Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN PASIEN PERILAKU KEKERASAN


PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN (PKK)
Dibuat untuk memenuhi syarat Praktik Klinik Keperawatan
dengan dosen pembimbing H. Tantan Hadiansyah., S.Kep. ,M.Kep

Oleh:
Davin Arya M.P
21.005

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA
CIMAHI
2023
FORMAT PEMBUATAN LAPORAN PENDAHULUAN

RS/RUANGAN TGL/PARAF NILAI TGL/PARAF NILAI NILAI


PEMBIMBING PEMBIMBIN RATA-
AKADEMIK G RATA

1. Definisi Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain yamg
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol.

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

Perilku kekeraasan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman.

Jadi, dapat disimpilkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang membahayakan yang terjadi akibat reakssi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman yang diarahkan pada diri
sendiri, orang lain atau lingkungan.

2. Tanda Dan Gejala


Menurut Yosep, (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan :
a. Muka marah dan tegang.
b. Mata melotot/pandangan tajam.
c. Tangan mengepal.
d. Rahang mengatup.
e. Jalan mondar-mandir.
3. Faktor Risiko
Menurut Nanda-I, (2012-2014) Factor Risiko Terbagi Dua, Yaitu :
a. Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang Lain
Definisi : berisiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan bahwa dirinya
dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan/atau seksual.
1) Ketersediaan senjata.
2) Bahasa tubuh (missal, sikap tubuh kaku/rigid, mengepalkan jari dan rahang
terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung cepat, nafas terengah-engah, cara berdiri
mengancam).
3) Kerusakan kognitif (missal, ketundayaan belajar, gangguan deficit perhatian,
penurunan fungsi intelektual).
4) Kejam pada hewan
5) Menyalakan api.
6) Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak.
7) Riwayat melakukan kekerasan tak langsung (missal, merobek pakaian, membanting
objek yang tergantungdi dinding, berkemih di lantai, defekasi di lantai, mengetuk-
mengetuk kaki, teper tantrum, berlarian di koridor, berteriak, melempar objek,
memecahkan jendela, membanting pintu, agresif seksual).
8) Riwayat penyalahgunaan zat.
9) Riwayat ancaman kekerasan (misal, ancaman verbal terhadap seseorang, ancaman
sosial, mengeluarkan sumpah serapah, membuat catatan/surat ancaman, sikap tubuh
mengancam, ancaman seksual).
10) Riwayat meyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga.
11) Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain (missal, memukul seseorang,
menendang seseorang, meludahi seseorang, mencakar seseorang, melempar objek
pada seseorang, mengigit seseorang, percobaan perkosaan, pelecahan seksual,
mengencengi/membuang kotoran pada seseorang).
12) Riwayat perilaku kekerasan antisosial.
13) Impulsif.
14) Pelanggaran kendaraan bermotor.
15) Gangguan neurologis.
16) Intoksikasi patologis.
17) Komplikasi perinatal.
18) Komplikasi prenatal.
19) Simtologi psikosis (missal, perintah halusinasi pendengaran, penglihatan; delusi
paranoid; proses piker tidak logis, tidak teratur, atau tidak koheren).
20) Perilaku bunuh diri.
b. Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
Definisi : beresiko melakukan perilaku, yang individu menunjukkan bahwa dirinya
dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional dan/atau seksual.
1) Usia 15-19 tahun.
2) Usia 45 tahun atau lebih.
3) Isyarat perilaku (mis., catatan cinta yang sedih, menunjukan pesan kemarahan pada
orang terdekat yang telah meolak dirinya, mengambil polis asuransi jiwa yang
besar).
4) Konflik hubungan interpersonal.
5) Masalah emosional (mis., ketidakberdyaan, putus asa, peningkatan rasa cemas,
panic, marah, permusuhan).
6) Masalah pekerjaan (mis., menganggur, kehilangan/kegagalan pekerjaan yang
sekarang).
7) Menjalani tindakan seksual autoerotic.
8) Latar belakang keluarga (mis., riwayat bunuh diri, kaotik, atau penuh konflik).
9) Riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan berkali-kali.
10) Kurang sumber personal (mis., pencapaian yang buruk, wawasan/pengetahuan yang
buruk, afek yang tidak tersedia dan dikendalikan secara buruk).
11) Kurang sumber sosial (mis., rapor yang buruk, isolasi sosial, keluarga yang tidak
beresponsif).
12) Status pernikahan (belum menikah, janda, cerai).
13) Ide bunuh diri.
14) Rencana bunuh diri.
15) Petunjuk verbal (mis., bicara tentang kematian, “lebih baik tanpa saya”,
mengajukan pertanyaan tentang dosis obat mematikan).
4. Faktor Predisposisi
Menurut () Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa menyebutkan faktor predisposisi
klien dengan perilaku kekerasan adalah :
a. Teori Biologis
1) Neurologic Factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit,
akson terminalis, mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan
dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
2) Genetic Factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset kazuo murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant
(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun ika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype xyy, pada umumnya dimiliki
oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orangorang yang tersangkut hukum
akibat perilaku agresif.
3) Cycardian Rhytm
(Irama sirkadian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut penelitian
pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitr jam 9 dan 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
untuk bersikap agresif.
4) Biochemistery Factor
(Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter diotak (epinefrin, norepineprin,
dopamin, asetilkolin dan serotonin) sangat berperan dalan penyampaian informasi
melalui persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang dianggap
mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter ke
otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan
norepineprin sert penurunan serotonin dan gaba pada cairan cerebrosponal
vertebrata dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif
5) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor
otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif da tindak kekerasan.
5. Faktor Presipitasi
Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa faktor- faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan :
a. Ekspresi Diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti daalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
b. Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan keluarga.
6. Rentang Respon Marah
Menurut (Yosep, 2010) Dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa Perilaku Kekerasan
merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam
bentuk fisik. kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses
penyampaian pesan dari indivifu. orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa
tidak dituruti, atau diremehkan” rentang respon marah individu dimulai dari respon
normal (asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).
Keterangan :
a. Asertif : Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kelegaan
b. Frustasi : Klien gagal mencapai tujuan kepuasaan/saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatifnya
c. Pasif : Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan
menyerah
d. Agresif : Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong
orang lain dengan ancaman.
e. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai
amuk, merusak lingkungan.

7. Rentang Respon Marah


Pengkajian Perilku Asertif, Pasif Dan Agresif/Kekerasan
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien.
Hal ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut :
Karakteristi Pasif Asertif Agresif
k
Isi bicara 1. Negatif 1. Positif 1. Berlebihan
2. Menghina 2. Menghargai diri 2. Menghina
3. Dapatkah sendiri orang lain
saya 3. Saya dapat/akan 3. Anda
lakukan lakukan selalu/tidak
4. Dapatkah ia pernah
lakukan
Nada suara 1. Diam 1. Diatur 1. Tinggu
2. Lemah 2. Menuntut
3. Merengek
Posture/sikap 1. Melotot 1. Tegak 1. Tenang
2. Menunduka 2. Rileks 2. Bersandar
n kepala kedepan
Personal 1. Orang lain 1. Menjaga jarak 1. Memasuki
space dapat yang teritorial
masuk pada menyenangkan orang lain
tutorial 2. Mempertahanka
pribadinya n hak tempat
territorial
Gerakan 1. Minimal 1. Memperlihatkan 1. Mengancam
2. Lemah Gerakan Yang , Ekspansi
3. Resah Sesuai Gerakan
Kontak mata 1. Sedikit atau 1. Sekali-kali 1. Melotot
tidak 2. Sesuai dengan
kebutuhan
interaksi

Kemungkinan Data Fokus


a. Identitas
Meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap, tanggal masuk, no.
Rekam medik, informan, keluarga yang bisa dihubungi.
b. Alasan Masuk
Alasan masuk klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul halusinasi yang
menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan yang berdampak terhadap resiko
tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
c. Factor Predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam pengobatan. Klien
pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan fisik dalam keluarga. Klien
dengan perilaku kekerasan (pk) bisa herediter. Pernah mengalami trauma masa lalu
yang sangat menganggu/tidak menyenangkan.
d. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ yaitu : pemeriksaan ttv
(biasanya tekanan darah, nadi, dan pernafasan akan meningkat ketika klien marah),
diikuti dengan pemeriksaan fisik seperti tinggi badan, berat badan, serta keluhan-
keluhan fisik.

8. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Direja, 2011) Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan mencederai diri sendiri.
a. Definisi
Berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual pada diri sendiri atau orang lain.
b. Faktor Risiko
1. Pemikiran waham atau delusi
2. Curiga pada orang lain
3. Halusinasi
4. Kerusakan kognitif
5. Kerusakan kontrol implus
6. Persepsi pada lingkungan tidak akurat
7. Alam perasaan depresi
8. Riwayat kekerasan pada hewan
9. Lingkungan tidak teratur
10. Penganiayaan atau pengabaian anak

b. Kondisi Klinis Terkait


1. Penganiayaan fisik, psikologis atau seksual
2. Gangguan perilaku
3. Depresi
4. Serangan panik
5. Demensia
6. Halusinasi
7. Upaya bunuh diri

9. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perilaku Kekerasan Setelah dilakukan tindakan SPIP
keperawatan selama 1x24 1. Mengidentifikasi penyebab
jam diharapkan control diri PK
meningkat. Dengan kriteria 2. Mengidentifikasi tanda dan
hasil: gejala PK
- Verbalisasi ancaman 3. Mengidentifikasi PK yang
kepada orang dilakukan
menurun 4. Mengidentifikasi akibat PK
- Perilaku menyerang 5. Menyebutkan cara
menurun mengontrol PK
- Perilaku melukai diri 6. Membantu pasien
sendiri/orang lain mempraktekkan latihan
menurun cara mengontrol PK secara
fisik 1
- Perilaku merusak 7. Menganjurkan pasien
lingkungan sekitar memasukkan dalam
menurun kegiatan harian
- Perilaku agresif/amuk SPIK
menurun 1. Mendiskusikan masalah
- Suarea kereas yang dirasakan
menurun keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian PK,
tanda dan gejala,
serta proses terjadinya PK
3. Menjelaskan cara merawat
pasien PK
SPIIP
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara
fisik 2
3. Menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SPIIK
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan PK
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat
langsung kepada pasien PK
SPIIIP
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara
verbal
3. Menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SPIIIk
1. Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat
(discharge
planning)
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
SPIVP
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara
Spiritual
3. Menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SPVP
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan minum
obat
3. Menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

Anda mungkin juga menyukai