Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN GINEKOLOGI

KISTA OVARIUM

Oleh :
Muhammad Aris
G3A021078

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2021/2022
I. DEFINISI KASUS

Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang
membentuk seperti kantong.Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat
bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi. (Lowdermilk, dkk. 2005: 273)
Kista adalah tumor jinak yang paling sering ditemui. Bentuknya kistik atau padat, berisi
cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan,
nanah, ataupun bahan-bahan lainnya.
Kista termasuk tumor jinak ataupun ganas yang terbungkus selaput semacam jaringan.
Kumpulan sel-sel tumor itu terpisah dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak dapat
menyebar ke bagian tubuh lain. Itulah sebabnya tumor jinak relatif mudah diangkat dengan
jalan pembedahan, dan tidak membahayakan kesehatan penderitanya.
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu non-neoplastik dan neoplastik.
Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3
bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung
pada ukuran dan sifatnya.
Selain pada ovarium kista juga dapat tumbuh di vagina dan di daerah vulva (bagian luar
alat kelamin perempuan). Kista yang tumbuh di daerah vagina, antara lain inklusi, duktus
gartner, endometriosis, dan adenosis. Sedangkan kista yang tumbuh di daerah vulva, antara
lain pada kelenjar bartholini, kelenjar sebasea serta inklusi epidermal.

II. KLASIFIKASI

1. Kista Ovarium Non Neoplastik (Fungsional)


Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan progresterone, diantaranya
adalah :
a. Kista folikel

Kista folikel berkembang pada wanita muda, sebagian akibat folikel de graft yang
matang karena tidak dapat menyerap cairan setelah ovulsi. Kista ini bisanya
asimptomotik kecuali jika robek, dimana kasus ini terdapat nyeri pada panggul. Jika kista
tidak robek, bisanya meyusut setelah 2-3 siklus menstrusi.
b. Kista corpus luteum

Terjadi setelah ovulasi dan karena peningkatan sekresi dari progesteron akibat
dari peningkatan cairan di korpus luteum ditandai dengan nyeri, tendenderness pada
ovari, keterlambatan menstuasi dan siklus menstuasi yang tidak teratur atau terlalu
panjang. Rupture dapat mengakibatkan haemoraghe intraperitoneal. Biasanya kista
corpus luteum hilang selama 1-2 siklus menstruasi.

c. Sindroma rolisistik ovarium

Terjadi ketika endokrin tidak seimbang sebagai akibat dari estrogen yang terlalu
tinggi, testosteron dan LH serta penurunan sekresi FSH. Tanda dan gejala terdiri dari
obesitas, hirsurism (kelebihan rambut di badan) mens tidak teratur, infertilitas.

d. Kista Theca- lutein

Biasanya bersama dangan mola hydatidosa. Kista ini berkembang akibat lamanya
stimulasi ovarium dari human chorionik gonadotropine (HCG). ( Lowdermik,dkk.
2005:273 ).

2. Kista Ovarium Plastik (Abnormal)


a. Kistadenoma

Berasal dari pembungkus ovarium yang tumbuh menjadi kista. Kista ini juga
dapat menyerang ovarium kanan atau kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan
pada bagian tubuh sekitar seperti vesika urinaria sehingga dapat menyebabkan
inkontinensia atau retensi. Jarang terjadi tapi mudah menjadi ganas terutama pada usia di
atas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.
b. Kista coklat (endometrioma)
Terjadi karena lapisan di dalam rahim tidak terletak di dalam rahim tapi melekat
pada dinding luar indung telur. Akibatnya, setiap kali haid, lapisan ini akan menghasilkan
darah terus menerus yang akan tertimbun di dalam ovarium dan menjadi kista. Kista ini
dapat terjadi pada satu ovarium. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama ketika
haid atau bersenggama.
c. Kista dermoid
Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan
sebagian lagi padat. Dapat terjadi perubahan kearah keganasan, seperti karsinoma
epidermoid. Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui proses partenogenesis.
Gambaran klinis adalah nyeri mendadak diperut bagian bawah karena torsi tangkai kista.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar
rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap
bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan
nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel
telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar karena
bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi
harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan
rasa sakit.

III. ETIOLOGI

Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya
akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler
merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena
pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan
yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel
telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada
beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan cairan yang
nantinya akan menjadi kista. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang
keluar akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa
kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi. Kista jenis
ini disebut dengan kista Demoid.
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti tapi ada beberapa faktor pemicu yaitu :
1) Gaya hidup tidak sehat. Diantaranya :
 Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
 Zat tambahan pada makanan
 Kurang olah raga
 Merokok dan konsumsi alcohol
 Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
 Sering stress
 Zat polutan
2) Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang
disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang
bersifat karsinogen, polusi, atau terpapar zat kimia tertentuatau karena radiasi,
protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.

IV. PATHWAY DAN PATOFISIOLOGI


Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel
de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan
melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat
matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein.
Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista
fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg
menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas,
induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam
ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua
jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa
dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain
dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel
dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang
berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari
pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5
mm, seperti terlihat dalam sonogram.
Kista nonneoplastik sering ditemukan, tetapi bukan masalah serius. Kista folikel dan
luteal di ovarium sangat sering ditemukan sehingga hampir dianggap sebagai varian
fisiologik. Kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak ruptur atau
pada folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista adalah multipel dan
timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan
diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan
cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4 hingga 5 cm sehingga dapat di raba massa
dan menimbulkan nyeri panggul. Jika kecil, kista ini dilapisi granulosa atau sel teka, tetapi
seiring dengan penimbunan cairan timbul tekanan yang dapat menyebabkan atropi sel
tersebut. Kadang – kadang kista ini pecah, menimbulkan perdarahan intraperitonium, dan
gejala abdomen akut.
Pathway
V. TANDA DAN GEJALA

Kebanyakan kista ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala, atau hanya sedikit nyeri
yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan
menimpulkan nyeri yang tajam. Sebagian besar gejala yang ditemukan adalah akibat
pertumbuhan aktivitas hormon atau komplikasi tumor tersebut. Kebanyakan wanita dengan
kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat
bervariasi dan tidak spesifik.

a) Tanda dan gejala yang sering muncul pada kista ovarium antara lain :
 Menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri.
 Perasaan penuh dan dtertekan diperut bagian bawah.
 Nyeri saat bersenggama.
 Perdarahan menstruasi yang tidak biasa. Mungkin pendarahan lebih lama, mungkin
lebih pendek, atau mungkin tidak keluar darah menstruasi pada siklus biasa atau
siklus menstruasi tidak teratur.
 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil
 Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung
bawah dan paha.
 Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
 Rasa ingin muntah
b) Pada stadium awal gejalanya dapat berupa:
 Gangguan haid
 Jika sudah menekan rectum mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.
 Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri
spontan dan sakit diperut.
 Nyeri saat bersenggma
c) Pada stadium lanjut :
 Asites
 Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus
dan hati)
 Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,
 Gangguan buang air besar dan kecil.
 Sesak nafas akibat penumpukan cairan terjadi pada rongga dada akibat penyebaran
penyakit ke rongga dada yang mengakibatkan penderita sangat merasa sesak nafas.

VI. KOMPLIKASI
Menurut Manuaba ( 1998:417 ) komplikasi dari kista ovarium yaitu :
1. Perdarahan intra tumor
Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan memerlukan
tindakan yang cepat.
2. Perputaran tangkai
Tumor bertangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen.
3. Infeksi pada tumor
Menimbulkan gejala: badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-
hari.
4. Robekan dinding kista
Pada torsi tangkai ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah kedalam
rungan abdomen.
5. Keganasan kista ovarium
Terjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada usia diatas 45 tahun.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:
a. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk mengirim
dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian
panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran ini
dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu
mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi
cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
b. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan
kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan dari kista atau
mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
c. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
d. Foto Rontgen
Berguna untuk menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya pada kista dermoid
kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista.

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal
laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan
kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah
serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian
penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar
biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan
memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Menurut Doenges ( 2000.997 ) hal - hal yang terus terkaji pada klien dengan post operasi
laparatomi adalah :
1. Data biografi klien
2. Aktivitas/Istirahat
Kelemahan atau keletihan. perubahan pola istirahat dan jam kebisaan tidur, adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal : nyeri, ansietas, keterbatasan, partisipasi
dalam hobi dan latihan.
3. Sirkulasi
Palpitasi, nyeri dada, perubahan pada TD
4. Integritas ego
Faktor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalam penampilan
insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa,depresi,menarik diri.
5. Eliminasi
Perubahan pada pola defekasi misal:darah pada feces,nyeri pada defekasi, perubahan
eliminasi urinarius misalnya: nyeri, perubahan pada bising usus.
6. Makanan/cairan
Anoreksia, mual / muntah.intoleransi makanan, perubahan pada berat badan penurunan
BB, perubahan pada kelembaban / turgor kulit, edema.
7. Neurosensori
Pusing
8. Nyeri / kenyamanan
Tidak ada nyeri atau ada nyeri / derajat bervariasi misalnya : ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat/skala nyeri ( dihubungkan dengan proses penyakit ).
9. Pernapasan
Merokok, pemajanan abses
10. Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama, berlebihan, demam,
ruam kulit / ulserasi.
11. Seksualitas
Perubahan pada tingkat kepuasan
12. Interaksi social
Ketidak adekuatan / kelemahan system pendukung, riwayat perkawinan, masalah tentang
fungsi / tanggung jawab peran.
13. Penyuluhan / pembelajaran
Riwayat penyakit pada kelurga, riwayat pengobatan, pengobatan sebelumnya atau
operasi.

Pemeriksaan Fisik Head to Toe

1) Inspeksi
 Kepala : Rambut rontok, mudah tercabut, warna rambut.
 Mata : Konjungtiva tampak anemis, icterus pada sclera
 Leher : Tampak adanya pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena
jugularis.
 Payudara : Kesimetrisan bentuk, adanya massa.
 Dada : Kesimetrisan, ekspansi dada, tarikan dinding dada pada inspirasi,
frekuensi pernafasan.
 Perut : Terdapat luka operasi, bentuk, warna kulit, pelebaran vena-vena
abdomen
 Genitalia : Sekret, keputihan, peradangan, perdarahan, lesi.
 Ekstremitas : Oedem, atrofi, hipertrofi, tonus dan kekuatan otot.
2) Palpasi
 Leher : Pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar submandibularis.
 Ketiak : Pembesaran kelenjar limfe aksiler dan nyeri tekan.
 Payudara : Teraba massa abnormal, nyeri tekan.
 Abdomen : Teraba massa, ukuran dan konsistensi massa, nyeri tekan,
perabaan hepar, ginjal dan hati.
3) Perkusi
 Abdomen : Hipertympani, tympani, redup, pekak, batas-batas hepar.
 Refleks : Fisiologis dan patologis
4) Auskultasi
 Abdomen meliputi peristaltik usus, bising usus, aorta abdominalis arteri renalis dan
arteri iliaca.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Preoperasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses penyakit
(penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen.
2) Gangguan eliminasi urinarius, perubahan/retensi berhubungan dengan adanya edema
pada jaringan lokal.
3) Cemas berhubungan dengan diagnosis dan rencana pembedahan
b. Post operasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka post operasi, insisi pada
abdomen
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan pembedahan, kerusakan
jaringan, perawatan luka operasi yang kurang adekuat.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas (nyeri paska pembedahan)
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan bedah kulit (jaringan,
perubahan sirkulasi).

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Preoperasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses penyakit
(penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang sampai


dengan hilang
Kriteria Hasil :

 Nyeri berkurang sampai dengan hilang


 Skala nyeri 0
 Ekspresi wajah rileks
 TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Kaji penyebab nyeri

Rasional : Penyebab diketahui sehingga dapat dengan mudah menentukan intervensi

2. Kaji tingkat nyeri (lokasi, karakteristik nyeri, intensitas nyeri (0-10), lamanya nyeri)
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan dan memilih intervensi lebih lanjut

3. Observasi TTV
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
4. Ajarkan tehnik relaksasi
Rasional : Tehnik relaksasi akan membantu otot-otot berelaksasi sehingg persepsi
nyeri akan berkurang

2) Gangguan eliminasi urinarius, perubahan/retensi berhubungan dengan adanya


edema pada jaringan lokal.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi urine


kembali normal

Kriteria Hasil :

 Tidak terjadi retensi urine


 Klien dapat mempertahankan atau memperoleh pola eliminasi yang efektif
 Klien bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi retensi urine.
Intervensi :

1. Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine.


Rasional : Melihat perubahan pola eliminasi urine
2. Lakukan palpasi pada kandung kemih.
Rasional : Distensi kandung kemih mengindikasi retensi urinarius.
3. Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur
posisi.
Rasional : Mencegah terjadinya retensi.
4. Tingkatkan masukan cairan 2000 – 3000 ml/hari
Rasional : Mempertahankan hidrasi aekuat dan meningkatkan fungsi ginjal.

3) Cemas berhubungan dengan diagnosis dan rencana pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas dapat berkurang dan
hilang serta pengetahuan klien bertambah
Kriteria Hasil :
 Ekspresi wajah tenang
 Klien tidak gelisah
 Klien memahami kondisi penyakitnya

Intervensi :

1. Kaji dan pantau tingkat kecemasan klien..


Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan
selanjutnya.
2. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Rasional : Membantu mengurangi cemas klien
3. Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya
dan rencana pengobatan yang akan dilakukan
Rasional : Informasi yang tepat menambah wawasan klien dan Membantu klien
dalam memahami tentang penyakitnya.
4. Libatkan orang terdekat/keluarga dalam memotivasi klien
Rasional : Dukungan keluarga dapat mengurangi kecemasan klien
5. Minta pasien untuk memberi umpan balik tentang apa yang telah terjadi.
Rasional : Minta pasien untuk memberi umpan balik tentang apa yang telah terjadi.
b. Post operasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka post operasi, insisi pada
abdomen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang sampai
dengan hilang
Kriteria Hasil :
 Nyeri berkurang sampai dengan hilang
 Skala nyeri 0
 Ekspresi wajah rileks
 Klien merasa nyaman
 TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Kaji tingkat nyeri (lokasi, karakteristik nyeri, intensitas nyeri (0-10), lamanya nyeri)
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan dan memilih intervensi lebih lanjut
2. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : Dapat membantu perawat dalam memberikan intervensi berikutnya
3. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Merilekskan otot-otot, mengalihkan perhatian dan sensasi nyeri,
menurunkan ketidaknyamanan
5. Kolaborasi untuk pemberian obat analgetik
Rasional : Analgetik bersifat menghilangkan atau mengurangi nyeri.

2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan pembedahan, kerusakan


jaringan, perawatan luka operasi yang kurang adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
 Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kemerahan, pembengkakan, panas, nanah,)
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional : Untuk menilai keadaan luka klien terjadi infeksi/tidak
2. Pantau adanya peningkatan suhu tubuh
Rasional : Peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : Perawatan luka dengan teknik aseptik merupakan tindakan yang di
lakukan untuk mencegah masuknya kuman kedalam luka sehingga luka dapat sembuh
dengan cepat
4. Inspeksi balutan luka insisi abdominal terhadap eksudat atau rembesan
Rasional : Balutan steril menutupi luka, membantu melindungi luka dari
kontaminasi, rembesan dapat menandakan hematoma, gangguan penyatuan jahitan
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional :Mencegah dan menurunkan kemungkinan terjadi infeksi.

3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas (nyeri paska pembedahan)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan
kemampuannya dalam perawatan diri
Kriteria Hasil :
 Klien dapat membersihkan dirinya sendiri
 Klien bebas dari bau
 Klien nyaman

Intervensi :

1. Pastikan berat atau durasi nyeri.


Rasional : Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien
tidak mampu fokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebutuhan fisiknya.
2. Kaji keterbatasan klien dalam perawatan diri
Rasional : Untuk mengetahui seberapa keterbatasan klien dalam melakukan
perawatan diri dan menentukan intervensi selanjutnya
3. Motivasi klien untuk sesegera mungkin melakukan latihan mobilisasi, kemudian
ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Mobilisasi sedini mungkin dapat mempengaruhi status kesehatan klien
sehingga klien mampu melakukan perawatan dirinya secara optimal.
4. Berikan bantuan perawatan diri mandi/hygene,
makan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
5. Ajarkan kepada keluarga klien dalam menjaga kebersihan klien
Rasional : Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri klien

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi bedah post op,
pengangkatan bedah kulit (jaringan, perubahan sirkulasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pemenuhan masalah
kerusakan kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu
Kriteria Hasil :
 Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
 Tidak terdapat jaringan parut
 TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Kaji luka, warna kulit, bau serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : Mengidentifikasi keadaan dan tingkat keparahan luka
2. Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai adanya proses
peradangan
3. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan
steril
Rasional : Teknik aseptik membantu proses penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi
4. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Antibiotik berguna untuk mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA

 Doengoes, Marilyn E (2000). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.


 A.Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.
 Lowdermilk, Perta. (2005). Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
 Mansjoer, Arief dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
 Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai