Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :

WENI APRILIYA

SN201230

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN 

PERILAKU KEKERASAN

I. MASALAH UTAMA
Prilaku kekerasan
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Sering tampak klien prilaku kekerasan diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi di bawa ke
rumah sakit .Perilaku Kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain,
merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling
banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai,
keluarga seharusnya mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
(manajemen perilaku kekerasan). ( Kusuma dan Hartono 2011)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 2006) dikutip dalam (Suryenti 2018)

B. Tanda dan Gejala


(Stuart, 2014) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengumpat dengan kata-kata kotor
d. Suara keras
e. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh (Purba
dkk, 2008) dikutip dalam (Nuraenah, Dkk.2014) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses
impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2011):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap

D. Rentang Respons Marah


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 2011).
 Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
 Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
 Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
 Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain
 Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.
Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

Gambar 1.1 Rentang Respon Marah

Sumber : (Riyadi dan Purwanto.2013)

E. Pohon Masalah

Gambar 1.2 Pohon Masalah

Sumber : (Riyadi dan Purwanto.2013)


F. Akibat Dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

G. Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan proses kemarahan. ( Keliat, 2011)
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui
3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga
cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah
destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif
dan ngamuk.

H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 2006). Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
 Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
 Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
 Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
 Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

III. ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 4 tahapan yaitu :
Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang
masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan. Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis
yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki,
karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan
klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk.2005) dikutip dalam (Suryaningrum dan
wardani 2013)
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa
keperawatan.
a) Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
b) Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c) Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal.
d) Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e) Aspek psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
2. Konsep diri.
3. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat.
4. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
5. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.
f) Kebutuhan persiapan pulang
1. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
2. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
 Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
 Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
C. Rencana Tindakan

No Rencana Tindakan
Diagnosis
TUK/SP Tindakan
1 Resiko perilaku kekerasan TUM: Selama perawatan Tindakan Psikoterapi
diruangan, pasien tidak
a. Pasien
memperlihatkan perilaku
 BHSP
kekerasan, dengan criteria hasil
 Ajarakan SP I:
(TUK):
 Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan
 Dapat membina hubungan akibat PK yang dilakukan pasien serta akibat PK
saling percaya  Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik
 Dapat mengidentifikasi nafas dalam & memeukul bantal)
penyebab, tanda dan  Masukkan dalam jadwal harian
gejala, bentuk dan akibat  Ajarkan SP II:
PK yang sering dilakukan  Diskusikan jadwal harian
 Dapat mendemonstrasikan  Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
cara mengontrol PK  Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
dengan cara :  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Fisik  Ajarkan SP III:
 Social dan verbal  Diskusikan jadwal harian
 Spiritual  Latih cara spiritual untuk mencegah PK
 Minum obat teratur  Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
 Dapat menyebutkan dan  Ajarkan SP IV
mendemonstrasikan cara
mencegah PK yang sesuai  Diskusikan jadwal harian
 Dapat memelihara cara  Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika
mengontrol PK yang tidak minum obat secara teratur
efektif dan sesuai  Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Dapat melakukan cara  Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
yang sudah dipilih untuk  Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK
mengontrl PK yang sesuai
 Memasukan cara yang  Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam
sudah dipilih dalam kegiatan harian
kegitan harian  Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah
 Mendapat dukungan dari sakit
keluarga untuk mengontrol b. Keluarga
PK  Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
 Dapat terlibat dalam merawat pasien PK
kegiatan diruangan  jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami
pasien serta proses terjadinya
 Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK
 Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK
secara langsung
 Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat

Tindakan psikofarmako
 Berikan obat-obatan sesuai program pasien
 Memantau kefektifan dan efek samping obat yang
diminum
 Mengukur vital sign secara periodic

Tindakan manipulasi lingkungan

 Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien


 Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan
ketegangan mulai meningkat
 Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik dengan melakukan
pengikatan/restrain atau masukkan ruang isolasi bila perlu
 Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi
persepsi dan realita
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus menerus untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan .
1. Pasien mengontrol PK dengan cara :
 Fisik
 Social dan verbal
 Spiritual
 Minum obat teratur
2. Keluarga dapat memahami dan melakukan :
 Apa itu prilaku kekerasan (PK)
 Tahu cara merawat pasien PK
 Bisa mengatasi lingkungan sekitar pasien PK
 Mengetahui jenis obat dan waktu memberikan obat kepada pasien PK
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budu Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta.

Kusumawati F dan Hartono Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Kandar. 2014. Efektivitas Tindakan Restrain Pada Pasien Perilaku Kekerasan Yang Menjalani
Perawatan Di Unit Pelayanan Intensif Psikiatri (UPIP) RSJ Daerah Dr. Amino Gondohutomo
Semarang. Prosiding PPNI II tahun 2014. www.ppnijateng.or.id/page111

Nuraenah, N., Mustikasari, M., & Putri, Y. S. E. (2014). Hubungan dukungan keluarga dan
Beban Keluarga dalam merawat anggota dengan riwayat perilaku kekerasan di Rs. Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur . Jurnal Keperawatan Jiwa, 2(1).
https://doi.org/10.26714/jkj.2.1.2014.41-50

Riyardi, Sujono dan Teguh Purwanto. (2013). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Stuart,G.W.,Sundden, S. J. (2014). Buku Saku Keperawatan Jiwa (5th ed.). jakarta: EGC.

Stuart, dan Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Suryaningrum, S., & Wardani, I. Y. (2013). Hubungan Antara Beban Keluarga Dengan
Kemampuan Keluarga Merawat Pasien Perilaku Kekerasan Di Poliklinik Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa, 1(2). https://doi.org/10.26714/jkj.1.2.2013.%25p

Suryenti, (2018). Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Resiko


Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.
Yosep. I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai