BAB 1
PENDAHULUAN
Dukacita dapat dan kadang-kadang mungkin harus menjadi fokus terapi. Walaupun
dukacita bukan gangguan alam perasaan, dukacita kadang tampak sebagai gangguan alam
perasaan bagi mata orang yang berpengalaman. Dapat lebih sulit mengkaji dukacita pada
individu yang menderita dissabilitas psikiatri seperti depresi atau skizofrenia karena afek
datar, mood tertekan, atau disorganisasi kognitif yang menyertai banyak gangguan jiwa dapat
mengkamuflase perilaku berduka klien. Perawat harus waspada terutama pada klien
gangguan jiwa yang juga berduka. Klien ini dapat mengalami dukacita dan merasa
kehilangan tidak hanya ketika mereka kehilangan hubungan yang penting akibat kematian,
tetapi ketika mereka mengalami perubahan di lingkungan terapi, rutinitas, lingkungan, atau
bahan staf.
Makalah ini berfokus pada pengalaman manusia terhadap kehilangan dan proses
kehilangan yang dilalui individu, kita akan melihatnya sebagai suatu proses berduka. Proses
berduka dibahas dalam bentuk tahap yang dilalui individu untuk mengintegrasikan
kehilangan ke dalam hidupnya. Untuk mendukung dan merawat klien yang berduka, perawat
perlu memahami fase ini dan respon budaya terhadap kehilangan. Bagian proses keperawatan
menjelaskan peran perawat dalam proses berduka dan memberi pedoman cara menawarkan
hubungan dan mengajarkan keterampilan koping yang diperlukan kepada klien yang berduka.
Pentingnya kesadaran diri dan kompetensi sebagai fasilitator juga di bahas.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
melakukan asuhan keperawatan jiwa kehilangan dan berduka (Amputasi).
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini antara lain :
1. Mengetahui apa itu gangguan jiwa kehilangan dan berduka
2. Mengetahui bagaimana pengkajian yang dilakukan pada asuhan keperawatan
jiwa kehilangan dan berduka
3. Mengetahui apa saja diagnose yang sering muncul pada asuhan keperawatan
jiwa kehilangan dan berduka
4. Mengetahui intervensi keperawatan jiwa kehilangan dan berduka
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert & Lambert, 1985). Kehilangan juga dianggap sebagai suatu penarikan sesuatu atau
seseorang atau situasi yang berharga atau bernilai, baik sebagai pemisahan yang nyata
maupun yang diantisipasi.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir setiap individunsudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali dalam bentuk dan cara yang berbeda. Terlepas dari
penyebab kehilangan yang dialami, setiap individu akan berespons dengan kehilangan yang
dialami. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon sebelumnya.
2. Perceived loss
Disarankan seseorang, tetapi tidak sama yang dirasakan orang lain.
Misalnya : Kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan yang berharga.
3. Physical loss
Kehilangan secara fisik
Misalnya : Seseorang mengalami kecelakaan dan akibat luka yang sangat
parah terpaksa ada anggota gerak yang diamputasi.
4. Phychologicloss
Kehilangan secara psiklogis.
Misalnya : Orang yang cacat akibat kecelakaan, membuat dirinya merasa tidak
percaya diri. Body image-nya terganggu.
5. Anticiparoty loss
Kehilangan yang dapat dicegah atau diantisipasi.
Misalnya : Seseorang yang menderita penyakit terminal. Respons emosi yang
normal terhadap sesuatu yang hilang atau akan hilang dan setelah beberapa
saat akan kembali normal. Respons kehilangan ini disebut dengan istilah
berduka.
2.3 Tahapan Proses Berduka dan Kehilangan pada Proses Menjelang Ajal
1. Fase denial ( penolakan atau pengingkaran )
a. Reaksi kehilangan pertama kali
b. Syok psikologis
c. Tidak percaya, berupa mengingkari kenyataan
d. Reaksi fisik : lemah, pucat, menangis, gelisah, dan jantung meningkat
e. Berakhir dalam beberapa menit sampai beberapa tahun
2. Fase anger ( marah )
a. Individu berusaha keras menolak kehilangan
b. Ketidakmampuan mengubah keadaaan menimbulkan marah, yang bisa
dialamatkan kedalam diri maupun pada orang lain
c. Perilaku agresif
d. Bicara kasar dan menolak pengobatan
e. Menuduh tim kesehatan
f. Respons fisik : muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan
mengepal
3. Fase bargaining ( tawar-menawar )
a. Penundaan kesadaran
b. Membuat kesepakatan secara halus
c. Memohon pemurahan dari tuhan
4. Fase depresi ( kesedihan mendalam )
a. Bersikap menarik diri
b. Sangat menurut dan tidak mau bicara
c. Menyatakan keputusasaan dan rasa tidak berharga
d. Bisa muncul keinginan untuk bunuh diri
e. Gejala fisik : menolak makan, susah tidur, letih dan dorongan libido menurun
5. Fase penerimaan
a. Reorganisasi perasaan kehilangan
b. Menerima kenyataan yang dialami dan mulai memandang kedepan
4. Budaya
Budaya barat menganggap kesedihan adalah sesuatu yang bersifat pribadi,
sehingga hanya diutarakan pada sesama keluarga. Kultur lain di Timur Tengah
misalnya, orang mengekspresikan kesedikan dengan berteriak, menjerit bahkan
sampai merobek-robek pakaian atau menaburkan debu di kepala.
5. Agama
Agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Tetapi ada juga orang
yang menyalahkan Tuhan.
6. Penyebab kematian
Kematian yang tiba-tiba sangat mengganggu keluarga, sehingga bisa
menimbulkan syok psikologis dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada juga
yang beranggapan bahwa kematian akibat kecelakaan (tabrakan, tenggelam)
diasosiasikan dengan kesialan.
Model ini menjadi prototype untuk pemberi perawatan ketika mereka mencari cara
memahami dan membantu klien dalam klien berduka.
Pemahan bowlby tentang berduka akan menjadi kerangka berpikir yang dominan
dalam bab ini. Ia mendeskripsikan proses berduka akibat suatu kehilangan memiliki empat
fase:
Ahli teori yang lain, John Harvey (1998), mendeskripsikan fase berduka yang sama
sebagai berikut:
Rodebaugh et al. (1999), memndang proses duka cita sebagai suatu proses melalui
empat tahap:
Para ahli teori yakinbahwa interaksi yang dinamis terjadi pada banyak ekspresi
berduka. Perawat harus mendengar dan mengobservasi adanya fluidity (emosi yang terjadi
bersamaan atau dengan mudah berubah dari sau emosi ke emosi yang lain) ketika individu
melalui fase proses tersebut.
Tugas dalam proses berduka diuraikan oleh Rando (1984) sebagai berikut :
Memutus ikatan psikososial terhadap orang yang dicintai dan pada akhirnya
menciptakan ikatan baru
Menambah peran, keterampilan, dan perilaku baru dan merevisi peran,
keterampilan, dan perilaku yang lama menjadi suatu identitas dan kesadaran
diri yang baru
Mengikuti gaya hidup yang sehat, yang mencakup individu dan aktivitas
Mengintegrasikan kehilangan ke dalam kehidupan. Hal ini tidak berarti bahwa
akhir proses berduka telah dicapai, tetapi akomodasi terjadi saat realitas
kehilangan diintegrasikan kedalam kehidupan
merasakan keberadaaan suaminya ketika ia menjalani hidup tanpa suaminya, dan ia ering
membayangkan suaminya sebelum sakit. Dengan memandang proses tersebut secara lebih
positif, ia yakin kematian suaminya dalam bebrapa hal telah mendorongnya lebih mandiri dan
terlibat dalam kesempatan lain.
Perawat harus mengobservasi dan mendengar apa yang dikatakan dan dilakukan yang
berduka sebagai petunjuk apa yang klien rasa dan pikir. Isi berduka ialah apa yang dipikirkan,
dikatakan, dirasakan, dilakukan, dan secara fisiologis dialami individu selama proses
berduka. Isi berduka juga dapat dikatakan sebagai respons manusia dan berkorelasi dengan
apa yang Schneider (1984) ajukan sebagai model holistic berduka yang memiliki lima
dimensi proses berduka yaitu kognisi, emosi, semangat, perilaku, dan fisiologi.
1. Respons kognitif.
a. Gangguan asumsi dan keyakinan.
b. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan.
c. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal.
d. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
2. Respons emosional.
a. Marah, sedih, cemas.
b. Kebencian.
c. Merasa bersalah.
d. Perasaan mati rasa.
e. Emosi yang berubah ubah.
f. Penderitaan dan kesepian yang berat.
g. Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang
hilang.
h. Depresi, apatis, putus asa, selama fase disorganisasi dan keputusasaan.
i. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri.
3. Respons spiritual.
a. Kecewa dan marah kepada Tuhan.
b. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan.
c. Tidak memiliki harapan ; kehilangan makna.
4. Respons perilaku.
a. Melakukan fungsi secara otomatis.
b. Menangis terisak ; menangis tidak terkontrol.
c. Sangat gelisah ; perilaku mencari.
d. Iritabilitas dan sikap bermusuhan.
e. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang
yang telah meninggal.
2.9.1 Pengkajian
Mengkaji apa perlu diketahui dari klien dengan bahasa yang jelas dan
mudah dipahami dapat membuat klien mengungkapkan persepsi yang mungkin
memerlukan klarifikasi. Hal ini terutama tepat untuk individu yang mengantisipasi
suatu kehilangan, misalnya individu yang menderita penyakit terminal. Perawat harus
menggunakan pertanyaan terbuka dan membantu mengklarifikasi persepsi klien yang
keliru.
Dokter baru saja mengkonfirmasikan Nn. Morrison bahwa luka pada kakinya
ialah akibat dari penyakit Diabetes yang di deritanya dan ia dijadwalkan untuk
menjalani operasi pemotongan kakinya dalam dua hari. Perawat mengunjungi klien
setelah ronde dan menemuinya sedang menonton televisi dengan tenang.
Perawat : dokter baru saja kesini. coba jelaskan kepada saya apa yang anda
pahami dari penjelasan dokter? ( pertanyaan terbuka di ajukan untuk mengetahui
penjelasan persepsi)
Klien: ya, saya fikir ia mengatakan bahwa saya harus menjalani operasi
pemotongan kaki.
Perawat: Nona Morrison, Anda tanpak kecewa ceritakan kepada saya, apa yang
terjadi saat ini?(mengungkapkan hasil observasi, mendorong penjelasan).
Klien:oh, saya sangat muak dengan diri saya sendiri. Maaf, Anda harus melihat
saya kedalam keadaan begini. Saya harus keluar dari keadaan ini dan meneruskan
hidup saya.
Perawat: Anda cukup kecewa terhadap diri Anda, berfikir bahwa Anda merasa
berbeda dari diri Anda .(menggunakan refleks)
Klien: saya tidak tahu, mungkin. Berapa lama hal ini akan belangsung? Perasaan
saya hancur saat ini.
Perawat: Anda sedang berduka dan tidak ada batasan waktu yang tetap dalam
menghadapi hal ini. Setiap orang memiliki waktunya sendiri dan cara menjalani hal
ini.(meberi informasi;memvalidasi pengalaman nya)
Perawat: siapa didalam hidup Anda yang harus atau akan benar-benar ingin
mengetahui apa yang anda baru dengar dari dokter?(mencari informasi dengan
tentang dukungan situasional bagi klien).
Klien: oh, sebenarnya saya hidup sendiri. Saya tidak menikah dan tidak memiliki
kerabat dikota ini.
Perawat: tidak seorang pun akan peduli tentang kabar ini?(menyatakan keraguan).
Perilaku klien mungkin memberi perawat informasi yang paling mudah dan
konkrit tentang keterampilan koping klien. Perawat harus cermat mengamati perilaku
klien pada berbagai waktu tertentu dalam proses berduka, jangan pernah berasumsi
bahwa klien berada pada fase tertentu. Perawat harus menggunakan keterampilan
komunikasi yang afektif untuk mengkaji bagaimana perilaku klien menjadi gambaran
koping serta apa yang ia rasakan dan fikirkan.
Perawat: anda pasti sangat kecewa dengan kabar yang Anda terima dari dokter hari
ini( observasi dilakukan dengan mengasumsi prilaku klien menangis sebagai
perilaku yang diharapkan akibat kehilangan dan berduka)
Klien: saya tidak akan menjalani operasi. Anda salah orang.( menggunankan
penyangkalan sebagai koping).
amputasi ialah:
Intervensi
Bimbingan perawat membantu klien mengkaji dan membuat perubahan pada
setiap dimensi. Perubahan menunjukkan pergerakan ketika klien berjalan dengan
langkah yang berat melewati suatu rute, kadang kala menemui langkah yang
menyakitkan pada satu waktu dan berakhir seprti melintas tanah yang sangat lapang
saat hasil melewati jalan berliku dalam proses tersebut.
Perawat : Siapa di dalam hidup Anda yang akan benar-benar ingin mengetahui apa
yang Anda baru dengar dari dokter? (mencari informasi tentang dukungan
situasional bagi klien).
Perawat: Tidak seorang pun akan peduli tentang kabar ini? (menyatakan keraguan)
Perawat: Maukah anda saya bawakan buku telepon dan Anda dapat meneleponnya
sekarang? (melanjutkan menawarkan kehadiran, sumber dukungan segera, dan
mengusulkan rencana tindakan untuk memberikan dukungan lebih lanjut)
Senyum yang ramah dan kontak mata dari klien selama percakapan yang
akrab menunjukkan sikap perawat yang dapat dipercaya.
Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu
dan saat ini.
Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran