Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN JIWA I

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


GANGGUAN CITRA TUBUH

Dosen Pembimbing:
Ns. Omi Haryati, S.Sos., S.Kep., MKM
Disusun Oleh:
Safitri Rismayati
Sarah Melisa Stephani
Satria Febry Ramdhan
Septi Chairunnisa
Siti Alfiyah
Siti Nurjannah

II REGULER B
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN JAKARTA III
JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


TAHUN 2015

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga atas perkenan-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Intervensi
Keperawatan pada Ibu Hamil.
Makalah ini disusun sebagai pemenuhan nilai tugas Keperawatan Maternitas I. Pada
kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Yeti Resnayati, SKp., MKes, selaku Ketua Jurusan D III Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jakarta III.
2. Ns. Ulty Desmarnita, SKp., Mkes., SpMat., selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
3. Ns. Sri Djuwitaningsih, SKp.,Mkes.,Sp.Mat, selaku penanggungjawab mata kuliah
Keperawatan Maternitas I
4. Semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan memberikan pengarahan
serta informasi yang sangat bermanfaat.
Tak ada gading yang tak retak begitu pula dengan makalah yang kami susun dan
kami juga menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu segala kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami sendiri maupun para pembaca, khususnya para mahasiswa
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

Jakarta, Maret 2015

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar..............................................................................................................................
i
Daftar Isi........................................................................................................................................
ii
BAB I Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
..........................................................................................................................................
1
..........................................................................................................................................
1.2
Rumusan
Masalah
..........................................................................................................................................
1
1.3
Tujuan
..........................................................................................................................................
2
1.3.1
Tujuan
Umum
...................................................................................................................................
2
1.3.2
Tujuan
Khusus
..............................................................................................................................................
2
BAB II Tinjauan Teoritis
2.1
Anatomi
dan
Fisiologis
Usus
Halus
.......................................................................................................................................................
3

2.2
Definisi
Typus
Abdominalis
.......................................................................................................................................................
4
2.3
Etiologi
.......................................................................................................................................................
4
2.4
Gejala
yang
Terjadi
.......................................................................................................................................................
4
2.5
Patofisiologi
.......................................................................................................................................................
5
2.6
Faktor
Resiko
.......................................................................................................................................................
6
2.7
Pemeriksaan
Penunjang
.......................................................................................................................................................
6
2.8
Penatalaksanaan
.......................................................................................................................................................
7
2.9
Komplikasi
.......................................................................................................................................................
7
2.10
Pencegahan
.......................................................................................................................................................
9
2.11
Pengobatan
.......................................................................................................................................................
9
BAB III Asuhan Keperawatan
3.1

Pengkajian

.......................................................................................................................................................
11
3.2
Diagnosa
Keperawatan
.......................................................................................................................................................
11
3.3
Intervensi
.......................................................................................................................................................
11
3.4
Implementasi
.......................................................................................................................................................
12
3.5
Evaluasi
.......................................................................................................................................................
12
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................................
13
4.2 Saran .......................................................................................................................................
13
Daftar Pustaka...............................................................................................................................
14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Perubahan
Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau
perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis artinya
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Perubahan dapat mencakup
keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan
perbaikan atau penyempurnaan serta dapat menerapkan ide atau konsep terbaru
dalam mencapai tujuan tertentu (Hidayat, 2007).
2. Citra Tubuh
Merupakan salah satu komponen dari konsep diri yang membentuk persepsi
seseorang tentang tubuhnya baik secara internal maupus eksternal. Persepsi ini
mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi
oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh
persepsi dari pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar
maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta
persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo,
3.

2004).
Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan presepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk struktur, fungsi keterbatasan, makna
dan obyek yang sering kontak dengan tubuh.
Gangguan citra tubuh adalah kekacauan pada cara seseorang merasakan citra
tubuhnya. Evaluasi diri dan perasaan tentang kemampuan diri negatif, yang dapat
diekspresikan secara langsung atau tidak langsung.
Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif
tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan
ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku
menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti
visual menghindari kontak dengan sisa ekstremitas, mengabaikan kebutuhan
perawatan diri dari sisa ekstremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain.
Pada akhirnya reaksi negatif ini dapat mengganggu proses rehabilitasi dan
berkontribusi untuk meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).

Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai


dan mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman
dalam citra tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat, pentingnya
penglihatan dan penampilan fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien
terhadap anggota keluarga dan anggota penting lainnya dapat membantu pasien
dan keluarganya (Kozier, 2004).
B. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Citra Tubuh
Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.
Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai
efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya
dari konsep diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi
citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh
persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai
dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap
dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa
aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Proses tumbuh
kembang fisik dan kognitif perubahan perkembangan yang normal seperti
pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh
bila dibandingkan dengan aspek lain dari konsep diri.
Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh (body image)
adalah:
a. Jenis kelamin.
Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling
penting dalam perkembangan citra tubuh (body image) seseorang. Deacey &
Kenny (2001) juga sependapat bahwa jenis kelamin mempengaruhi citra tubuh.
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih
negatif memandang citra tubuh (body image) dibandingkan pria (Cash &
Brown, 1989: Davidson & McCabe, 2005: Demarest & Allen, 2000: Furnaham
& Greaves, 1994:, Jenelli, 1993: Rozin & Fallon, 1988 dalam Hubley &
Quinlan, 2005). Pria ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil
percaya diri di depan teman-temannya dan mengikuti trend yang sedang
berlangsung. Sedangkan wanita ingin memiliki tubuh kurus menyerupai ideal
yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha yang dilakukan

pria untuk membuat tubuh lebih berotot dipengaruhi oleh gambar dimedia
massa yang memperlihatkan model pria yang kekar dan berotot. Sedangkan
wanita cenderung untuk menurunkan berat badan disebabkan oleh artikel dalam
majalah wanita yang sering memuat artikel promosi tentang penurunan berat
badan (Anderson & Didomenico, 1992).
b. Usia.
Pada tahan perkembangan remaja, citra tubuh (body image) menjadi
penting (Papalia & Olds, 2003). Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada
remaja untuk mengontrol berat badan. umumnya lebih sering terjadi pada
remaja putri dari pada remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat
badan pada masa pubertas dan menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan
hal ini dapat menyebabkan remaja putri mengalami gangguan makan (eating
disorder). Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada awal
hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada remaja putra yang semakin
berotot juga semakin tidak puas dengan tubuhnya (Papalia & Olds, 2003).
c. Media Massa .
Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media
yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur
perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang.
Tiggemann (dalam Cash &purzinsky, 2002) juga menyatakan bahwa media
massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Anak-anak dan
remaja lebih bahyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi.
Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan
media sering menggambarkan bahwa standart kecantikan perempuan adalah
Tubuh yang kurus dalam hal ini berarti dengan level kekurusan yang dimiliki,
kebanyakan perempuan percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang sehat.
Media juga menggambarkan gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan
memiliki tubuh yang berotot.
d. Keluarga.
Menurut teori social learning, orang tua merupakan model yang paling
penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak
anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Fisher, Fisher dan Strack
(dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh

melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayinya baik terhadap jenis


kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayi lahir,
orangtua menyambut bayi tersebut dengan pengharapan akan adanya bayi ideal
dan membandingkannya dengan penampilan bayi sebenarnya. Kebutuhan
emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat mempengaruhi harga
diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orangtua sama seperti harapan oanggota
keluarga lain yaitu tidak cacat tubuh. Ikeda and Narworski (dalam Cash dan
Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orang tua dan
anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anakanak. Orang tua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat
mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa
menghawatirkan berat badan adalah sesuatu yang normal.
e. Hubungan interpersonal.
Hubungan
interpersonal

membuat

seseorang

cenderung

membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterima


mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan
terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas
dengan penampilannya dangugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap
dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash & Purzinsky, 2002) menyatakan
bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga
dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan
perasaan mengenai tubuh. Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash Purzinsky,
2002) menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang
mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain memandang dirinya.
Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang
merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya
tarik fisik. Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi
orang lain. Dalam konteks perkembangan, gambaran tubuh berasal dari
hubungan interpersoanal. Perkembangan emosional dan pikiran individu juga
berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat diriya. Maka, bagaimana
seseorang berpikir dan merasa mengenai tubuhnya dapat mempengaruhi
hubungan dan karakteristik psikologis (chase, 2001).

C.

Stressor yang dapat Menyebabkan Gangguan Citra Tubuh


1. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit
2. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah
pemasangan infuse.
3. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disrtai dengan
pemasanagn alat di dalam tubuh.
4. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
5. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
6. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah,
pemasangan alat pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik,
pemeriksaan tanda vital, dll).

D. Respon Klien terhadap kelainan atau keterbatasan


Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock,
kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)
2. Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan
kelainan bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang
bersifat merusak, berbicara tentang perasaan tidak berharga atau perubahan
kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Respon terhadap pola kebebasan ketergantungan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian
(membuat keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang baru
terhadap diri sendiri, menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling
mendukung dengan keluarga.
2. Respon mal-adaptip: menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannya
terhadap yang lain yang terus-menerus bergantung atau dengan keras menolak
bantuan.
Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:
1. Respon penyesuaian: memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan
menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.
2. Respon mal-adaptip: mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat
kedangkalankepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri
sendiri, dendam, malu, frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).
E. Negatif dan Positif Citra Tubuh

Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai
bentuk individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu
sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh
dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan
malu, self-conscious, dan khawatir akan badannya. Individu merasakan canggung dan
gelisah terhadap badannya (Dewi, 2009).
Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk
individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu
menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan
fisik seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari
seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik
dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori.
Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya (Dewi, 2009).
F. Tanda dan gejala gangguan citra tubuh
Adapun tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh yaitu menolak melihat dan
menyentuh bagian tubuh yang berubah, tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi/akan terjadi, menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif pada tubuh,
preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan (Harnawatiaj, 2008).

G. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh


1.

Pengkajian
Gangguan citra tubuh : Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi

tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi,
keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Pada klien yang
dirawat dirumah sakit umum, perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi.
Stressor pada tiap perubahan adalah
a. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit

b. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah


pemasangan infuse.
c. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disrtai dengan
pemasanagn alat di dalam tubuh.
d. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
e. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
f. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah,
pemasangan alat pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik, pemeriksaan
tanda vital, dll).
1) Gangguan Identitas diri : Gangguan identitas adalah kekaburan /
ketidakpastian memandang diri sendiri. Penuh dengan keraguan, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Tidak ada percaya diri


Sukar mengambil keputusan
Ketergantungan
Masalah dalam hubungan interpersonal
Ragu / tidak yakin terhadap keinginan
Projeksi ( menyalahkan orang lain )

Masalah keperawatan yang mungkin timbul :


a)
b)
c)
d)

Gangguan identitas personal


Perubahan penampilan peran
Ketidakberdayaan
Keputusasaan

Kepribadian Yang Sehat:


a) Individu dengan kepribadian yang sehat akan mengalami hal hal
b)
c)
d)
e)
f)
g)

berikut ini :
Citra tubuh yang positif dan sesuai
Ideal diri yang realistic
Konsep diri yang positif
Harga diri yang tinggi
Penampilan peran yang memuaskan
Rasa identitas yang jelas

2) Gangguan harga diri ( Self-Esteem) : Gangguan harga diri dapat digambarkan


sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.

Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
a) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
b) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
c) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
d) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan fisik
e) Kronik, yaitu perasan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negarif terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi
ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada
klien gangguan jiwa.
Gangguan gejala yang dapat dikaji :
a) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
b) Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri
sendiri
c) Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan
f) Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

3)

Gangguan peran : Gangguan penampilan peran adalah berubah atau terhenti


fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah,
putus hubungan kerja.
Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosial
klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :
a) Peran dalam keluarga
b) Peran dalam pekerjaan/sekolah
c) Peran dalam berbagai kelompok
Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama
dirawat dirumah sakit. Atau setelah kembali dari rumah sakit, klien tidak
mungkin melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
a) Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
b) Ketidakpuasan peran
c) Kegagalan menjalankan peran yang baru
d) Ketegangan menjalankan peran yang baru
e) Kurang tanggung jawab
f)Apatis/bosan/jenuh dan putus asa
Masalah keperawatan yang mungkin muncul :
a) Perubahan penampilan peran
b)Gangguan harga diri rendah
c) Keputusasaan
d)Ketidakberdayaan

4) Gangguan ideal diri: Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi,
sukar dicapai dan tidak realistis. Ideal diri yang samar dan tidak jelas dan
cenderung menuntut.
Pada klien yang dirawat dirumah sakit karena sakit fisik maka ideal
dirinya dapat terganggu. Atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang
terlalu tinggi dan sukar dicapai.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
a) Mengungkapkan keputusasaan akibat penyakitnya , misalnya : saya tidak
bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisa lagi jadi peragawati karena

bekas operasi di muka saya, kaki saya yang dioperasi tidak dapat main
bola.
b) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misalnya : saya pasti bisa
sembuh padahal prognosa penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan
sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi
sekolah.

2. Diagnosa Keperawatan
Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial,
dan akan dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor
kemungkinan diagnosa aktual.
Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra
tubuh yang berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang
berhubungan dengan perubahan penampilan (Keliat, 1998).
Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:
a. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh
b. Isolasi social : menarik diri
c. Deficit perawatan diri
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah
meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh, menerima
perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi
kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat
mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998).
a. Diagnose I : gangguan citra tubuh
SP Pasien
1) Tujuan Umum :
Kepercayaan diri klain kembali normal
2) Tujuan khusus :
a) Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .
b) Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).
c) Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
d) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Intervensi
1)

Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini,

2)

perasaan dan harapan yang dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.
Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.Bantu pasien untuk meningkatkan

3)
4)

fungsi bagian tubuh yang terganggu.


Ajarkan untuk meningkatkan citra tubuh.
Gunakan protese, wig,Gunakan protese, wig,kosmetik atau yg lainnya

5)
6)
7)

sesegera mungkin,gunakan pakaian yang baru.


Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.
Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah kepada

pembentukan tubuh yang ideal.


8) Lakukan interaksi secara bertahap
9) Susun jadual kegiatan sehari-hari.
10) Dorong melakukan aktifitas sehari dan terlibat dalam keluarga dan sosial.
Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai
peran pentingbaginya.
11) Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.
SP keluarga
1) Tujuan umum :
Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
2) Tujuan khusus :
a) Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.
b) Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh citra tubuh.
c) Keluarga mengetahui cara mengatasi.
d) Keluarga mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh masalah
gangguan citra tubu.
e) Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh citra tubuh.
f) Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan memberikan pujian
atas pasien dan memberikan pujian atas keberhasilannya.

Intervensi
1) Jelaskan dengan keluarga tentang ganmgguan citra tubuh yang terjadi pada
pasien.

2)
3)
4)
5)
6)
7)

Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.


Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.
Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
Menfasilitasi interaksi dirumah.
Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.
Memberikan pujian atas keberhasilan pasien.

Evaluasi
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat
diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya,
termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian,
mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan
kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh
yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan
(pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan
yang terjadi.
Hal-hal yang perlu dievaluais meliputi :
1) Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri pasien berkurang
dalam sifat, jumlah, asal atau waktunya ?
2) Apakah perilaku pasien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau tingkat
yang lebih berat ?
3) Apakah sumber koping pasien telah dikaji dan dikerahkan dengan adekuat ?
4) Apakah pasien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai pandangan
terhadap perasaan tersebut ?
5) Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif ?
6) Sudahkah pasien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi kecemasan ?

Anda mungkin juga menyukai