Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TENTANG
RPK (RESIKO PERILAKU KEKERASAN)

DISUSUN OLEH:
TRI WAHYU VIVA INDRIYANI
201701076

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO 2019/2020
TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian perilaku kekerasan


Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman.
Patricia D. Barry (1990: 140), menyatakan: Agression: an emotion
compounded of frustration and hate or rage. It is an emotion deeplyrooted
in every one of us, a vital part of our emotional being that must be either
projected outward on the environment or inward, destructively, on the self.
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan
benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari
setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang
dapat diproyeksikan ke lingkungan ke dalam diri atau secara destruksif.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah
atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri
sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal disuatu sisi
dan perilaku kekerasan (violence) di sisi lain. (Yosep, Iyus. 2007)
Suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku
yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain
(towsend, 1998).
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri,lingkungan termasuk orang lain dan barang-
barang. (marmis, 2004).
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stresor yang dihadapi oleh
seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan
kekerasan,baik pada diri sendiri maupun orang lain,secara verbal maupun
non verbal,bertujuan untuk melukai orang secara fisik maupun psikologis.
(berkowitz, 2000).
Jadi berdasarkan definisi di atas kelompok dapat menarik
kesimpulan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu perilaku yang
membahayakan baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
1.2 Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasikan dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan:
1) Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir
2) Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3) Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/ orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/ orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/ agresif.
4) Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menunut.
5) Fisiologi
Tekanan darah meningkat, RR meningkat, napas dangkal, tonus otot
meningkat, muka memerah, perubahan kadar HCl lambung, peningkatan
frekuensi berkemih, dilatasi pupil.
6) Emosi
Labil, tidak sadar, ekspresi wajah tegang, pandangan tajam, merasa tidak
aman, bermusuhan, marah, bersikeras, dendam, menyerang, takut, cemas,
merusak benda.
7) Intelektual
Mendominasi, bawel, kasar, berdebat, meremehkan, konsentrasi menurun,
persuasif
8) Social
Menarik diri, sinis, curiga, agresif, mengejek, menolak kasar.
9) Spiritual
Ragu-ragu, moral kurang, merasa diri berkuasa, merasa diri benar,
mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak
peduli dan kasar.
10) Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
Proses terjadinya perilaku kekerasan
Proses kemarahan
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat di ungkapkan melalui 3 cara yaitu:
1. Mengungkapkan secara verbal
2. Menekan
3. Menantang
Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua
cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan, dan jika cara ini dipakai terus-menerus,
maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri, atau lingkungan
dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresif dan ngamuk.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal
atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam,
kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian,
makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana, dan
sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan
pada system individu ( disruption and loss ). Hal yang terpenting adalah
bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang
menyedihkan, atau menjengkelkan tersebut ( personal meaning ).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : penyakit adalah
saran penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga
( nervus auditorius ) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara
positif ( compensatory act ) dan tercapai perasaan lega ( resolution ). Bila
ia gagal dalam memberikan makna mengganggap segala sesuatunya
sebagai ancaman atau tidak mampu melakukan kegiatan positif
(olahraga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka
akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara ( helplessness ).
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan
yang diekspresikan keluar (expressed outward) dengan kegiatan yang
kontruktif ( constructive action ) dapat menyelesaikan masalah.
Kemarahan yang di ekpresikan keluar (expressed outward) dengan
kegiatan yang destruktif (destructive action ) dapat menimbulkan
perasaan bersalah dan menyesal ( guilt ). Kematahan yang dipendam
akan menimbulkan gejala psikosomatis (painful symptom) (Yosep, Iyus.
2009).
Batasan ungkapan marah :
Loomis (1970) dikutip dari Stuart dan Sundeen (1987;579) menetapkan 3
batasan ungkapan marah :
1. Menyatakan harapan pada klien dengan cara positif.
2. Membantu klien menggali alasan dan maksud tingkah laku klien.
3. Bersama klien menetapkan alternative cara mengungkapkan marah.

1.3 Etiologi
1. Adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal.
a. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal
b. Stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana, dan
sebagainya
2. Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehingga individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung, dan lekas
marah.
3. Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat, sehingga individu
merasa cemas dan terancam.
4. Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan
ketegangan dan membuat individu cepat tersinggung.
Adapun faktor-faktor terjadinya perilaku kekerasan:
a) Factor Predisposisi
1) Faktor Biologis
a. Neurologic factor
Beragam komponen dari system syaraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrite, axon terminal mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsang dan pesan-pesan yang
mempengaruhi sifat agrif. Sistem limbic sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b. Faktor Genetik
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif.
c. Faktor Biokimia
Factor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak (epinephrin,
norepinephrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin). Peningkatan
hormone androgen dan norephineprin serta penurunan serotonin
dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi factor
predisposisi terjadinya perilaku agresif.
d. Instinctual drive theory ( teori dorongan naluri )
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Faktor Psikologis
a. Teori Psikologis
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih
sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungan.
b. Imitation, modeling, and information processing theory
Perilaku kekerasan bias berkembang dalam lingkungan yang
monolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu
meniru perilaku tersebut.

c. Learning theory
Hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia
mengamati bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagimana respons ibu saat marah atau sebaliknya.
d. Existensi theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku
konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhan melalui
perilaku destruktif.
e. Factor social cultural
i. Social environment theory (theory lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah.
ii. Social learning theory (theory belajar social)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
maupun melalui proses sosialisasi.
b) Factor Presipitasi
Factor-faktor yang dapat mencetus perilaku kekerasan seringkali berkaitan
dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
c) Penilaian terhadap stressor
Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam
kaitannya dengan kesejahteraan seseorang. Respons perilaku adalah hasil
dari respons emosional dan fisiologis, serta analisa kognitif seseorang
tentang situasi stress. Caplan (1981, dalam Stuart & Laraia, 2005)
menggambarkan 4 fase dari respons perilaku individu untuk menghadapi
stres, yaitu:
a. Perilaku yang mengubah lingkungan stress atau memungkinkan
individu untuk melarikan diri dari itu.
b. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan
eksternal dan setelah mereka.
c. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan
rangsangan emosional yang tidak menyenangkan
d. Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan
masalah dan gejala sisa dengan penyesuaian internal
d) Sumber koping
Menurut Stuart & Laraia (2005), sumber koping dapat berupa asset
ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensive, dukungan
sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya
termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan
material, dan kesejahteraan fisik.
e) Mekanisme koping
Menurut Stuart & Laraia (2005), mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kea
lam sadar.
4. Reaksi formasi
Keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasannya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu.
Rentang Respon/Pathway
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi pasif agresif amuk


Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon
pasif dan melarikan diri/respon melawan dan menentang sampai respon
maladaptif yaitu agresif –kekerasan.
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative.
3. Pasif
Perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan perasaan sebagai
suatu usaha dalam mempertahankan haknya.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai orang
lain. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
5. Amuk
Perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.

I.1 Pathway
Ancaman

Stress

Cemas

Marah

Merasa kuat Mengungkapkan secara Merasa tidak adekuat


verbal

Menentang Menjaga keutuhan orang lain


Melarikan diri

Masalah tidak Lega Mengingkari


selesai marah
Marah berkepanjangan Ketegangan menurun Marah tidak
terungkap
Rasa marah teratasi

Muncul rasa kemarahan


Rasa bermusuhan menahun

Marah pada diri sendiri Marah pada


oranglain/lingkungan

Depresi psikosomatik Agresif mengamuk


Gambar 2. Proses terjadinya perilaku kekerasan
(Beck, dkk. 1986. Hal. 447 dikutip oleh Keliat, 1994).
I.2 Konsep Askep
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan.
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnosa medis,
pendidikan dan pekerjaan, No RM, tanggal pengkajian dan sumber
data yang didapat.
2. Alasan Masuk
Tanyakan kepada klien atau keluarga/pihak yang berkatan dan
tuliskan hasilnya apa yang menyebabkan klien datang kerumah
sakit? Apa yang sudah dilakukan oleh klien atau keluarga
sebelumnya atau dirumah untuk mengatasi masalah ini. Dan
bagaimana hasilnya.
3. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana
hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan
kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan
jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan.
4. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan
tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. Pada klien
dengan perilaku kekerasan tekanan darah meningkat, PR meningkat,
nafas dangkal, muka memerah, tonus otot meningkat, dan dilatasi
pupil.
5. Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari
pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
1. Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak
disukai dan bagian yang disukai.
2. Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki-
laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan
jenis kelaminnya dan posisinya.
3. Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan /
kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam
melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi
saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat
perubahan tersebut.
4. Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi,
tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan
klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan
harapannya.
5. Harga diri
Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada klien dalam berhubungan dengan orang lain,
harapan, identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak
sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan, penilaian klien
terhadap pandangan / penghargaan orang lain.
c. Hubungan social
Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan
upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan
kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan
atau peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat,
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam
berinteraksi dengan orang lain.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
6. Status mental
a. Penampilan
Cara berpenampilan tidak seperti biasanya, dan tidak rapi, rambut
kotor, rambut seperti tidak pernah disisir, gigi kotor dan kuning,
kuku panjang dan hitam.
b. Pembicaraan
Cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering terhenti/bloking, apatis,
lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan.
Pada klien perilaku kekerasan cara bicara klien kasar, suara tinggi,
membentak, ketus, berbicara dengan kata-kata kotor.
c. Aktivitas motoric
Agresif, menyerang diri sendiri orang lain mampu menyerang objek
yang ada disekitarnya. Terlihat tegang dan gelisah, muka merah,
jalan mondar-mandir. Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-
ubah yang tidak terkontrol klien
d. Afek dan Emosi
Emosinya labil, emosi klien cepat berubah-ubah cenderung mudah
mengamuk, membanting barang-barang/ melukai diri sendiri, orang
lain mampu objek sekitar, dan berteriak-teriak.
e. Interaksi selama wawancara
Mudah marah, defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga,
sinis, dan menolak dengan kasar. Bermusuhan : kata-kata atau
pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah. Curiga :
menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara
atau orang lain. Persepsi-sensori Terdapat gangguan seperti
halusinasi pendengaran.
f. Persepsi/Sensori
Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami persepsi
sensori sebagai penyebabnya.
g. Proses Pikir
1. Proses pikir ( arus dan bentuk pikir )
Otistik (autisme) : bentuk pemikiran yang berupa fantasi atau
lamunan untuk memuaskan keinginan untuk memuaskan
keinginan yang tidak dapat dicapainya. Hidup dalam pikirannya
sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa peduli
sekitarnya, menandakan ada distorsi arus asosiasi dalam diri
klien yang dimanifestasikan dengan lamunan, fantasi, waham
dan halusinasinya yang cenderung menyenangkan dirinya.
2. Isi Pikir
Perasaan Curiga : pikiran yang berupa tidak percaya/ curiga
pada orang lain.

h. Tingkat kesadaran
Tidak sadar, bingung, dan apatis. Terjadi disorientasi orang, tempat,
dan waktu. Tingkat kesadarannya bingung sendiri untuk
menghadapi kenyataan dan mengalami kegelisahan.
i. Memori
Masih dapat mengingat kejadian jangka pendek maupun panjakng.
j. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari
satu objek ke objek lainnya. Klien selalu menatap penuh kecemasan
tegang dan gelisahan.
k. Kemapuan penilain/pengambilan keputusan
Tidak mampu Mengambil keputusan yang konstruktif dan adaptif.
l. Daya tilik
Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala
penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak
perlu minta pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya.
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya yang menyebabkan timbulnya
penyakit atau masalah sekarang.
m. Mekanisme koping
Klien dengan HDR menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang
lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktivitas
konstruktif, olahraga, dll. Ataukah menggunakan cara-cara yang
maladaptive seperti minum alcohol, merokok, reaksi
lambat/berlebihan, menghindari, mencederai diri atau lainnya

2) Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
d. Gangguan harga diri: harga diri rendah
3) Koping individu tidak efektif
4) Intervensi/ Perencanaan Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Perilaku Kekerasan
Diagnosis TUJUAN KH INTERVENSI
Resiko TUM : 1.1 Klien mau membalas 1. Beri salam/panggilan nama.
a. Sebutkan nama perawat
perilaku Klien tidak salam
b. Jelaskan maksud hubungan interaksi
mencederai mencederai diri 1.2 Klien mau menjabat c. Jelaskan akan kontrak yang akan dibuat
d. Beri rasa aman dan sikap empati
diri TUK : tangan
e. Lakukan kontak singkat tapi sering
berhubungan 1. Klien dapat 1.3 Klien mau menyebut
dengan membina hubungan nama Klien
perilaku saling percaya 1.4 Mau tersenyum
kekerasan 1.5 Klien mau kontak mata
1.6 Klien mau mengetahui
nama perawat
2. 3. Klien dapat 2.1Klien dapat 2.1 Berikan kesempatan untuk mengukapkan perasaannya.
mengidentifikasi mengungkapkan 2.2.Bantu klien untuk mengungkapkan
menyebab perasaannya. penyebab perasaan jengkel/kesal
perilaku 2.2 Klien dapat
kekerasan mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel/ kesal (dari
diri sendiri)
3. 3.1Klien dapat 3.1 Klien dapat 3.1.1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
mengidentifikasi mengungkapkan perasaan dirasakan saat marah/jengkel.
tanda dan gejala saat marah/jengkel. 3.1.2. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
perilaku kekerasan. 3.2 Klien dapat 3.2.1. Simpulkan bersama klien tanda dan
menyimpulkan tanda d an gejala jengkel/kesal yang akan dialami
gejala jengkel/kesal yang
dialaminya.
4. 4. Klien dapat 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekeraan
mengidentifikasi mengungkapkan yang biasa dilakukan klien(verbal, pada orang lain, pada
perilaku perilaku kekerasan yang lingkungan dan pada diri sendiri)
kekerasan yang biasa dilakukan. 4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
4.2 Klien dapat bermain
biasa dilakukan. yang biasa dilakukan.
peran sesuai perilaku
4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah
kekerasan yang biasa
dengan cara klien lakukan masalahnya selesai.
dilakukan.
4.3 Klien dapat mengetahui
cara yang biasa
dilakukan untuk
menyelesaikan masalah.
5 5. Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan 5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan
mengidentifikasi akibat dari cara yang klien.
akibat perilaku digunakan klien : 5.1.2 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
a. Akibat pada klien
kekerasan. dilakukan oleh klien.
sendiri.
5.1.3 Tanyakan pada klien” apakah dia
b. Akibat pada orang
ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
lain.
c. Akibat pada
lingkungan.
6. Klien dapat 6.1 Klien dapat 6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
mendemonstrasik menyebutkan contoh 6.1.2 Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan
an cara fisik pencegahan perilaku klien.
untuk mencegah kekerasan secara fisik : 6.1.3 Diskusikan dua cara fisik yang
a. Tarik napas dalam.
perilaku paling mudah untuk mencegah perilaku kekerasan,
b. Pukul kasur, dan
kekerasan. yaitu : tarik napas dalam dan pukul kasur serta bantal.
bantal.
c. Dll: kegiatan fisik.

6.2 Klien dapat 6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
mendemonstrasikan klien
cara fisik untuk 6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
mencegah perilaku 6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
kekerasan. sebanyak 5 kali
6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.2.6 Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari
saat marah/jengkel
6.2.7 Lakukan hal yang sama dengan 6.2.1 sampai 6.2.6 untuk
cara fisik lain di pertemuan yang lain.
6.3 Klien mempunyai 6.3.1 Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang
jadwal akan dilakukan sendiri oleh klien.
untuk melatih cara
6.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk melatih
pencegahan fisik yang
cara yang telah dipelajari.
telah dipelajari
sebelumnya.
6.4 Klien mengevaluasi 6.4.1 Klien mengevaluasi peaksanaan latihan, cara pencegahan
kemampuannya dalam
perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi
melakukan cara fisik
jadwal kegiatan harian (self-evolution).
sesuai jadwal yang
6.4.2 Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
disusun
6.4.3 Beikan pujian atas keberhasilan klien.
6.4.4 Tanyakan pada klien” apakah kegiatan cara pencegahan
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah”.
7. Klien dapat 7.1 Klien dapat 7.1.1. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasik menyebutkan cara 7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
an cara social bicara yang baik a. Meminta dengan baik.
untuk mencegah dalam mencegah b. Menolak dengan baik.
perilaku perilaku kekerasan. c.Mengungkapkan perasaan
a. Meminta dengan
kekerasan dengan baik.
baik.
b. Menolak dengan
baik.
c. Mengungkapkan
perasaan dengan
baik
7.2 Klien dapat 7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
mendemonstrasikan
a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
cara verbal yang baik.
makanan”.
b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat
melakukannya karena ada kegiatan lain.
c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal
karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai
nada suara yang rendah.
7.2.2. Minta klien mengulang sendiri.
7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien.
7.3 Klien mumpunyai 7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
jadwal untuk melatih bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya :
cara bicara yang baik. meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk
melatih cara yang telah dipelajari.
7.4 Klien melakukan 7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara yang
evaluasi baik dengan mengisi jadwal kegiatan ( self-evaluation )
terhadap kemampuan
7.4.2.Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
cara bicara yang sesuai
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
dengan jadwal yang
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “
telah disusun
Bagaimana perasaan Budi setelah latihan bicara yang
baik ? Apakah keinginan marah berkurang ?”.
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat 8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
mendemonstrasik menyebutkan dilakukan
kegiatan ibadah yang
an cara spiritual 8.1.2. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
biasa dilakukan
untuk mencegah dilakukan di ruang rawat
perilaku 8.1.3. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
kekerasan dilakukan
8.1.4. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
dipilih
8.1.5. Beri pujian atas keberhasilan klien
8.2 Klien dapat 8.2.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mendemonstrasikan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
cara beribadah yang
8.2.2 Susun jadwal kegiatan untuk melatih
dipilih
kegiatan ibadah
8.3 Klien mempunyai 8.3.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
jadwal untuk melatih mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
kegiatan ibadah 8.3.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
8.3.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.3.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan Budi setelah teratur melakukan
ibadah? Apakah keinginan marah berkurang?”
9. Klien dapat 9.1 Klien dapat 9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
mendemonstrasik menyebutkan jenis, diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum
an kepatuhan dosis, dan waktu obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum
minum obat minum obat serta obat.
untuk mencegah manfaat dari obat itu 9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
perilaku (prinsip 5 benar: benar secara teratur :
kekerasan orang, obat, dosis, a. Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
waktu dan cara minum obat
b. Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh
pemberian)
dokter
c. Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
teratur, misalnya, penyakit kambuh
9.2 Klien 9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :
mendemonstrasikan a. Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah
kepatuhan minum obat sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b. Klien memeriksa obat susuai dosis
sesuai jadwal yang
c. Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
ditetapkan
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama
Klien
9.3 Klien mengevaluasi 9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
kemampuannya dalam
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
mematuhi minum obat
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman
perasaan Budi setelah minum obat secara teratur?
Apakah keinginan untuk marah berkurang?”
10. Klien 10.1 Keluarga dapat 10.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
mendemonstrasikan
mendapatkan sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
cara merawat klien
dukungan klien selama ini
keluarga dalam 10.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam
melakukan cara merawat klien
pencegahan 10.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :
perilaku a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah
kekerasan secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
10.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
10.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi

10.1.6 Anjurkan keluarga


mempraktikannya pada klien selama di rumah sakit dan
melanjutkannya setelah pulang ke rumah.
11.klien 11.1. keluarga dapat 11.1.1 identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
mendapatkan mendesmontrasikan sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadapklien
dukungan cara merawat klien selama ini
keluarga dalam 11.1.2 jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat
melakukan cara klien
pencegahan 11.1.3 jelaskan cara-cara merawat klien.
perilaku  Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah
kekerasan konstruktif.
 Sikap dan cara bicara.
 Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan.
I.3 Implementasi
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejlala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik 1
2. SP 2 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latihan cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
3. SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
:
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah verbal secara
4. SP 4 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
5. SP 5 Pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah
yang sudah dilatih,
b. Latih pasien minum obat secara tertur dengan prinsrip lima benar
( benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadwal minum obat secara teratur
6. SP 6 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara
merawat klien perilaku
I.4 Evaluasi
Penilaian kemampuan pasien dan keluarga
Dengan masalah perilaku kekerasan
Nama pasien :
Nama ruangan :
Nama perawat :
Petunjuk pengisian :
1. Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan dibawah
ini.
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaian
No Kemampuan Tgl Tgl Tgl

A Pasien
Sp 1
1. Menyebutkan nama PK
2. Menyebutkan tanda dan gejala Pk
3. Menyebutkan PK yang dilakukan
4. Menyebutkan akibat PK
5. Menyebutkan Cara Mengontrol PK
6. Mempraktekkan latihan Cara mengontrol
Fisik 1
SP2
7. Mempraktekkan latihan cara fisik II dan
memasukkan dalam jadwal
SP3
8. Mempraktekkan latihan cara verbal dan
memasukkan dalam jadwal
SP4
9. Mempraktekkan latihan cara spiritual dan
memasukkan dalam jadwal
SP5
Mempraktekkan latihan cara minum obat
dan memasukkan dalam jadwal
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.


Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai