Anda di halaman 1dari 43

ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan
orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2007).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu
keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik
diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).


B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan
sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada
masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus
dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia
harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang
mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan
nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu
dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang
seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara
teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang
lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang
tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan
tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang
kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung
dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut
oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam
otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya
adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya
masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.

C. POHON MASALAH

Pathway Isolasi Sosial

Sumber: (Keliat, 2006)

D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Isolasi Sosial


E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori
halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya
tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti
melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana
orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan
yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah
halusinasi pendengaran.

F. PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi
mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia
akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson
akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal,
retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan
(SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda.
Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan
orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,
dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai
salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara
garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan
yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah
mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan
dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri,
baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga keselamatan
dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien
gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial
dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial
dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada
kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti
memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain
secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus
dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun
terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan diri
untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang
puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor
, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak
ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /
frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah
,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba
tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi
negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah,
PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu
tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan
sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain ,
Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan
merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain(
lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping
individu : koping defensif.






RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
Isolasi Sosial

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam Klien dapat berinteraksi dengan
orang lain baik secara individu maupun secara
berkelompok dengan kriteria hasil :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan orang lain.
Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain secara bertahap.
Terlibat dalam aktivitas sehari-hari

TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Klien
SP 1
o Bina hubungan saling percaya
o Identifikasi penyebab isolasi sosial
SP 2
o Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
o Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 3
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
o Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang
o Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan dua orang tetang topik tertentu
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 4
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
o Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek
samping obat)
o Anjurkan Klien memasukan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian
dirumah
o Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain
Keluraga
o Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam merawat Klien
o Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami Klien dan proses
terjadinya
o Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA
Beri obat-obatan sesuai program
Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang diminum
Ukur vital sign secara periodik

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
Libatkan dalam makan bersama
Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak singkat tapi sering
Berikan reinforcement positif setiap Klien berhasil melakukan suatu tindakan
Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai kebutuhannya

Gangguan konsep diri: harga
diri rendah berhubungan
dengan tidak efektifnya
koping individu : koping
defensif.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
selama 3 x pertemuan klien mempunyai konsep
diri yang positif dengan criteria hasil:
Dapat membina hubungan saling percaya
Dapat mengidentifikasi aspek positif yang
dimiliki
Dapat mengembangkan kemampuan yang telah
diajarkan
Dapat terlibat dalam terapi aktivitas kelompok
orientasi realita dan stimulasi persepsi
Dapat mengikuti aktivitas di rumah
Dapat minum obat dengan bantuan minimal
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Pasien:
Bina hubungan saling percaya
Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien (individu, keluarga,
dan masyarakat)
Antu klien menilai kemampuan klien yang dapat digunakan
Bantu klien memilih kegiatan dan melatih sesuai dengan kemampuan klien
Melatih kemampuan kedua
Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga:
Diskusikan masalah yang dirasakan keluargadalam merawat klien
Jelaskan pengertian, tanda, dan gejala harga diri rendah yang dialami klien
beserta proses terjadinya
Jelaskan cara-cara merawat klien harga diri rendah
Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga diri rendah




dirumah
Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
Jelaskan follow up klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA
Berikan obat-obatan sesuai program pengobatan klien
Pantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum
Ukur VS secara periodic

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
Bersikap menerima klien dan negativismenya
Libatkan klien dalam setiap aktivitas dirumah dan di lingkungan
Beri kesempatan pada klien untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya
sendiri misalnya merapikan tempat tidur, membersihkan alat makan, dan minum
obat
Berikan umpan balik positif untuk tugas-tugas yang dilakukan secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ;
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24 Juli 2012 pada
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-
sosial/
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep,
Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.







ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI
December 4, 2013 Elmore Sagala Leave a comment
DEFINISI
1. Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
2. b. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
3. Kerusakan sosial adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi dalam pertukaran
sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif(Towsend, 1998). Klien yang
mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan
orang lain yang salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri.
4. Kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,
tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan
sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998).
5. Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
6. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri merupakan suatu
tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial
secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan Sundeen, 1995).
7. Perilaku Menarik Diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan degan orang lain.(Rawlins, 1993, hal 336).
8. Menarik Diri adalah suatu tindakan melepaskan diri dari alam sekitarnya, individu
tidak ada minat dan perhatian terhadap lingkungan sosial secara langsung. (Petunjuk
teknis Askep pasien gangguan skizofrenia hal 53).
9. Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak menyadari
kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Budi Anna Keliat, 1999).

RENTANG RESPONS SOSIAL
Gangguan hubungan sosial terdiri atas :
1. Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan
sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang
mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidaksesuaian atau
ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia.
Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna.
Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain.
Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah
orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
2. Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu
berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas
interaksi sosial yang tidak efektif, Dengan Karakteristik : Menyatakan secara verbal
atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial. Menyatakan secara
verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau
mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita.
Tampak menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi
interaksi dengan rekan sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang
berlebihan tidak menerima tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi
verbal. Ketidakmampuan menunda kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa
Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).
Rentang Respon Sosial
- Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang respons
yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respons yang dapat
diterima oleh norma norma sosial dan budaya setempat yang secara umum berlaku,
sedangkan respons maladaptif merupakan respons yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma norma sosial dan budaya
setempat. Respons sosial maladaptif yang sering terjadi dalam kehidupan sehari hari
adalah menarik diri, tergantung (dependen), manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan
kesepian.
- Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada dalam rentang
adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada bagan berikut :
Respon adaptif respon maladaptif
1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma norma sosial
dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptif terdiri dari
:
1. 1. Menyendiri(Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
2. 2. Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. 3. Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
4. 4. Saling tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
2. B. Respon maladaptive
Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat
keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif terdiri dari :
1. 1. Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2. 2. Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.
3. 3. Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
4. 4. Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara
terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosenetris,
pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.
5. 5. Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
6. 6. Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan
orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda
cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan humor yang
kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan dan meresa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas
keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang
yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam
keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari
lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
Penyebab dari Menarik Diri
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang
diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Tanda dan gejala harga diri rendah :
Ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah (Stuart dan
Sundeen, 1995)
a. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
b. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
c. Rasa bersalah atau khawatir
d. Manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan zat.
e. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
f. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
g. Menarik diri dari realitas
h. Merusak diri
i. Merusak atau melukai orang lain
j. Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri. Tanda Dan Gejala Harga Diri Rendah

Gejala Klinis ( Budi Anna Keliat, 1999):
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi)
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

Pohon Masalah

Resiko Perubahan Sensori-persepsi :
Halusinasi ..

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
( Budi Anna Keliat, 1999)

TANDA DAN GEJALA
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)

Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab
pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata tidak , iya, tidak tahu.
Data Objektif :
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain,
misalnya pada saat makan.
Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain /
perawat.
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan.
Posisi janin pada saat tidur.
KARAKTERISTIK PERILAKU
Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
Kemunduran secara fisik.
Tidur berlebihan.
Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
Banyak tidur siang.
Kurang bergairah.
Tidak memperdulikan lingkungan.
Kegiatan menurun.
Immobilisasai.
Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
Keinginan seksual menurun.
Komplikasi dari Menarik Diri
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko perubahan
sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang
maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/
rangsangan eksternal.
Gejala Klinis halusinasi :
1. bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
4. tidak dapat memusatkan perhatian
5. curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6. ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 1999)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA KLIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL
Pemberian asuhan keperawatan klien degan masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri tetap menggunakan proses keperawatan yang lazim digunakan pada klien
dengan gangguan jiwa dengan tahap-tahap sebagai berikut :
I. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (towsend,
1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan data, perumusan masalah keperawatan, pohon
masalah dan analisa data.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi,
penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart
and Sundeen, 1995).
Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri adalah sebagai berikut
1) Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama Kerusakan
Interaksi Sosial Menarik Diri adalah : biodata yang meliputi nama, umur, terjadi pada umur
atara 15 40 tahun, bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status perkawinan, tangggal MRS
, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien. dan agama pendidikan
serta pekerjaan dapat menjadi faktor untuk terjadinya penyakit Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri.
2) Alasan masuk rumah sakit
Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu menunduk, menjawab
pertanyaan dengan singkat, menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari hari, dependen.
3) Faktor predisposisi
Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan bagi klien yang telah
mengalami gangguan jiwa trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam
keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak
menyenangkan bagi klien sebelum mengalami gangguan jiwa. Kehilangan, perpisahan,
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan / frustrasi berulang,
tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan, dicerai suami , putus
sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan, di tuduh KKN,
dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung meningkat, Nadi: cenderung meningkat, suhu:
meningkat, Pernapasan : bertambah, TB, BB: menurun).
5) Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi penurunan berat
badan. Klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.
5) Aspeks psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
6) Konsep diri
Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan, pemahaman dan keyakinan
seseorang terhadap dirinya yang memperngaruhi hubungannya dengan orang lain. Pada
umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami
gangguan konsep diri seperti :
- Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang
hilang, mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
- Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan .
- Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua,
putus sekolah, PHK.
- Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya; mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
- Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan social dengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien
terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).

- Hubungan sosial
Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, karena manusia tidak mampu
hidup secara normal tanpa bantuan orang lain. Pada umumnya klien dengan Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki
teman dekat, tidak pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami
hambatan dalam pergaulan.
6) Status mental
a) Penampilan: Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri
berpenampilan tidak rai, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan
pakaian sesuai dengan keadaan serta klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus mandi.
b) Pembicaraan: Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksisosial Menarik Diripada
umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak
jelas atau kadang menolak diajak bicara.
c) Aktivitas motorik: Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang gelisah
dan mondar-mandir.
d) Alam perasaan: Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa dimanifestasikan dengan sering melamun.
e) Afek: Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap rangsang yang normal.
f) Interaksi selama wawancara: Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-
kadang menolak untuk bicara dengan orang lain.
g) Persepsi
- Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya
mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar
suara-suara yang megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri dan melamun.
h) Isi pikir
- Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya
mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga.
i) Proses pikir
- Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam proses
pikir.
j) Kesadaran
- Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri tidak mengalami
gangguan kesadaran.
k) Memori
- Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu mengingat hal-hal
yang telah terjadi.
l) Konsentrasi dan berhitung
- Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya
tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan berhitung.
m) Kemampuan penilaian
- Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
n) Daya tilik diri
- Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari penyakit
yang dideritanya.
- 7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari penyakit yang
dideritanya.
b) BAB / BAK
Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC kurang.
c) Mandi
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri bisanya tidak memiliki
minat dalam perawatan diri (mandi)
d) Istirahat dan tidur: Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya terganggu
8) Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan kadang-kadang mencedrai
diri.
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang orang lain
(lebih sering menggunakan koping menarik diri). Mekanisme koping yang sering digunakan
pada klien menarik diri adalah regresi, represi, dan isolasi.
9) Masalah psikososial dan lingkungan
- Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien direndahkan
atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
10) Pengetahuan
- Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri, kurang
mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping mekanisme dan sistem
pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.
11) Aspek medic
- Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan oleh klien selama
perawatan.
1. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat memulai
pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain,
Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
1. Kebutuhan persiapan pulang.
- Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
- Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan
dan merapikan pakaian.
- Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
- Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar
rumah
- Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

ASPE MEDIK
PENATALAKSANAAN
Menurut Keliat, dkk.,(1998), prinsip penatalaksanaan klien menarik diri adalah :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
c. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
d. Dengarkan klien dengan penuh empati
e. Temani klien dan lakukan komunikasi terapeutik
f. Lakukan kontak sering dan singkat
g. Lakukan perawatan fisik
h. Lindungi klien
i. Rekreasi
j. Gali latar belakang masalah dan beri alternatif pemecahan
k. Laksanakan program terapi dokter
l. Lakukan terapi keluarga

Penatalaksanaan medis (Rasmun,2001) :
1. Obat anti psikotik
1. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme kerja: Memblokade dopamine pada reseptor paska sinap di otak khususnya
sistem ekstra piramidal.
Efek samping:Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut
kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama ja ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik,
hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
febris,ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS Depresan.
2. Haloperidol (HP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam
fungsi kehidupan sehari hari.
Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada reseptor paska
sinaptik neuron di otak khususnya sistem limbik dan sistim ekstra piramidal.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
3. Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,sindrom
parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada reseptor p aska
sinaptik nauron diotak khususnya sistem limbik dan sistem ekstra piramidal.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti
kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung).
Kontra indikasi:Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
fibris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
TerapiFarmakologi:
PENGERTIAN
Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental.
Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada
sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi:
1. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka, lobektomi dan
electro convulsi therapy (ECT)
2. Psikoterapeutik
3. Terapi modalitas
Terapisomatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan
tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan perlakuan fisik
adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah
meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi1.
1. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas
fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.
2. Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang (Grandmal) dengan
mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui electrode yang ditempelkan di
bebrapa titik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
3. Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di ruangan tersendiri untuk
mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya
potensial yang mungkin terjadi.
4. Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-10 x
lebih terang daripada sinar ruangan dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5
meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
5. Terapi Deprivasi Tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan mengurangi jumlah
jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. Cocok diberikan pada klien dengan depresi.
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini diberikan dalam
upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-
jenis terapi modalitas antara lain1 :
1. Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi yang didasarkan pada
pembelajaran hubungan interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat sadar
diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya.
2. Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member perawatan langsung pada setap
keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas
kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
member perawatan pada anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang sehat,
dan menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
3. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau berdiri sendiri,
seperti Terapi okupasi, rekreasi, gerak, dan musik.
4. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien dalam suatu drama.
Drama ini member kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan
perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
5. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita dengan gangguan jiwa
melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan multidisipliner.
KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
1. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
2. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka
3. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA
(Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain
4. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan
kekacauan atau gangguan mental
5. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter
KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
1. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh, mengatur jumlah
dan kecepatan zat yang memasuki otak
2. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat
mempengaruhi sistem saraf
3. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi akibat
penggunaan obat penghambat dopamin, agar didapat keseimbangan antara dopamin
dan asetilkolin
4. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat penggunaan
obat penghambat acetilkolin
ECT:
Psikomotor:
Terapi okupasional:
TAK:
Rehabilitas:
III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun
potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah
sebagai berikut :
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko perubahan sensori persepsi
4. Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
5. Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
6. Intoleransi aktifitas.
7. Kekerasan resiko tinggi.
A. Masalah Utama
Kerusakan interaksi social : menarik diri
B. Proses Terjadinya Masalah

Selain itu terdapat beberapa faktor predisposisi (pendukung) dan factor presipitasi (pencetus)
terjadinya gangguan hubungan sosial :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi
akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari (pengasuh) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
2) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa kelainan pada struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukugn terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari
orang lain (lingkungan sosialnya).
b. Faktor presipitasi (pencetus)
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat menyebabkan gangguan dalam berhubungan, misalnya keluarga
yang labil.
2) Stresor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan (Menarik Diri).

5. Mekanisme Sebab Akibat
Sebab : Harga diri rendah yang kronis
Mekanisme : Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu sehingga klien
lebih suka sendiri dan selalu menghidari orang lain. Pasien mengurung diri sehingga hal ini
dapat menyebabkan klien berfikir yang tidak realistik.
Akibat : Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat
mempengaruhi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
baik. (Carpenito,1996)
Mekanisme : Menarik diri pada individu dapat mengakibatkan perubahan persepsi sensori :
halusinasi. Hal ini disebabkan karena dengan menarik diri, klien hanya menerima rangsangan
internal dengan imajinasi yang berlebihan.

7. DAFTAR MASALAH
No. Data Fokus Masalah Etiologi
1. DO :- Berbicara dan tertawa sendiri
- Bersikap seperti mendengar atau
melihat sesuatu.
- Berhenti berbicara di tengah kalimat
seperti mendengar sesuatu.
- Disorientasi.
DS :
- Pasien mengatakan : Mendengar suara
suara, melihat gambaran tanpa adanya
stimulasi yang nyata, mencium bau tanpa
stimulasi.
Perubahan Persepsi
sensori halusinasi
Isolasi sosial
2. DO:- Tidur berlebihan
- Tidak memeprdulikan lingkungan.
- Kegiatan menurun, mobilitas kurang
- Klien tampak diam, melamun dan
menyendiri.
DS :
- Klien mengatakan lebih suka sendiri
daripada berhubungan dengan orang lain.
Gangguan isolasi
sosial : menari diri
Harga diri rendah
3, DO :- Klien tampak lebih suka
menyendiri, bingung bila disuruh memilih
Harga diri rendah Mekanisme koping
tidak adekuat
alternative tindakan, menciderai
diri/mengakhiri kehidupan.
DS :
- KLien mengatakan saya tidak bisa, saya
tidak mampu, bodoh tidak tau apa apa,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan rasa
malu terhadap diri sendiri.

2. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
a. Masalah Keperawatan
1) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
2) Isolasi Sosial : menarik diri
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji
1) Perubahanm persepsi sensori : halusinasi
a) Data Subjektif
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
b) Data Objektif
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
2) Isolasi sosial : menarik diri
a) Data obyektif
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak
mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang,
posisi menekur.
b) Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau
tidak
3) Gangguan konseps diri: harga diri rendah
a) Data obyektif
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri
b) Data subyektif
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa apa, mengkritik
diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
b. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping
individu : koping defensif.

4. Fokus Intervensi
a. Perubahan persepsi sensori : halusinasi. berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
perkenalkan diri dengan sopan
tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
jelaskan tujuan pertemuan
jujur dan menepati janji
tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu
mengurangi stres dan penyebab perasaaan menarik diri
Tindakan :
a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
atau mau bergaul
c) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab
yang muncul
d) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
Untuk mengetahui keuntungan dari bergaul dengan orang lain.
Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri.
Tindakan :
a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang
lain
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan prang lain
Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
b) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4) Klien dapat melaksanakan hubungan social
Rasional :
Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri yang biasa dilakukan.
Untuk mengetahui perilaku menarik diria dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa
membedakan perilaku konstruktif dan destruktif.
Tindakan :
a) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
K P : Klien Perawat
K P P lain : Klien Perawat Perawat lain
K P P lain K lain : Klien Perawat Perawat lain Klien lain
K Kel/ Klp/ Masy : Klien Keluarga/Kelompok/Masyarakat
c) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Rasional : Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah
Tindakan :
a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
b) Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat
berhubungan dengan oranglain
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Rasional : memberikan penanganan bantuan terapi melalui pengumpulan data yang lengkap
dan akurat kondisi fisik dan non fisik pasien serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
salam, perkenalan diri
jelaskan tujuan
buat kontrak
eksplorasi perasaan klien
b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
perilaku menarik diri
penyebab perilaku menarik diri
akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
d) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu
kali seminggu
e) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
7) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Rasionalisasi : Dengan mengetahui prinsip yang benar dalam menggunakan obat, akan
meminimalkan terjadinya ketidakefektifan pengobatan atau keracunan. Hal ini juga
dimaksudkan untuk memotivasi klien agar bersedia minum obat (patuh dalam pengobatan)
dengan kriteria evaluasi :
Klien dapat minum obat dengan prinsip yang benar
Mengetahui efek obat dan mengkomunikasikan dengan perawat jika terjadi keluhan.
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek samping minum
obat)
b) Bantu dalam mengguanakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis,
cara, waktu)
c) Anjurkan klien untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
d) Beri reinforcement positif bila klien menggunakan obat dengan benar.

b. Isolasi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik
b) sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
c) Perkenalkan diri dengan sopan
d) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
e) Jelaskan tujuan pertemuan
f) Jujur dan menepati janji
g) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
h) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Rasional :
Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau
integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin
mendapatkan pujian
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
c) Utamakan memberikan pujian yang realistic
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk
berubah
Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap
mempertahankan penggunaannya
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4) Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga
diri klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa
dilakukan
Tindakan :
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional :
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses
penyembuhan klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah
b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
2. Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta :
FIK UI. 1999
3. Townsed, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri:pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Edisi ketiga. Alih Bahasa: Novi
Helera C.D. Jakarta. EGC. Jakarta1998.
4. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Daftar Pustaka
Townsend M. C, (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman
untuk Pembuatan Rencana Keperawatan , Jakarta : EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
fajar Interpratama.
Stuart and Sundeen, Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa, alih bahasa Hapid AYS,
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
, (1998). Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan Asuhan
Keperawatan pada Kasus di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Direktorat Kesehatan Jiwa
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Dep-Kes RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai