Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)


Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing: Bapak Drs.H.Nasihin, M.Kes
CI/Pembimbing : Ibu Laili Mahmudah SKP

Disusun Oleh:

Nama : Suci Maulida


NIM : P27901120081
Kelas : 3B-D3 Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JL. Dr. Sitanala, RT. 002/RW 003, Karang Sari, Kec. Neglasari Kota Tangerang, Banten.
Telp (021) 5522250
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PELAKU KEKERASAN (RPK)

A. Masalah Utama
Resiko Perilaku Kekerasan

B. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman. Sering juga disebut gaduh gelisah
atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Kartika Sari, 2015:137).

2. Rentang Respon Marah


Menurut Yosep (2010) perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenernya ingin menyampaiakan
pesan bahwa ia “tidak setuju, ersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak
dituruti atau diremehkan”. Rentang respon kemarahan dimulai dari respon normal
(asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).
3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tak terkontrol.
a. Respon adaptif
1) Peryataan (Assertion) Respon marah dimana individu mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju,
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya
akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam
mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya
dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon maladaftif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu
untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, serta lain maupun
lingkungan (Prabowo,2014:141-142).

4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah :
1) Teori Biologis
a) Neurologik Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan

yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat


terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012 : hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah
antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang
merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara
rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012: 29).
b) Genetik Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif
yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut
penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan
menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimiatubuh seperti neurotransmitter di otak
contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
e) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,
siindrom otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis,
epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).

2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponensasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh,
model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan
sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk
menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward
positif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat).
setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-
masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah
dialaminya.
c) learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar dari individu
terhadap lingkungan terdekatnya, ia mengamati bagaimana
respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya,
menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut
untuk diperhitungkan.

b. Faktor Prespitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiaskan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat
dan alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.

5. Tanda dan Gejala


Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan
mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan :
a) Muka merah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Jalan mondar-mandir
f) Bicara kasar
g) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h) Mengancam secara verbal atau fisik
i) Melempar atau memukul benda atua orang lain
j) Merusak barang atau benda
k) Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku
kekerasan.

6. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan
keterampilan, teknik defensive, dukungan social, dan motivasi. Hubungan
antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting
pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energy,
dukungan spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah
dan social, sumber daya sosian dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar
harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang
paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk
mencara informasi, mengidentifikasi masalah, menimbang alternative dan
melaksanakan rencana tindakan.

7. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiasakan kemarahanya kepada objek lain seperti meremas remas
adonan kue ,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, menyumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuannya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa benci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihi lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
mengunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orng tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan 14 hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang-pedangan
dengan temannya (Prabowo,2014:144).

8. Pohon Masalah
3. Effect : Risiko perilaku kekerasan (pada
Efek/Akibat diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan

Core/Problem
1. Perilaku kekerasan

Penyebab/ Etiologi
2. Harga diri rendah kronis
C. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
1. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal
2. Perilaku kekerasan
3. Harga diri rendah kronis

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
d. Koping Individu Tidak Efektif
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang
lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang- barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang- barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
1) Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
1) Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik
seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek
anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan
seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting
setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi
tentang pengalaman dan arti kegiatan bagi dirinya. Terapi ni merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo,
2014: hal 145).
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung padasetiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, tindakan kesehatan, memberi perawatan pada
anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif
(pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan
skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif
(pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
4. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatik
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi
adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146

F. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Faktor penyebab perilaku kekerasan
Menurut Yosep (2009), pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku
kekerasan ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial
kulturalispiritual.
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
takikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urin meningkat.
Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikelaurkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang merasa tidak nyaman, merasa ridak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan
dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagaian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.
Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah
laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,
menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal ini yang betentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan curiga pada orang lain
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan ketidakmampuan
mengendalikan dorongan marah dibuktikan dengan mengancam
3. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kurangnya pengakuan dari
orang lain dibuktikan dengan menolak penilaian positif diri sendiri.

H. Rencana Tindakan Keperawatan


No. Diagnosa SLKI SIKI
Dx Keperawatan
1 Risiko perilaku Kontrol Diri (L.09076) Promosi Koping (I. 09312)
kekerasan dibuktikan Setelah dilakukan…..x Observasi
dengan curiga pada pertemuan diharapkan pasien .1 Identifikasi kegiatan
orang lain mampu memenuhi kriteria jangka pendek dan
hasil: panjang sesuai tujuan
1. Verbalisasi ancaman 1.2 Identifikasi
kepada orang lain (5) kemampuan yang
2. Verbalisasi umpatan (5) dimiliki
3. Prilaku menyerang (5) 1.3 Identifikasi sumber
4. Prilaku melukai diri daya yang tersedia
sendiri atau orang lain untuk memenuhi
(5) tujuan
5. Prilaku merusak 1.4 Identifikasi
lingkungan sekitar (5) pemahaman proses
penyakit
Skala 1.5 Identifikasi dampak
Outcome: situasi terhadap peran
1 : Meningkat dean hubungan
2 : Cukup 1.6 Identifikasi
Meningkat metode
3 : Sedang penyelesaian masalah
4 : Cukup Menurun Terapeutik
5 : Menurun 1.7 Diskusikan perubahan
peran yang dialami
1.8 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
1.9 Diskusikan
alasan mengkritik
diri sendiri
1.10 Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi
perilaku sendiri
1.11 Diskusikan
konsekuensi tidak
menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu
Edukasi
1.12 Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan yang sama
1.13 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi

2 Perilaku kekerasan Kontrol Risiko L.14128 Manajemen Pengendalian


berhubungan dengan Setelah dilakukan…..x Marah (I.09290)
ketidakmampuan pertemuan diharapkan pasien Observasi
mengendalikan mampu memenuhi kriteria 1.1 Identifikasi
dorongan marah hasil: penyebab/pemicu
dibuktikan dengan 1. Kemampuan mencari kemarahan
mengancam informasi tentang 1.2 Identifikasi harapan
faktor resiko (5) perilaku terhadap
2. Kemampua ekspresi kemarahan
mengientifikasi faktor 1.3 Monitor potensi
resiko (5) agresi tidak
3. Kemampuan konstruktif
melakukann strategi melakukan tindakan
kontrol resiko (5) sebelum agresif
4. Kemampuan Terapeutik
menghindari faktor 1.4 Cegah kerusakan fisik
resiko (5) akibat ekspresi marah
(mis. Menggunakan
Skala senjata)
Outcome: 1.5 Cegah aktivitas pemicu
1 : Menurun agresi (mis. Meninju
2 : Cukup Menurun tas, mondar
3 : Sedang
4 : Cukup Meningkat mandir, berolahraga
5 : Meningkat berlebihan)
1.6 Lakukan kontrol
eksternal (mis.
Pengekangan, time-
out, dan seklusi), jika
perlu
1.7 Dukung menerapkan
strategi pengendalian
marah dan ekspresi
amarah adaptif
1.8 Berikan penguatan atas
keberhasilan penerapan
strategi pengendalian
marah
Edukasi
1.9 Jelaskan makna, fungsi
marah, frustasi, dan
respon marah
1.10 Anjurkan meminta
bantuan perawat atau
keluarga selama
ketegangan meningkat
1.11 Ajarkan strategi untuk
mencegah ekspresi
marah maladatif
1.12 Ajarkan metode untuk
memodulasi
pengalaman emosi yang
kuat (mis. Latihan
asertif, teknik relaksasi,
jurnal, ativitas
penyaluran energi)

3 Harga diri rendah Harga diri (L. 09069) Promosi Koping (I.13494)
kronis berhubungan Setelah dilakukan…..x Observasi
dengan kurangnya pertemuan diharapkan pasien 1.1 Identifikasi kegiatan
pengakuan dari orang mampu memenuhi kriteria jangka pendek dan
lain dibuktikan hasil: panjang sesuai tujuan
dengan menolak 1. Penilaian diri positif (5) 1.2 Identifikasi
penilaian positif diri 2. Perasaan memiliki kemampuan yang
sendiri kelebihan atau dimiliki
kemampuan positif (5) 1.3 Identifikasi sumber
3. Penerimaan daya yang tersedia
penilaian positif untuk memenuhi
terhadap diri sendiri (5) tujuan
4. Minat mencoba hal baru 1.4 Identifikasi
(5) pemahaman proses
penyakit
Skala Outcome : 1.5 Identifikasi dampak
1 : Menurun situasi terhadap peran
2 : Cukup Menurun dean hubungan
3 : Sedang 1.6 Identifikasi
4 : Cukup Meningkat metode
5 : Meningkat penyelesaian masalah
Terapeutik
1.7 Diskusikan perubahan
peran yang dialami
1.8 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
1.9 Diskusikan
alasan mengkritik
diri sendiri
1.10 Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri
1.11 Diskusikan
konsekuensi tidak
menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu
Edukasi
1.12 Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan yang sama
1.13 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

A. Kondisi klien :
Pandangan pasien tampak tajam dengan mata merah dan nada suara pasien
tinggi

B. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan

C. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrolperilaku
kekerasannya
6. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

D. Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu.
a. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
b. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat marah secara :
1) Verbal
2) terhadap orang lain
3) terhadap diri sendiri
4) terhadap lingkungan
c. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
d. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
1) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
2) Obat
3) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
e. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
2) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
f. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
g. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
1) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
h. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
E. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,tanda dan gejala
yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol
secara fisik I

Orientasi:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Suci Maulida, panggil saya Suci saya
mahasiswa Keperawatan dari Poltekkes Kemenkes Banten yang akan praktek disini
selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan
merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”

Kerja :
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
Bagus..., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak
sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan
pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi
kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi.
dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan
kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari
bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri;
kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah
kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga
caranya pak: Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah
serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab
marahnya karena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang
dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini
untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada
kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak
mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll.
Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai
nanti

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik,
yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”

Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?” Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengonrol rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang
benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa
Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah
jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini
harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya
pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat
yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum
obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang
kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan
kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Resiko Perilaku


Kekerasan. https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk- b.pdf.
Diakses pada tanggal 14 maret 2021.
Siswoto. 2017. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Resiko Perilaku
Kekerasan. https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-
pk.pdf. Diakses pada tanggal 14 maret 2021.

Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.). St.Louis Mosby Year Book

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000

Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan


Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai