Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN JIWA DENGAN


RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG DWARAWATI RSJ SOEROJO MAGELANG

DISUSUN OLEH:
GRATZIA FIONA NATALSYA
P1337420118028

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021
1. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan atau agresif meruibuan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana
Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan
Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan meruibuan respons terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan
kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara
verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik
maupun psikologis (Berkowitz, 2000).

2. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku
kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
Gejala Klinis
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budiana Keliat, 1999)
B. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.

3. TANDA DAN GEJALA


Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah, klien dengan perilaku
kekerasan sering menunjukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
A. Data Obyektif
 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat
 Sering pula tamibu klien memaksakan kehendak
 Merampas makanan, memukul jika tidak senang
B. Data Subyektif:
 Mengeluh perasaan terancam
 Mengungkapkan perasaan tidak berguna
 Mengungkapkan perasaan jengkel
 Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa
tercekik, dada sesak, bingung.
C. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
D. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme
E. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
F. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
G. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

4. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

5. MASALAH KEPERAWATAN
Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tamibu lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri: harga
diri rendah
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

7. FOKUS INTERVENSI

Diagnosa I : Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


berhubungan dengan perilaku kekerasan
a. Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Rasional :
Hubungan saling percaya meruibuan dasar untuk kelancaran interaksi
Tindakan:
1.1 Bina hubungan saling percaya :
 Sapa klien dengan ramah
 Perkenalkan diri
 Tanyakan nama dan nama panggilan
 Jelaskan tujuan interaksi
 Buat kontrak setiap interaksi (topik, waktu, tempat )
 Bicara dengan rileks dan tenang tanpa menantang
1.2 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Rasional :
Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal
penanganan
Tindakan:
2.1 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
2.2 Bantu klien mengidentifikasi penyebab jengkel
2.3 Dengarkan ungkapanrasa marah dan perasaan bermusuhan dengan
sikap tenang
3. Klien mampu mengenali perasaan marahnya.
Rasional :
Meningkatkan insight
Tindakan :
3.1. Bantu klien untuk mengidentifikasi tanda-tanda marah
3.2. Bantu klien untuk mengidentifikasi perasaaannya saat
marah
3.3. Tanyakan pada klien ibu dengan marah bisa menyelesaikan
persoalan
3.4. Katakan pada klien bahwa marah itu normal dirasakan
setiap orang tetapi perlu cara-cara yang konstruktif
. Klien mampu menilai efek perilaku agresif terhadap diri sendiri dan
orang lain
Rasional :
Klien menyadari efek perilaku agresif terhadap diri sendiri dan orang
lain yang telah dilakukannya
Tindakan:
4.1. Tanyakan pendapat klien tentang efek perilaku agresif
terhadap diri sendiri dan orang lain
4.2. Beri reinforcement positif terhadap pendapat klien yang
benar.
4.3. Beri penjelasan lebih lanjut pada klien tentang efek perilaku
agresif terhadap diri sendiri dan orang lain

5. Klien dapat mengetahui cara menyalurkan rasa marah yang sehat


Rasional :
Penyaluran rasa marah yang konstruktif dapat menghindari perilaku
kekerasan
Tindakan:
5.1. Gali pendapat klien tentang cara untuk menyalurkan marah
dengan cara yang sehat (tidak merusak lingkungan dan
mengganggu lingkungan, tidak menyebabkan cedera pada diri
sendiri dan orang lain).
5.2. Beri reinforcement positif terhadap pendapat klien yang
benar.
5.3. Sampaikan kepada klien cara sehat yang ain untuk
menyalurkan marah : menyatakan kalimat baik tanpa menyakitit,
membersihkan rumah, jalan-jalan dan berdoa

6. Klien dapat memilih/menentukan cara yang sehat untuk menyalurkan


energi marah yang digunakan bila marahnya timbul.
Rasional :
Bila klien memilih sendiri cara yang akan digunakan saat marah,
maka diharapkan klien akan melakukannya secara iklas.
Tindakan :
6.1. Dorong klien untuk menentukan sendiri cara yang sehat
untuk menyalurkan energi saat marah.
6.2. Jelaskan pada klien manfaat dari penggunaan cara tersebut
6.3. Motivasi klien untuk melakukan cara yang sehat untuk
menyalurkan rasa marah yang dipilih klien sendiri
6.4. libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok
6.5. Tanyakan perasaan klien setelah menggunakan cara marah
yang dipilihnya.
6.6. Mampu mengungkapkan marah secara asertif.
Tindakan :
6.7. Gali pendapat klien tentang pengungkapan marah secara
asertif
6.8. Beri reinforcement positif atas pendapat klien yang benar
6.9. Jelaskan pada klien tentang cara pengungkapan marah yang
sehat
6.10. Lakukab latihan asertif secara individual (antara perawat
dengan klien)
6.11. Motivasi klien untuk menerapkan cara marah yang asertif
pada situasi yang nyata
6.12. Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok
6.13. beri umpan balik positif pada setiap kali klien mencoba
melakukan marah yang sehat
7. Keluarga mampu membantu klien untuk berperilaku adaptif
Keluarga adalah orang yang terdekat dengan klien, dengan melibatkan
keluarga, maka mencegah klien kambuh.
Tindakan:
7.1. Disksikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah,
penyebab marah dan cara menghadapi klien saat marah
7.2. Beri reinforcement positif pada hal-hal yang dicapai
keluarga

Diagnosa II: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep


diri : harga diri rendah
a. Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
Rasional :
Hubungan saling percaya meruibuan dasar untuk kelancaran interaksi
Tindakan:
1.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
1.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
2 Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Rasional :
Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal
penanganan
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan positif yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
3 Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Setelah pulang ke rumah, klien siap melakukan aktivitas sesuai
dengan kemampuan dan norma
Tindakan :
3.1. rencanakan aktifitas yang dapat dilakukan klien setiap hari
. Keluarga mampu memeberikan dukungan pada klien untuk
memenuhi kebutuhan klien
Tindakan:
4.1 Diskusikan dengan keluarga cara merawat klien dan memberikan
dukungan pada klien

Diagnosa III: Gangguan Harga Diri Rendah : Harga Diri Rendah


a. Tujuan umum: sesuai masalah (problem).
b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat
Tindakan:
1.1.Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan).
1.2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
1.4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis.
2.3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan:
3.1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan.
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
5.2. Beri pujian atas keberhasilan
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


Tindakan:
6.1.Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
6.2.Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

8. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi
penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara
fisik I
ORIENTASI:
“Selamat pagi  ibu, perkenalkan nama saya Aken Larasati, panggil saya
Aken, saya perawat yang dinas di ruangan ini, Nama ibu siapa,
senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan ibu saat  ini?, Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang  tentang perasaan
marah ibu”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10
menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, ibu? Bagaimana
kalau di ruang tamu?”

KERJA:
“Apa yang menyebabkan ibu marah?, Ibu sebelumnya ibu pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, ibu
ada penyebab lain yang membuat ibu  marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti ibu stress karena pekerjaan
atau masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang ibu
rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Ibu merasakan kesal kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang ibu lakukan? O..iya, jadi ibu marah-marah,
membanting pintu dan memecahkan barang-barang, ibu dengan cara ini
stress ibu hilang? Iya, tentu tidak. Ibu tau kerugian cara yang ibu
lakukan? Betul, suamijadi takut barang-barang pecah. Menurut ibu
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah ibu belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, ibu. Salah satunya
adalahlah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini ibu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu rasakan maka ibu
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo
coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali, ibu  sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan ibu?”
”Iya jadi ada 2 penyebab ibu marah ........ (sebutkan) dan yang ibu
rasakan ........ (sebutkan)dan yang ibu lakukan ....... (sebutkan) serta
akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat  lagi penyebab marah ibu yang
lalu, apa yang ibu lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan
jangan lupa latihan napas dalamnya ya ibu. ‘Sekarang kita buat jadual
latihannya ya ibu, berapa kali sehari ibu mau latihan napas dalam?, jam
berapa saja ibu?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara
yang lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya
ibu, Selamat pagi” 
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Akhir Yani S. 2009. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Ana. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC

Mary, C Towsend. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Jakarta


:EGC

Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai