus kontortus
distal. Cairan yang dihasilkan oleh tahapan ini sudah berbentuk urin
sesungguhnya.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih panjangnya ± 25 – 30 cm dengan diameter ± 1,25 cm. setelah
urin terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal ke bladder melalui
ureter. Lapisan dinding ureter terdiri dari lapisan luar jaringan ikat (jaringan
fibrosa), lapisan tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic tiap 5 menit
sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(Nuari & Widayati, 2017).
c. Kandung kemih (bladder)
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot
halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urin). Kandung kemih
dapat menampung 400-600 ml, letaknya di dasar panggul terdiri otot yang
dapat mengecil seperti balon. Dalam keadaan penuh kandung kemih
membesar terdiri 2 bagian fundus dan bagiaan leher terdapat spinter interna
dikontrol saraf otonom oleh sacral 2 dan 3. Komposisi urin terdiri dari air
(96%) dan larutan (4%) larutan organic seperti urea, amonia, keratin, asam
urat dan larutan anorganik seperti natrium/sodium, klorida, kalium/potassium,
sulfat, magnesium, fosfor.
d. Uretra
Uretra adalah saluran pembuangan urin yang keluar dari tubuh,kontrol
pengeluaran pada spinter eksterna yang dapat dikendalikan oleh kesadaran
kita. Panjang uretra wanita lebih pendek 4-6,5 cm sehingga menjadi faktor
presdiposisi inspeksi saluran kemih, sedangkan pria panjangnya 20 cm.pada
wanita, meatus uninarius (lubang) terletak diantra labia minora, diatas vagina
dan dibawah klitorios. Pada pria meatus terletak pada ujung distal penis.
Adapun refleks berkemih menurut dr. Farah Nabila,2018 yaitu :
Refleks berkemih pada manusia diatur oleh system saraf pusat (medulla
spinalasi dan korteks otak) dan sistem saraf perifer ( sistem saraf
parasimpatis). Meskipun diatur oleh sistem saraf otonomi, namun refleks ini
dapat ditahan secara sadar.
Saat volume urin didalam kandung kemih mencapai 250-450 cc (pada
orang dewasa) dan 250-250 cc (pada anak-anak), akan terjadi peningkatan
tekanan di dalam kandung kemih yang akan memicu reseptor di dinding otot
kandung kemih, didalam otot tersebut bersifat sangat sensitif terhadap
regangan di dalam kandung kemih oleh karena volume urin, untuk kemudian
mengirimkan sinyal ke medula spinalis yang memicu timbulnya sensasi ingin
berkemih.
Selanjutnya sinyal saraf akan mamicu otot dinding kandung kemih
untuk berkontraksi dan relaksasi sfingter internal yang penting dalam proses
berkemih. Kemudian sinyal akan dikirimkan ke kontraksi otak yang
menghasilkan sensasi rasa penuh sehingga seseorang akan sadar ingin
berkemih. Saat itu otot sfingter eksterna akan kontraksi untuk menahan proses
berkemih.
Namun volume maksimal yang dapat ditahan adalah sekitar 500 ml
dimana pada saat itu tekanan cukup tinggi untuk. Untuk warna urine normal
bervariasi dari kuning pucat, jernih, hingga keemasan.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine (Arjuna Rahmat, 2018)
adalah sebagai berikut :
a. Asupan atau Intake
Jumlah,tipe makanan dan minuman merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine. Protein dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Stres Psikologi
Meningkatkannya stres dapat mengakibatkan pula meningkatkannya
produksi urine dan meningkatkan frekwensi keinginan berkemih.
c. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan awal untuk berkemih dapat mengakibatkan urine
banyak tertahan didalam vesika unirania sehingga dapat mempengaruhi
ukuran vesika uninaria dan jumlah urine.
d. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi,dalam hal ini kaitannya terhadap ketersediaan fasilitas toilet.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sfingter. Hilangnya fungsi tonus otot vesika urinaria menyebabkan
menurunnya kemampuan pengontrol keinginan berkemih,dan kemampuan
tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi meningkatkannya produksi
urine,seperti penyakit diabetes melitus.
g. Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga mempengaruhi pola
berkemih, hal tersebut dapat ditemukan pada anak, atau pada lansia yang
telah mengalami regreasi, yang cenderung lebih memiliki kesulitan untuk
dapat mengontrol keinginan berkemih
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk
buang air kecil di tempat tertentu.
i. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan produksi urine.
Pemberian obat anestasi menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menekan produksi urine.
j. Pengobatan
Pemberian Tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
penigkatan atau pun proses sistem perkemihan, misal pemberian obat
diuretik dapat meningkatkan jumlah urin, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan obat anti hipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
4. Masalah – masalah Yang Mungkin Muncul
Masalah atau ganggu eliminasi urin adalah keadaan seorang yang mengalami
disfungsi eliminasi urin, biasanya orang yang mengalami ganggua eliminasi
urin akan dilakukan katerisasi yaitu suatu tindakan yang memasukkan selang
kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra. Masalah-masalah yang terkait
dengan kebutuhan eliminasi unrine (Gusti pandi Liputo, 2019) adalah :
a. Inkontinensia total
Inkontinesia total adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan,
ditandai dengan terjadi pada saat tidak diperkirakan, tidak ada distensi
kandung kemih dan nokturi.
b. Inkontinentia stres
Inkontinentia stres adalah keadaan seseorang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml yang terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen,
yang ditandai dengan adanya urin menetes dengan peningkatan tekanan
abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering miksi (lebih dari setiap 2
jam)
c. Inkontinentia refleks
Inkontinentia refleks adalah dimana seseorang mengalami pengeluaran
urin yang tidak dirasan, yang terjadi pada interval yang dapat diperkirakan
apabila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu, ditandai
dengan tidak ada dorongan untuk berkemih, merasakan kandung kemih
penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada
interval teratur.
d. Inkontinentia fungsional
Inkontinentia fungsional adalah seseorang yang menglami pengeluaran
urin secara involunter dan tidak dapat diperkiraan. Ditandai dengan
adanya dorongan untuk berkemih dan kontraksi kandung kemih cukup
kuat untuk mengeluarkan urine.
e. Dysuria
Dysuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih hal ini sering di
temukan pada penyakit ISK (infeksi saluran kemih), trauma da stikutur
uretra ( penyempitan uretra). Polyuria adalah produksi urine abnormal
dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan intake
cairan,defisien ADH (antidiuretic hormone), penyakit ginjal kronik.
f. Poliuria
Poliuria adalah kondisi ketika tubuh menghasilkan urine (air kencimg)
secara berlebihan, urine yang dikeluarkan pun jauh lebih banyak dari
seharusnya.
g. Hematuria
Hematuria adalah kencing berdarah. Darah di dalam urine ini dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, mulai dari infeksi saluran kemih,
penyakit ginjal, hingga kanker prostat. Darah didalam urine akan
mengubah warna urine menjadi kemerahan atau sedikit kecoklatan.
Latifah, Rika Nurul (2020). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Infeksi
Saluran Kemih (ISK) Dengan Masalah Hambatan Eliminasi Urine Studi Di RSUD
Bangil Pasuruan .
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/id/eprint
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (edisi
kesatu). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indoensia (edisi
kesatu). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (edisi
kesatu). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.