TOPIK Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi: Sesi I : Mengenal prilaku kekerasan B. TUJUAN
halusinasinya, klien paham yang telah dapat berorientasi kepada realita dan sehat secara fisik) TAK stimulasi persepsi: halusinasi (untuk klien dengan halusinasi) TAK stimulasi persepsi adalah TAK yang menstimulasi pasien untuk mengolah pikiran sesuai dengan stimulasi yang diberikan (berpersepsi). TAK jenis ini diindikasikan untuk pasien yang mengalami koping yang tidak efektif dalam bentuk terjadinya harga diri rendah, halusinasi, perilaku kekerasan,ansietas, defisit
perawatan diri dan sebaginya. Bentuk kegiatannya adalah diskusi dan latihan bersama keterampilan koping untuk mengatasi masalah masing-masing. TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan harga diri rendah) TAK penyaluran energy ( untuk klien perilaku kekerasan yang telah dapat mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri yang telah dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan sehatsecara fisik). 2. A. Prilaku Kekerasan Pengertian Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 1525 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000). Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. B. Etiologi Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan. C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PK 1) Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah: 1. Teori Biologik Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku: a. Neurobiologik Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif. b. Biokimia Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress. c. Genetik Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY. d. Gangguan Otak Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan. 2. Teori Psikologik a. Teori Psikoanalitik
Teori
ini
menjelaskan tidak
terpenuhinya
kebutuhan
untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri. b. Teori Pembelajaran Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang awal. orang tua mereka selama tahap yang perkembangan Namun, dengan perkembangan
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa. 3. Teori Sosiokultural Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu. 2) Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009): 1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. 2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3.
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. 4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5.
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. 6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga. D. Tanda dan Gejala Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut: 1. Fisik Muka merah dan tegang Mata melotot/ pandangan tajam Tangan mengepal Rahang mengatup Postur tubuh kaku Jalan mondar-mandir 2. Verbal Bicara kasar Suara tinggi, membentak atau berteriak Mengancam secara verbal atau fisik Mengumpat dengan kata-kata kotor Suara keras Ketus 3. Perilaku a. b. c. d. e. 4. Emosi a. b. c. Tidak adekuat Tidak aman dan nyaman Rasa terganggu, dendam dan jengkel Melempar atau memukul benda/orang lain Menyerang orang lain Melukai diri sendiri/orang lain Merusak lingkungan Amuk/agresif
d. e. f. g.
5.
D. KLIEN Kriteria klien a. b. a. b. c. d. Klien perilaku kekerasan yang sudah mulai mampu bekerja sama dengan perawat. Klien perilaku kekerasan yang dapat berkomunikasi dengan perawat. Mengobservasi klien yang masuk kriteria. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria. Mengumpulkan klien yng masuk kriteria. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK PK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK PK pada klien, rencana kegiatan kelompok, dan aturan main dalam kelompok. Proses seleksi
Hari/tanggal : Sabtu, 9 Juni 2012 Waktu Tempat : 10.00 s.d 10.40 WIB (40 menit) : Ruang Nusa Indah RS Dr Ernaldi Bahar Palembang
2. Tim terapis Setting: peserta dan terapis duduk di kursi melingkar Ruangan nyaman dan tenang
L K K F/O
CL
K K F
K
Keterangan: K F : Klien : Fasilitator L O : LeaderCL : Observer
: Co Leader
Tim terapis dan uraian tugas Leader: Susmianah,S.Kep. Uraian tugas: a. b. c. d. e. Menyusun proposal kegiatan TAK Menjelaskan tujuan pelaksanaan TAK Menjelaskan peraturan kegiatan TAK sebelum kegiatan dimulai Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok Mampu memimpin TAK dengan baik
Co Leader: Susiana R Situmeang,S.Kep. Uraian tugas: a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas klien
Berlangsung
3. Metode dan media a. Metode yang digunakan, antara lain: Dinamika kelompok Diskusi dan tanya jawab Bermain peran/simulasi
b. Media dan alat F. Nametag (Papan nama) Spidol (alat tulis) Botol berisi manik-manik Speaker laptop
a. Salam terapeutik 1) Salam dari terapis 2) Perkenalkan nama dan panggilan 3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini c. Kontrak
Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal prilaku kekerasan. Menjelaskan aturan main Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis
akan diberikan pujian dan tepuk tangan. 2. Tahap kerja Tahap kerja dilaksanakan selama 40 menit, terdiri dari: a. Hidupkan lagu pada laptop dan edarkan botol berlawanan dengan arah jarum jam.
d. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk 3. Tahap terminasi Tahap terminasi dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari: a. Evaluasi Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK Terapis memberikan reinforcement positif (pujian) atas keberhasilan klien b. Rencana tindak lanjut
jika
3. EVALUASI
1. 100% klien mengikuti TAK dari awal sampai akhir
2. 80% kegiatan dilakukan sesuai dengan jadual kegiatan yang telah dibuat
3. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahan
4. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala) 5. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku
kekerasan) 6. Klien dapat menyebutkan akibat prilaku kekerasan 7. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
4. FORMAT EVALUASI Stimulasi Persepsi : Prilaku kekerasan Sesi I Mengenal Prilaku dan Kemampuan Mencegah Prilaku Kekerasan Nama Klien
No 1 2 3 4 5 6
Aspek yang dinilai Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahan Klien dapat menyebutkan respon yang
dirasakan saat marah (tanda dan gejala) Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku kekerasan) Klien dapat menyebutkan akibat prilaku
kekerasan Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien Klien mengikuti kegiatan TAK dari awal sampai akhir Jumlah 1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti, peran klien
(aktif), mengekspresikan perasaannya dan mampu mendemonstrasikan cara mencegah prilaku kekerasan fisik . Beri tanda jika klien mampu dan tanda jika klien tidak mampu. Keterangan: = Bisa X = Tidak bisa Penilaian: Klien dikatakan mampu Klien dikatakan cukup mampu : 6-8 : 4-5 Rekomendasi Lanjutkan Lanjutkan Ulangi
: 0-1
Mundur
Referensi: Keliat, Budi A., Arkemat. (2004). Keperawatan jiwa: terapi aktivitas kelompok. Jakarta: EGC
OLEH: DEWI RAMADHANI K, S.Kep. SUSIANA R SITUMEANG, S.Kep. SUSMIANAH, S.Kep. YUNITA H SIHOTANG, S.Kep. 04111706001 04111706002 04111706003 04111706004