Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Dosen Pengampu: Ee Djuwaedah., S. Kep., Ners., M. Kes

Oleh :
Chintya Hutasoit
20.009
II – A

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
2021
AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA
Jl. Dustira No.1 Cimahi Tlp. & Fax (022) 6632358 Email :
akper_rs_dustira@yahoo.co.id
Website : akper-rsdustira.ac.id

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
TGL/PARAF TGL/PARAF CI NILAI
RS/RUANGAN CI KLINIK NILAI AKADEMIK NILAI RATA-
RATA

A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine


1. Definisi Eliminasi Urine
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi
adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau feses
(tinja).
Eliminasi Urine / Buang Air Kecil adalah proses pengosongan
kandung kemih bila kandung kemih terisi. BAK ini juga sering disebut
dengan Miksi. Eliminasi urine tidak dapat mengeluarkan urine atau menahan
pengeluaran urine dan akan mengakibatkan banyak dampak buruk (Delisa,
2018)
Pola eliminasi sangat penting untuk menjaga kesehatan dan
keseimbangan sistem dalam tubuh. Eliminasi diartikan sebagai proses
pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses).
Sistem saluran kemih menyarin dan mengeluarkan urin dari tubuh, untuk
menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. (Ruhyanudin, 2018).
Eliminasi urine merupakan proses hilangnya cairan urine yang tidak
terkendali berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan.
Tolak ukur karakteristiknya antara lain : nyeri saat berkemih, BAK sering,
kemih keluar sedikit secara terus menerus, dorongan berkemih, nokturia, tidak
mampu menahan urine, tidak mampu mengeluarkan urine. (Latifah dan Rika
Nurul, 2020)
NANDA 2015-2017 mendefinisikan gangguan eliminasi urine sebagai
bentuk disfungsi pada eliminasi urine. Gangguan urine terdapat pada domain
3 yaitu Elimination and Exchange, kelas 1 yaitu Urinary Function.
Dapat disimpulkan bahwa eleminasi urine adalah suatu proses
pengeluaran urine atau zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh atau sisa
metabolisme melalui ginjal berupa urin, yang diawali dengan proses
penyaringan darah oleh sistem perkemihan.
2. Anatomi Fisiologi
Proses eliminasi urin sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ
sistem perkemihan seperti ginjal, ureter, kandung kemih atau bladder dan
uretra. Peran masing-masing organ tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 1.1 Sistem Perkemihan
Sumber : https://blogspot/anatomi-fisiologi-perkemihan

a. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut)
bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III. Ginjal terdiri atas ginjal
sebelah kanan dan kiri, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), panjang 12,5 cm dan
tebalnya 2,5 cm. Pada laki-laki berat ginjal ± 125-175 gram dan pada wanita ±
115-155 gram.
Ginjal terdiri dari 2 bagian yaitu kanan dan kiri, ginjal berperan
sebagai peraturan komposisis dan volume cairan dalam tubuh. Ginjal juga
menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat
sisa yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Glukosa, asam amino, ion kalium, dan
zat yang masih diperlukan oleh tubuh juga diangkut ke dalam sel dan ke
dalam kapiler darah di dalam ginjal. Bagian ginjal terdiri ata nefron, yang
merupakan unit dari stuktur ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta
nefron. Melalui nefron,urine disalurkan kedalam bagian pelvis ginjal
kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
Menurut (Kelas pintar,2019) Sebagai alat ekskresi, ginjal akan
menjalankan tiga tahapan dalam proses pembuangan, termasuk penyaringan
(filtrasi), penyerapan kembali (reabsorbsi) dan pengumpulan (augmentasi).
Pada tahap filtrasi, ginjal menyaring cairan dalam darah, sebelum
akhirnya kembali ke jantung dan paru paru. Cairan yang tersaring berupa urin
primer yang masih mengandung air, glukosa, dan asam amino. Namun sudah
tidak mengandung protein dan darah.
Pada tahap reabsorbsi, yang terjadi di bagian ginjal yang bernama
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus proksimal menyerap kembali
zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Adapun hasil dari proses
reabsorbsi adalah urin sekunder.
Sementara pada tahap pengumpulan atau augmentasi, terjadi
pengumpulan cairan yang telah dilakukan dalam tahapan-tahapan sebelumya.
Ini merupakan tahapan yang terakhir dan terjadi di bagian tubulus kontortus
distal. Cairan yang dihasilkan oleh tahapan ini sudah berbentuk urin
sesungguhnya.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih panjangnya ± 25 – 30 cm dengan diameter ± 1,25 cm. setelah
urin terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal ke bladder melalui
ureter. Lapisan dinding ureter terdiri dari lapisan luar jaringan ikat (jaringan
fibrosa), lapisan tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic tiap 5 menit
sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(Nuari & Widayati, 2017).
c. Kandung kemih (bladder)
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot
halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urin). Kandung kemih
dapat menampung 400-600 ml, letaknya di dasar panggul terdiri otot yang
dapat mengecil seperti balon. Dalam keadaan penuh kandung kemih
membesar terdiri 2 bagian fundus dan bagiaan leher terdapat spinter interna
dikontrol saraf otonom oleh sacral 2 dan 3. Komposisi urin terdiri dari air
(96%) dan larutan (4%) larutan organic seperti urea, amonia, keratin, asam
urat dan larutan anorganik seperti natrium/sodium, klorida, kalium/potassium,
sulfat, magnesium, fosfor.
d. Uretra
Uretra adalah saluran pembuangan urin yang keluar dari tubuh,kontrol
pengeluaran pada spinter eksterna yang dapat dikendalikan oleh kesadaran
kita. Panjang uretra wanita lebih pendek 4-6,5 cm sehingga menjadi faktor
presdiposisi inspeksi saluran kemih, sedangkan pria panjangnya 20 cm.pada
wanita, meatus uninarius (lubang) terletak diantra labia minora, diatas vagina
dan dibawah klitorios. Pada pria meatus terletak pada ujung distal penis.
Adapun refleks berkemih menurut dr. Farah Nabila,2018 yaitu :
Refleks berkemih pada manusia diatur oleh system saraf pusat (medulla
spinalasi dan korteks otak) dan sistem saraf perifer ( sistem saraf
parasimpatis). Meskipun diatur oleh sistem saraf otonomi, namun refleks ini
dapat ditahan secara sadar.
Saat volume urin didalam kandung kemih mencapai 250-450 cc (pada
orang dewasa) dan 250-250 cc (pada anak-anak), akan terjadi peningkatan
tekanan di dalam kandung kemih yang akan memicu reseptor di dinding otot
kandung kemih, didalam otot tersebut bersifat sangat sensitif terhadap
regangan di dalam kandung kemih oleh karena volume urin, untuk kemudian
mengirimkan sinyal ke medula spinalis yang memicu timbulnya sensasi ingin
berkemih.
Selanjutnya sinyal saraf akan mamicu otot dinding kandung kemih
untuk berkontraksi dan relaksasi sfingter internal yang penting dalam proses
berkemih. Kemudian sinyal akan dikirimkan ke kontraksi otak yang
menghasilkan sensasi rasa penuh sehingga seseorang akan sadar ingin
berkemih. Saat itu otot sfingter eksterna akan kontraksi untuk menahan proses
berkemih.
Namun volume maksimal yang dapat ditahan adalah sekitar 500 ml
dimana pada saat itu tekanan cukup tinggi untuk. Untuk warna urine normal
bervariasi dari kuning pucat, jernih, hingga keemasan.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine (Arjuna Rahmat, 2018)
adalah sebagai berikut :
a. Asupan atau Intake
Jumlah,tipe makanan dan minuman merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine. Protein dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Stres Psikologi
Meningkatkannya stres dapat mengakibatkan pula meningkatkannya
produksi urine dan meningkatkan frekwensi keinginan berkemih.
c. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan awal untuk berkemih dapat mengakibatkan urine
banyak tertahan didalam vesika unirania sehingga dapat mempengaruhi
ukuran vesika uninaria dan jumlah urine.
d. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi,dalam hal ini kaitannya terhadap ketersediaan fasilitas toilet.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sfingter. Hilangnya fungsi tonus otot vesika urinaria menyebabkan
menurunnya kemampuan pengontrol keinginan berkemih,dan kemampuan
tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi meningkatkannya produksi
urine,seperti penyakit diabetes melitus.
g. Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga mempengaruhi pola
berkemih, hal tersebut dapat ditemukan pada anak, atau pada lansia yang
telah mengalami regreasi, yang cenderung lebih memiliki kesulitan untuk
dapat mengontrol keinginan berkemih
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk
buang air kecil di tempat tertentu.
i. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan produksi urine.
Pemberian obat anestasi menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menekan produksi urine.
j. Pengobatan
Pemberian Tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
penigkatan atau pun proses sistem perkemihan, misal pemberian obat
diuretik dapat meningkatkan jumlah urin, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan obat anti hipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
4. Masalah – masalah Yang Mungkin Muncul
Masalah atau ganggu eliminasi urin adalah keadaan seorang yang mengalami
disfungsi eliminasi urin, biasanya orang yang mengalami ganggua eliminasi
urin akan dilakukan katerisasi yaitu suatu tindakan yang memasukkan selang
kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra. Masalah-masalah yang terkait
dengan kebutuhan eliminasi unrine (Gusti pandi Liputo, 2019) adalah :
a. Inkontinensia total
Inkontinesia total adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan,
ditandai dengan terjadi pada saat tidak diperkirakan, tidak ada distensi
kandung kemih dan nokturi.
b. Inkontinentia stres
Inkontinentia stres adalah keadaan seseorang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml yang terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen,
yang ditandai dengan adanya urin menetes dengan peningkatan tekanan
abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering miksi (lebih dari setiap 2
jam)
c. Inkontinentia refleks
Inkontinentia refleks adalah dimana seseorang mengalami pengeluaran
urin yang tidak dirasan, yang terjadi pada interval yang dapat diperkirakan
apabila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu, ditandai
dengan tidak ada dorongan untuk berkemih, merasakan kandung kemih
penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada
interval teratur.
d. Inkontinentia fungsional
Inkontinentia fungsional adalah seseorang yang menglami pengeluaran
urin secara involunter dan tidak dapat diperkiraan. Ditandai dengan
adanya dorongan untuk berkemih dan kontraksi kandung kemih cukup
kuat untuk mengeluarkan urine.
e. Dysuria
Dysuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih hal ini sering di
temukan pada penyakit ISK (infeksi saluran kemih), trauma da stikutur
uretra ( penyempitan uretra). Polyuria adalah produksi urine abnormal
dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan intake
cairan,defisien ADH (antidiuretic hormone), penyakit ginjal kronik.
f. Poliuria
Poliuria adalah kondisi ketika tubuh menghasilkan urine (air kencimg)
secara berlebihan, urine yang dikeluarkan pun jauh lebih banyak dari
seharusnya.
g. Hematuria
Hematuria adalah kencing berdarah. Darah di dalam urine ini dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, mulai dari infeksi saluran kemih,
penyakit ginjal, hingga kanker prostat. Darah didalam urine akan
mengubah warna urine menjadi kemerahan atau sedikit kecoklatan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan


Eliminasi Urine
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, status perkawinan, golongan darah,
diagnosa medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, alamat dan
identitas penanggung jawab.
2) Keluhan utama, keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang paling
dirasakan mengganggu oleh pasien yang menyebabkan pasien berobat
saat awal dilakukan pengkajian.
3) Riwayat kesehatan sekarang, kaji status kesehatan pasien saat
dilakukan pengkajian, merupakan deskripsian masalah yang lengkap
dan jelas karakteristiknya dengan perincian PQRST (paliatif/provokatif,
quality, regio, skala, dan time).
4) Riwayat kesehatan dahulu, mengkaji data tentang pengalaman
perawatan kesehatan pasien dahulu terutama yang berkaitan dengan
gangguan kebutuhan eliminasi urin dan fekal atau riwayat masuk
Rumah Sakit.
5) Riwayat kesehatan keluarga, mengkaji riwayat kesehatan keluarga
untuk mengetahui apakah ada penyakit turunan dari keluarga.
6) Pola persepsi, mendeskripsikan pelaporan diri pasien mengenai
kesehatan dan kesejahteraan, cara pasien mengelola kesehatan.
7) Pola nutrisi/metabolisme, mendeskripsikan pola asupan makan dan
minum harian/mingguan pasien (misal, preferensi atau restriksi
makanan, diet khusus, nafsu makan), berat badan actual, penurunan
atau peningkatan berat badan.
8) Pola eliminasi, mendeskripsikan pola fungsi ekskresi.
9) Pola aktivitas/olahraga, mendeskripsikan pola latihan, aktivitas, waktu
luang, dan rekreasi: kemampuan untuk melakukan aktivitas harian.
10) Pola kognitif-persepsi, kaji status mental pasien, kemampuan bicara,
ansietas, ketidaknyamanan, pendengaran dan penglihatan.
11) Pola koping-toleransi stress, mendeskripsikan kemampuan pasien
dalam mengelola stress, respon koping sebelumnya, sumber dukungan,
keefektifan pola koping dengan toleransi stress (Novieastari, Ibrahim,
Deswanti, & Ramdaniati, 2019)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum, kaji kesadaran pasien secara kualitas dan kuantitas
serta status gizi.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti nadi, suhu, respirasi dan tekanan
darah.
3) Abdomen, kaji dengan cermat adanya pembesaran, distensi kandung
kemih, pembesaran ginjal, nyeri tekan pada kandung kemih.
a) Inspeksi : amati abdomen untuk melihat bentuknya, kesimetrisan,
adanya distensi atau gerak peristaltic.
b) Auskultasi : dengarkan bising usus, perhatikan intensitas, frekuensi,
dan kualitasnya.
c) Perkusi : mengetahui adanya distensi berupa cairan, massa, atau
udara. Mulailah pada bagian kanan atas dan seterusnya.
d) Palpasi : mengetahui konsistensi abdomen serta adanya nyeri tekan
atau massa di permukaan abdomen
4) Genetalia
Wanita :
Inspeksi : amati daerah perineal untuk melihat adanya tanda – tanda
inplamasi nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
Laki – laki
a) Inspeksi : amati untuk melihat adanya kebersihan, adanya lesi,
tenderness.
b) Palpasi : rasakan adanya pembesaran skrotum
5) Intake dan output cairan, kaji intake dan output dalam sehari (24 jam),
kaji karakteristik urin pasien bandingkan dengan karakteristik urin
normal.
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan labolatorium
1) Pemeriksaan urin
Hal yang dikaji adalah warna, kejernian, dan bau urin. Untuk
melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaaan protein, glukosa dll.
2) Tes darah Hal yang dikaji BUN, bersih kreatinin, nitrogen non
protein, sistoskopi, intravenous dan pyelogram.
b) Pemeriksaan diagnostic
1) Pyelogram intra vena
Memvisosialisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan
ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat
invasive. Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara
intravena.
2) Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoure terogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Di
ambil foto saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan
sesudah mengosongkan kandung kemih. Kegunaannya untuk
mencari adanya kelainan uretra (missal, stenosis) dan untuk
menemukan apakah terdapat refleks fesikoretra.
3) Ultra sonografi Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak
dapat di dengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur
jaringan.
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dengan gangguan kebutuhan
eliminasi urin berdasarkan SDKI adalah :
a. Gangguan Eliminasi Urine b.d Penurunan Kemampuan Menyadari
Tanda-Tanda Gangguan Kandung Kemih
Dibuktikan dengan gejala dan tanda mayor
Subjektif :
Desakan berkemih (urgensi)
1) Urin menetes (dribbling)
2) Sering buang air kecil
3) Nokturia
4) Mengompol
5) Enuresis
Objektif :
1) Distendi kandung kemih
2) Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
3) Volume residu urin meningkat
b. Inkontinensia Urin Urgensi b.d Penurunan Kapasitas Kandung Kemih
Dibuktikan dengan gejala dan tanda mayor

Subjektif : Keinginan berkemih yang kuat disertai dengan inkontinensia


c. Retensi Urin b.d Peningkatan Tekanan Uretra
Dibuktikkan dengan gejala dan tanda mayor
Subjektif : Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif :
1) Disuria / anuria
2) Distensi kandung kemih
Gejala dan tanda minor
Subjektif : Dribbling
Objektif :
1) Inkontinensia berlebihan
2) Residu urin 500 ml atau lebih
3. Rencana Tindakan Keperawatan dan Rasional

Gangguan Eliminasi Urine (D.0040)


Definisi : Disfungsi eliminasi urin
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Eliminasi
Sumber : (PPNI, 2018)
Kriteria Hasil/Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x.. ja Manajemen Eliminasi Urin 1. Mencegah retensi atau
m diharapkan eliminasi urin teratasi dengan kriteria ha Mengidentifikasi dan mengelola gangguan Inkontinensia urine.
sil: pola eliminasi urine. 2. Menghindari inkontinensia urine.
Eliminasi Urine Obeservasi 3. Untuk menegtahui frekuensi,
Indikator Awal Target 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi konsistensi, aroma, volume, dan
Desakan berkemih 4 atau inkontinensia urin. warna urine.
(urgensi) 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan 4. Membantu memonitor pola
Distensi kandung kemih 4 retensi atau inkontinensia urin berkemih.
Volume residu urine 4 3. Monitor eliminasi urin (mis. Frekuensi, 5. Memberikan informasi mengenai
Urin menetes 4 kosistensi, aroma, volume, dan warna) kultur urin atau kuman pathogen.
(dribbling) 6. Menurunkan resiko
Terapeutik dehidrasi/konstipasi.
Keterangan: 1. Catat waktu-waktu dan haluaran 7. Tanda dan gejala pasien dapat
1 : Meningkat berkemih dijadikan perhatian untuk mengukur
perkembangan pasien
2 : Cukup Meningkat 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
8. Menunjang kesembuhan pasien.
3 : Sedang 3. Ambil sampel urine tengah
4 : Cukup Menurun (midestream) atau kultur
5 : Menurun Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
2. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak
ada indikasi.
Kolaborasi
Pemberian obat supositoria uretra, jika
perlu
Inkontinensia Urin Urgensi (D.0047)
Definisi :Keluarnya urin tidak terkendali setelah keinginan yang kuat untuk berkemih (kebelet)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Eliminasi
Sumber : (PPNI, 2018)
Kriteria Hasil/Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x.. ja Latihan Berkemih 1. Mengetahui perkembangan pasien
m diharapkan kontinesia urin teratasi dengan kriteria h Observasi terkait tingkat keparahan dan
asil: 1. Periksa kembali penyebab gangguan tindakan yang akan dilakukan
Kontinesia Urin berkemih (mis, kognitif, selanjutnya
Indikator Awal Target kehilangan penglihatan) 2. Untuk mengetahui apakah ada
Kemampuan 4 2. Monitor pola dan kemampuan keabnormalan pada urin
Berkembih berkemih 3. Untuk menghindari penyakit infeksi
Nokturia 4 Terapeutik saluran kemih
Frekuensi 4 1. Hindari penggunaan kateter indwelling 4. Menghindari terjadinya resiko jatuh
Berkemih 2. Siapkan area toileting yang aman 5. Agar mempermudah pasien dalam
Sensasi Berkemih 4 3. Sediakan peralatan yang dibutuhkan melakukan eliminasi
dekat dan mudah di jangkau 6. Agar mengetahui status
Keterangan: (misal psipot) keseimbangan cairan tubuh pasien
1 : Meningkat/ Memburuk Edukasi 7. Meningkatkan fungsi normal tubuh
2 : Cukup Meningkat/ Cukup Memburuk 1. Ajarkan intake cairan adekuat untuk
3 : Sedang mendukung ouput urin
4 : Cukup Menurun/ Cukup Membaik 2. Ajarkan eliminasi normal dengan
5 : Menurun/ Membaik beraktivitas dan olahraga sesuai
kemampuan

Retensi Urin (D.0050)


Definisi : Pengosongan Kandung Kemih
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Eliminasi
Sumber : (PPNI, 2018)
Kriteria Hasil/Tujuan Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x.. ja Perawatan Retensi Urin 1. Mengetahui perkembangan
m diharapkan retensi urin teratasi dengan kriteria hasil: Observasi pasien terkait tingkat keparahan
Eliminasi Urin 1. Indentifikasi penyebab retensi urine dan tindakan yang akan
Indikator Awal Target (mis. peningkatan tekanan uretra) dilakukan selanjutnya
Berkemih tidak tuntas 4 2. Monitor intake output cairan 2. Untuk mengumpulkan dan
(hesitancy) 3. Monitor tingkat distensi kandung menganalisis data pasien untuk
Enuresis 4 kemih dengan palpasi/perkusi mengatur keseimbangan cairan
Mengompol 5 Terapeutik 3. Distensi kandung kemih dapat
Disuria 4 Sediakan privasi untuk berkemih dirasakan di area suprapubik
Karakterisitik Urin 5 Edukasi 4. Mencipatakan rasa aman dan
Ajarkan cara melalukan rangsangan nyaman saat berkemih
berkemih 5. Mempermudah pasien untuk
Keterangan: berkemih
1 : Meningkat
2 : Cukup Meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup Menurun
5 : Menurun/ Membaik
DAFTAR PUSTAKA

Liyani rusida. Konsep Dasar Kebutuhan Eliminasi .


https://www.academia.edu/KONSEP_DASAR_KEBUTUHAN_ELIMINA

Ana,oktaviana. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan System


Genitourinenaria : Inkontinensia Urine .
https://www.academia.edu/
ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENGAN_GANGGUAN_SISTE
M_GENITOURINENARIA_INKONTINENSIA_URINE

Arjuna rahmat. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine .


https://www.scribd.com/document/Faktor-Yang-Mempengaruhi-Eliminasi-Urine

Latifah, Rika Nurul (2020). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Infeksi
Saluran Kemih (ISK) Dengan Masalah Hambatan Eliminasi Urine Studi Di RSUD
Bangil Pasuruan .
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/id/eprint

Gusti Pandi Liputo Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Uri .


https://gustinerz.com/gangguan-masalah-kebutuhan-eliminasi-uri

Ria, (2017). Refleksi Tindakan pelaksanaan Tindakan invasive pemasangan kateter


urin .
https://id.scribd.com/document/350900905/Refleksi-Tindakan-Pemasangan-Kateter

DELISIA CHANDRA MAMANGKEY,2019. Asuhan Keperawatan – Gerontik –


Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) – Gangguan Pola Eliminasi Urine – Retensi Urin
http://repository.unair.ac.id/id/eprint
Dr. Farah Nabila, 2018 Pengaturan berkemih di dalam tubuh.
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/hub-vol-urin-dan-respon-saraf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (edisi
kesatu). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indoensia (edisi
kesatu). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (edisi
kesatu). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai