DISUSUN OLEH :
Yola
NS2014901154
A. Pengertian
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau
lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal (NANDA, 2016). Risiko
perilaku kekerasan terbagi menjadi dua yaitu risiko perilaku terhadap diri sendiri (risk
for self-directed violence) dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for
other-directed violence). NANDA 2016, menyatakan bahwa risiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang rentan dimana seorang individu bisa
menunjukkan atau mendemonstrasikan tindakan tindakan yang membahayakan
dirinya sendiri, baik secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal yang sama juga
berlaku untuk risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain, hanya saja ditujukan
langsung kepada orang lain.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan
untuk melukai atau membunuh orang lain. Klien yang dibawah kerumah sakit jiwa
sebagian besar akibat melakukan kekerasan dirumah.
B. Respons perilaku
Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai bagian dari rentang respons marah yang
paling maladaptive, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon trhadap ansietas (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan
sebagai ancaman. Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan merupakan bentuk
perilaku destruktif yang tidak dapat dikontrol. Hal ini disertai dengan hilangnya
control dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
Berikut ini merupakan beberapa istilah perilaku kekerasan :
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat
Pasif : Respons lanjut klien tidak mampu ungkapkan perasaan
Agresif : Perilaku dekstruksi masih terkontrol
Amuk/kekerasan : Perilaku dekstruksi dan tidak terkontrol
C. Pengkajian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Perilaku kekerasan mengacu pada dua bentuk, yaitu perilaku kekerasan saat sedang
berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
1. Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya
faktor predisposisi (faktor yang melatarbelakangi) munculnya masalah dan faktor
presipitasi (faktor yang memicu adanya masalah).
Didalam faktor predisposisi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya masalah perilaku kekerasan, seperti faktor biologis, psikologis dan
sosiokultural.
a. Faktor biologis
1) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon pskologi terhadap
stimulus eksternal maupun internal. Sehingga, sistem limbic memiliki
peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
b. Faktor Psikologis
1) Teori agresif frustasi (Frustasion aggression theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
skumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong individu untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement
yang diterima saat melakukan kekerasan sering menimbulkan kekerasan
di dalam maupun diluar rumah.
3) Teori eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku.
Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif,
maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang mencetuskan
perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor dapat disebabkan dari luar
maupun dari dalam. Stressor yang berasal dari luar dapat berupa serangan fisik,
kehilangan, kematian dan lain-lain. Stressor yang berasal dari dalam dapat berupa
kehilangan keluarga atau sahabat yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik,
penyakit dalam, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif,
seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
3. Faktor risiko
Nanda (2016) menyatakan faktor-faktor resiko dari resiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan resiko perilaku
kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).
a. Risiko dari resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-
directed violence)
1) Usia >45 tahun
2) Usia 15-19 tahun
3) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih, menyatakan
pesan bernada kemarahan kepada orang tertentu yang telah menolak
individu tersebut,dll)
4) Konflik mengenai orientasi seksual
5) Konflik dalam hubungan interpersonal
6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah pekerjaan)
7) Terlibat dalam tindakan seksual autoeroik
8) Sumber daya personal yang tidak memadai
9) Status perkawinan (sendiri, menjanda,bercerai)
10) Isu kesehatan mental (depresi psikosis, gangguan kepribadian,
penyalahgunaan zat)
11) Pekerjaan (professional, eksekutif, administrator, atau pemilik bisnis,dll
12) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu yang bersifat
kekerasan atau konfliktual)
13) Isu kesehatan fisik
14) Gangguan psikologis
15) Isolasi social
16) Ide bunuh diri
17) Rencana bunuh diri
18) Riwayat rencana bunuh diri berulang
19) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menayakan tentang dosis
mematikan suatu obat,dll)
b. Risiko dari resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-
directed violence)
1) Akses atau ketersediaan senjata
2) Alterasi (gangguan fungsi kognitif)
3) Perilaku kejam terhadap binatang
4) Riwayat kekerasan masa kecil,baik secara fisik, psikologis maupun
seksual
5) Riwayat penyalahgunaan zat
6) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7) Impulsife
8) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (pelanggaran lalu lintas,
penggunaan kendaraan bermotor untuk melampiaskan amarah)
9) Bahasa tubuh negative (seperti kekakuan, mengepalkan tinju/pukulan,
hiperaktivitas, dll)
10) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan, kejang,dll)
11) Intoksikasi patologis
12) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing dilantai,
menyobek-obek didinding, melempar barang,memecahkan kaca,
membanting pintu, dll)
13) Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain (menendang, memukul,
menggigit, mencakar, upaya memperkosa, pelecehan seksual,
mengencingi orang, dll)
14) Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap objek atau
orang lain, menyumpah serapah, gesture atau catatan mengancam,
ancaman seksual, dll)
15) Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meminjam dengan
memaksa, penolakan terhadap medikasi, dll)
16) Komplikasi perinatal
17) Komplikasi prenatal
18) Menyalakan api
19) Gangguan psikosis
20) Perilaku bunuh diri
5. Mekanisme koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untukmembantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang sering digunakan antara lain
mekanisme pertahanan ego, seperti displacement, sublimasi, proyeksi, depresi,
denial dan reaksi formasi.
6. Perilaku
Klien dengan gangguan perilaku kekerasan memiliki beberapa perilaku yang
perlu diperhatikan. Perilaku klien dengan gangguan perilaku kekerasan dapat
membahayakan bagi dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar.
Adapun perilaku yang harus dikenali dari klien gangguan resiko perilaku
kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindari
Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL
meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat, disertai ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan mengepal tubuh menjadi kaku dan disertai
reflex yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu perilaku pasif agresif dan asertif. Perilaku asertif
merupakan cara terbaik individu untuk mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Dengan perilaku
tersebut, individu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan
7. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan
dan belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.
Perilaku kekerasan
DAFTAR PUSTAKA
Putri, V. S., Mella, R., Fitrianti, S., Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi:
Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Suryenti, V., Jurnal Psikologi Jambi: Dukungan Dan Beban Keluarga Dengan
Jiwa Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2017. Volume 2, No 2, Oktober
2017.
Wardani, A., 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. W Dengan Perilaku
Muhammadiyah Surakarta.
Wardani, A., 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. W Dengan Perilaku
Muhammadiyah Surakarta.
KASUS
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Tn. P usia 35 tahun jenis kelamin laki-laki, pendidikan SD, beragama Islam, status
belum menikah, pekerjaan petani, pasien rujukan dari IGD dibawa kebangsal Melati,
dengan diagnosa medis skizofrenia ,tanggal masuk 25 januari 2020. Klien datang ke IGD,
dengan keluhan 10 hari yang lalu klien tampak bingung, sering mengamuk dan
marah-marah. Kakak klien mengatakan bahwa akhir-akhir ini klien merasa bingung,
melemparkan barang-barang ke orang lain dan memukul sang kakak, sering berbicara kacau
dengan nada keras, membentak dan mondar-mandir. Keluarga sudah berusaha untuk
menenangkan pasien serta memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya,
tetapi klien tidak mau minum obat sehingga keluarga memutuskan untuk membawa klien
lagi ke RSJ. Klien tidak pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik dan
tindakan kekerasan, tetapi klien pernah mengalami kegagalan yang tidak menyenangkan
yaitu tidak dapat melanjutkan sekolah kejenjang lebih tinggi sehingga sering menerima
penghinaan oleh teman-teman dan orang lain disekitarnya. Klien merupakan anak ke-7 dari
7 bersaudara. Klien tinggal serumah dengan orang tua dan kedua kakaknya.
Hasil pemeriksaan klien keadaan umum composmentis, tanda –tanda vital Tekanan
darah 112/66 mmHg, Nadi 103menit/menit, Suhu 36° C, RR 20 menit/ menit.Tinggi badan
161cm, Berat badannya 60 kg. Tampak rambut hitam lurus, pendek, tampak
konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik. Hidung mancung simetris dan
bersih, mulut simetris, tidak ada sariawan. Telinga simetris kanan kiri dan bersih. Ektremitas
lengkap, tidak ada fungsi alat gerak yang terganggu. klien tampak mondar - mandir,
tampak melotot, tampak kesal, tampak jengkel, namun saat melakukan pengkajian klien
dalam kondisi mulai stabil dan kooperatif. Klien sudah tidak tampak marah-marah seperti
saat dibawa ke RSJ 1 minggu yang lalu. Selain itu, klien menunjukkan sikap mudah
tersinggung saat penulis menanyakan sesuatu mengenai gangguan jiwa yang dialami klien.
mengatakan paling dekat dengan ayahnya. Klien mengatakan ingin cepat sembuh karena
ingin pulang ke rumah dan bertemu ayahnya. Klien dapat memulai pembicaraan, klien
berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicaraan. Aktivitas motorik pasien
normal. Saat dilakukan wawancara, klien menunjukkan perubahan roman muka, seperti
tersenyum. Respon klien tepat, dan sesuai dengan pertanyaan maupun jawaban. Interaksi
klien selama wawancara kooperatif, kontak mata baik. Klien tidak mengalami waham.
Orientasi terhadap orang sedang, orientasi waktu baik, orientasi tempat baik, orientasi situasi
baik. Klien sering terlihat diam dan lebih suka di kamar, Klien mengatakan terkadang merasa
Daya ingat jangka panjang klien baik, terbukti saat ditanya tentang keluarganya klien
dapat menjawab. Daya ingat jangka pendek klien juga baik terbukti dengan saat klien di
tanya mengapa masuk ke rumah sakit klien dapat menjawabnya, klien mengatakan klien
mengamuk di rumah. Konsentrasi kllien mudah dialihkan dan perhatian klien mudah berganti
dari satu objek ke objek lain. Pasien dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan
bantuan oranglain. Klien mngetahui saat ini berada di rumah sakit tetapi klien tidak
menyadari penyakitnya.
Klien dapat makan/minum sendiri, makan sehari, klien dapat menempatkan alat makan
dan minum secara mandiri. Klien mampu mengontrol BAB/BAK di tempatnya yang sesuai.
Klien mampu membersihkan diri dan merapihkan pakaian secara mandiri, mampu mandi,
sikat gigi, keramas secara mandiri dan dapat berpakaian dengan baik. Klien mengatakan tidak
dapat tidur siang, tetapi dapat tidur dengan nyenyak saat malam hari. Klien dapat merapihkan
tempat tidurnya secara mandiri. Ketika ada masalah klien biasanya menceritakan kepada
orang lain walaunpun terkadang klien mudah marah-marah dan mengamuk. Keluarga tidak
mau menerima jika klien masih mengamuk dan marah-marah pada orangtuanya. Klien tidak
mengetahui tentang faktor penyebab kekambuhan dan manajemen koping yang baik.Terapi
I. IDENTITAS KLIEN
Nama Inisial : Tn. P
Umur : 35 Tahun
No RM :
V. STATUS PSIKOSOSIAL
A. Genogram (gambar dan jelaskan isi genogram)
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Klien
= Tinggal bersama
= Laki-laki meninggal
= Perempuan meninggal
Jelaskan : Klien merupakan anak ke-7 dari 7 bersaudara. Klien tinggal serumah
dengan orang tua dan 2 kakaknya, sedangkan kakaknya yang lain sudah menikah
Masalah keperawatan :
Jelaskan : Klien tidak mengetahui tentang factor penyebab kekambuhan serta tidak suka
minum obat.
1. Persidal 2 mg 1 – 0 – 1,
2. THP 2 mg 1 – 0 – 1
3. CPZ 25 mg 0 – 0 – 1
ANALISA DATA
keras
DO :
- Klien tampak Jengkel
dialami klien.
2. DS : HAMBATAN INTERAKSI SOSIAL
- Klien mengatakan malas berinteraksi
dengan dirinya.
DO :
DO :
marah-marah.
Effects
Problem
Causa
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
gejala, PK yang dilakukan dan akibat 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala,
fisik : Tarik nafas dalam dan pukul melakukan kegiatan fisik: Tarik nafas
dengan benar)
verbal
SP 4:
kegiatan)
pujian.
hubungan
kelompok
Edukasi :
meningkatkan keterampilan
komunikasi
2. Bantu pasien menilai kegiatan yang dan proses terjadinya harga diri
yang dapat dilakukan saat ini. positif pasien yang pernah dimiliki
kegiatan yang dapat dilakukan saat ini 4. Jelaskan cara merawat harga diri
4. Latih kegiatanyang dipilih (alat dan semua hal yang positif pada pasien.
5. Masukan pada jadwal kegiatan untuk jawab kegiatan pertama yang dipilih
yang telah dilatih dan berikan pujian. 10. Anjurkan membantu pasien sesuai
SP 4
berikan pujian.
SP 5 SD 12
pujian.
terhingga