Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

TERAPI MODALITAS

Dosen Pembimbing:
Bayu Purnama Atmaja S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh
Kelompok 2:

Alda NIM 1114190632


Helda Aprilia NIM 1114190635
Neli Safitri NIM 1114190640
Siska Rahmawati NIM 1114190644

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES DARUL AZHAR BATULICIN
OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dialah satu-satunya Dzat yang memberikan perlindungan dunia dan akhirat kelak. Dialah
sesungguhnya Maha pemberi petunjuk yang tiada dapat menyesatkan. Pertama-tama marilah
kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan, dan
motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasihkepada:
1. Bayu Purnama Atmaja S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan, dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dengan tepat waktu.
2. Orang tua serta saudara-saudara tercinta atas do’a, motivasi, dan harapannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan lancar.
3. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan masukan yang baik kepada penulis
sehingga bisa menyelesaikan laporan ini dengan lancar.
Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan yang
setimpal dari Allah Swt. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya amin.

Simpang Empat, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi. Dalam mengontrol halusinasi klien dilatih untuk menghardik
halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap cakap dengan orang lain serta
melakukan aktivitas terjadwal. Akibat tidak terkendalinya penanganan halusinasi dapat
menyebabkan pasien menjadi perilaku kekerasan, bunuh diri, isolasi sosial dan harga diri
rendah. (Firman Bayu Saputra,2018)
Hasil penelitian ini menjelaskan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dapat
digunakan untuk mengontrol halusinasi terbukti dari 20 responden didapatkan hasil
pretest sebanyak 13 responden atau 65% mengalami halusinasi sedang, sesudah
dilakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi didapatkan hasil postest sebanyak
12 responden atau 60% berada dalam kategori ringan. Ada peningkatan kemampuan
mengontrol halusinasi sebesar 41% melalui terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
(Indra maulana,2021)
Didapatkan hasil intervensi dengan terapi aktivitas kelompok (TAK) dapat
mengontrol halusinasi dan menurunkan halusinasi pada penderita skizofrenia secara
signifikan. Kemudian lingkungan kelompok yang kondusif dan rasa saling percaya antar
anggota kelompok dapat memutus halusinasi pada klien dengan skizofrenia (Indra
maulana, 2021)
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kaual, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Causal gangguan jiwa
selama ini di kenali meliputi kausal pada area organo biologis, area fsikoedukatif, area
sosiokultural. Dalam konsep stres adaptasi penyebab perilaku mal adaptif di gambarkan
sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor
pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan
bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian
baru menentukan apakah prilaku inindividu tersebut adaptif atau mal adaptif.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang
terhadap apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku
terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual
kesehatan jiwa. Pandangan model psiko analisa dengan pandangan model sosial, model
perilaku, model eksitensial, model medical, berbeda pula dengan model stress adaptasi.
Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.
Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan
terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang
bertujuan merubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptif menjadi
perilaku yang adaptif.
Banyak klien dengan gangguan jiwa dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering
tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh
sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama
perawatan klien dan keluarga diharapkan sudah mendapat pendidikan kesehatan tentang
cara merawat klien, (manajemen terapi modalitas).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap klien perlu
ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Terapi modalitas
yaitu terapi yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku dan mengorientasi kondisi
lingkungan serta dapat berkomunikasi dengan baik kepada teman yang berada
dilingkunganya. Seluruh terapi ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses
keperawatan.
Itulah beberapa alasan yang membuat penulis ingin mendalami materi tentang terapi
modalitas, di samping sebagai tugas mata kuliah keperawatan jiwa. (Dahlia Majnun,
2019)

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Cara Melakukan Terapi Modalitas Pada Klien Halusinasi

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa Mampu Memahami Terapi Modalitas
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian terapi modalitas.
b. Mahasiswa mampu mengimplementasikan jenis-jenisnya terapi modalitas kepada
klien.
c. Mahasiswa mampu memahami tujuan terapi modalitas.
1.4. Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil pengkajian ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk memperdalam
tentang Terapi Modalitas
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran tersendiri bagi
mahasiswa untuk bisa menentukan Terapi Modalitas.
b. Bagi Profesi
Hasil pengkajian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan bagi
perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien Terapi Modalitas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Terapi Modalitas


2.1.1 Definisi Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Sebagai
seorang terapis, perawat harus mampu mengubah perilaku maladaftif pasien menjadi
perilaku yang adaptif serta meningkatkan potensi yang dimiliki pasien. Ada
bermacam-macam terapi modalitas dalam keperawatan jiwa seperti terapi individu,
terapi keluarga, terapi bermain, terapi lingkungan dan terapi aktifitas kelompok.
Terapi modalitas dapat dilakukan secara individu maupun kelompok atau dengan
memodifikasi lingkungan dengan cara mengubah seluruh lingkungan menjadi
lingkungan yang terapeutik untuk klien, sehingga memberikan kesempatan klien
untuk belajar dan mengubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik
dalam aktivitas dan interaksi. (Nur Halimah, 2016).
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku maladaptif menjadi
perilaku adaptif (Irwanto, 2015).

2.1.2 Dasar Pemberian Terapi Modalitas


a. Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku manusia
b. Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah kondisi yang
mengandung reaksi (respon yang baru)
c. Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya faktor-faktor
yang sifatnya menimbulkan tekanan sosial pada individu sehingga reaksi indvidu
tersebut dapat diprediksi (reward dan punishment)
d. Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam menunjuang dan
menghambat perilaku individu dalam kelompok sosial
e. Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional dan
sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistik (Direja, 2011)
2.1.3 Tujuan Terapi Modalitas
Tujuan dari dilaksanakanya terapi modalitas dalam keperawatan jiwa adalah :
1. Menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku pasien. (Sutejo,2017)
2. Mengurangi gejala gangguan jiwa.
3. Memperlambat kemunduran.
4. Membantu adaptasi terhadap situasi sekarang.
5. Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti.
6. Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri.
7. Meningkatkan aktivitas.
8. Meningkatkan kemandirian
2.1.4 Peran Perawat dalam Terapi Modalitas

Secara umum peran perawat dalam pelaksanaan terapi modalitas bertindak


sebagai leader, fasilitator, evaluator dan motivator ( Nasir dan Muhits, 2011).
Tindakan tersebut meliputi:

1. Mendidik dan mengorientasi kembali seluruh anggota keluarga, misalnya perawat


menjelaskan mengapa komunikasi itu penting, apa visi seluruh keluarga, kesamaan
harapan apa yang dimiliki semua anggota keluarga.
2. Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien untuk
mencapai tujuan dan usaha untuuk berubah. Perawat menyakinkan bahwa anggota
keluarga klien mampu memecahkan masalah yang dihadapi anggota keluarganya.
3. Mengkoodinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan. Perawat
menunjukkan institusi kesehatan mana yang harusbekerja sama dengan keluarga
dan siapa yang bisa diajak konsultasi
4. Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder dan tersier melalui penyuluhan,
perawatan dirumah, pendidikan dan sebagainnya. Bila ada anggota keluarga yang
kurang memahami perilaku sehat didiskusikan atau bila ada keluarga yang
membutuhkan perawatan

2.1.5 Jenis-jenis Terapi Modalitas


Ada beberapa macam jenis terapi modalitas, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Psikoanalisis psikoterapi
Terapi ini di kembangkan oleh Sigmund freud, seorang dokter yang
mengembangkan “Talking Cure”. Terapi ini di dasarkan pada keyakinan bahwa
seorang terapis dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan klien untuk
menceritakan tentang masalah pribadinya. Perubahan perilaku dapat terjadi jika klien
dapat menemukan kejadian-kejadian yang tersimpan dalam bawah sadarnya.
Tujuan terapi psikoanalisis adalah :
a. Menurunkan rasa takut klien
b. Mengembalikan proses pikir yang luhur
c. Membantu klien menghadapi realitas
d. Menurunkan kecemasan
e. Memperbaiki komunikasi interpersonal
Impelmentasi dari terapi psikoanalisis adalah sebagai berikut :
a. Melibatkan dua orang. Interaksi yang terbentuk bersifat rahasia, dan klien
mendiskusikan aspek kehidupannya yang paling pribadi bukan mendiskusikan
hubungannya dengan orang lain.
b. Klien menceritakan fikiran, perasaan, pengalaman, dan persepsinya. Terapis
mendengar, mendorong dan klarifikasi.
c. Interaksi berlangsung lama. Klien menemukan hal baru tentang diri dan
melakukan pendekatan pada dunia, berusaha untuk mendukung dengan
pemahaman baru.
d. Hubungan antara terapis dan klien adalah hubungan berseri yang terencana untuk
mengubah prilaku klien. (Kushariadi, 2017)
2. Terapi modifikasi perilaku
Terapi prilaku didasarkan pada keyakinan bahwa prilaku di pelajari, dengan
demikian perilaku yang tidak diinginkan atau maladaptiv dapat di ubah menjadi
perilaku yang di inginkan atau adaptif. Proses mengubah prilaku ini adalah engan
menggunakan teknik yang di sebut conditioning yaitu suatu peroses dimana klien
belajar mengubah perilaku. Cara melakukan conditioning adalah sebagai berikut :
a. Reciprocal inhibition
Cara mengurangi ansietas yang di rasakan dengan mengendalikan situasi yang
dapat mengendalikan ansietas yang dirasakan.
b. Positive conditioning
Dengan memberikan hadiah (reward) pada setiap prilaku yang di inginkan dan
tidak memberikan reward atau menghukum pada perilaku yang tidak di inginkan.
c. Eksperimental axtinction
d. Upaya menurunkan suatu perilaku dengan cara tidak memberikan reward
berulang-ulang.
Penerapan teori modifikasi perilaku ini adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan terapis kepada klien bersifat objektif, tidak menghakimi.
b. Klien diyakinkan bahwa reaksi menyakitkan akan pulih.
c. Informasi yang tidak akurat di koreksi segera.
d. Klien dikuatkan untuk dapat mengendalikan prilakunya.
Kriteria evaluasi
a. Menurunya perilaku maladaptif
b. Meningkatnya produktifitas kerja
c. Membaiknya hubungan interpersonal
d. Meningkatnya kemampuan penyelesaian masalah yang disebabkan oleh stressor
lingkungan dan situasi. (Indra Pebriani, 2020)
3. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah suatu bentuk terapi modalitas yang didasarkan pada
pembelajaran hubungan interpersonal. Klien mengalami konflik yang bersumber dari
masalah interpersonal. Dengan bergabung dengan kelompok klien dapat saling
bertukar pikiran dan pengalamannya, serta mengembangkan pola perilaku yang baru.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri (self awareness), peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
Indikasi: semua pasien rahabilitas
Kontra indikasi: psikopat dan sosiopat, selalu diam/autis, delusi yang tidak terkontrol,
klien yang mudah bosan, pasien dengan amuk.
Tujuan dari terapi kelompok adalah:
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing).
b. Membentuk sosialisasi.
c. Meningkatkan fungsi fisiologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan
sosial dan adaptasi.
d. Membangun motivasi untuk kemajuan fisiologis baik kognitif maupun afektif.
e. Penyaluran emosi.
f. Melatih pemahaman identitas diri.
Terapi aktifitas kelompok di bagi empat yaitu sebagai berikut :
a. TAK stimulasi kognitif/persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang di sediakan/dialami dengan
aktifitas baca artikel/baca majalah atau menonton tv.
Tujuanya adalah :
1) Klien dapat mempersiapkan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat.
2) Klien dapat menyelesaikan maslah yang timbul dari stimulus.
b. TAK stimulasi sensori
Klien diberikan stimulus sensori dan klien diobservasi reaksi sensorinya
berupa ekspresi emosi/perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka,
danucapan. Dilakukan dengan aktifitas bernyanyi, bermain music, atau menari.
Tujuanya adalah :
1) Klien mampu berespons terhadap suara yang didengar.
2) Klien mampu berespons terhadap suara yang dilihat.
3) Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
Aktivitas dapat berupa stimulus terhadap pengelihatan, pendengaran, dan lain-
lain, seperti gambar, video, tarian, dan nyanyian. Indikasi pada klien dengan
isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang disertai kurang komunikasi
verbal.
c. TAK orientasi realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada di sekitar klien yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien, atau orang terdekat klien. Aktivitas
dengan orientasi orang, waktu, tempat, dan benda yang ada di sekitar.
Tujuanya adalah :
1) Klien mampu mengenali tempat ia berada dan pernah berada.
2) Klien mampu mengenali waktu dengan tepaat.
3) Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang disekitar dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan
waktu. Klien mempunyai indikasi TAK orientasi realitas adalah klien halusinasi,
dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mengenal orang lain, tempat
dan waktu.
d. TAK sosialisasi
Klien dibantu melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekiutar
klien, dilakukan dengan bertahap dari interpersonal, kelompok, dan massa.
Aktivitas dapat berupa latihan dalam klompok semua kegiatan sosialisasi.
Tujuan :
1) Klien mampu memperkenalkan diri.
2) Klien mampu berkenalan dengan anggota klompok
3) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota klompok
4) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
5) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang
lain.
6) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan. ( Anisa Hidir, 2016)
4. Terapi keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utaman yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
mampu melakukan lima tugas kesehatan yaitu sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan
c. Memberi perawatan pada anggota yang sehat
d. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
e. Menggunakan sumber yang ada di dalam masyarakat
Tujuan dari terapi keluarga adalah :
a. Menurunkan konflik, kecemasan keluarga
b. Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing anggota
keluarga
c. Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis
d. Mengembangakan hubungan peran yang sesuai
e. Membantu keluarga menghadapi tekanan baik dari dalam maupun dari luar
anggota keluarga
f. Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat perkembangan
keluarga.
Langkah-langkah terapi keluarga adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi keluhan klien yang dirasakan sebagai masalah. Keluhan harus
spesifik, dapat di observasi dan dapat di ukur.
b. Identifikasi harapan klien dan keluarganya terhadap terapi.
c. Reframing adalah upaya untuk mengubah cara berfikirnya. Diharapkan perubahan
cara pandang ini dapat mengubah pola sikapnya.
Peran keluarga dalam terapi ini adalah sebagai berikut :
a. Membuat suatu keadaan dimana keluarga dapat melihat bahaya terhadap klien dan
aktivitasnya dengan memberikan arahan, mengurangi rasa takut, dan menolong
dengan senang.
b. Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka dengan selalu berkomunikasi
untuk membantu klien dari rasa takut dan selalu meyakinkan hati klien.
c. Membantu anggota keluarga bagaimana memandang orang lain dengan observasi
sharing.
d. Bertanya dan membarikan informasi tidak berbelit-belit.
e. Membangun self esteem dengan menghargai antara anggota keluarga dan
mencantumkan suatu yang berharga bagi seseorang.
f. Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan atau interaksi dengan
meyakinkan bahwa tidak ada orang yang membicarakan atau menyinggung orang
lain, bersikap demokratis pada semua anggota keluarga, menggunakan pendekatan
humor, dan menciptakan ketenangan untuk kontrol.
g. Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis dengan
memberi tahu tujuan terapi dari awal sampai akhir, memperlihatkan keluarga
sebagai satu kesatuan, menurunkan ancaman, dan mendiskusikan setiap ada
masalah.
h. Pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab dengan mengingatkan
anggota keluarga bahwa mereka dapat mengubah diri mereka sendiri dan selalu
terbuka antar anggota keluarga. (Arum Pratiwi, 2019)
4. Terapi rehabilitas
Program rehabilitas dapat di gunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau
berdiri sendiri. Terapi ini terdiri atas: terapi okupasi, terapi rekreasi, terapi gerak, dan
terapi music yang masing-masing mempunyai tujuan khusus. Salah satu yang akan
dibahas dalam topik ini adalah terapi okupasi yaitu suatu ilmu dan seni untuk
mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang
telah ditentuakan, dengan maksud mempermuda belajar fungsi dan keahlian yang
dibutuhkan dalam peroses penyesuaian diri dengan lingkungan.
Hal yang perlu diperhatikan dan ditekankan dalam terapi okupasi adalah bahwa
pekerjaan/kegiatan yang dilaksanakan oleh klien bukan sekedar memberi kesibukan
pada klien saja, akan tetapi pekerjaan/kegiatan yang dilakukan dapat menyalurkan
bakat dan emosi klien, mengarahkan kesatu pekerjaan yang berguna sesuai
kemampuan dan bakat, seta meningkatkan produktivitas.
a. Terapi okupasi
1) Definisi
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah di
tetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemapuan yang masih ada pada
seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk
seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada orang lain (Purwanto, 2017).
Hal yang perlu diperhatikan dan ditekankan dalam terapi okupasi
adalah bahwa pekerjaan/kegiatan yang dilaksanakan oleh klien bukan sekedar
memberi kesibukan pada klien saja, akan tetapi pekerjaan/kegiatan yang
dilakukan dapat menyalurkan bakat dan emosi klien, mengarahkan kesatu
pekerjaan yang berguna sesuai kemampuan dan bakat, seta meningkatkan
peroduktivitas (Kusumawati, 2015).
2) Tujuan dari terapi ini adalah :
a) Terapi khusus untuk pengembalian fungsi mental
 Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan
kemampuan untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan
masyarakat disekitarnya.
 Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
 Membantu klien menemukan kegiatan sesuai bakat dan kemampuan.
 Membantu dalam mengumpulkan data guna untuk menegakan
diagnosa.
b) Terapi khusus untuk pengembalian fungsi fisik, meningkatkan gerak sendi,
otot, dam koordinasi gerakan.
c) Mengajarkan aktifitas sehari-hari (ADL) seperti makan, berpakaian, BAK,
dan BAB.
d) Membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin.
e) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan
yang dimiliki.
f) Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk memenuhi
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat,
minat dan potensinya.
g) Mengarahkan minat dan hobi klien untuk dapat digunakan setelah klien
kembali ke lingkungan masyarakat.
3) Aktivitas dalam terapi okupasi.
(Muhaj, 2015) mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi
okupasi, sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan,
lingkungan sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan siterapi sendiri
(pengetahuan, keterampilan, minat, dan kreativitasnya).
a) Jenis kegiatan terapi okupasi
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
Latihan gerak dan olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan,
dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari
seperti dengan mengerjakan dan merapikan tempat tidur, menyapu dan
mengepel), praktik pervokasional, seni (tari, musik, lukis, drama dan lain-
lain), rekreasi (tamasya, nonton bioskop dan drama), diskusi dengan topik
tertentu (berita surat kabar, majalah, televise, radio, dan keadaan
lingkungan) (muhaj, 2016)
b) Aktivitas dalam terapi okupasi
Aktifitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukkan
seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar
berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik.
Oleh karena itu semua aktivitas yang digunakan harus mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas,
jadi bukan hanya sekedar menyibukkan klien.
2. Mempunyai arti tertentu, artinya dikenal atau ada hubungan dengan
klien.
3. Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaan terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4. Harus dapat melibatkan klien secara aktif, meskipun minimal.
5. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bukan
harus dapat meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
6. Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat
sehingga klien dapat mandiri.
7. Harus sesuai dengan minat klien, atau setidaknya tidak membuat jenuh
klien.
8. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan penigkatan atau penyesuaian
dengan kemampuan klien.
4) Tahap-tahap dalam peroses terapi okupasi adalah sebagai berikut :
a) Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis,
perilaku, dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa,
marah.
b) Analisis data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji,
ditegakkan, didiagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
c) Menentukan sarana dan tujuan dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat
sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
d) Pemilihan jenis terapi, jenis kegiatan yang ditentukan harus sesuai dengan
tujuan terapi.
e) Evaluasi kemampuan klien, inisitif, tanggung jawab, kerja sama, emosi dan
tingkah laku selama aktifitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan
kembali kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan
secara periodik, misalnya satu minggu sekali dan setiap selesai melakukan
kegiatan.
5) Indikasi :
a) Kelainan tingkah laku disetai kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.
b) Ketidakmampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga reaksi
terhadap rangsangan tidak wajar.
c) Seorang yang mengalami kemunduran.
d) Mereka yang mudah mengekspresikan perasaanya melalui kegiatan.
e) Mereka lebih muda mempelajari sesuatu dengan cara mempraktikan
daripada membayangkan.
f) Klien cacat tubuh yang mengalami gangguan kepribadian.
6) Mode yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Dapat dilakukan secara individu
b) Dapat dilakukan secara kelompok tergantung keadaan klien dan tujuan
terapi.
7) Karakteristik aktivitas terapi okupasi
(Rriayadi,2016) mengungkapkan bahwa karakteristik dari terapi okupasi
adalah mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien, harus
mampu melibatkan klien, dapat mencegah bertambah buruknya kondisi klien,
dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi dan dapat disesuaikan
dengan minat klien.
8) Analisa aktivitas dalam terapi okupasi
(Riyadi, 2016), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi okupasi,
meliputi : jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau
pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan yang dilakukan dan
manfaatnya bagi klien, sarana atau alat, aktivitas dilakukan disesuaikan dengan
jenis kegiatan yang dilakukan, perisapan terhadap sarana pendukung dan klien
maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra
indikasi dan disukai klien atau tidak disukai klien yang disesuaikan dengan
kempauna yang di miliki klien.
9) Pelaksanaan terapi okupasi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok
tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.
1) Metode
a) Individual : dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu
berinteraksi dengan klompok dan klien lain yang sedang menjalani
persiapan aktifitas.
b) Kelompok : klien dengan masalah sama, klien yang lama, dan yang
memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang
nyaman adalah kelompok kecil anggotanya berkisar antara 5-12 orang.
Jumlah kelompok kecil menurut stuart dan laraia (dalam keliat &
akemat, Jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota
kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat
kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, pengalaman. Jika
terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.
Terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi
dan reaksi interpersonal yang terbaik yang terjadi pada kelompok dengan
jumlah sebanyak itu. apabila keanggotaan lebih dari 10, maka akan
terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota
merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan sering bertingkah laku
irasional. (Mortan, 2019)
2) Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun
kelompok dengan frekuensi kegiatan persesi 2-3 kali dalam 1 minggu.
Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama setengah sampai satu jam
yang terdiri dari tahap persiapan dan orientasi, ke dua: satu sampai satu
setengah jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Purwanto,
2015).
5. Terapi psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien dalam
suatu drama. Drama ini memberi kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan,
pikiran, dan prilakunya yang mempengaruhi orang lain, Spontanitas dalam drama ini
sangat penting (Tati Hernawati, 2020)
Langkah-langkah dalam terapi psiko drama adalah sebagai berikut :
a. Terapis diskusikan dalam kelompok sebuah isu/masalah yang akan dibahas,
kemudian disepakati pemeranya.
b. Rancangan dan penyajian drama.
c. Diskusikan tentang pendapat masing-masing anggota kelompok tentang peran
yang ditampilkan. Terapis berusaha mengarahkan diskusi pada penyelesaian
masalah.
6. Terapi lingkungan
a) Definisi
Terapi lingkungan (milieu therapy) berasal dari bahasa perancis yang berarti
perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat teraupetik atau
mendukung kesembuhan. Perencanaan Terapi lingkungan adalah suatu tindakan
penyembuhan penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang
ada dilingkungan dan berpengaruh terhadap peroses penyembuhan. Upaya terapi
terus bersifat koperhensif, holistic, dan multi displiner. Selain terapi fisik
(farmakoterapi), juga perlu mengupayakan optimalisasi aspek lingkungan melalui
penerapan konsep-konsep psikologi lingkungan (Anna, 2014).
Konsep pada terapi lingkungan menurut murray, lingkungan eksternal juga
mencakup: stimulus, objek, dan orang lain secara pribadi. Lingkungan di artikan
secara fisik dan psikologi termasuk masyarakat. Lingkungan secara umum akan
berkaitan erat dengan tujuan keperawatan karna memyangkut status kesehatan
seorang yang tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkunganya sedangkan,
berdasarkan Florence nightingale, aspek penting pemulihan kesembuhan
seseorang adalah udara yang bersih, sinar matahari yang cuckup, serta lingkungan
yang bersih. Tubuh manusia memiliki daya penyembuhan dan tugas perawat
beserta tim kesehatan hanyalah menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung
penyembuhan dengan memodivikasi lingkungan fisik yaitu sebagai berikut:
1. Udara yang bersih (pure air)
2. Air yang jernih dan sehat (pure water)
3. Pembuangan yang aman dan memadai (efficient drainage)
4. Keadaan lingkungan yang bersih (cleanline)
5. Sinar matahari/ cahaya yang cukup (light)
Selain yang disebutkan nightingale terapi lingkungan harus memiliki karakteristik
berikut ini.
1. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan kelompok
selama 24 jam
2. Adanya proses pertukaran informasi
3. Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.
4. Pasien merasa tenang, senang, nyaman, dan aman, serta tidak merasa takut
dari ancaman psikologis maupun ancaman fisik.
5. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan fokus komunikasi
teraupetik.
6. Staf membagi tanggung jawab kepada klien.
7. Personal diri lingkungan menghargai klien sebagai individu yang memiliki
hak, kebutuhan dan tanggung jawab.
8. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
b) Tujuannya adalah:
1. Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri
2. Mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain
3. Membantu belajar untuk mempercayai orang lain
4. Mempersiapkan diri untuk kembali kemasyarakat
5. Mencapai perubahan yang positif
c) Karakteristik terapi lingkungan
Lingkungan harus bersifat teraupetik yaitu: mendorong terjadinya proses
penyembuhan, lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan
2. Pasien merasa senang/nyaman, dan tidak merasa takut dengan lingkungan.
3. Kebutuhan-kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
4. Lingkungan perawatan yang bersih.
5. Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat dari implus-
implus pasien.
6. Personal dari lingkungan perawatan menghargai klien sebagai individu yang
memilki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien sebagai
respon adanya stress.
7. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan
dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihanya dan
membentuk perilaku yang baru.
Disamping hal tersebut terapi lingkungan harus memiliki karakteristik:
1. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadipada individu dan kelompok
selama 24 jam.
2. Adanya peroses pertukaran informasi.
3. Pasien merasa keakraban dengan lingkungan.
4. Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak merasa takut baik dari
ancaman psikologis ataupun fisik.
5. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dan fokus komunikasi
teraupetik.
6. Staf membagi tanggung jawab bersama klien.
7. Personal dari lingkungan menghargai klien sebagai individu yang memiliki
hak, dan tanggung jawab.
8. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
d) Lingkungan fisik
Aspek lingkungan terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang
merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit, setting-nya meliputi:
1) Bentuk dan struktur bangunan.
2) Pola interaksi antara masyarakat dan rumah sakit.
Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik teraupetik adalah:
1) Lingkungan fisik tetap
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun
internal. Bagian internal meliputi struktur rumah sakit, yaitu lokasi dan letak
gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya
kesehatan jiwa masyarakat. Berada di tengah-tengah lingkungan penduduk
atau masyarakat sekitarnya dan tidak di beri pagar terlalu tinggi. Hal ini secara
fisikologis diharapkan bisa membantu memelihara hubungan teraupetik klien
dengan masyarakat. Memberi kesempatan pada keluarga untuk tetap
mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi.
Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan
rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, ruang kamar mandi
tertutup, WC, dan ruang makan. Masing-masing ruang tersebut diberi nama
dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang
mengalami gangguan mental, merangsang memori dan mencegah disorientasi
ruangan.
Setiap ruangan harus dilengkapi oleh jadwal kegiatan harian, jadwal
terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan
khusus misalnya rapat ruangan. (Kusumawati, 2017)
2) Lingkungan fisik semi tetap
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumah tanggaan meliputi lemari, kursi,
meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dan lain-lain. Semua
perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas
berhubungan satu dengan yang lainya serta menjaga privasi klien.
3) Lingkungan tidak tetap
Lebih di tekankan pada jarak dan hubungan interpersonal individu
serta sangat dipengaruhi oleh sosial budaya.
e) Peran perawat dalam terapi lingkungan
1) Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman.
a) Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab
menyenangkan saling manghargai diantara sesame perawat, petugas dan
pasien.
b) Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau
kedaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap
pasien dan perawat.
c) Menciptakan suasana yang nyaman.
d) Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya sendiri dan
orang lain seperti yang biasa dilakukan dirumahnya, misalnya
membersihkan kamar.
2) Penyelenggara peroses sosial
a) Membantu klien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai
orang lain sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
b) Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan
perilakunya secara terbuka sesuai aturan didalam kegiatan-kegiatan
tertentu.
c) Melalui sosialisasi klien belajar tentang kegiatan atau kemampuan yang
baru, dan dapat dilakukanya sesuai dengan kemampuan dan minatnya
pada waktu yang luang.
3) Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah memberikan kebutuhan dari pasien, memberikan
obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat, dan perilaku-perilaku
yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-masalah yang
timbul dalam terapi tersebut.
4) Sebagai leader atau pengelolah
Perawat harus mampu mengelolah sehingga tercipta lingkungan teraupetik
yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik
maupun secara psikologis kepada pasien.
e) Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan adalah sebagai berkut:
1) Terapi rekreasi
Dengan menggunakan kegiatan yang dilakukan pada waktu luang dengan
kegiatan konstruktif dan menyenangkan, serta mengembangkan kemampuan
hubungan sosial. Contoh: berenang, main kartu, karambol, dan sebagainya.
2) Terapi kreasi seni
Memberikan kesempatan pada klien untuk menyalurkan/mengekspresikan
parasnya. Contoh: menari dan menyanyi sesuai dengan suasana hati pasien.
3) Terapi dengan menggambar dan melukis
Memberikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan tentang apa yang
sedang terjadi dengan dirinya dengan menggambar, untuk menurunkan
ketegangan dan memusatkan pikiran pada kegiatan.
4) Literature/biblio therapy
Terapi dengan membaca seperti novel, majalah dan buku-buku lainya,
dimana pasien diharapkan untuk mendiskusikan pendapatnya setelah
membaca.
5) Pet therapy
Terapi untuk menstimulus respons pasien yang tidak mampu berhubungan/
berinteraksi dengan orang lain (kebiasaan menyendiri), yaitu dengan
menggunakan objek binatang untuk bermain.
6) Plant therapy
Mengajarkan klien untuk mengajarkan segala sesuatu/ makhluk hidup
dengan memelihara tumbuhan, mulai dari menanam dan memelihara, serta
menggunakanya saat tanaman itu dipetik.
Syarat-syarat menciptakan terapi lingkungan pada kondisi khusus adalah
sebagai berikut.
a) Pada pasien harga diri rendah, depresi, dan bunuh diri
Lingkungan secara fisik: ruangan aman, nyaman, terhindar dari
alat-alat yang dapat digunakan untuk menciderai diri atau orang lain,
lemari dalam keadaan terkunci, berada pada lantai satu, ruangan
mudah dipantau perawat/petugas, tata ruangan menarik dan menempel
poster, warna dinding cerah, ada ruangan baca, terhadap musik dan
TV.
b) Pada pasien ngamuk
Lingkungan secara fisik: ruang aman, nyaman, mendapatkan
cahaya cukup, satu kamar satu orang, jendela dari besi terkunci,
terdapat protokol pengikatan dan pengasingan secara aman, serta
pelepasanya. (Widia, 2017)
7. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan
dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi
verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status
emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi
masalah anak.
Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak,
merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa
anak dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku
anak tersebut.Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi,
ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Terapi bermain juga dianjurkan
untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif
dan klien yang mengalami penganiayaan.(Nurhalimah, 2016)

BAB III
SKENARIO

Alda : Pasien 1
Helda Aprilia : Pasien 2
Neli Safitri : Perawat 1
Siska Rahmawati : Perawat 2

Di sebuah komunitas peduli kesehatan jiwa dengan pasien halusinasi. Terdapat


2 orang pasien dan 2 orang perawat yang akan memberikan terapi modalitas dalam
bentuk terapi aktivitas kelompok.

Perawat 1 : Assalamualaikum
Klien : Wa'alaikumsalam
Perawat 2 : Nanti kalau saya bilang selamat pagi nanti kalian jawab selamat pagi luar
biasa. Bagaimana bisa?
Klien : Bisa
Perawat 2 : Selamat pagi semua
Klien : Selamat pagi...luar biasa
Perawat 1 : Perkenalkan nama saya perawat neli dan teman saya perawat Siska. Dan di
sini kami akan memberikan bimbingan terapi aktivitas kepada ibu- Ibu. Saya
ingin tahu nama-nama ibu untuk membantu lancarnya terapi pada hari ini.
Untuk di sebelah kanan saya bisa di perkenalkan namanya siapa? Ayo ibu
namanya siapa?
Klien : Nama sayaaaaa, Astuti biasa di panggil uti.
Perawat 1&2 : Ibu uti luar biasa
Perawat 1 : Untuk sebelah kiri saya ibu namanya siapa? Ayo ibu siapa namanya?
Klien 2 : Nama saya Purwanti, saya suka di panggil anti.
Perawat 1&2 : Ibu anti luar biasa
Perawat 2 : Bagaimana kabar ibu hari ini?
Klien : Baik sekali suster
Perawat 2 : Ibu yang di sebelah saya bagaimana kabar nya hari ini?
Klien 2 : Baik suster
Perawat 1&2 : Ibu-ibu luar biasa
Perawat 1 : Selanjutnya kita akan melakukan kegiatan aktivitas. Sebelumnya teman saya
akan membacakan tata tertib aturan.
Perawat 2 : Sebelum kita melakukan kegiatan bermain ini kita akan mengetahui tata
tertib nya ya ibu yang pertama kalau ibu2 merasa bosan atau ingin buang air
kecil silahkan angkat tanggan dan nanti akan di dampingi oleh suster.
Kemudian waktu yang kita butuhkan dalam kegiatan ini itu 20 menit. Oke saya
kembalikan kepada teman saya.
Perawat 1 : Oke.semuanya kita akan melakukan kegiatan. Sebelumnya kami akan
membagikan kertas dan pulpen kepada ibu-ibu dan ibu2 akan menulis aktivitas
apa2 saja yang telah ibu lakukan dari bangun pagi sampai saat ini. Misalnya
seperti bangun tidur setelah itu saya mandi, makan jadi ibu 2 mencatat apa
yang sudah di lakukan. Saya memberikan waktu 3 menit ya ibu2 untuk
mencatat.
Klien pun mulai menulis apa yang telah di lakukan...
Perawat 2 : 3 menit sudah selesai ibu2.
Klien 1&2 : Hore sudah selesai
Perawat 1 : Oke bagus semunya mari kita ucapkan luar bisa
Perawat dan klien pun mengucapkan "luar biasa" dengan serempak
Perawat 1 : Oke kalian sudah mencatat
Klien 1&2 : Sudah
Perawat 2 : Oke selanjutnya kita akan melakukan kegiatan terapi aktivitas kelompok.
Ditangan saya ada apa?
Klien 1&2 : Pulpen
Perawat 2 : Oh iya pulpen bagus. Pulpen ini akan saya gunakan untuk bermain. Cara
bermainnya pulpen ini nanti akan saya oper dari perawat neli lalu ke ibu2. Nah
nanti pulpennya akan di oper dan di iringi lagu. Nanti saat pertengahan
bermain lagunya akan saya stop dan apa bila pulpennya ada di salah satu
tangan teman2 maka teman2 akan menyebutkan nama dan apa saja kegiatan
yang sudah di lakukan dari bangun pagi sampai sekarang. Bagainaman apakah
sudah mengerti?
Klien 1&2 : Iya siap saya sudah mengerti

Perawat pun memulai bermain seperti yang sudah diinstruksikan. Setelah bermain
pulpen pun berhenti pada perawat 1.
Perawat 1 : Baik di sini saya memperkenalkan. nama saya neli safitri, saya dipanggil
perawat neli. Kegiatan saya setelah bangun tidur saya mandi, lalu saya masak
setelah masak saya makan lalu saya pergi bekerja dan dan saya sekarang berada
bersama kalian.
Permainan pun di lanjutkan dan berhenti di klien 1.
Perawat 2 : Nah pulpen berhenti pada ibu uti, ibu uti bisa perkenalkan diri dan sebutkan
apa saja kegiatan ibu uti.
Klien 1 : Perkenalkan nama saya Astuti bisa dipanggil uti. Saya dari pagi itu saya
bangun saya ke WC buang air kecil pas mau mandi ternyata air nya sangat
dingin dan saya pun tidak mandi. Dan saya ke dapur saya makan karena saya
melihat ada makanan jadi saya makan, setelah itu saya ke sini bersama kalian.
Perawat 1&2 : Ibu uti luar biasa, Baik mari kita lanjut permainan
Permainan pun berlanjut. Dan berhenti di klien 2.
Klien 2 : Kan sudah ditulis kenapa harus dibacakan. Tapi baiklah saya mulai perkenalan.
Nama saya Purwanti saya dipanggil anti. setelah bangun tidur saya langsung
mandi setelah mandi saya tidur lagi setelah bangun saya merasa lapar lalu saya
pergi ke dapur dan saya makan. setelah makan saya ya pergi ke ke sini bersama
kalian.
Perawat 1&2: Wahhh ibu Anti luar biasa ...
Perawat 1 : Bagaimana perasaannya setelah kita melakukan kegiatan hari ini .
Klien 1&2 : Senang sekali. Sampai jam berapa kita di sini.
Perawat 2 : Kita di sini sampai jam 2 . Kalian luar biasa
Perawat 1 : Baik kegiatan kita sampai disini. Ibu-ibu bisa pergi ke kamar. Tetapi sebelum
kembali ke kamar besok-besok kita ketemu lagi di tempat ini jam 9 pagi untuk
membahas atau memperkenalkan tempat di sini. Bagaimana ibu-ibu apakah
kalian setuju?
Klien 1 &2 : Siap setuju
Perawat 1 : Kalian bisa kembali ke kamar dan kalian akan didampingi oleh perawat
Siska.
Perawat 2 : Ayo Ibu saya antar.
Selesai
Demikian video yang kami buat tentang terapi aktivitas kelompok pada pasien
gangguan halusinasi.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Sebagai seorang
terapis, perawat harus mampu mengubah perilaku maladaftif pasien menjadi perilaku
yang adaptif serta meningkatkan potensi yang dimiliki pasien. Ada bermacam-macam
terapi modalitas dalam keperawatan jiwa seperti terapi individu, terapi keluarga, terapi
bermain, terapi lingkungan dan terapi aktifitas kelompok.
4.2 Saran
Diharapkan bagi pembaca setelah membaca makalah ini khususnya perawat dan
memahami dan mengerti serta dapat mengaplikasikan terapi modalitas pada pasien
dengan gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2017. Keperawatan Jiwa : Aplikasi Praktik Klinik.  Yogyakarta:Graha Ilmu.


Dalami E, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.Jakarta: CV.Trans
Info Media.
Direja, A.H.S. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.  Yogyakarta: Nuha Medika
Erlinafsiah. 2016. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV. Trans
Info
Media.
Fitria, Nita. 2019. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B.A dan Akemat. 2018. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusumawati, F dan Hartono Y. 2017.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
SalembaMedika.
Maramis, W F. 2004. Catatan Ilmu KedokteranJiwa. Edisi 8.Airlangga University Press:
Surabaya.
Sunardi, dkk. 2015. Psikiatri : Konsep Dasar Dan Gangguan-Gangguan. Bandung: Rafika
Aditama
Yosep, Iyus. 2016. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama
Widodo, Arif. 2014. Terapi Modalitas Keperawatan Mental Psikiatri.

Anda mungkin juga menyukai