Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Nama : Sri Amawati


NIM : 2002116

PROGRAM PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA


2021
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
Laporan Pendahuluan
A. Masalah Utama
Perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologi. Berdasarkan definisi
tersebut maka perilaku kekesrasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep,2010)
2. Tanda dan gejala
Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi
tanda dan gejala perilaku kekerasan:
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot/pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Wajah memerah dan tegang
f) Postur tubuh kaku
g) Pandangan tajam
h) Mengatupkan rahang dengan kuat
i) Mengepalkan tangan
j) Jalan mondar-mandir
3. Rentang Respon
Menurut Yosep,(2010) perilaku kekerasaan merupakan status rentang
emosi dan ungkapan kemarahan suatu bentuk komunikasi dan proses
penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, merasa
tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang respon
kemaraha individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon sangat tidak normal (maladaptif).
Gambar Rentang respon marah (Yosep,2010)

Respon AdaptifRespon Maladaptif

a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah respon suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Repon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon tidak normal (maladaptif) meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposis klien dengan perilaku
kekerasan adalah :
1) Teori Biologis
a) Neurogic Factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang akan mempengaruhi sifat agresif, sistem limbik sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respon agresif.
b) Genetic Factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif
yang sedang tidur akan bangun jika terstiulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY,
pada umumnyadimiliki oleh penghuni pelaku tindakan
kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat
perilaku agresif.
c) Cycardian Rhtym
(Irama sirkardian tubuh) , memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti menjelang
masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam
9 dan 1. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry Factor
(Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak
(epineprin, nonepineprin, dopamin, astilkolon dan serotonin)
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya
melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan
norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilak agresif.
e) Brain area disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom
otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis,
epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang sesorang (life span history). Teori ini
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia
0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembagnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tidak kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasan.
b) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif pula
(makin keras pukulannya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka
tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaiannya
mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi
boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
dengan tontonan yang pernah dialaminya
c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa agresivitas lingkungan
sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.
b Faktor Presipitasi
Meurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan :
 Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas seperti dalam sembuah konser, penonton sepak
bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
 Ekspresi dari tindak terpenuhinya kebetuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
 Kesulitan dalam mengkonsumsi sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan diaglog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
 Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan
obat dan alcoholisme dan tidak mampu mengontrol
emosiannya pada saat menghadapi rasa frustasi.
 Kematian anggota keluarga yang terpentingm kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga.
5. Sumber Koping
Menurut Stuart dan Laraia (2001), sumber koping dapat berupa aset
ekonimi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial,
dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya
termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan
material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai
dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal
yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk
kemampuan untu mencari informasi, mengidentifikasi masalah,
menimbang alternatif, dan melaksankan rencana tindakan, keterampilan
sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain,
meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan
dari orang lain, dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar.
Akhirnya, aset materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan
uang. Sumber koping sangat meningkatkan pilihan seseorang mengatasi di
hampir semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain dalam
menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara
yang berbeda dalam menghadapi stres. Akhirnya, sumber koping juga
termasuk kekuatan ego untuk mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas
budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan kosntitusional.
6. Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada
klien mearah untuk melindungi diri antara lain :
1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang
sangat benci pada aorang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilkau yang
berlawanan dan menggunakan sebagai rintanga. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminy, akan memperlakuakan orang
tersebut dengan kasar.
5) Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.

C. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Perilaku
kekerasan

Gangguan Konsep diri Harga


Diri Rendah

D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Masalah keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan/amuk
c. Gangguan harga diri : Harga Diri Rendah
d. Koping individur tidak efektif
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
a. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin
mengakhiri hidup.
E. Diagnosis Keperawatan
a. Resiko Perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
F. Rencana Tindakan Keperawata
SDKI SLKI SIKI
Resiko perilaku kekerasan ( D.0146) Kontrol Diri (L.09076) Manajemen pengendalian marah
Definisi : beresiko membahayakan secara 1. Verbalisasi ancaman pada orang lain ( i.09290)
fisik, emosional, dan /atau seksual pada 2. Verbalisasi umpatan 1. Identifikasi penyebab atau pemicu
diri sendiri atau orang lain 3. Perilaku menyerang kemarahan
4. Perilaku melukai diri sendiri dan 2. Identifikasi harapan perilaku terhadap
orang lain ekpresi kemarahan
5. Perilaku merusak lingkungan 3. Monitor potensi agresif tidak
6. Suara keras konstuktif, monitor kemajuan dengan
7. Bicara ketus membuat grafik, jika perlu
8. Verbalisasi rencana bunuh diri 4. Gunakan pendekatan yang tenang dan
9. Verbalisasi isyarat bunuh diri meyakinkan
10. Verbalisasi keinginan bunuh diri 5. Fasilitas mengekspresikan marah
11. Perilaku merencanakan bunuh diri secara adaftif
12. Euphoria 6. Cegah kerusakan fisik akibat ekspresi
marah
Keterangan : 7. Jelaskan makna fungsi marah, frustasi,
1 : meningkat dan respon marah
2 : cukup meningkat 8. Ajarkan meminta bantuan perawat
3 : sedang atau keluarga selama ketegangan
4 : cukup menurun meningkat
5: menurun Ajarkan metode untuk memodulasi
pengalaman emosi yang kuat misa, latihan
asertif, teknik relaksasi, jurnal, aktivasi
penyaluran energy)
Harga diri rendah kronis (D.0086) Harga Diri (L.09069) Manajemen Perilaku (I.12463)
Definisi : evaluasi dan perasaan negative 1. Penilaian diri positif 1. Identifikasi harapan untuk
terhadap diri sendiri atau kemampuan 2. Perasaan memiliki kelebihan atau mengendalikan perilaku
klien seperti tidak berarti, tidak berharga, kemampuan positif 2. Diskusikan tanggung jawab terhdap
tidak berdaya, yang berlangsung dalam 3. Penerimaan penilaian positif terhadap perilaku
waktu lama dan terus menerus diri 3. Ciptakan dan perhatikan lingungan
Gejala Mayor : 4. Berjalan menampakan wajah dan kegiatan perawatan konsisten
Subjektif : 5. Postur tubuh menampakan wajah setiap dinas
1. Menilai diri negative ( tidak berguba 6. Konsentrasi 4. Tingatkan aktivitas fisik sesuai
da tidak tertolong) 7. Keputusasaan keinginan
2. Merasa malu dan bersalah 8. Perasaan malu 5. Bicara dengan nada rendah
3. Merasa tidak mampu melakukan 9. Perasaan bersalah 6. Lakukan kegiatan pengalihan terhadap
apapun 10. Perasaan tidak mampu melakukan sumber agitas
4. Meremehkan kemauan mengatasi apapun 7. Cegah perilau pasif dan agresif
masalah 8. Hindari sikap menyudutkan dan
5. Merasa tidak memiliki kelebihan atau Keterangan : menghentikan pembicaraan
kemampuan positif 1 : menurun 9. Hindari sikap mengancam dan
6. Melebeilkn penilaian negative 2 : cukup menurun berdebat
7. Menolak penilaian positif 3 : sedang Informasikan keluarga bahwa keluarga
Objektif : 4 : cukup meningkat
sebagai dasar pembentukan kognitif
Enggan mencoba hal baru, berjalan 5 : meningkat
menunduk dan postur menunduk

Gejala minor
Subjektif :
Merasa sulit konsentrasi, sulit tidur dan
mengungkapkan keputusasaan
Objektif :
1. Kontak mata kurang
2. Lesu dan tidak bergairah
3. Berbicara pelan dan lirih
4. Pasif
5. Perilaku tidak asetif
6. Mencari penguatan secara berlebihan
7. Bergantung pada pendapat orang lain
8. Sulit membuat keputusan.
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
1. Kondisi klien :
Pandangan pasien tampak tajam dengan mata merah dan nada suara pasien
tinggi
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
4. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara :
1) Verbal
2) terhadap orang lain
3) terhadap diri sendiri
4) terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
2) Obat
3) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
2) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
1) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
k. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
Orientasi:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Agung Nugroho, panggil saya Agung saya
mahasiswa Keperawatan dari Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang akan
praktek disini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya
yang akan merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa,
senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”

Kerja :
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah
bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan
bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan
jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua
cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak
latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?,
apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri;
kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah
kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya
pak: Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya karena
minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya
perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta
obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak
mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll.
Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang
mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”

Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum
obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti
minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur

ORIENTASI
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara
yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?.
Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa
Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah
jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini
harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya
pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat
yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua
dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan
kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
Daftar Pustaka

Farida Kusumawati,dkk.2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC


Stuart & Sundeen, (2009). Buku Keperawatan Jiwa Pada Klien RPK, Jakarta:
EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesiappni
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(I). Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Yosep (2009). Keperawatan Jiwa klien RPK. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai