Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN 

DENGAN MASALAH PERILAKU KEKERASAN

DI RUMAH SAKIT JIWA PROF DR. SOEROJO MAGELANG

Oleh :

Nama: Intan Nur Aslina Fidianti

NIM : 222020010046

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2023
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai
dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan atau
mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2019).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.
Perilaku kekerasan ini dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut dan perilaku
yang kasar disertai kekerasan (Saragih,dkk, 2014). Perilaku kekerasan
merupakan suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri
sendiri (dapat berupa melukai diri sendiri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran
diri), orang lain dengan melakukan tindakan agresif pada orang lain) atau lingkungan
seperti perilaku lingkungan (Yusuf, dkk, 2017).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik
1) Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.

2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat
impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.

3) Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif


dengan genetik karyotype XYY.

4) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif


dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan
lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan


kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

2) Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian
yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.

c. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.

2. Faktor Presipitasi
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
C. TANDA DAN GEJALA
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. PATOFISIOGI

Stress, cemas, harga diri rendah dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal
ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.Mengekspresikan rasa
marah dengan perilaku konstruktif dengan katakata yang dapat di mengerti dan di terima
tanpa menyakiti hati orang lain.

Selain akan memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan akhirnya
perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah yang di ekspresikan secara destruktif, misalnya
dengan perilaku agresif dan menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah
berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan.Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena
merasa tidak kuat, individu akan berpura- pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa
marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan
rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang
destruktif yang di ajukan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial
dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses
kehidupan” (Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien
marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
H. INTERVENSI KEPERAWATAN

Rencana Tindakan
No Diagnosis
TUK/SP Tindakan

1 Resiko perilaku kekerasan TUM: Selama perawatan Tindakan Psikoterapi


diruangan, pasien tidak
a.    Pasien
memperlihatkan perilaku
kekerasan, dengan criteria hasil   BHSP
(TUK):   Ajarakan SP I:

  Dapat membina hubungan o  Diskusikan penyebab, tanda dan


saling percaya gejala, bentuk dan akibat PK yang

  Dapat mengidentifikasi dilakukan pasien serta akibat PK


penyebab, tanda dan
gejala, o  Latih pasien mencegah PK dengan
bentuk dan akibat PK yang sering cara: fisik (tarik nafas dalam &
dilakukan memeukul bantal)

  Dapat mendemonstrasikan cara o  Masukkan dalam jadwal harian


mengontrol PK dengan cara :
  Ajarkan SP II:
o  Fisik
o  Diskusikan jadwal harian
o  Social dan verbal
o  Latih pasien mengntrol PK dengan
o  Spiritual cara sosial

o  Minum obat teratur o  Latih pasien cara menolak dan

  Dapat menyebutkan dan meminta yang asertif


mendemonstrasikan cara o  Masukkan dalam jadwal kegiatan
mencegah PK yang sesuai harian

  Dapat memelihcara   Ajarkan SP III:


mengontrol PK yang efektif dan
sesuai o  Diskusikan jadwal harian

  Dapat melakukan cara yang o  Latih cara spiritual untuk


sudah dipilih untuk mengontrl PK mencegah PK

  Memasukan cara yang sudah o  Masukkan dalam jadawal kegiatan


dipilih dalam kegitan harian harian

  Mendapat dukungan dari   Ajarkan SP IV


keluarga untuk mengontrol PK
o  Diskusikan jadwal harian
  Dapat terlibat dalam kegiatan
o  Diskusikan tentang manfaat obat
diruangan
dan kerugian jika tidak minum obat
secara teratur

o  Masukkan dalam jadwal kegiatan


harian

  Bantu pasien mempraktekan cara


yang telah diajarkan

  Anjurkan pasien untuk memilih


cara mengontrol PK yang sesuai

  Masukkan cara mengontrol PK


yang telah dipilih dalam kegiatan
harian

  Validasi pelaksanaan jadwal


kegiatan pasien dirumah sakit

b.   Keluarga

      Diskusikan masalah yang


dirasakan keluarga dalam merawat
pasien PK

      Jelaskan pengertian tanda dan


gejala PK yang dialami pasien serta
proses terjadinya

      Jelaskan dan latih cara-cara


merawat pasien PK

      Latih keluarga melakukan cara


merawat pasien PK secara langsung

      Discharge planning : jadwal


aktivitas dan minum obat

Tindakan psikofarmako

  Berikan obat-obatan sesuai


program pasien

  Memantau kefektifan dan efek


samping obat yang diminum

  Mengukur vital sign secara


periodic

Tindakan manipulasi lingkungan

  Singkirkan semua benda yang


berbahaya dari pasien

  Temani pasien selama dalam


kondisi kegelisahan dan ketegangan
mulai meningkat

  Lakaukan pemebtasan
mekanik/fisik dengan melakukan
pengikatan/restrain atau masukkan
ruang isolasi bila perlu
  Libatkan pasien dalam TAK
konservasi energi, stimulasi persepsi
dan realita
I. DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2020, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.

Depkes RI, 2019, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2019, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.

Depkes RI, 2018, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.

Keliat Budi Anna, dkk, 2019, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta.

Keliat Budi Anna, 2019, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran
EGC ; Jakarta.

Keliat Budi Anna, 2020, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.

Rasmun, 2020, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga,


Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2018, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.

Townsend C. Mary , 2018, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku


Kedokteran, EGC ; Jakarta.

WF Maramis, 2017, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai