Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN

PERILAKU KEKERASAN, HALUSINASI, HARGA DIRI RENDAH,


ISOLASI SOSIAL DAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Tugas


Praktek Klinik Keperawatan Jiwa

Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Dosen Pembimbing : Endah Sarwendah, S.Kep.,

Ners

Disusun Oleh :

CHINTYA HUTASOIT

20.009

II A

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA

CIMAHI

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Penyebab dari
perilaku kekerasan yaitu seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, dan kurang percaya diri. Untuk faktor
penyebab dari perilaku kekerasan yang lain seperti situasi lingkungan
yang terbiasa dengan kebisingan, padat, interaksi sosial yang proaktif,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, dan kehilangan orang yang di
cintai. (Madhani, & Kartina, 2021).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan


melukai seseorang secara fisik maupun psikologis dapat terjai dalam dua
bentuk yaitu saat berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari
marah akibat tidak mampu klien untuk mengatasi strssor lingkungan
yang dialaminya (Estika, 2021).

Perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang


diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan
atau merusak lingkungan. Perasaan terancam ini dapat berasal dari
stressor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan
kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja,
perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).
(Pardede, 2020).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah
keadaaan dimana seseorang yang dapat melukai orang lain secara
fisik maupun perkataan akibat seseorang yang tidak mampu
mengatasi stressor pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

2. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja, (2011) meliputi:

a. Fisik : Mata melotot ataupandangan tajam, tangan mengepal,


rahang mengatup, wajah memerah, dan tegang, serta postur
tubuh kaku.

b. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor,


berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.

c. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang


lain, merusak lingkungan, amuk atau agresif.

d. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,


dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan, dan menuntut,

e. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat,


meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada
sarkasme.

f. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-


raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.

g. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,


dan sindiran.

h. Perhatian : bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan


seksual
3. Faktor Risiko
Menurut Nanda-I, (2012-2014) Factor Risiko Terbagi Dua, Yaitu :
a. Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang Lain
Definisi : berisiko melakukan perilaku, yakni individu
menunjukkan bahwa dirinya dapat membahayakan orang lain
secara fisik, emosional, dan/atau seksual.
1) Ketersediaan senjata.
2) Bahasa tubuh (missal, sikap tubuh kaku/rigid, mengepalkan jari
dan rahang terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung cepat, nafas
terengah-engah, cara berdiri mengancam).
3) Kerusakan kognitif (missal, ketundayaan belajar, gangguan
deficit perhatian, penurunan fungsi intelektual).
4) Kejam pada hewan.
5) Menyalakan api.
6) Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak.
7) Riwayat melakukan kekerasan tak langsung (missal, merobek
pakaian, membanting objek yang tergantungdi dinding,
berkemih di lantai, defekasi di lantai, mengetuk-mengetuk kaki,
teper tantrum, berlarian di koridor, berteriak, melempar objek,
memecahkan jendela, membanting pintu, agresif seksual).
8) Riwayat penyalahgunaan zat.
9) Riwayat ancaman kekerasan (misal, ancaman verbal terhadap
seseorang, ancaman sosial, mengeluarkan sumpah serapah,
membuat catatan/surat ancaman, sikap tubuh mengancam,
ancaman seksual).
10) Riwayat meyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga.
11) Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain (missal,
memukul seseorang, menendang seseorang, meludahi
seseorang, mencakar seseorang, melempar objek pada
seseorang, mengigit seseorang, percobaan perkosaan,
pelecahan seksual, mengencengi/membuang kotoran pada
seseorang).
12) Riwayat perilaku kekerasan antisosial.
13) Impulsif.
14) pelanggaran kendaraan bermotor.
15) Gangguan neurologis.
16) Intoksikasi patologis.
17) Komplikasi perinatal.
18) Komplikasi prenatal.
19) Simtologi psikosis (missal, perintah halusinasi pendengaran,
penglihatan; delusi paranoid; proses piker tidak logis, tidak
teratur, atau tidak koheren).
20) Perilaku bunuh diri.
b. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Definisi : beresiko melakukan perilaku, yang individu
menunjukkan bahwa dirinya dapat membahayakan dirinya sendiri
secara fisik, emosional dan/atau seksual.
1) Usia 15-19 tahun.
2) Usia 45 tahun atau lebih.
3) Isyarat perilaku (mis., catatan cinta yang sedih, menunjukan
pesan kemarahan pada orang terdekat yang telah meolak
dirinya, mengambil polis asuransi jiwa yang besar).
4) Konflik hubungan interpersonal.
5) Masalah emosional (mis., ketidakberdyaan, putus asa,
peningkatan rasa cemas, panic, marah, permusuhan).
6) Masalah pekerjaan (mis., menganggur, kehilangan/kegagalan
pekerjaan yang sekarang).
7) Menjalani tindakan seksual autoerotic.
8) Latar belakang keluarga (mis., riwayat bunuh diri, kaotik, atau
penuh konflik).
9) Riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan berkali-kali.
10) Kurang sumber personal (mis., pencapaian yang buruk,
wawasan/pengetahuan yang buruk, afek yang tidak tersedia dan
dikendalikan secara buruk).
11) Kurang sumber sosial (mis., rapor yang buruk, isolasi sosial,
keluarga yang tidak beresponsif).
12) Status pernikahan (belum menikah, janda, cerai).
13) Ide bunuh diri.
14) Rencana bunuh diri.
15) Petunjuk verbal (mis., bicara tentang kematian, “lebih baik
tanpa saya”, mengajukan pertanyaan tentang dosis obat
mematikan).
4. Faktor Predisposisi
Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa
menyebutkan faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan
adalah :
a. Teori Biologis
1) Neuorologic Factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis, mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respon agresif.
2) Genetic Factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazuo murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang
sedang tidur akan bangun ika terstimulasi oleh faktor eksternal.
Menurut penelitian genetik tipe karyotype xyy, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-
orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cycardian Rhytm
(Irama sirkadian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti menjelang
masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitr jam 9
dan 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk
bersikap agresif.
4) Biochemistery Factor
(Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter diotak
(epinefrin, norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin)
sangat berperan dalan penyampaian informasi melalui
persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya
melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan
norepineprin sert penurunan serotonin dan gaba pada cairan
cerebrosponal vertebrata dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
5) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif da
tindak kekerasan.

5. Faktor Presipitasi
Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa
faktor- faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas seperti daalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konf;ik
d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.

6. Rentang Respon Marah


Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa
Perilaku Kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari indivifu. orang yang mengalami kemarahan sebenarnya
ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung,
merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti, atau diremehkan”
rentang respon marah individu dimulai dari respon normal (asertif)
sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan :
a. Asertif : kien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan kelegaan
b. Frustsi : klien gagal mencapai tujuan kepuasaan/saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatifnya.
c. Pasif : klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak
berdaya dan menyerah.
d. Agresif : klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol,
mendorong orang lain dengan ancaman.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang
kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan.
7. Pengkajian Perilku Asertif, Pasif Dan Agresif/Kekerasan
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang
ditampilkan klien. Hal ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut :
Karakteristik Pasif Asertif Agresif
Isi bicara 1. Negatif 1. Positif 1. Berlebihan
2. Menghina 2. Menghargai diri 2. Menghina
3. Dapatkah sendiri orang lain
saya lakukan 3. Saya dapat/akan 3. Anda
4. Dapatkah ia lakukan selalu/tidak
lakukan Pernah
Nada suara 1. Diam 1. Diatur 1. Tinggu
2. Lemah 2. Menuntut
3. Merengek
Posture/sikap 1. Melotot 1. Tegak 1. Tenang
2. Menundukan 2. Relaks 2. Bersandar
kepala kedepan
Personal space 1. Orang lain 1. Menjaga jarak 1. Memasuki
dapat masuk yang teritorial
pada tutorial menyenangkan orang lain
pribadinya 2. Mempertahankan
hak tempat
territorial
Gerakan 1. Minimal 1. Memperlihatkan 1. Mengancam,
2. Lemah Gerakan Yang Ekspansi
3. Resah Sesuai Gerakan
Kontak mata 1. Sedikit atau 1. Sekali-kali 1. Melotot
tidak 2. Sesuai dengan
kebutuhan
interaksi

8. Kemungkinan Data Fokus


a. Identitas
Meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, agama, alamat
lengkap, tanggal masuk, no. Rekam medik, informan, keluarga
yang bisa dihubungi.
b. Alasan Masuk
Alasan masuk klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan
yang berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang
lain, dan lingkungan.
c. Faktor Predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil
dalam pengobatan. Klien pernah mengalami aniaya fisik,
penolakan dan kekerasan fisik dalam keluarga. Klien dengan
perilaku kekerasan (pk) bisa herediter. Pernah mengalami trauma
masa lalu yang sangat menganggu/tidak menyenangkan.
d. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ yaitu :
pemeriksaan ttv (biasanya tekanan darah, nadi, dan pernafasan
akan meningkat ketika klien marah), diikuti dengan pemeriksaan
fisik seperti tinggi badan, berat badan, serta keluhan-keluhan
fisik.
e. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep Diri
a) Citra Tubuh
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan menyukai
semua bagian tubuhnya, tetapi ada juga yang tidak.
b) Identitas Diri
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan tidak puas
terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan maupun yang
sudah dikerjakannya.
c) Peran Diri
Biasanya klien klien dengan perilaku kekerasan memiliki
masalah dalam menjalankan peran dan tugasnya.
d) Ideal Diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki
harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi, status peran,
dan kesembuhan dirinya dari penyakit.
e) Harga Diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki
harga diri yang rendah.
f. Hubungan Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran, perhatian, bolos, mencuri, melarikan diri,
penyimpangan seksual.
g. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan
kasar.
h. Status Mental
1) Penampilan
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya
berpenampilan tidak rapih
2) Pembicaraan
Klien tampak berbicara kasar, suara tinggi membentak
atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik,
mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras dan
ketus.
3) Aktifitas Motorik
Muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan
tegang, postur tubuh kaku, pandangan tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan,
jalan mondar- mandir. Melempar atau memukul
benda/orang lain, menyerang orang lain , melukai diri
sendiri/oranglain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
Rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar-
mandir. Melempar atau memukul benda/orang lain,
menyerang orang lain , melukai diri sendiri/oranglain,
merusak lingkungan, amuk/agresif.
4) Alam Perasaan
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel. Tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5) Afek
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya labil, emosi
berubah dengan cepat. Dimana klien mudah tersinggung
ketika ditanyai hal-hal yang tidak mendukungnya, klien
memperlihatkan sikap marah dengan mimik muka yang
tajam dan tegang.
6) Interaksi Selama Wawancara
Bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung
telah tampak jelas. Defensif, selalu berusaha
mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
7) Persepsi
Persepsi klien dengan perilaku kekerasan biasanya
timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan
tindakan kekerasan.
8) Proses Pikir
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang
ditanyakan perawat, tanpa meloncat atau berpindah-
pindah topik.
9) Isi Pikir
Biasanya klien pk ini masih memiliki ambang isi fikir
yang wajar, dimana ia selalu menanyakan kapan ia akan
pulang dan mengharapkan pertemuan dengan keluarga
dekatnya.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran klien baik, dimana klien
mampu menyadari tempat keberadaanya dan mengenal
baik. Bahwasanya ia berada dalam pengobatan atau
perawatan untuk mengontrol emosi labilnya.
11) Memori
Biasanya daya ingat jangka panjang klien baik, dimana
klien masih bisa menceritakan kejadian masa-masa
lampau yang pernah dialaminya, maupun daya ingat
jangka pendek, seperti menceritakan penyebab ia masuk
ke RSJ..
12) Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung
Klien tidak mampu berkonsentrasi.
13) Kemampuan Penilaian
Biasanya klien masih memiliki kemampuan penilaian
yang baik, seperti jika klien disuruh memilih mana yang
baik antara makan dulu atau mandi dulu, maka klien
akan menjawab lebih baik mandi dulu.
14) Daya Tilik Diri
Biasanya klien menyadari bahwa dirinya sedang berada
dalam masa pengobatan untuk mengendalikan emosinya
yang labil.
i. Mekanisme Koping
Menurut Stuart Dan Laraia (2001), mekanisme koping yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
1) Sublimasi
Menerima suatu sasran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti merems adonan
kue, meninu tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita
muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjannya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba, merayu,
mencumbunya.
3) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya sseorang anak yang sangat
benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga perasaan benci
itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikn,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
brlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya,
akan mmperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5) Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.
j. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
Biasanya klien akan mengungkapakan masalah yang
menyebabkan penyakitnya maupun apa saja yang dirasakannya
kepada perawat maupun tim medis lainnya, jika terbina
hubungan yang baik dan komunikasi yang baik serta perawat
maupun tim medis yang lain dapat memberikan soludi maupun
jalan keluar yang tepat dan tegas.
9. Pohon Masalah
Stuart Dan Sundeen (1997) Mengidentifikasi Pohon Masalah Sebagai
Berikut :
Resiko tinggi
mencederai orang lain

Perilaku kekerasan Perubahan persepsi


sensori halusinasi

Infeksif proses terapi Gangguan harga diri Isolasi sosial


kronis

Koping keluarga Berduka


tidak efektif disfungsional

Menurut Darmayanti, 2014 :

Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
Effect

Perilaku Kekerasan

Core Problem

Harga Diri Rendah Kronis

Causa

10. Masalah Yang Mungkin Muncul


a. Perilaku Kekerasan
b. Risiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain dan Lingkungan
c. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
d. Harga Diri Rendah Kronis
e. Isolasi Social
f. Berduka Disfungsional
g. Inefektif Proses Terapi
h. Koping Keluarga Inefektif
C. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
D. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah..x pertemuan, pasien Sp 1
mampu
- Mengidentifikasi penyebab dan : - Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat
tanda perilaku kekerasan perilaku kekerasan.
- Menyebutkan jenis perilaku - Menyebutkan penyebab,tanda, - Latih cara fisik
kekerasan yang pernah gejala, dan akibat perilaku 1: tarik nafas
dilakukan kekerasan. dalam
- Menyebutkan akibat dari perilaku - Memperagakan cara fisik 1 - Masukan dalam jadwal harian pasien
untuk mengontrol perilaku
kekerasan yang dilakukan kekerasan.
- Menyebutkan cara mengontrol Setelah..x pertemuan, pasien Sp 2
perilaku kekerasan mampu
- Mengontrol perilaku : - Evaluasi kegiatan yang lalu (sp 1)
kekerasannya dengan cara : - Latih cara fisik 2 :
- Fisik - Menyebutkian kegiatan yang pukul kasur /
- Sosial/verbal sudah dilakukkan bantal
- Spiritual - Memperagakan cara - Masukan dalam jadwal harian pasien
- Terapi psikofarmaka (obat) fisik untuk
mengontrol perilaku
kekerasan
Setelah.x pertemuan pasien Sp 3
mampu :
- Evaluasi kegiatan yang lalu (sp1 dan 2)
- Menyebutkan kegiatan yang - Latih cara sosial / verbal
sudah dilakukan - Menolak dengan baik
- Memperagakan cara sosial / - Meminta dengan baik
verbal untuk mengontrol - Mengungkapkan dengan baik
perilaku kekerasan - Masukan dalam jadwal harian pasien
Setelah..x pertemuan, pasien Sp 4
mampu
: - Evaluasi kegiatan yang lalu (sp1, 2 & 3)
- Latih secara spiritual
- Menyebutkan kegiatan yang -berdoa
sudah dilakukan -sholat
- Mempergakan cara spiritual - Masukan dalam jadwal harian pasien
Setelah.....x pertemuan, Sp 5
pasien
Mampu: - Evaluasi kegiatan yang lalu (sp1, 2, 3 & 4)
- Latih patuh obat :
- Menyebutkan kegiatan yang - Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 b
sudah dilakuakan - Susun jadwal minum obat secara teratur
- Memperagakan cara patuh obat - Masukan dalam jadwal harian pasien
Keluaraga mampu : Setelah.....x pertemuan, Sp 1
keluarga mampu menjelaskan
- merawat pasien di rumah - Identifikasi masalah yang dirasakan
penyebab, tanda dan gejala,
keluarga dalam merawat pasien
akibat serta mampu
- Jelaskan tentang perilaku kekerasan :
memperagakan cara merawat - Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
- Latih cara merawat
- Rtlkeluaraga /jadwal untuk merawat pasien.
Setelah x pertemuan keluarga Sp 2
mampu
Menyebutkan kegiatan yang - Evaluasi kegiatan yang lalu (sp 1)
sudah dilakukan dan mampu - Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien.
merawat serta dapat membuat rtl - Latih langsung ke pasien
- Rtl keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah x pertemuan keluarga Sp 3
mampu
Menyebutkan kegiatan yang - Evaluasi sp 1 dan sp 2
sudah dilakukan dan mampu - Latih langsung ke pasien
merawat serta dapat membuat rtl. - Rtl keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
B. Definisi Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dri suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindera bisa dengan merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penciuman yang sebenarnya stimulus tersebut
tidak ada (yusuf,2015)
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar, walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
teresepsi (yosep,2010)
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus datang
disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap
stimulus tersebut (damaiyanti,2008)
Jadi, dapat disimpulkan halusinasi adalah sebuah gangguan persepsi
sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, pola stimulus
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan atau distorsi
terhadap stimulus tersebut.
2. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) Halusinasi Terdiri Dari 8 Jenis. penjelasan secara
detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai
berikut.
a. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita
sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara
tersebut.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keaadaan delirium (penyakt organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan
rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
c. Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik
lebih jaran dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium, toksis dan skiofrenia.
f. Halusinasi Seksual Ini Termsuk Halusinasi Raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi Kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
Sering pada skizofrenia dalaam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian
obat tertentu.
h. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis.
Misalnya sering merasa terpecah menjadi 2.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti dalam impian.
3. Faktor Predisposisi
Menurut Yusuf (2015) Dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal ynag
dapaa meningkatkan stress dan ansieas yang dapat beraakhir dengan
gnggun persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya, sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor dimasyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor Psikologi
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan mengingkaran terhadap kenayataan sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atrofi otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor Genetik.
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofreniaa ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skiofrenia.
4. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat b ila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi
b. Faktor Biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepineprine,indolamin serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi
c. Faktor Psikologis
Intensitas yang ekstrem dan memanjang disertai dengan terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyaatan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial. Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut rawlins dan
heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi
dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Halusinsi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi yang terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengn
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lin individu cenderung keperawatn klien dengan
mengupayakan suatu proses interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak langsung
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinaso mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spritual untuk menyucikan diri, irama sirkandiannya
terganggu, karena ia seringtidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rizki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.
5. Tanda Dan Gejala
Menurut (Hamid,2000) Perilaku yang Terkait dengan Halusinasi Adalah
sebagai berikutnya :
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Repon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
k. Perhatian dan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkosentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan mudah marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panik
s. Agitasi dan kataton
t. Curiga dan bermusuhan
u. Bertindak mmerusak diri, orang lain dan lingkungan
v. Ketakutan
w. Tidak dapat mengurus diri
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
6. Batasan Karakteristik Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Batasan Karakteristik Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi,
Menurut Nanda-I (2012) Yaitu :
a. Perubahan dalam pola perilaku
b. Perubahan dalam kemampuan menyelesaikan masalah
c. Perubahan dalam ketajaman sensori
d. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
e. Disorientasi
f. Halusinasi
g. Hambatan komunikasi
h. Iritabilitas
i. Konsentrasi buruk
j. Gelisah
k. Distori sensori
7. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik
dan lain-lain. Beberapa orang mengatakan bahwa situasi keamanan diotak
normal dibombardir aliran stimulus yang berasal dari tubuh atau luar tubuh.
Jika masukan akan terganggu atau tidak ada sama sekali saat bertemu dalam
keadaan atau patologis, materi berada dalam prasadar dapat unconsicious atu
dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa
halusinasi dimulai dengan keinginan yang direpresi ke unconsicious dan
kemudian karena kepribadian rusak dan kerusakan pada realitas tingkat
kekuatan keinginan sebelumnya diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus
eksternal.
8. Tahapan Halusinasi
Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa Tahapan
Halusinasi Ada Lima Fase Yaitu :
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage i : sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum muncul menghindar dari lingkungan, takut
halusinasi diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih
hamil, terlibat narkoba, dihianati
kekasih, masalah dikampus, drop out,
dst. Masalah terasa menekan karena
terakumulsi sedangkan support
sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage ii : comforting Klien mengalami emosi yang
Halusinasi secara umum ia terima berlanjut seperti adanya perasaan
sebagai sesuatu yang alami cemas, kesepian, perasaan berdosa,
ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya
dapat dia kontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya.
Stage iii : condeming Pengalaman sensori klien menjadi
Secara umum halusinasi sering sering datang dan mengalami bias.
mendatangi klien Klien mulai merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antar dirinya dengan
objek yang dipersepsikan. Klien
mulai menarik diri dari orang lain,
dengan intensitas waktu yang lama.
Stage iv : controlling sever level of Klien mencoba melawan suara-suara
anxiety atau sensori abnormal yang datang.
Fungsi sensori menjadi tidak relevan Klien dapat merasakan kesepian bila
dengan kenyataan halusinasinya berakhir. Dari sinilah
dimulai fase gangguan psikotik.
Stage v : conquering panic level of Pengalaman sensorinya terganggu.
anxiety Klien mulai terasa terancam dengan
Klien mengalami gangguan dalam datangnya suara-suara terutama bila
menilai lingkungannya. klien tidak dapat menuruti
ancaman/perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasinya dapat
berlangsung selama minimal 4
jam/seharian bila klien tidak
mendaparkan komunikasi terapeutik
terjadi gangguan psikotik berat.
9. Rentang Respon

10. Kemungkinana Data Fokus


Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini
pengkajian meliputi:
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal mrs, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat
klien.
b. Keluhan Utama
Keluhan pada pasien halusinasi pendengaran biasanya berupa pasien
sering mendengar suara – suara ribut dan mendengung, biasa nya suara –
suara tersebut tersusun menjadi kata – kata dan menyuruh pasien untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan pada pasien halusinasi penglihatan
biasanya pasien terlihat tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba
marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu.
c. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
d. Aspek Fisik/Biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (td, nadi, suhu, pernapasan, tb, bb) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
1) Genogram Berdasarkan Tiga Generasi
2) Konsep Diri
a) Citra Tubuh
Klien dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungssi ego. Halusinasi tersebut akan menimbulkan
kewaspadaan dan dapat mengambil seluruh perhatian klien dan
tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
b) Identitas Diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut identitasnya
dengan baik, yaitu nama, umur, agama, alamat, status
perkawinan hanya saja saat ada halusinasi pasien tersebut tidak
kooperatif saat ditanya.
c) Peran Diri
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit
d) Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan untuk sembuh dan halusinasi nya
hilang.
e) Harga Diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri dan orang lain bila menyadari bahwa klien dapat
mencelakakan diri sendiri dan orang lain, gangguan hubungan
social.
f. Hubungan Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah – olah
ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
g. Kehidupan Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri. Irama sikardiannya terganggu, karena ia
sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang meyebabkan takdirnya memburuk.
h. Status Mental
1) Penampilan
Klien tampak kotor dan pakaian tidak rapi dengan raut wajah cemas
dan berjalan modar – mandir.
2) Pembicaraan
Saat ditanya oleh perawat biasa nya pasien halusinasi kooperatif
hanya saja saat timbul halusinasi, pasien akan berkonsentrasi pada
halusinasi yang ia rasakan.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Pasien halusinasi biasanya akan gaduh – gelisah (katatonik) karena
merasa cemas akan halusinasi yang ia rasakan
4) Afek Dan Emosi
Pasien halusinasi biasanya akan merasa khawatir dan cemas karena
halusinasi yang ia rasakan
5) Interaksi Selama Wawancara
Pasien kooperatif saat berinterksi dengan perawat namun arah
pandangan sering menengok ke arah lain.
6) Persepsi Sensori
Pasien mengatakan bahwa ada suara – suara disekitar nya.
7) Proses Pikir
Pada pasien halusinasi biasanya pemikirannya tidak masuk akal
karena ia merasa yakin bahwa halusinasi yang ia rasakan benar –
benar nyata.
8) Tingkat Kesadaran
Kesadaran pasien baik, namun kadang – kadang pasein dapat apatis
pada dunia luar selain diri nya dan halusinasinya sendiri
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien
baik.
10) Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung pasien.
11) Kemampuan Penilaian Dan Mengambil Keputusan
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan
agar dirinya sembuh
i. Mekanisme Koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya pada
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
j. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, terapi
kejang listrik / electro compulsive therapy (ect) dan terapi aktivitas
kelompok (tak).
11. Pohon Masalah
12. Masalah Yang Mungkin Muncul
a. Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
b. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
c. Isolasi Social
d. Harga Diri Rendah
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
2. Isolasi Sosial / Menarik Diri.
D. Rencana Tindakan Keperawatan

PERENCANAAN
TGL DX
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5

Gangguan Pasien mampu : Setelah…. pertemuan pasien SP. 1 (Tgl…..............)


sensori persepsi  Mengenali halusinasi yang di dapat menyebutkan isi, waktu,  Bantu pasien mengenal halusinasi:
Halusinasi alaminya frekuensi, situasi pencetus, - isi
 Mengontrol halusinasinya - waktu
perasaan dan mampu
 Mengikuti program pengobatan - frekuensi
memperagakan cara dalam
secara optimal - situasi pencetus
mengontrol halusinasi
- perasaan saat terjadi halusinasi
 Latih mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik tahapan tindakan
meliputi:
- Jelaskan cara menghardik halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah…. pertemuan pasien SP. 2 (Tgl…..............)
mampu meyebutkan kegiatan  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
yang sudah dilakukan dan  Latih berbicara / bercakap dengan orang lain
mampu memperagakan cara saat halusinasi muncul
bercakap- cakap dengan orang  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
lain

Setelah…. Pertemuan pasien mampu SP. 3 (Tgl…..............)


LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

A. Kasus (Masalah Utama)


Harga Diri Rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Harga Diri Rendah
Harga Diri Rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang
negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan
hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan rang lain.
Gangguan Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang
lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih
saying, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan
interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam
rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi
menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara
efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang
memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negative
dan menganggap sebagai ancaman.
Menurut Antai Otong (1995:297), Self Esteem dipengaruhi
oleh pengalaman individu dalam perkembangan fungsi ego, dimana
anak-anak yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan internal dan
eksternal biasanya memiliki perasaan aman terhadap lingkungan dan
menunjukkan self esteem yang positif. Sedangkan individu yang
memiliki harga diri rendah cenderung untuk mempersepsikan
lingkungannya negative dan sangat mengancam.
2. Tanda Gejala
a. Mengejek dan mengkritik diri
b. Merasa bersalah dan berkhawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri.
c. Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat
d. Menunda keputusan
e. Sulit bergaul
f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas
g. Menarik diri dari realias,cemas,panik,cemburu,curiga,halusnasi
h. Merusak diri : harga diri rendah, menyokong klien untuk
mengakhiri hidup
i. Merusak atau melukai orang lain
j. Perasaan tidak mempu
k. Pandangan hidup yang pesimitis
l. Tidak menerima pujian
m. Penurunan produktifitas
n. Penolakan terhadap kemampuan diri
o. Kurang memperhatikan perawatan diri
p. Berpakaian yang tidak rapih
q. Berkurang selera makan
r. Tidak berani lawan bicara
s. Lebih banyak menunduk
t. Bicara lambat dengan nada suara lemah
3. Rentang Respon

Gambar 1 : Rentang Respon Harga Diri Rendah (Keliat,2011)


4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah
penolakan prangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype
peran gender, tuntutan peran kerja, dan harapan budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidak
percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur social.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya Harga Diri Rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perunaha penampilan/ bentuk
tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun.
Secara umum, gangguan konsep diri Harga Diri Rendah ini
dapat terjadi secara situasonal atau kronik. Secraa situasional
misalnya karena trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya
harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara termasuk
dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah
disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang
membuat klien tidak nyaman. Penyebab lainnya adalah harapan
fungsi tubuh yang tidak tercepai serta perlakuan petuas Kesehatan
yang kurang menhargai klien dan keluarga. Harga Diri Rendah
kronik,biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah memiliki pikiran negative dan meningkat saat
dirawat.
5. Pohon Masalah
RISIKO TINGGI PERILAKU KEKEKRASAN

PERUBAHAN PERSEPSI
SENSORI : HALUSINASI

HARGA DIRI
RENDAH
KRONIS


KOPING
INDIVIDU TIDAK
EFEKTIF

TRAUMATIK TUMBUH KEMBANG
6. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Harga Diri rendah Kronik
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi social
d. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi,
e. Risti Perilaku Kekerasan
7. Kemungkinan Data Fokus
a. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki klien.
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan
tanggal di rawat ini pengkajian meliputi :
1) Identitas klien meliputi
Nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan,tanggal pengkajian, no rumah klien dan
alamat klien, No RM.
2) Keluhan utama
Keluhan pada pasien harga diri rendah biasanya berupa
Mengkritik diri sendiri, Perasaan tidak mampu, Pandangan
hidup yang pesimistis, Tidak menerima pujian, Penurunan
produktivitas, Penolakan terhadap kemampuan diri, Kurang
memperhatikan perawatan diri, Berpakaian tidak rapi, Selera
makan berkurang, Tidak berani menatap lawan bicara, Lebih
banyak menunduk, Bicara lambat dengan suara lemah
3) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal,ketergantungan dengan orang lain, ideal diri yang tidak
realistis.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda tanda vital (suhu, nadi, TD, pernafasan,
TB, BB) dan kelainan fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
(1) Citra tubuh
Biasanya klien menyebutkan bagian tubuh yang
disukainya atau bagian tubuh yang tidak disukainya .
(2) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut
identitasnya dengan baik, yaitu nama, umur, agama,
alamat, status perkawinan hanya saja saat di Tanya
pasien menunduk dan malu.
(3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
(4) Ideal diri
Mengungkapkan keputusan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan untuk sembuh.
(5) Harga diri
Perasaan malu berhadapan langsung dengan orang lain,
merasa tidak pantas jika beraada diantara orang
lain,kurang interaksi sosial.

c) Hubungan sosial

Harga diri rendah karena klien malu untuk berinteraksi dengan


orang lain
d) Spiritual

Tidak peduli terhadap perintah Tuhan.

e) Status mental

(1) Penampilan
Pada klien dengan harga diri rendah : berpenampilan tidak
rapi, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning.
(2) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah :
pembicaraannya lambat dengan suara lemah dan tidak
berani menatap lawan bicara.
(3) Aktivitas motorik
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah : lebih banyak
menunduk, tidak bergairah dalam beraktifitas.
(4) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan harga diri rendah:
biasanya tampak malu bertemu dengan orang lain ada
dimanifestasikan dengan sering menunduk.
(5) Afek
Afek klien dengan harga diri rendah : biasanya tidak sesuai
dalam berfikir dan bicara klien lambat
Interaksi selama wawancara klien dengan harga diri rendah :
biasanya menunjukkan kurang kontak mata karena klien
menunduk dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan
orang lain karena merasa malu
(6) Persepsi
Persepsi klien dengan harga diri rendah : dengan gangguan
konsep diri pada kasus harga diri rendah pada umumnya
mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi.
(7) Pola fikir
Proses pikir pada klien dengan harga diri rendah : pada
kasus harga diri rendah akan kehilangan asosiasi, tibatiba
terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam proses
pikir.
(8) Isi pikir
Isi pikir klien dengan harga diri rendah : pada umumnya
mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham
curiga.
(9) Tingkat kesadaaran
Tingkat kesadaran klien dengan harga diri rendah :
biasanya tidak mengalami gangguan kesadaran.
(10) Memori
Memori klien dengan harga diri rendah : tidak mengalami
gangguan memori, dimana klien mampu mengingat
masalalu nya.
(11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi dan berhitung klien dengan harga diri
rendah : tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
(12) Kemampuan penilaian
Kemampuan klien dengan harga diri rendah : tidak
mengalami gangguan dalam penilaian
(13) Daya tilik diri
Daya tilik klien dengan harga diri rendah : biasanya, pasien
menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan agar
dirinya sembuh.

f) Mekanisme koping

klien dengan harga diri rendah biasanya apabila merasa cemas


atau ada masalah tidak menceritakan pada orang lain atau lebih
suka diam (ketida efektifan koping).
g) Aspek medic

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,


dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
8. Penatalaksanaan
Menurut NANDA 2015 terapi yang dapat diberkan pada penderita
Harga Diri Rendah, yaitu :
a. Psikoterapi
Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi
dengan orang lain. Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi
karena jika klien menarik diri, klien dapat membentuk
kebiasaan yang buruk lagi.
b. Terapi aktivitas kelompok
Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilakukan pada
klien harga diri rendah. Tetapi aktivitas kelompok ini dilakukan
dengan menggunakan stimulasi atau diskusi untuk mengetahui
pengalaman atau perasaan yang dirasakan saat ini dan untuk
membentuk kesepakatan persepsi atau penyelesaian masalah.
C. Diagnosis Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis
D. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah….x pertemuan klien SP I
1. Mengidentifikasi kemampuan mampu : 1. Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki
dan aspek positif 1. Mengidentifikasi kemampuan a. Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan
yang dimiliki dan aspek positif yang dan aspek positif seperti kegiatan pasien dirumah adanya
2. Menilai kemampuan yang dimiliki keluarga dan lingkungan terdekat pasien
dapat digunakan 2. Memiliki kemampuan yang b. Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali bertemu
3. Menetapkan / memilih dapat digunakan dengan pasien yang penilaian negative.
kegiatan yang sesuai dengan 3. memilih kegiatan sesuai 2. Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
kemampuan dengan kemampuan a. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih digunakan saat
4. Melatih kegiatan yang sudah 4. Melakukan kegiatan yang ini
dipilih,sesuai sudah di pilih b. Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan
kemampuan 5. Merencanakan kegiatan yang terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien
5. Merencanakan kegiatan yang sudah dilatih c. Perlihatkan respon yang konduktif menjadi pendengar yang aktif
sudah dilatihnya 3. Pilih kemampuan yang akan dilatih
4. Diskusikan dengan pasien beberapa aktifitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari hari
5. Bantu pasien menetapkan aktifitas mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri
a. Aktifitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga
b. Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga
atau lingkungan terdekat pasien
c. Beri contoh cara pelaksanaan aktifitas yang dapat dilakukan pasien
d. Susun bersama pasien aktifitas atau kegiatan sehari hari pasien
6. Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
a. Diskusikan dengan pasien untuk menerapkan kegiatan (yang
sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan
b. Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan
yang akan dilakukan pasien
c. Beri dukungan atau pujian yang nyata sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien
7. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
a. Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan
b. Beri pujian atas aktifitas / kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengantoleransi dan perubahan sikap
d. Susun daftar aktifitas yang sudah dilatihkan bersama
pasien dan keluarga
SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih kemampuan kedua
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu : Setelah …x pertemuan keluarga SP I
Merawat pasien mampu 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
dirumah : menjelaskan penyebab, tanda dan pasien
gejala akibat serta mampu 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
memperagakan cara merawat dialami pasien beerta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara cara merawat pasien harga diri rendah
4. RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
Setelah …x SP II
pertemuan 1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
keluarga mampu 2. Latih keluarga merawat pasien (langsung pada pasien)
1. Menyebutkan kegiatan yang 3. RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
sudah dilakukan
2. Memperagakan cara merawat
pasien serta mampu membuat
RTL
Setelah …x SP III
pertemuan 1. Evaluasi
keluarga mampu kemampuan
1. Membantu menyusun keluarga
jadwal kegiatan pasien 2. Evaluasi kemampuan pasien
2. Membantu perkembangan pasien 3. RTL keluarga:
a. Follow up
b. Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

A. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi sosial : menarik diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Yosep, 2010).
Isolaso sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan
orang lain (Keliat, 1998).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes
RI,2000).
Sehingga dapat disimpulkan isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang
individu yang menghindari interaksi sosial karena pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima dan tidak mampu membina hubungan dengan orang lain.
2. Tanda dan Gejala
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.\
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7) Klien merasa tidak berguna.
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9) Klien merasa ditolak.
b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2) Tidak mengikuti kegiatan.
3) Banyak berdiam diri di kamar.
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6) Kontak mata kurang.
7) Kurang spontan.
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
9) Ekspresi wajah kurang berseri.
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11) Mengisolasi diri.
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13) Masukan makanan dan minuman terganggu.
14) Retensi urin dan feses.
15) Aktivitas menurun.
16) Kurang energi (tenaga).
17) Rendah diri.
18) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur).
3. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentangrespons klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respons
adaptif dengan maladaptif sebagai berikut :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
1. Menyendiri Menarik diri
2. Otonomi Merasa Ketergantungan
3. Bekerjasama sendiri Manipulasi Curiga
4. Interdependen Depedensi

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah.
1) Menyendiri
Menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu
cara untuk menentukan langkahnya.
2) Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama
Kemampuan individu saling membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang
termasuk respon maladaptive adalah :
1) Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung
dengan orang lain.
3) Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4) Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri terhadap orang lain.
4. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain :
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, sengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa
ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya
ada yang menderita skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktuk limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi :
1) Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, sirawat di rumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
2) Stresor Biokimia
a) Teori dopamine : kelebihan dopamine pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amina Oksidasi) di dalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
c) Faktor endokrin : jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
klien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat.
5. Pengkajian Perilaku
Adapun perilaku yang biasa muncul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan,
apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi
sedih), afek tumpul. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan
klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan
diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas
menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur,
menolak hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.
6. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif termasuk :
keterlibatan dalam hubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman,
menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti
kesenian, musik atau tulisan.
7. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang
sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi dan isolasi.
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan dan pikiran yang tidak dapat diterima, secara sadar
dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
pertentangan antara sikap dan perilaku.
8. Kemungkinan Data Fokus
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini pengkajian
meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat klien, No
RM.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelempok sebaya,
perubahan stuktur sosial.
d. Aspek fisik / biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, dan kurang percaya diri.
f) Status mental
Kontak mata klien kurang / atau tidak mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusan dan kurang berharga dalam hidup.
g) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
h) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, Therapy okopasional, TAK dan rehabilitas.
9. Pohon Masalah
Risiko gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
(Effect)

Isolasi Sosial (Core Problem)

Harga Diri Rendah Kronik (Causa)


10. Masalah Keperawatan
a. Risiko gangguan Perspsi Sensori : Halusinasi
b. Isolasi Sosial
c. Harga Diri Rendah Kronik
11. Data yang Perlu Dikaji

Masalah Data yang perlu dikaji


keperawatan
Isolasi sosial Subjektif:
a. Klien mengatakan malas bergaul denga
orang lain.
b. Klien mengatakan dirinya tidak ingn
ditemani perawat dan meminta untuk
sendiri.
c. Klien mengatakan tidak mau berbicara
dengan oran lain.
d. Tidak mau berkomunikasi.
Objektif:
a. Kurang spontan
b. Apatis ( acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri sendiridan tidak
memperhatikan kebersihan
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Asupan makanan dan minuman terganggu
h. Retensi urin dan feses
i. Aktivitas menurun
j. Kurang berenergi atau bertenaga
k. Rendah diri
l. Posturtubuh berubah, misalnya sikap
fetus atau janin ( khususnya pada posisi
tidur)

C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan Persepsi Sendori : Halusinasi
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Pasien mampu : Setelah …x pertemuan, SP 1
1. Menyadari pasien mampu : 1. Identifikasi penyebab
penyebab 1. Membina hubungan a. Siapa yang satu rumah dengan pasien
isolasi sosial saling percaya b. Siapa yang dekat dengan pasien
2. Berinteraksi 2. Menyadari penyebab c. Siapa yang tidak dekat dengan pasien
dengan orang isolasi sosial, 2. Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi
lain keuntungan dan dengan orang lain
kerugian berinteraksi a. Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain
3. Melakukan interaksi b. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak
dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap c. Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka
d. Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan
fisik pasien
3. Latihan berkenalan
4. Berikan kesempatan mengungkapkan perasaan setelah
pelaksanaan kegiatan. Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktifitas yang dilakukan pasien

SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan
3. Latih kemampuan yang dipilih
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2)
2. Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi Defisit Perawatan Diri
Perawatan Diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sehari – hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatanya, klien bisa dinyatakan
ternganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
sendiri ( Direja, 2011)
Defisit perawatan diri adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusi
dalam melengkapi kebutuhannya dalam kelangsungan hidupnya sesuai kondisi
kesehatannya ( Damaiyanti dan iskandar 2012)
Defisit perawat diri adalah gangguan kemampuan melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu harus bisa
dilakukan secara mandiri(Herman, 2011)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan deficit keperawatan diri adalah
situasi seseorang yang mengalami kelemahan dalam kemampuan melakukan
hal untuk melengkapi aktifitas perawatan diri secara mandiri.

2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab
kurang perawatan diri adalah :
b. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan Realitas Turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungan
termasuk perawatan diri.
b. Factor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.

Menurut depkes (2000:59) faktor yang mempengaruhi personal hygiene


adalah:
1) Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi: personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun. Pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diabetes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya: disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang : ada yang orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo dan
lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

3. Jenis – Jenis Defisit Perawatan Diri


Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Deficit Perawatan Diri : mandi ;
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
c. Deficit Perawatan Diri : berpakaian ;
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
c. Deficit Perawatan Diri : makan ;
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan ativitas sendiri.
d. Deficit Perawatan Diri : eliminasi ;
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
4. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala deficit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut :
b. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan
keluar kamar mandi.
d. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, meninggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,
memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan
pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
e. Makan
Klien mampunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat
tambahan, mendapatkan makanan, membuka kontainer, memanipulasi
makanan dari wadah lalu memasukkannya kemulut, melengkapi makan,
mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil
cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
d. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,
dan menyiram toilet atau kamar kecil.

2. Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri


a. Dampak Fisik
Banyak gangguan Kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi social.
3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan


perawatan
Seimban kadang tidak saat stres
g

4. Mekanisme Koping
b. Regresi
Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan ciri khas tahap
perkembangan yang lebih dini.
c. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas
tersebut. Makanisme pertahan ini adalah paling sederhana dan primitif.
d. Isolasi Diri, Menarik Diri
Sikap mengelompokan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau
semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif
didalam diri sendiri.
e. Intelektualisasi
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman
yang mengganggu perasaannya.
5. Kemungkinan Data Fokus
Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian,
tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini pengkajian meliputi :
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan Utama
Klien dibawa kerumah sakit pada umunya karena defisit dalam merawat diri,
dari perawatan-perawatan diri yang biasa dilakukan dan sekarang jarang
dilakukan dengan diawali masalah seperti senang menyendiri, tidak mau
banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung.
c. Faktor Predisposisi
1) Pada umunya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk merrawat diri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,
dihina, dianiaya, dan saksi penganiyaan.
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
7) Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)
8) Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
d. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep Diri
a) Citra Tubuh
Pada umunya klien bisa menerima anggota tubuh yang dimiliki.
b) Identitas Diri
Pada umumnya klien mengetahui status dan posisi klien sebelum
dirawat.
c) Peran Diri
Biasanya klien tidak mampu melaksanakan perannya sebagaimana
mestinya, baik peran dalam keluarga ataupun dalam kehidupan
masyarakat.
d) Ideal Diri
Pada umunya klien memiliki harapan untuk segera sembuh dari
penyakitnya, dan kembali hidup normal seperti sebelum klien sakit.
e) Harga Diri
Biasanya klien mengalami harga diri rendah berhubungan dengan
kegagalan yang terjadi dimasa lampau dan klien merasa tidak dihargai
oleh orang lain.
f. Hubungan Sosial
Biasanya klien tidak suka bersosial dengan orang lain, karena pada pasien
yang mengalami defisit perawatn diri suka menyendiri.
g. Kehidupan Spiritual
Individu dengan defisit perawatan diri cenderung bermalas-malasan
sehingga individu tidak menyadari keberadaan dan kehilangan kontrol
hidupnya. Akibatnya individu terputus dengan sesama atau dengan tuhan
sebagai sumber kehidupan, harapan dan kepercayaan. Dampaknya adalah
spritual terganggu.
h. Status Mental
1) Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-acakan, kancing baju
tidak tepat, dan baju tidak pernah diganti.
2) Pembicaraan
Pembicaraan yang ditemukan pada klien yaitu pembicaraan yang
berbelit-belit.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Klien mengalami tegang, gelisah dan agitasi.
4) Afek dan Emosi
Labil yaitu emosi yang cepat berubah-ubah.
5) Interaksi Selama Wawancara
Biasanya klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang kadang
menolak bicara dengan orang lain.
6) Persepsi Sensori
Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien
biasanya mendengar suara-suara yang mengancam,sehingga klien
cenderung menyendiri, pandangan kosong, kadang-kadang bicara
sendiri, sering menyendiri dan melamun.
7) Proses Pikir
Proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan menggunakan
proses pikir.
8) Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang.
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien biasanya baik.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung pasien.
11) Kemampuan Penilaian/Mengambil Keputusan
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan
sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan agar
dirinya sembuh.
i. Mekanisme Koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya pada orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
j. Aspek Medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, terapi keluarga,
terapi musik dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).

6. Pohon Masalah

Risiko Tinggi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan

Harga Diri Rendah Kronis

7. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Defisit Perawatan Diri
b. Harga Diri Rendah
c. Resiko isolasi sosial
8. Data Yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Defisit keperawatan diri Subjektif
a. Klien mengatakan dirinya malas mandi
karena airnya dingin, atau di RS tidak
tersedia alat mandi.
b. Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
c. Klien mengatakan ingin disuapi makan.
d. Klien mengatakan jarang membersihkan
alat kelaminnya setelah BAK/BAB.
Objektif
a. Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki, dan berbau, serta kuku
panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berpakaian/berhias
ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak
sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita)
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri
ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara
mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan diri
dengan
baik setelah BAB/BAK.
C. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit Perawatan Diri
D. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosis keperawatan Tujuan Kriteria Perencanaan


Defisit perawatan diri Pasien mampu Setelah.. . .x pertemuan, SP 1
1. Melakukan kebersihan diri pasien dapat menjelaskan 1. Identifikasi kebersihan diri, makan dan BAB/BAK
secara mandiri pentingnya “ 2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
2. Melakukan berhias/ 1. Kebersihan diri 3. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
berdandan secara 2. Berdandan/berhias 4. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
baik 3. Makan
3. Melakukan makan dengan 4. BAB/BAK
baik 5. Dan mampu
4. Melakukan BAB/BAK melakukan cara
secara mandiri merawat diri
SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Jelaskan pentingnya berdandan
3. Latih cara berdandan
a. Untuk pasien laki-laki meliputi cara:
- berpakaian
- menyisir rambut
- bercukur
b. Untuk pasien perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3
1. Evaluasi kegiatan SP 1 dan 2
2. Jelaskan cara dan alat makan yang
benar
a. Jelaskan cara mempersiapkan makan
b. Jelaskan cara merapikan peralatan
makan setelah makan
c. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan
yang baik
3. Latih kegiatan makan
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang lalu( SP 1,2&3)
2. Latih cara BAB & BAK yang baik
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah
BAB/BAK
Keluarga mampu: Setelah ...x pertemuan SP 1
Merawat anggota keluarga keluarga mampu meneruskan 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
yang mengalami masalah melatih pasien dan pasien dengan masalah kebersihan diri, berdandan,
defisit perawatan diri. mendukung agar kemampuan makan, BAB/BAK
pasien dalam perawatan 2. Jelaskan defisit perawatan diri
dirinya meningkat. 3. Jelaskan cara merawat kebersihan diri,
berdandan, makan, BAB/BAK
4. Bermain peran cara merawat
5. Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal
untuk merawat pasien

SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Latih keluarga merawat langsung ke
pasien, kebersihan diri dan berdandan
3. RTL keluarga/jadwal untyk merawat pasien
SP 3
1. Evaluasi kemampuan SP 2
2. Latih keluarga merawat langsung ke pasien
cara makan
3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL
keluarga
a. Follow UP
b. Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Budi, Pasaribu. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore :
Elsevier.
Damaiyanti, Iskandar. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama.
Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta : CV. Trans
Info Media .
Nasir, Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar Teori. Jakarta : Salemba
Medika.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Purwanto, Teguh. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wuraningsih. Emi Wuri dkk. 2018. Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember : UPT
Percetakan & Penerbitan Universitas Jember.
Yusuf, Hanik. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Jakarta : PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai