Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1.1 Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seeorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol
(Farida &Yudi, 2011).
1.2 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Yoseph,
2009):
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Mengamuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
1.3 Etiologi
1.3.1 Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh (Purba dkk, 2008) adalah :
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku :
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori.
Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan
atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan
pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.
Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmiter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak,
yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
1) Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

2) Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara
umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
1.3.2 Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009) :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada
saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap.
1.4. Pathway
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan
proses kemarahan (Keliat, 2009) :
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara
ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah
destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan
dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
Perilaku Kekerasan
Regimen terapeutik
interaktif Harga diri rendah kronis GPS : Halusinasi

Isolasi social: menarik


Koping keluarga tidak Berduka disfungsional
diri
efektif

Sumber: Fitria (2009)


1.5. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa mengamuk
ada 2 yaitu :
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
1. Psikoterapeutik
2. Lingkungan terapieutik
3. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
4. Pendidikan kesehatan

1.6. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


No Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
1. Resiko mencederai diri, orang Data Subyektif :
lain dan lingkungan a. Klien mengatakan benci atau
kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
a. Mata merah, wajah agak
merah.
b. Nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
c. Ekspresi marah saat
membicarakan orang,
pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar
barang-barang.
Perilaku kekerasan Data Subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau
kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan
atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
a. Mata merah, wajah agak
merah.
b. Nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai.
c. Ekspresi marah saat
membicarakan orang,
pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar
barang-barang.
Gangguan harga diri : harga Data subyektif :
diri rendah Klien mengatakan: saya tidak
mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif :
Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

1.7. Diagnosa Keperawatan


Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Carpenito,
2000) :
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1.8. Rencana Tindakan
Diagnosa 1 : Perilaku kekerasan
Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan :
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal,berolah raga, memukul bantal / kasur.
3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang dirasaka
2. Mengidentifikasi tand gejala PK keluarga dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi PK yang 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
dilkukan gejala serta proses tejadinya PK
4. Menidentifikasi akibat PK 3. Menjelaskan cara merawat pasien
5. Menyebutkan cara mengontrol dengan PK
PK SP 2
6. Membantu pasien 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
mempraktikkan latihan cara merawat pasien dengan PK
mengontrol PK 2. Melatih keluarga melakukan cara
7. Mengnjurkan pasien merawat langsung kepada pasien PK
memasukkan dalam kegiatan SP 3
harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
SP 2 aktivitas di rumah termasuk minum obat
1. Menevaluasi jadwal kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
harian pesien pulang
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara fisik II
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam kegiatan
harian
SP 3
1. Menevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol
PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

Dx 2 : Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3. Utamakan pemberian pujian yang realitas
c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Mendiskusikan masalah ynag
aspek positif yang dimiliki pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Membantu pasien menilai pasien
kemampuan pasien yang masih dapat 2. Menjelaskan pengertian, tanda
digunakan gejala harga diri rendah yang
3. Membantu pasien memilih kegiatan dialami pasien beserta proses
yang akan dilatih sesuai dengan terjadinya
kemampuan pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
4. Melatih pasien sesuai dengan pasien harga diri rendah
kemampuan yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar SP 2
terhadap keerhasilan klien 1. Melatih keluarga mempraktikkan
6. Menganjurkan pasien memasukkan cara merawat pasien dengan harga
dalam jadwal kegiatan harian diri rendah
SP 2 2. Melatih keluarga melakukan cara
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian merawat langsung kepada pasien
pasien harga diri rendah
2. Melatih kemampuan kedua SP 3
3. Menganjurkan pasien memasukkan 1. Membantu keluarga membuat
kedalam jadwal kegiatan harian jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKnya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
Orientasi :
“Selamat pagi Bapak, perkenalkan nama saya Faizal Rezza Fahlefi.
Saya  perawat yang dinas diruangan Shinta ini, saya dinas diruangan ini
selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1
siang, jadi selama 2 minggu ini saya yang merawat Bpk. Nama Bapak
siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”“ Bagaimana perasaan Bapak
saat ini?” masih ada perasaan kesal atau marah? Apa yang terjadi
dirumah ?’’  “ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang
perasaan marah Bapak,”“ Berapa lama Bapak mau kita berbincang-
bincang ? bagaimana kalau 20 menit“ Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang diruang tamu?”
Kerja :
“ apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya
Bapak pernah marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan
yang sekarang? Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah
yang berantakan, makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia
( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang Bapak rasakan?“
Apakah Bapak merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa
yang ibu lakukan selanjutnya”“ Apakah dengan Bapak marah-marah,
keadaan jadi lebih baik?“ Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih
baik selain marah-marah?“maukah Bapak belajar mengungkapkan
marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?” ada beberapa
cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu
cara dulu, “ begini Bapak, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan
ibu berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan
secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan,
coba lagi Bapak dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali
Bapaksudah dapat melakukan nya.“ nah sebaiknya latihan ini Bapak
lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya”.

Terminasi :
  “ Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang
tentang kemarahan ibu? ” Coba Bapak sebutkan penyebab ibu marah
dan yang ibu rasakan  dan apa yang ibu lakukan serta akibatnya.
Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya bu, berapa kali sehari Bapak
mau latihan nafas dalam ?”“baik bagaimana kalau besok  kita latihan
cara lain untuk mencegah dan mengendalikan marah Bapak”
tempatnya disini saja ya Bapak?”Selamat Pagi.”  
SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik ke dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul
kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan  harian cara ke dua. 

Orientasi :
“ Selamat pagi Bapak, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang
saya datang lagi. “Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang
menyebabkan ibu marah?”“Baik, sekarang kita akan belajar cara
mengendalikan perasaan marah dengan     kegiatan fisik untuk cara
yang kedua.”“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”“
Dimana kita bicara?

Kerja :
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan
kesal, selain nafas dalam Bapak dapat memukul kasur dan bantal.”“
Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar
ibu? Jadi kalau nanti Bapak kesal atau marah, Bapak langsung
kekamar dan lampiaskan marah Bapak tersebut dengan memukul
bantal dan kasur.Nah coba Bapak lakukan memukul bantal dan kasur,
ya bagus sekali Bapak melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat
dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, kemudian jangan
lupa merapikan tempat tidur Ya!”

Terminasi :
  “ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan
marah tadi?”“ Coba Bapak sebutkan ada berapa cara yang telah kita
latih? Bagus!”“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-
hari Bapak. Pukul berapa Bapak mau mempraktikkan memukul
kasur/bantal? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5
pagi dan jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu
gunakan kedua cara tadi ya Bapak.“ sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi
kita ketemu ya Bapak, kita akan belajar mengendalikan marah dengan
belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa

SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan


secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah
secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu
sekarang kita ketemu lagi”. “Bagaimana Bapak, sudah dilakukan tarik
nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya lihat jadual kegiatan
hariannya. “Bagus, Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri
tulis M, artinya mandiri: kalau diingatkan suster baru dilakukan
ditulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan
tulis T, artinya belum bisa melakukan. “Bagaiman kalau kita sekarang
latihan cara bicara untuk mencegah marah?”“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama?”“
Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara  Bapak baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau
pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara
dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya Bapak : 1.
Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak mengatakan
penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah
berantakan, Coba Bapak minta sediakan makan dengan baik:” Bapak,
tolong sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba
disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba
Bapakpraktekkan . Bagus Bapak. “2. Menolak dengan baik, jika ada
yang menyuruh dan Bapak tidak ingin melakukannya, katakan: ‘maaf
saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba
Bapak praktekkan . Bagus bu.”3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika
ada perlakuan orang lain yang membuat kesal Bapak dapat
mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu’. Coba
praktekkan. Bagus.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak setelah bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?’ “Coba Bapak sebutkan
lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus sekali,
sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari Bapak
mau latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, makanan dll. Bagus nanti dicoba ya Bapak!” “ Bagaimana kalau
besok  kita ketemu lagi?”. “ besok kita akan membicarakan cara lain
untuk mengatasi rasa marah Bapak yaitu dengan cara ibadah, Bapak
setuju? Mau dimana Bapak? Disini lagi? Baik sampai nanti ya

SP 4 : Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara


spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat
jadwal latihan ibadah/ berdoa
Orientasi :
“Selamat pagi Bapak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang
saya datang lagi. Bagaiman Bapak, latihan apa yang sudah
dilakukan? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa marahnya?”“Bagaimana kalau
sekarang kita selatihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?
Bagaiman kalu ditempat biasa?” “Berapa lama ibu mau kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?” 

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan!
Bagus, yang mana yang mau di coba?” “Nah, kalau Bapak sedang
marah coba langsung duduk dan langsung tarik nafas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“ Bapak bisa melakukan
sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.” “Coba Bapak
sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya?”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapaku setelah kita bercakap-cakap
tentang cara yang ketiga ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol
marah yang kita pelajari? Bagus” “Mari kita masukkan kegiatan
ibadah pada jadwal kegiatan Bapak. Mau berapa kali Bapak sholat.
Baik kita masukkan sholat dan (sesuai kesebuatan pasien).”
“Coba Bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan
bila Bapak sedang marah”“Setelah ini coba Bapak lakukan sholat
sesuai jadwal yang telah kita buat tadi”
2 jam lagi kita ketemu  ya Bapak. Bapak,nanti kita bicarakan
cara keempat mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum
obat! “ “Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang
benar untuk mengontrol rasa marah Bapak, setuju Bapak

SP 5 : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu


pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu,
sekarang kita ketemu lagi” “Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan
tarik nafas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Coba
kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan
latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau ditempat tadi?. “Berapa lama ibu mau kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 15 menit?” 

Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang
Bapak minum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu minum?
Bagus”“Obatnya ada 3 macam Bapak, yang warnanya oranye
namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya
THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya
HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus Bapakminum 3x
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah
minum obat mulut Bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya Bapak bias mengisap-isap es batu”.“Bila terasa
berkunang-kunang, Bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas
dulu”.
Nanti dirumah sebelum minum obat ini Bapak lihat dulu label di kotak
obat apakah benar nama Bapak tertulis disitu, berapa dosis yang
harus diminum, jam berapa saja harus diminum, baca juga apakah
nama obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada suster
kemudian cek lagi apakah benar obatnya”.
Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi
dengan dokter ya Bapak, karena dapat terjadi kekambuhan. “
Sekarang kita masukkan waktu minum obat kedalam jadwal ya Bapak

Terminasi :
Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
kita minum obat yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat
yang Bapak minum! Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah,
sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita
ketemu lagi untuk melihat sejauh mana Bapakmelaksanakan kegiatan
dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang Bapak,
sampai jumpa wassalamualaikum.”
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, (2008). Buku saku Diagnosa Keperawatan, (Alih Bahasa)
Monica Ester. Edisi 8. Jakarta : EGC

Keliat Budi Anna. (2009). Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan. FIK. UI :


Jakarta.

Nita Fitria. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (Edisi Revisi). Bandung:
PT Refrika Aditama
Farida, K & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai