Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL


DI RUANG DWARAWATI RSJ DR. SOEROJO MAGELANG

DISUSUN OLEH:
GRATZIA FIONA NATALSYA
P1337420118028

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021

1. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan


mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima


sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998
). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi
Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip
Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,2006).

2. PROSES TERJADI
Pada mulanya individu merasa dirinya tidak berdaya lagi, sehingga tidak
merasa aman dalam berhubungan dengan orang lain. Individu yang gagal dalam
berinteraksi Sosial karena tidak dapat diterima dilingkungan juga akan menyebabkan
individu tidak dapat memulai pembicaraan dengan orang lain dan selalu menyendiri,
menghindari interaksi dengan orang lain dan merasa kehilangan hubungan akrab,
individu tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, prestasi dan
kegagalan. Individu mempunyai kesulitan untuk berhubungan spontan dengan orang
lain merupakan salah satu ciri mengalami ganguan jiwa “menarik diri “.

3. ETIOLOGI
A. Faktor Predisposisi
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dewasa lanjut. Untuk
mengembangkan hubungan Sosial yang positif setiap tugas perkembangan
sepanjang kehidupan diharapkan dpat dilalui dengan sukses. Kemampuan
berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan
ketergantungan pada masa bayi dan berkembang pada masa dewasa dengan
kemampuan saling tergantung dan mandiri. Sistem keluarga yang terganggu dapat
menunjang perkembangan respon Sosial maladaptive .
a. Bayi 
Bayi sangat tergantung pada oranglain dalam biologis dan psikologis.
Bayi umumnya menggunakan komuniksi yang sangat sederhana dalam
menyampaikan kebutuhannya, misalnya menangis untuk kebutuhan.
Respon lingkungan (Ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi akan
respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap oranglain’
b. Faktor Predisposisi pada masa Pra Sekolah
Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar
lingkungan keluarga khususnya Ibu (pengasuh). Anak menggunakan
kemampuan berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Dalam hal
ini anak membutuhkan dukukngan dan bantuan dari keluarga khususnya
pemberian yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini
merupakan dasar rasa otonomi anak yang berguna untuk mengembangkan
kemampuan hubungan independen.
c. Anak Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan
sekolah. Pada usia ini anak mulai mengenal bekerja, kompetisi, kompromi.
Konflik yang terjadi dengan orang tua karena pembahasan dan dukungan
yang tidak konsisten. Berteman dengan orang dewasa diluar keluarga
(guru, orangtua, teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi
anak.
d. Remaja 
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dngan teman
sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan
dengan teman sangat tergantung sedangkan hubungan dengan orang tua
mulai independen. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan
kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan
identitas. Ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri
yang kurang.
e. Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan independen dengan
orang tua dan teman sebaya. Individu belajar mengambil keputusan
dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti : memilih
pekerjaan, memilih karier dan melangsungkan perkawinan. 
f. Dewasa tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal
dengan orang tua. Khususnya individu yang telah menikah. Jika telah
menikaah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar
orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan
independen.
g. Dewasa. Lanjut
Pada usia ini individu akanmengalami kehilangan, baik itu kehilangan
fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan
pasangan), anggota keluarga (kematian orang tua). Individu tetap
memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang
mempunyai perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang
terjadi dalam kehidupan dan bahwa dukungan orang lain dapat membantu
dalam menghadapi kehilangannya (Budi sanna Keliat, 2001).
h. Faktor Biologik
Factor genetic dapat menunjang terhadap respon Sosial maladaptive
ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotranshmiter dalam
perkembangan gangguan ini. Namun tetap masih diperlukan penelitian
lebih lanjut (Stuart and Sundeen, 2002)
i. Faktor Komunikasi dalam keluarga 
Pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang
kedalam gangguan berhubungan bila keluarga hanya mengkomunikasikan
hal-hal yang negatif akan mendorong anak mengembnagkan harga diri
rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan pada saat bersamaan
mengakibatkan anak menjadi bingung dan kecemasan meningkat. Hal ini
dapat menjadi pengalaman yang traumatic bagi anak dalam komunikasi,
menyebabkan anak enggan berkomunikasi denga oranglain. Keadaan ini
akan menimbulkan perilaku menarik diri.
j. Faktor Sosio Kultural
Isolasi Sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan ini
skibst dan norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain,
atau tidak menghargai anggota masyarakat yangtidak produktif seperti
lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik (Stuart and Sundeen).
B. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan , yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
a. Stressor Psikologik
Ansietas berkepanjamngan terjadi bersama dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat
menimbulkan ancietas tinggi. 
b. Stressor Sosio Kultural
Stress dapat ditimbulkan oleh stabilitas unit keluarga dan berpisah dan
orang yang berarti dalam kehidupannya , misalnya karena dirawat di Rumah
sakit.
C. Rentang Respon Sosial
Manusia adalah mahluk Sosial untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan
mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan
interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan
kedekatan sementara identitas pribadi masih tetap dipertahankan. Juga perlu untuk
membina perasaan saling ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Perilaku yang teramati pada respon Sosial maladaptive mewakili supaya individu
untuk mengatasi ansietas yang betrhubungan dengan kesepian, rasa takut ,
kemarahan, malu, bersalah dan merasa tidak aman. Seringkali respon yang terjadi
meliputi manipulasi, narkisme dan impulsive
(Stuart and Sundeen, 2002)
Respon adaptif adalah respon yang masih dpat diterima oleh norma-norma
Sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku dengan kata lain bahwa
individu tersebut dalam batas normal dalam menyelesaikan masalahnya.
Sedangkan maladaptive adalah yang diterima individu dalam menyelesaikan
masalah menyimpang dari norma-norma Sosial dan berkebudayaan suatu tempat :
a. Manipulasi : Orang lain diperlakukan seperti objek, hubungan terpusat pada
masalah pengendalian, individu berorintasi pada diri sendiri atau pada tujuan
bukan berorientasi pada orang lain.
b. Narkisme : Harga diri yang rapuh atau rendah secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris dan pencemburu. 
c. Impulsif : Tidak merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman.
Penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.

4. TANDA DAN GEJALA


Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan
Data objektif :
a. Apatis, ekspresi sedih, tumpul
b. Menghindar dan orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dan orang
lain. Misalnya pada saat makan.
c. Komunikasi kurang/ tidak ada klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain atau perawat.
d. Tidak ada kontak mata. Klien lebih sering menunduk
e. Berdiam diri di kamar atau tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari artinya perawatan diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari dilakukan.

Data subjektif : sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi, beberapa data
subjektif adalah : menjawab dengan singkat dengan kata-kata “ tidak “ , “ya” “tidak
Tahu”, (Budi anna Keliat, 2001)

5. AKIBAT ISOLASI SOSIAL


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi
merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori
eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

6. Penatalaksaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia
sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP
tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang
positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien
dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur
kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai
tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama
atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dan sebagainya.

7. Mekanisme Koping
Rasional :
Suatu usaha mengatasi konflik pikiran dan impuls – impuls yang tidak menyenangkan
dengan memberikan alasan yang rasional.
Supresi :
Menekan konflik, impuls – impuls yang tidak dapat diterima dengan secara sadar.
Represi :
Konflik pikiran impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan
kedalam penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan.
Menarik diri :
Mekanisme tingkah laku seeorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia
menarik diri dalam pergaulan di lingkungan. 

8. POHON MASALAH

Akibat Resiko perubahan sensori persepsi

Masalah utama Isolasi sosial : menarik diri

Penyebab Gangguan konsep diri : harga diri Rendah

Penyebab Koping tidak efektif

9. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


a Isolasi Sosial
b Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c Koping inefektif
d Resiko Gsp : halusinasi
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

- Resiko perubahan persepsi sensori b/d menarik diri

- Isolasi sosial : menarik diri b/d harga diri rendah

- Gangguan konsep diri : harga diri rendah b/d koping tidak efektif

11. FOKUS INTERVENSI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA TINDAKAN RASIONAL
EVALUASI KEPERAWATAN
Resiko TUM: Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling 1. Hubungan
perubahan Klien tidak menarik pertemuan selama percaya dengan saling
persepsi diri dari 4 kali pertemuan menggunakan prinsip percaya
sensori b/d lingkungannya diharapkan pasien komunikasi terapeutik merupakan
menarik diri dapat: 2. Kaji pengetahuan klien langkah
TUK : tentng perilaku menarik awal
1. Klien dapat 1. Membalas diri dan tanda – tandanya menetukan
membina sapaan perawat 3. Berikan kesempatan keberhasilan
hubungan saling 2. Ekspresi wajah kepada kien rencana
percaya dengan bersahabat dan untukmengungkapkan selanjutnya
perawat senag perasan penyabab 2. Dengan
2. Klien dapat 3. Ada kontak menarik diri atau tidak mengetahui
menyadari mata mau bergaul tada – tanda
penyebab isolasi 4. Mau berjabat 4. Diskusikan bersama dan gejala
sosial tangan klien tentang perilaku menarik diri
5. Klien dapat menarik diri , tanda dan akan
menyebutkan gejala menentukan
penyebab 5. Berikan pujian terhadap langkah
menarik diri kemampuan klien intervensi
mengungkapkan selanjutanya
perasaannya
Isolasi TUM: Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling 1. Hubungan
sosial : Klien dapat 4 kali pertemua percaya dengan saling
menarik diri berinteraksi dengan diharapkan klien menggunakan prinsip percaya
b/d harga diri orang lain sehingga dapat komuniksai terapeutik merupakan
rendah tidak terjadi 1. Klien dapat 2. Kaji pengetahuan klien langkah
gangguan persepsi mengungkapk tentang perilaku menarik awal untuk
sensori an perasaan diri dan tanda – tandanya menentukan
TUK: dan 3. Kaji pengetahuan klien keberhasila
1. Klien dapat keberadaan tentang keuntungan dan n rencana
membina secara verbal manfaat bergaul dengan berikutnya
hubungan 2. Klien dapat orang lain 2. Dengan
saling menyebutkan 4. Kaji pengetahuan klien mengetahui
percaya penyebab tentang kerugian tidak tanda –
2. Klien dapat menarik diri berhubungan dengan tanda dan
menyebutka yang berasal orang lain gejala
n penyebab dari diri 5. Kaji kemampuan klien menarik diri
menarik diri sendiri dan membina hubungan akan
3. Klien dapat orang lain dengan orang lain menentukan
menyebutka 3. Klien dapat 6. Dorong klien untuk langkah
n menyebutkan mengungkapkan intervensi
keuntungan keuntungan perasaannya bila selanjutnya
berhubungan berhubungan berhubungan dengan 3. Rainforcem
dengan dengan orang orang lain ent dapat
orang lin lain, misal 7. BHSP dengan keluarga meningkatk
dan kerugian banyak teman, 8. Diskusikan dengan an harga
tidak tidak sendiri keluarga tentang perilaku diri
berhubungan 4. Klien dapat menarik diri, penyebab, 4. Mengetahui
dengan menyebutkan cara keluarga sejauh mana
orang lain kerugian tidak menghadapi klien yang pengetauan
4. Klien dapat berhubungan sedang menarik diri klien
melakukan dengan orang tentang
hubungan lain, misal berhubunga
sosial secara sendiri tidak n dengan
bertahap punya teman orang lain
5. Klien dapat 5. Klien dapat 5. Agar klien
menungkapk mendemonstra percaya
an sikan hubungn diribuntuk
perasaanya sosial secara berhubunga
setelah bertahap n dengan
berhubungan 6. Klien dapat orang lain
dengan mengungkapk 6. Agar klien
orang lain an perasaan lebih
6. Klien dapat setelah percaya diri
memperdaya berhubungan dan tahu
kan sistem dengan orang akibat tidak
pendukung lain berhubunga
atau n dengan
keluarga orang lain
mampu
mengembag
kan
kemampuan
klien
berhubungan
dengan
orang lain
TUM: Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling 1. Hubungan
Gangguan Klien dapat tinddaka percaya saling
konsep melakukan hubunga keperawatan 2. Diskusikan kemampuan percaya
diri : harga sosial secara selama 3 kali dan aspek positif yang akan
diri rendah bertahap pertemuan dimiliki klien dan beri menimbulk
b/d koping TUK: diharpkan kilen pujian atas kemampuan an
individu 1. Klien dapat dapat: klien mengungkapkanya kepercayaa
tidak efektif membina 1. Klien dapat 3. Diskusikan kemampuan n klien pada
hubungan mengungkapka klien yang dapat perawat
saling n perasaannya dilanjutkan penggunaan sehingga
percaya 2. Klien mampu ddi rumah sakit akan
2. Klien dapt mempertahank 4. Rencanakan bersama memdahkan
mengidentifi an aspek yang klien aktivitas yang dalam
kasi positif dapat dilakukan setiap pelaksanaan
kemampuan 3. Kebutuhan hari sesuai kemampuan tindakan
dan aspek kilen terpenuhi 5. Beri contoh cara selanjutnya
positif yang 4. Klien dapat pelaksanaan kegiatan 2. Pujian akan
dimiliki melakukan yang boleh klien lakukan meningkatk
3. Klien dapat aktivitas an harga
menilai terarah diri klien
kemampuan 5. Klien mampu 3. Peningkatan
yang dapat beraktivitas kemampuan
digunakn sesuai mendorong
4. Klien dapat kemampuan klien untuk
meneapkan mandiri
dan 4. Pelaksanaan
merencanak kegiatan
an kegiatan secara
sesuai mandiri
dengan modal awal
kemampuan untuk
yang meningkatk
dimiliki an harga
diri
5. Dengan
aktivitas
klien akan
mengetahui
kemampuan
nya

12. STRATEGI PELAKSANAAN


SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien
mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan pasien berkenalan  

Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya Aken Larasati Saya senang dipanggil Aken …………, Saya perawat di ruangan
ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja
yang S kenal di ruangan ini”
  “Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
  “Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang   lain?”
 ”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ? Bagus. Bagaimana kalau
sekarang  kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang
dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita   latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain.  S mau praktekkan
ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal
kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini   untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
2. Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
3. Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
4. Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
5. Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal
24 Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/
6. Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat. Jakarta: Salemba Medika.
7. Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai