Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :

YOSNI RAMBU HADA REWA

PN. 19. 02. 09

PRODI PROFESI NERS


STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2020
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2018).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2017).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak
terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan
masih terkontrol (Yosep, 2017). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan
yang dapat menimbulkan kematian baik secara langsung maupun tidak
langsung yang sebenarnya dapat dicegah (Depkes, 2017).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya
kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu
tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

B. PENYEBAB
Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan
pada pasien gangguan jiwa antara lain
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang
dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi
oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor
predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi
perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan
ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku
kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan
hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan
hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal
(narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.

b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2010), hal-hal yang dapat


menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan
obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

D. AKIBAT
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan

E. PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan

F. POHON MASALAH
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:
a. Muk amerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengarupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda /orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol
perilaku kekerasan.
2. Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada
perilaku kekerasan yaitu :
a. Perilaku Kekerasan.
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
d. Harga diri rendah kronis.
e. Isolasi sosial.
f. Berduka disfungsional.
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
h. Koping keluarga inefektif.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang
digunakan untuk diagnosa perilaku kekerasan yaitu :
a. Tindakan keperawatan untuk klien
1) Tujuan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasannya.
e) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
f) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan terapi psikofarmaka.
2) Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan Saudara. Tindakan yang harus Saudara
lakukan dalam rangka membina hubungan salig percaya adalah
mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan
tujuan interaksi, serta membuat kontrak topik, waktu, dan
tempat setiap kali bertemu klien.
b) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang
terjadi di masa lalu dan saat ini.
c) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan. Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan
gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik, psikologis, sosial,
sosial, spiritual maupun intelektual.
d) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa
dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
e) Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku
marahnya. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku
kekerasan baik secara fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik
napas dalam), obat-obat-obatan, sosial atau verbal (dengan
mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun
spiritual (salat atau berdoa sesuai keyakinan klien).
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan
Keluarga dapat merawat klien di rumah
2) Tindakan
a) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul,
serta akibat dari perilaku tersebut.
b) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku
kekerasan.
(1) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila
anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara
tepat.
(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus klien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau
memukul benda/orang lain.

4. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
a. SP I Pasien
Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan dan
mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.
b. SP 2 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
c. SP 3 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
d. SP 4 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
e. SP 5 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
f. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatanyang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir. Adapun hasil
tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan perilakukekerasan antara
lain (Fitria, 2010).

a. Klien dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku keekrasan.


b. Klien dapat membina hubungan saling pecaya.
c. Klien dapat mengenal penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukakannya.
d. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
e. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
f. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan.
h. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
i. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan.
j. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2017. ​Standar Asuhan Keperawatan Jiwa.​ Magelang: RSJ Prof. Dr.
Soeroyo Magelang.
Direja, A. H. 2011. ​Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.​ Yogyakarta: Nuha Medika.

Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap


Penurunan Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. ​Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan​ , 138-139.

Farida, K., & Yudi, H. 2011. ​Buku Ajar Keperawatan Jiwa.​ Jakarta: Salemba Medika.

Fitria, N. 2010. ​Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP).​ Jakarta:
Salemba Medika.

Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2018. ​Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa.​ Medan: USU
Press.

Keliat, D. B. 2014. ​Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.​ Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Undang-Undang No.18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Yosep, I. 2017. ​Keperawatan Jiwa (Cetakan 1).​ Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai