Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERAWATAN DIRI

Disusun Oleh :

Astride Wulandari Rusmana

G3A021074

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen
(2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas
sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan
atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini
disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu
serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).
B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Townsend (2005) adalah:
1. Teori biologic
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
b. Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori psikologi
a. Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan
masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,
apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak
dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan
lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
C. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
D. Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
b. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
c. Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
d. Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
a. Mendominasi
b. Cerewet
c. Kasar
d. Berdebat
e. Meremehkan dan sarkasme
6. Spiritual
a. Merasa diri berkuasa dan benar
b. Mengkritik pendapat orang lain
c. Menyinggung perasaan orang lain
d. Tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
a. Menarik diri, pengasingan
b. Penolakan
c. Kekerasan
d. Ejekan dan sindiran.
8. Perhatian
a. Bolos
b. Mencuri
c. Melarikan diri
d. Penyimpangan seksual.
E. Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang
berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari
lingkungan seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption
and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah waktu
untuk beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising
adalah melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan
secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila
ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai
ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif misalnya: olah raga,
menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya. Maka akan muncul
perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan
memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar
(exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif dapat menyelesaikan
masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan destruktif dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan yang
dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis (painfull symptom).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang
adaptif dan mal adaptif. (Gambar 1)

Respon adaptif  Respon mal adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


                                                  
                                    Gambar 1. Rentang Respon Marah
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan
perilaku yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi,
yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara
lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus,
maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan
akan tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram
berikut:

Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)

Stress

Cemas

Marah

Diungkapkan secara tepat/asertif Mengingkari marah/merasa kuat

Masalah teratasi Marah tidak terungkap

Marah berkepanjangan

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresi

F. ASKEP PERILAKU KEKERASAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat
tinggal klien
b. Keluhan utama
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
c. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
1. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
2. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah
ini?
3. Bagaimana hasilnya?
d. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
1. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang
baru dialami
3. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
4. Riwayat pengobatan
5. Penyalahgunaan obat dan alkohol
6. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
2. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi
penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
3. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan.
4. Tanda dan gejala
Padapengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa kerumah
sakit adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan cara obsevasi dan wawancara. Data
perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara
tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan.
l. tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
G. Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
DS: Klien mengatakan benci perilaku kekerasan
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras, pandangan tajam
DS : Klien mengatakan benci Risiko tinggi mencederai orang lain
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah
agak merah, nada suara tinggi
dan keras, pandangan tajam
DS: klien merasa tidak Gangguan konsep diri: harga diri rendah
berguna, merasa kosong
DO: kehilangan minat
melakukan aktivitas

Pohon masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri : harga diri rendah

H. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai orang lain berhubunagan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

I. Rencana tindakan keperawatan


Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
1. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga dapat merawat pasien
dirumah.
Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/
orang lain.
d. Latih kelurga merawat pasien dengan perilku kekerasan.
1. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
2. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilku kekerasan
4. Evaluasi pengetahan keluarga tentang marah.
e. Buat perawatan lanjutan
1. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
2. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
NO Diagnosis Perencanaan Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
1 Resiko TUM:
mencederai Klien tidak mencederai 1. Klien mau membalas salam 1.1.1 Beri salam atau panggil nama
diri b.d diri sendiri 2. Klien mau menjabat tangan 1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
perilaku TUK: 3. Klien mau menyebutkan nama 1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
kekerasan 1. Klien dapat 4. Klien mau tersenyum 1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
membina hubungan 5. Klien mau kontak mata 1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
saling percaya 6. Klien mau mengetahui nama 1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
perawat
2. Klien dapat 1. Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
mengidentifikasi perasaannya 2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel
penyebab perilaku 2. Klien dapat mengungkapkan atau kesal
kekerasan perasaan jengkel ataupun kesal

3. Klien dapat 1. Klien dapat mengungkapkan 3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
mengidentifikasi tanda perasaan saat marah atau dirasakannya saat jengkel atau marah
dan gejala perilaku jengkel 3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
kekerasan 2. Klien dapat menyimpulkan klien
tanda dan gejala jengkel atau 3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialaminya kesal yang dialami klien
4. Klien dapat 1. Klien dapat mengungkapkan 4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa kekeraan yang biasa dilakukan klien
perilaku kekerasan yang dilakukan 4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
biasa dilakukan 2. Klien dapatbermain peran yang biasa dilakukan
sesuai perilaku kekerasan yang 4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien
biasa dilakukan lakukan masalahnya selesai
3. Klien dapat menngetahui cara
yang biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
5. Klien dapat 1. Klien dapat menjelaskan akibat 5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan
mengidentifikasi akibat dari cara yang digunakan klien: klien
perilaku kekerasan a. akibat pada klien sendiri, 5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
b. akibat pada orang lain, dilakukan klien
c. akibat pada lingkungan 5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara
baru yang sehat
6. Klien dapat 1. klien dapat menyebutkan 1.1.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
mendemonstrasikan cara contoh pencegahan perilaku 1.1.2 beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan
fisik untuk mencegah kekerasan secara fisik: tarik klien
perilaku kekerasan napas dalam, pukul kasur, dan 1.1.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk
bantal mencegah perilaku kekerasan
2. klien dapat mendemonstrasikan 6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
cara fisik untuk mencegah klien
perilaku kekerasan 6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
3. Klien mempunyai jadwak 6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
untuk melatih cara pencegahan sebanyak 5 kali
fisik yang telah dipelajari 6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
sebelumnya mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
4. Klien mengevaluasi 6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
kemampuannya dalam 6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan
melakukan cara fisik sesuai yang akan dilakukan sendiri oleh klien
jadwal yang disusun 6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah
7. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan cara 7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasikan cara bicara yang baik dalam 7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
social untuk mencegah mencegah perilaku kekerasan d. Meminta dengan baik
perilaku kekerasan a. Meminta dengan baik e. Menolak dengan baik
b. Menolak dengan baik f. Mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Mengungkapkan perasaan 7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
dengan baik a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
2. Klien dapat makanan”
mendemonstrasikan cara verbal b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat
yang baik melakukannya karena ada kegiatan lain.
3. Klien mumpunyai jadwal untuk c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal
melatih cara bicara yang baik karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai
4. Klien melakukan evaluasi nada suara yang rendah.
terhadap kemampuan cara 7.2.2. Minta klien mengulang sendiri
bicara yang sesuai dengan 7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
jadwal yang telah disusun 7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi
cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya :
meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara
yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal
kegiatan ( self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
marah berkurang?”
8. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
mendemonstrasikan cara kegiatan yang biasa dilakukan dilakukan
spiritual untuk 2. Klien dapat 8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
mencegah perilaku mendemonstrasikan cara dilakukan di ruang rawat
kekerasan ibadah yang dipilih 8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
3. Klien mempunyai jadwal untuk dilakukan
melatih kegiatan ibadah 8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
4. Klien melakukan evaluasi dipilih
terhadap kemampuan 8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien
melakukan kegiatan ibadah 8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan
marah berkurang
9. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan jenis, 9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
mendemonstrasikan dosis, dan waktu minum obat diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum
kepatuhan minum obat serta manfaat dari obat itu obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum
untuk mencegah (prinsip 5 benar: benar orang, obat.
perilaku kekerasan obat, dosis, waktu dan cara 9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
pemberian) secara teratur :
2. Klien mendemonstrasikan a.Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
kepatuhan minum obat sesuai minum obat
jadwal yang ditetapkan b. Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
3. Klien mengevaluasi c.Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
kemampuannya dalam teratur, misalnya, penyakit kambuh
mematuhi minum obat 9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :
a.Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b. Klien memeriksa obat susuai dosis
c.Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?”
10. Klien dapat 1. Klien mengikuti TAK : 10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi
mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan persepsi pencegahan perilaku kekerasan
stimulasi persepsi perilaku kekerasan 10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan
pencegahan perilaku 2. Klien mempunyai jadwal perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
kekerasan TAK : stimulasi persepsi 10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama
pencegahan perilaku kekerasan TAK
3. Klien melakukan evaluasi 10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan
terhadap pelaksanaan TAK TAK da beri pujian atas keberhasilannya
10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”
11. Klien 1. Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
mendapatkan dukungan mendemonstrasikan cara sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
keluarga dalam merawat klien klien selama ini
melakukan cara 11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam
pencegahan perilaku merawat klien
kekerasan 11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :
a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah
secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien
selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah
pulang ke rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Anna, budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(basic


course).jakarta: EGC
Anna, budi.2009. ModelPraktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC
Purba, J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press.
Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Townsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Townsend, MC. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman
untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Ana. 2001. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press,
Surabaya.
Purba J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press
Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing.
Fifth edition. St. Louis: Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai