Disusun oleh :
P.1337420919049
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang
berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
B. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
a. Teori Biologis
1) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang
mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
2) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
3) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada
jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja
ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
4) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya
epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila
ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan
akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya
melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin
serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
b. Teori Psikogis
1) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100 – 101)
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
C. MANIFESTASI KLINIK
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138):
Data Subyektif :
4. Terapi somatic
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien. (Eko Prabowo,
2014: hal 146).
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali
terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko
Prabowo, 2014: hal 146).
F. POHON MASALAH
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul dan Perlu Dikaji
Obyektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
Merusak dan melempar barang-barang
3. Fokus Intervensi
1. Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawab.
2. Tujuan Khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien mau membalas salam
b) Kien mau berjabat tangan
c) Klien mau menyebutkan nama
d) Klien mau kontak mata
e) Klien mau mengetahui nama perawat
f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak
2) Intervensi
a) Beri salam dan panggil nama kien
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e) Beri rasa aman dan sikap empati
f) Lakukan kontak singkat tapi sering
b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
1) Kriteria Evauasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/jengkel (dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan)
2) Intervensi
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
b) Bantu klien mengungkap perasaannya
c. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau
jengkel
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat
marah/jengkel
b) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat jengkel/marah
yang dialami
d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang biasa
dilakukan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapatmengungkapkan perilaku kekerasan yang
dilakukan
b) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
dilakukan
c) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau tidak
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien
b) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai
e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang
dilakukan klien
2) Intervensi
a) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien
b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan
oleh klien
c) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru
yang sehat
f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan secara konstruktif
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemarahan
secara konstruktif
2) Intervensi
a) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru
b) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
c) Diskusikan dengan klien mengenai cara lain
g. TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta
Timur, 29-37.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
MEdia.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba