Ners
Disusun Oleh :
CHINTYA HUTASOIT
20.009
II A
CIMAHI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Penyebab dari
perilaku kekerasan yaitu seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, dan kurang percaya diri. Untuk faktor
penyebab dari perilaku kekerasan yang lain seperti situasi lingkungan
yang terbiasa dengan kebisingan, padat, interaksi sosial yang proaktif,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, dan kehilangan orang yang di
cintai. (Madhani, & Kartina, 2021).
5. Faktor Presipitasi
Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa
faktor- faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas seperti daalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konf;ik
d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
Keterangan :
a. Asertif : kien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan kelegaan
b. Frustsi : klien gagal mencapai tujuan kepuasaan/saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatifnya.
c. Pasif : klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak
berdaya dan menyerah.
d. Agresif : klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol,
mendorong orang lain dengan ancaman.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang
kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan.
7. Pengkajian Perilku Asertif, Pasif Dan Agresif/Kekerasan
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang
ditampilkan klien. Hal ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut :
Karakteristik Pasif Asertif Agresif
Isi bicara 1. Negatif 1. Positif 1. Berlebihan
2. Menghina 2. Menghargai diri 2. Menghina
3. Dapatkah sendiri orang lain
saya lakukan 3. Saya dapat/akan 3. Anda
4. Dapatkah ia lakukan selalu/tidak
lakukan Pernah
Nada suara 1. Diam 1. Diatur 1. Tinggu
2. Lemah 2. Menuntut
3. Merengek
Posture/sikap 1. Melotot 1. Tegak 1. Tenang
2. Menundukan 2. Relaks 2. Bersandar
kepala kedepan
Personal space 1. Orang lain 1. Menjaga jarak 1. Memasuki
dapat masuk yang teritorial
pada tutorial menyenangkan orang lain
pribadinya 2. Mempertahankan
hak tempat
territorial
Gerakan 1. Minimal 1. Memperlihatkan 1. Mengancam,
2. Lemah Gerakan Yang Ekspansi
3. Resah Sesuai Gerakan
Kontak mata 1. Sedikit atau 1. Sekali-kali 1. Melotot
tidak 2. Sesuai dengan
kebutuhan
interaksi
Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
Effect
Perilaku Kekerasan
Core Problem
Causa
A. Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
B. Definisi Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dri suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindera bisa dengan merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penciuman yang sebenarnya stimulus tersebut
tidak ada (yusuf,2015)
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar, walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
teresepsi (yosep,2010)
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus datang
disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap
stimulus tersebut (damaiyanti,2008)
Jadi, dapat disimpulkan halusinasi adalah sebuah gangguan persepsi
sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, pola stimulus
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan atau distorsi
terhadap stimulus tersebut.
2. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) Halusinasi Terdiri Dari 8 Jenis. penjelasan secara
detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai
berikut.
a. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita
sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara
tersebut.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keaadaan delirium (penyakt organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan
rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
c. Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik
lebih jaran dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium, toksis dan skiofrenia.
f. Halusinasi Seksual Ini Termsuk Halusinasi Raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi Kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
Sering pada skizofrenia dalaam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian
obat tertentu.
h. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis.
Misalnya sering merasa terpecah menjadi 2.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti dalam impian.
3. Faktor Predisposisi
Menurut Yusuf (2015) Dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal ynag
dapaa meningkatkan stress dan ansieas yang dapat beraakhir dengan
gnggun persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya, sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor dimasyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor Psikologi
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan mengingkaran terhadap kenayataan sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atrofi otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor Genetik.
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofreniaa ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skiofrenia.
4. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat b ila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi
b. Faktor Biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepineprine,indolamin serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi
c. Faktor Psikologis
Intensitas yang ekstrem dan memanjang disertai dengan terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyaatan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial. Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut rawlins dan
heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi
dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Halusinsi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi yang terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengn
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lin individu cenderung keperawatn klien dengan
mengupayakan suatu proses interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak langsung
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinaso mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spritual untuk menyucikan diri, irama sirkandiannya
terganggu, karena ia seringtidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rizki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.
5. Tanda Dan Gejala
Menurut (Hamid,2000) Perilaku yang Terkait dengan Halusinasi Adalah
sebagai berikutnya :
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Repon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
k. Perhatian dan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkosentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan mudah marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panik
s. Agitasi dan kataton
t. Curiga dan bermusuhan
u. Bertindak mmerusak diri, orang lain dan lingkungan
v. Ketakutan
w. Tidak dapat mengurus diri
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
6. Batasan Karakteristik Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Batasan Karakteristik Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi,
Menurut Nanda-I (2012) Yaitu :
a. Perubahan dalam pola perilaku
b. Perubahan dalam kemampuan menyelesaikan masalah
c. Perubahan dalam ketajaman sensori
d. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
e. Disorientasi
f. Halusinasi
g. Hambatan komunikasi
h. Iritabilitas
i. Konsentrasi buruk
j. Gelisah
k. Distori sensori
7. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik
dan lain-lain. Beberapa orang mengatakan bahwa situasi keamanan diotak
normal dibombardir aliran stimulus yang berasal dari tubuh atau luar tubuh.
Jika masukan akan terganggu atau tidak ada sama sekali saat bertemu dalam
keadaan atau patologis, materi berada dalam prasadar dapat unconsicious atu
dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa
halusinasi dimulai dengan keinginan yang direpresi ke unconsicious dan
kemudian karena kepribadian rusak dan kerusakan pada realitas tingkat
kekuatan keinginan sebelumnya diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus
eksternal.
8. Tahapan Halusinasi
Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa Tahapan
Halusinasi Ada Lima Fase Yaitu :
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage i : sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum muncul menghindar dari lingkungan, takut
halusinasi diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih
hamil, terlibat narkoba, dihianati
kekasih, masalah dikampus, drop out,
dst. Masalah terasa menekan karena
terakumulsi sedangkan support
sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage ii : comforting Klien mengalami emosi yang
Halusinasi secara umum ia terima berlanjut seperti adanya perasaan
sebagai sesuatu yang alami cemas, kesepian, perasaan berdosa,
ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya
dapat dia kontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya.
Stage iii : condeming Pengalaman sensori klien menjadi
Secara umum halusinasi sering sering datang dan mengalami bias.
mendatangi klien Klien mulai merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antar dirinya dengan
objek yang dipersepsikan. Klien
mulai menarik diri dari orang lain,
dengan intensitas waktu yang lama.
Stage iv : controlling sever level of Klien mencoba melawan suara-suara
anxiety atau sensori abnormal yang datang.
Fungsi sensori menjadi tidak relevan Klien dapat merasakan kesepian bila
dengan kenyataan halusinasinya berakhir. Dari sinilah
dimulai fase gangguan psikotik.
Stage v : conquering panic level of Pengalaman sensorinya terganggu.
anxiety Klien mulai terasa terancam dengan
Klien mengalami gangguan dalam datangnya suara-suara terutama bila
menilai lingkungannya. klien tidak dapat menuruti
ancaman/perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasinya dapat
berlangsung selama minimal 4
jam/seharian bila klien tidak
mendaparkan komunikasi terapeutik
terjadi gangguan psikotik berat.
9. Rentang Respon
PERENCANAAN
TGL DX
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
HARGA DIRI
RENDAH
KRONIS
↓
KOPING
INDIVIDU TIDAK
EFEKTIF
↓
TRAUMATIK TUMBUH KEMBANG
6. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Harga Diri rendah Kronik
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi social
d. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi,
e. Risti Perilaku Kekerasan
7. Kemungkinan Data Fokus
a. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki klien.
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan
tanggal di rawat ini pengkajian meliputi :
1) Identitas klien meliputi
Nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan,tanggal pengkajian, no rumah klien dan
alamat klien, No RM.
2) Keluhan utama
Keluhan pada pasien harga diri rendah biasanya berupa
Mengkritik diri sendiri, Perasaan tidak mampu, Pandangan
hidup yang pesimistis, Tidak menerima pujian, Penurunan
produktivitas, Penolakan terhadap kemampuan diri, Kurang
memperhatikan perawatan diri, Berpakaian tidak rapi, Selera
makan berkurang, Tidak berani menatap lawan bicara, Lebih
banyak menunduk, Bicara lambat dengan suara lemah
3) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal,ketergantungan dengan orang lain, ideal diri yang tidak
realistis.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda tanda vital (suhu, nadi, TD, pernafasan,
TB, BB) dan kelainan fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
(1) Citra tubuh
Biasanya klien menyebutkan bagian tubuh yang
disukainya atau bagian tubuh yang tidak disukainya .
(2) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut
identitasnya dengan baik, yaitu nama, umur, agama,
alamat, status perkawinan hanya saja saat di Tanya
pasien menunduk dan malu.
(3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
(4) Ideal diri
Mengungkapkan keputusan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan untuk sembuh.
(5) Harga diri
Perasaan malu berhadapan langsung dengan orang lain,
merasa tidak pantas jika beraada diantara orang
lain,kurang interaksi sosial.
c) Hubungan sosial
e) Status mental
(1) Penampilan
Pada klien dengan harga diri rendah : berpenampilan tidak
rapi, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning.
(2) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah :
pembicaraannya lambat dengan suara lemah dan tidak
berani menatap lawan bicara.
(3) Aktivitas motorik
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah : lebih banyak
menunduk, tidak bergairah dalam beraktifitas.
(4) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan harga diri rendah:
biasanya tampak malu bertemu dengan orang lain ada
dimanifestasikan dengan sering menunduk.
(5) Afek
Afek klien dengan harga diri rendah : biasanya tidak sesuai
dalam berfikir dan bicara klien lambat
Interaksi selama wawancara klien dengan harga diri rendah :
biasanya menunjukkan kurang kontak mata karena klien
menunduk dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan
orang lain karena merasa malu
(6) Persepsi
Persepsi klien dengan harga diri rendah : dengan gangguan
konsep diri pada kasus harga diri rendah pada umumnya
mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi.
(7) Pola fikir
Proses pikir pada klien dengan harga diri rendah : pada
kasus harga diri rendah akan kehilangan asosiasi, tibatiba
terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam proses
pikir.
(8) Isi pikir
Isi pikir klien dengan harga diri rendah : pada umumnya
mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham
curiga.
(9) Tingkat kesadaaran
Tingkat kesadaran klien dengan harga diri rendah :
biasanya tidak mengalami gangguan kesadaran.
(10) Memori
Memori klien dengan harga diri rendah : tidak mengalami
gangguan memori, dimana klien mampu mengingat
masalalu nya.
(11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi dan berhitung klien dengan harga diri
rendah : tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
(12) Kemampuan penilaian
Kemampuan klien dengan harga diri rendah : tidak
mengalami gangguan dalam penilaian
(13) Daya tilik diri
Daya tilik klien dengan harga diri rendah : biasanya, pasien
menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan agar
dirinya sembuh.
f) Mekanisme koping
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah.
1) Menyendiri
Menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu
cara untuk menentukan langkahnya.
2) Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama
Kemampuan individu saling membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang
termasuk respon maladaptive adalah :
1) Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung
dengan orang lain.
3) Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4) Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri terhadap orang lain.
4. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain :
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, sengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa
ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya
ada yang menderita skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktuk limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi :
1) Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, sirawat di rumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
2) Stresor Biokimia
a) Teori dopamine : kelebihan dopamine pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amina Oksidasi) di dalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
c) Faktor endokrin : jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
klien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat.
5. Pengkajian Perilaku
Adapun perilaku yang biasa muncul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan,
apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi
sedih), afek tumpul. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan
klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan
diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas
menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur,
menolak hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.
6. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif termasuk :
keterlibatan dalam hubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman,
menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti
kesenian, musik atau tulisan.
7. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang
sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi dan isolasi.
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan dan pikiran yang tidak dapat diterima, secara sadar
dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
pertentangan antara sikap dan perilaku.
8. Kemungkinan Data Fokus
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini pengkajian
meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat klien, No
RM.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelempok sebaya,
perubahan stuktur sosial.
d. Aspek fisik / biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, dan kurang percaya diri.
f) Status mental
Kontak mata klien kurang / atau tidak mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusan dan kurang berharga dalam hidup.
g) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
h) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, Therapy okopasional, TAK dan rehabilitas.
9. Pohon Masalah
Risiko gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
(Effect)
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan Persepsi Sendori : Halusinasi
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan
3. Latih kemampuan yang dipilih
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2)
2. Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab
kurang perawatan diri adalah :
b. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan Realitas Turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungan
termasuk perawatan diri.
b. Factor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
4. Mekanisme Koping
b. Regresi
Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan ciri khas tahap
perkembangan yang lebih dini.
c. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas
tersebut. Makanisme pertahan ini adalah paling sederhana dan primitif.
d. Isolasi Diri, Menarik Diri
Sikap mengelompokan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau
semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif
didalam diri sendiri.
e. Intelektualisasi
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman
yang mengganggu perasaannya.
5. Kemungkinan Data Fokus
Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian,
tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini pengkajian meliputi :
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan Utama
Klien dibawa kerumah sakit pada umunya karena defisit dalam merawat diri,
dari perawatan-perawatan diri yang biasa dilakukan dan sekarang jarang
dilakukan dengan diawali masalah seperti senang menyendiri, tidak mau
banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung.
c. Faktor Predisposisi
1) Pada umunya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk merrawat diri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,
dihina, dianiaya, dan saksi penganiyaan.
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
7) Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)
8) Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
d. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep Diri
a) Citra Tubuh
Pada umunya klien bisa menerima anggota tubuh yang dimiliki.
b) Identitas Diri
Pada umumnya klien mengetahui status dan posisi klien sebelum
dirawat.
c) Peran Diri
Biasanya klien tidak mampu melaksanakan perannya sebagaimana
mestinya, baik peran dalam keluarga ataupun dalam kehidupan
masyarakat.
d) Ideal Diri
Pada umunya klien memiliki harapan untuk segera sembuh dari
penyakitnya, dan kembali hidup normal seperti sebelum klien sakit.
e) Harga Diri
Biasanya klien mengalami harga diri rendah berhubungan dengan
kegagalan yang terjadi dimasa lampau dan klien merasa tidak dihargai
oleh orang lain.
f. Hubungan Sosial
Biasanya klien tidak suka bersosial dengan orang lain, karena pada pasien
yang mengalami defisit perawatn diri suka menyendiri.
g. Kehidupan Spiritual
Individu dengan defisit perawatan diri cenderung bermalas-malasan
sehingga individu tidak menyadari keberadaan dan kehilangan kontrol
hidupnya. Akibatnya individu terputus dengan sesama atau dengan tuhan
sebagai sumber kehidupan, harapan dan kepercayaan. Dampaknya adalah
spritual terganggu.
h. Status Mental
1) Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-acakan, kancing baju
tidak tepat, dan baju tidak pernah diganti.
2) Pembicaraan
Pembicaraan yang ditemukan pada klien yaitu pembicaraan yang
berbelit-belit.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Klien mengalami tegang, gelisah dan agitasi.
4) Afek dan Emosi
Labil yaitu emosi yang cepat berubah-ubah.
5) Interaksi Selama Wawancara
Biasanya klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang kadang
menolak bicara dengan orang lain.
6) Persepsi Sensori
Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien
biasanya mendengar suara-suara yang mengancam,sehingga klien
cenderung menyendiri, pandangan kosong, kadang-kadang bicara
sendiri, sering menyendiri dan melamun.
7) Proses Pikir
Proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan menggunakan
proses pikir.
8) Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang.
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien biasanya baik.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung pasien.
11) Kemampuan Penilaian/Mengambil Keputusan
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan
sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan agar
dirinya sembuh.
i. Mekanisme Koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya pada orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
j. Aspek Medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, terapi keluarga,
terapi musik dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
6. Pohon Masalah
Defisit Perawatan
SP 3
1. Evaluasi kegiatan SP 1 dan 2
2. Jelaskan cara dan alat makan yang
benar
a. Jelaskan cara mempersiapkan makan
b. Jelaskan cara merapikan peralatan
makan setelah makan
c. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan
yang baik
3. Latih kegiatan makan
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang lalu( SP 1,2&3)
2. Latih cara BAB & BAK yang baik
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah
BAB/BAK
Keluarga mampu: Setelah ...x pertemuan SP 1
Merawat anggota keluarga keluarga mampu meneruskan 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
yang mengalami masalah melatih pasien dan pasien dengan masalah kebersihan diri, berdandan,
defisit perawatan diri. mendukung agar kemampuan makan, BAB/BAK
pasien dalam perawatan 2. Jelaskan defisit perawatan diri
dirinya meningkat. 3. Jelaskan cara merawat kebersihan diri,
berdandan, makan, BAB/BAK
4. Bermain peran cara merawat
5. Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal
untuk merawat pasien
SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Latih keluarga merawat langsung ke
pasien, kebersihan diri dan berdandan
3. RTL keluarga/jadwal untyk merawat pasien
SP 3
1. Evaluasi kemampuan SP 2
2. Latih keluarga merawat langsung ke pasien
cara makan
3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL
keluarga
a. Follow UP
b. Rujukan
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Budi, Pasaribu. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore :
Elsevier.
Damaiyanti, Iskandar. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama.
Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta : CV. Trans
Info Media .
Nasir, Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar Teori. Jakarta : Salemba
Medika.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Purwanto, Teguh. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wuraningsih. Emi Wuri dkk. 2018. Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember : UPT
Percetakan & Penerbitan Universitas Jember.
Yusuf, Hanik. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Jakarta : PT Refika Aditama.