Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH SEMINAR SISTEM PERKEMIHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M


DENGAN DIAGNOSA KANKER PROSTAT
DI PUSKESMAS MEDOKAN AYU

Disusun oleh :
1. Nurul Azizah (141.0076)
2. Putri Wardah Nafisah (141.0078)
3. Ridho Fajar A (141.0082)
4. Rifka Anggrayny (141.0083)
5. Risma Agustina (141.0085)
6. Riza Krisna (141.0087)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA


TAHUN 2017

LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH SEMINAR SISTEM PERKEMIHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M
DENGAN DIAGNOSA BENIGNA PROSTATE HIPERPLASIA

1
DI PUSKESMAS MEDOKAN AYU

Surabaya 17 Mei 2017

CI INSTITUSI CI LAHAN

Rifka Pahlevi S.Kep.Ns. M.Kep Lailatur Rosida S.Kep. Ns

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan
Pada Tn. M Dengan Diagnosa Kanker Prostat Di Puskesmas Medokan Ayu tepat
pada waktunya.

Kami menyadari sepenuhnya masih terdapat kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, untuk itu kritik dan saran demi kesempurnaan dan pengembangan
wawasan dan pengetahuan penulis.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
demi pembenahan diri, dan kepada pembaca demi pengembangan pengetahuan dan
wawasan. Semoga Allah SWT tetap mencurahkan rahmatnya pada kita. Amin.

Surabaya, 17 Mei 2017

Penulis

DAFTAR ISI

Contents

3
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. 2
KATA PENGANTAR........................................................................................ 3
DAFTAR ISI................................................................................................... 4
BAB 1........................................................................................................... 6
PENDAHULUAN............................................................................................ 6
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 6
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................... 8
1.4.1 Secara teori....................................................................................... 8
1.4.2 Secara Terapan................................................................................... 8
BAB 2........................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 9
2.1 Pengertian.............................................................................................. 9
2.2 Klasifikasi.............................................................................................. 9
2.3 Etiologi................................................................................................ 11
2.4 Patofisiologi.......................................................................................... 12
2.5 Manifestasi Klinis................................................................................... 13
2.6 Komplikasi........................................................................................... 13
2.7 Penatalaksanaan..................................................................................... 13
2.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................................14
2.9 Pathway............................................................................................... 16
2.10 Asuhan Keperawatan..........................................................................17
BAB 3......................................................................................................... 37
KASUS....................................................................................................... 37
3.1 Identitas Pasien...................................................................................... 37
3.2 Riwayat Penyakit................................................................................... 37
3.3 Pengkajian............................................................................................ 38
3.4 Penatalaksanaan..................................................................................... 40
3.5 Analisa Data.......................................................................................... 41
3.6 Prioritas Masalah.................................................................................... 42

4
3.7 Intervensi Keperawatan............................................................................43
3.8 Implementasi......................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 47

5
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini kanker prostat banyak dialami oleh lansia di Indonesia, pada tahun
2020 diperkirakan akan meningkat sebesar 41 persen (Biro Pusat Statistik, 2006).
Seiring dengan perjalanan usia, khususnya bagi pria usia lanjut harus
meningkatkan kewaspadaan pada kondisi kesehatan tubuhnya. Sebab, semakin
bertambahnya usia, fungsi organ-organ tubuh terus menurun. Salah satu gangguan
kesehatan yang kerap dialami pria berusia lanjut adalah gangguan prostat. Yang
lebih parah adalah kanker prostat karena kanker prostat merupakan kanker
pembunuh nomor dua pada pria setelah kanker paru-paru (Jar, 2004).
Pada tahun 2010 di Amerika, penyakit yang menyerang organ prostat
menduduki peringkat pertama dalam perkiraan ditemukannya kasus baru kanker
yaitu sebanyak 217.730 (28%) dan perkiraan kematian sebanyak 32.050 (11%),
Diperkirakan 1 dari 4 jenis kanker yang baru didiagnosa pada pria ditemukan di
Amerika. Di Indonesia, pada tahun 1992 saja sudah disimpulkan bahwa kanker
prostat menduduki urutan ke 9 dengan 310 kasus baru (4,07%) dari 10 kasus
kanker yang diperoleh dari laporan berbagai rumah sakit. Disimpulkan pula
bahwa pada laki - laki di atas usia 65 tahun, kanker prostat menempati urutan ke 2
dengan 202 kasus (12,31%) (Sarjadi,1999 dalam Boedi-Darmojo,R.Martono,
1999). Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran
prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan
kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006).
Kanker prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat
dengan sel-sel kelenjar prostat tumbuh abnormal dan tidak terkendali. Prostat
adalah kelenjar seks pada pria, ukurannya kecil dan terletak di bawah kandung
kemih, mengelilingi saluran kencing (uretra). Kanker prostat umumnya tidak
menunjukkan gejala khas. Karena itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa.
Gejala yang ada umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak atau
Benign Prostate Hyperplasia (BPH), yaitu buang air kecil tersendat/tidak lancar.

6
Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu
muncul bila sudah terjadi penyebaran hingga tulang belakang Penyebab kanker
prostat tidak diketahui secara tepat, meskipun beberapa penelitian menunjukkan
adanya hubungan antara diet tinggi lemak dengan peningkatan kadar hormon
testosteron.
Penyuluhan dan pendidikan harus dilakukan oleh para tenaga medis untuk
mencegah terjadinya penyakit ini dan mengenali tanda dan gejala. Selain itu,
keluarga yang telah mengalaminya harus mengetahui bagaimana cara perawatan
yang benar pada kanker prostat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil
seminar tentang asuhan keperawatan pada pasien kanker prostat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. M dengan diagnose Kanker Prostat?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa Kanker
Prostat
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Kanker Prostat
2. Mengetahui klasifikasi Kanker Prostat
3. Mengetahui etiologi Kanker Prostat
4. Mengetahui Patofisiologi Kanker Prostat
5. Mengetahui manifestasi klinis Kanker Prostat
6. Mengetahui komplikasi Kanker Prostat
7. Mengetahui penatalaksanaan Kanker Prostat
8. Mengetahui asuhan keperawatan teori dari Kanker Prostat

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Secara teori
Sebagai salah satu referensi untuk pengembangan dan pendalaman ilmu
pengetahuan tentang sistem perkemihan dengan diagnose kanker prostat beserta
asuhan keperawatannya

7
1.4.2 Secara Terapan
Menjadi salah satu rujukan dalam penerapan dan pengembangan intervensi atau
asuhan keperawatan pada kasus perkemihan (kanker prostat)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Kanker prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat
dengan sel-sel kelenjar prostat tumbuh abnormal dan tidak terkendali. Prostat adalah
kelenjar seks pada pria, ukurannya kecil dan terletak di bawah kandung kemih,
mengelilingi saluran kencing (uretra) (Widjojo, 2007).

8
Gambar 1. Perbedaan Prostat Normal dengan Kanker Prostat

2.2 Klasifikasi
Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason. Sistem
ini didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang dilihat secara
makroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali). Dari pengamatan dibedakan
dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary pattern) dan pola tidak ekstensif
(secondary pattern). Kedua tingkat itu dijumlahkan sehingga menjadi grading dari
Gleason (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Tabel 2.1. Derajat Diferensiasi Kanker Prostat Menurut Gleason.

Grade Tingkat Histopatologi


2-4 Diferensiasi baik
5-7 Diferensiasi sedang
8-10 Diferensiasi buruk
(Purnomo, 2009)

Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor disusun berdasarkan sistem TNM


(hasil dari DRE dan TRUS).

Tabel 2.2. Sistem Staging TNM Untuk Kanker Prostat

T - Tumor Primer
Tx Tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada tanda tumor primer
Tis Karsinoma In situ (PIN)
T1a Keterlibatan 5% jaringan TURP, DRE normal
T1b Keterlibatan >5% jaringan TURP, DRE normal
T1c Terdeteksi dari pemeriksaan PSA, DRE dan TRUS normal

9
T2a Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada satu lobus,
terbatas di prostat
T2b Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada dua lobus,
terbatas di prostat
T3a Perluasan ekstrakapsular pada satu atau kedua lobus
T3b Invasi ke vesikula seminalis
T4 Tumor meluas ke leher kandung kemih, sfingter, rektum, otot levator, atau
dasar panggul
N- Kelenjar getah bening regional (obrurator, iliaka interna, iliaka
eksterna, kelenjar getah bening presakral)
Nx Tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional
N1 Metastasis ke kelenjar getah bening regional atau nodul
M- Distant metastasis
Mx Tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1a Metastasis ke kelenjar getah bening jauh
M1b Metastasis ke tulang
M1c Metastasis jauh lainnya
(Presti, 2004)

Tabel 2.3. Stadium Untuk Kanker Prostat

Stadium 1 T1a N0 M0 G1
T1a N0 M0 G2,3,4
T1b N0 M0 Semua G
Stadium II T1c N0 M0 Semua G
T1 N0 M0 Semua G
T2 N0 M0 Semua G
Stadium III T3 N0 M0 Semua G
T4 N0 M0 Semua G
Stadium IV Semua T N1 M0 Semua G
Semua T Semua N M1 Semua G
(Akins, 2008)

10
Gambar 2. Stadium Kanker Prostat

2.3 Etiologi
Dari berbagai penelitian dan survei, disimpulkan bahwa etiologi dan faktor
resiko kanker prostat adalah sebagai berikut.

1. Usia Resiko
Menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit
putih, dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Sedangkan
pada pria kulit hitam pada usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu
generasi sebelumnya menderita kanker prostat. Data yang diperoleh melaui
autopsi di berbagai negara menunjukkan sekitar 15 30% pria berusia 50
tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60
70% pria memiliki gambaran histology kanker prostat. (K. OH, William et
al, 2000).
2. Ras dan tempat tinggal
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika
Amerika.Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita
kanker prostat dibandingkan dengan pria kulit putih (Moul, J. W., et al, 2005).
3. Riwayat keluarga
Carter dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15%
pria yang memiliki ayah atau saudara lelaki yang menderita kanker prostat,
bila dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat
yang terkena kanker prostat (Haas, G. P dan Wael A. S., 1997). Pria yang satu
generasi sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 2 - 3 kali lipat
lebih besar menderita kanker prostat dibandingkan dengan populasi umum.
Sedangkan untuk pria yang 2 generasi sebelumnya menderita kanker prostat
memiliki resiko 9 - 10 kali lipat lebih besar menderita kanker prostat.

11
4. Faktor hormonal
Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig
pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa
dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5 - reduktase.
Beberapa teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya
peningkatan kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan
secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya penurunan kadar
testosteron pada penderita kanker prostat. Selain itu, juga ditemukan
peningkatan kadar DHT pada penderita prostat, tanpa diikuti dengan
meningkatnya kadar testosteron. (Haas, G. P dan Wael A. S., 1997).
5. Pola makan
Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan berbagai
jenis kanker atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker
prostat belum dapat dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi
makanan pada rasa atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status
ekonomi dan lain sebagainya.

2.4 Patofisiologi
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh
mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai
berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam
lingkungan sekitar sel tersebut. Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel
mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel
tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan
pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh tersebut sel-sel dapat terbawa ke area
lain dalam tubuh untuk membentuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh
yang lain (Brunner & Suddarth, 2002).

2.5 Manifestasi Klinis


Pasien kanker prostat stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala atau
tanda klinis. Tanda-tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium
lanjut. Keluhan sulit miksi, nyeri saat miksi, atau hematuria menandakan bahwa

12
kanker telah menekan uretra. Kanker prostat yang sudah bermetastasis ke tulang
dapat memberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat metastase, atau kelainan
neurologis jika metastasis pada tulang vertebra (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

2.6 Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah:

1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi


2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu
tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu
miksi pasien harus mengedan.

2.7 Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat tergantung pada
stadium, umur harapan hidup, dan derajat diferensiasi (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

1. Observasi Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur


harapan hidup kurang dari 10 tahun.
2. Prostatektomi radikal Ditujukan untuk pasien yang berada dalam
stadium T1-2 N0 M0. Tindakan ini berupa pengangkatan kelenjar
prostat bersama dengan vesikula seminalis. Beberapa penyulitnya
antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan inkontinensia.
3. Radiasi Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-
invasif dan tumor yang telah mengalami metastasis. Pemberian radiasi
eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi.

13
4. Terapi hormonal Jenis obat untuk terapi hormonal antara lain estrogen
(anti androgen), LHRH agonis (kompetisi dengan LHRH),
antiandrogen non steroid (menghambat sintesis dan aktivitas
androgen), dan blokade androgen total (menghilangkan sumber
androgen dari testis maupun dari kelenjar suprasternal).

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menegakkan diagnosis kanker prostat diperlukan beberapa pemeriksaan
seperti :

1. Digital Rectal Examination (DRE) Pada pemeriksaan DRE dapat diraba


nodul yang keras dan ireguler. Pada stadium dini sulit mendeteksi kanker
prostat melalui DRE sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan TRUS
(Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Gambar 3. Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE)


2. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan
hasil azotemia (obstuksi bilateral ureter), anemia (metastase), peningkatan
serum amilase (metastase tulang), dan serum asam phosphatase (Kumar,
2007; Purnomo, 2009).
3. Penanda tumor Penanda tumor yang sering digunakan adalah PSA yaitu
suatu enzim proteolitik 33-kD yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat
dan berperan dalam meningkatkan motilitas sperma dengan
mempertahankan sekresi seminalis dalam keadaan cair. PSA berguna
untuk melakukan deteksi dini adanya kanker prostat dan evaluasi lanjutan

14
setelah terapi kanker prostat. Range standar PSA 0,0-4,0 ng/ml. Walaupun
sel kanker menghasilkan lebih banyak PSA, tetapi makna diagnostiknya
dapat sangat meningkat jika digunakan bersama prosedur lain (Kumar,
2007; Ayyathurai, 2008; Purnomo, 2009).
4. Pemeriksaan pencitraan Sekitar 60-70% kanker prostat terdeteksi melalui
pemeriksaan TRUS dengan gambaran hypoechoic. CT-scan digunakan
jika dicurigai adanya metastase pada limfanodi. MRI digunakan dalam
menentukan luas ekstensi tumor ke ekstakapsuler atau ke vesikula
seminalis (Purnomo, 2009; Amendola, 2008).

Gambar 4. Pemeriksaan Uji Ultrasound Transrektal (TRUS)

5. Biopsi prostat Indikasi tindakan ini adalah pada peningkatan serum PSA
atau DRE abnormal. Pengambilan contoh jaringan pada area yang
dicurigai keganasan melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus (BAJAH)
dengan bantuan TRUS (Presti, 2004; Purnomo, 2009; Kava, 2008).

15
2.9 Pathway
Faktor Penyebab
- Genetik
- Hormonal
- Infeksi
- Lingkungan, diet

Pertumbuhan
Abnormal Sel

Kematian Mutasi gen


sel normal

sel abnormal
meningkat

pembesaran prostat Metastase

obstruksi saluran Gg. Rasa Kehilangan


kemih nyaman nyeri nafsu makan

intake tdk
adekuat

Resiko Gangguan
Infeksi Eliminasi Kelemahan fisisk Ketidakseimbangan
Urine Nutrisi: kurang dari
Hambatan kebutuhan tubuh
Mobilitas fisik

16
2.10 Asuhan Keperawatan
Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang,
pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,
mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi,
mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.

1. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan


pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,
serta merumuskan diagnosis keperawatan.

Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi prostektomi dan
penkajian post operasi prostatektomi

a) Pengkajian pre operasi prostatektomi

Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi:

1. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,


pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pada klien ca prostat keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi,
hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio
urine.

3. Riwayat penyakit dahulu.

17
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK
(Infeksi Saluran Kencing) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
penyakit DM dan hipertensi.

4 Riwayat penyakit keluarga.

Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit ca prostat Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau hipertensi.

5. Riwayat psikososial
a. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan.
Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan.
Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang
sakitnya.
b. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan
obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam
mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan
yang adekuat )
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola
ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.
c. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes-netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk berkemih,
kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengejan untuk mulai
atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada
kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.

18
d. Pola tidur dan istirahat.
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari (nokturia). Kebiasaan tidur memekai
bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya
mengatasi kesulitan tidur.
e. Pola aktifitas.
Klien ditanya aktifitasnya sehari hari, aktifitas penggunaan waktu senggang,
kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.
Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana
klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari hari sendiri.

f. Pola hubungan dan peran

Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain,


perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat
berperan sebagai mana seharusnya.

g. Pola persepsi dan konsep diri


Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan
klien sebelum pembedahan. Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara
operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya.
Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa
tidak berdaya.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari
klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan
waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
i. Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya,
pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang
terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan,
ejakulasi dan ereksi) dan pola perilaku seksual.
j. Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya

19
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor
positif atau negatif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya.
Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan
darah, suhu tubuh, nadi.
b. Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi,
bagaimana keadaan rambut dan kuku klien,
c. Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau
trauma pada kepala.
d. Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya,
begitu pula bagaimana otot mukanya.
e. Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada konjungtiva
terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.
f. Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya,
apa ada gangguan pendengaran.
g. Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip,
apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus.
Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.
i. Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
j. Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
k. Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan
bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi,
wheezing atau egofoni.
l. Jantung

20
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau
getarannya.
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya ada
penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya
bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal
teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
n. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat
rectal touch. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter,
Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
o. Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari jari tremor apa tidak. Apakah ada
infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda tanda infeksi seperti
merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.
8. Pemeriksaan diagnostik

Untuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.

a) Pengkajian post operasi prostatektomi


Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:
1. Keluhan utama

Keluhan pada klien berbedabeda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi prostektomi adalah
keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya
bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan
ungkapan dari klien sendiri.

2. Keadaan umum

Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.

3. Sistem respirasi

21
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah
perlu dipasang O2. Frekuensi nafas, irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan
ronchi atau tidak. Gerakan otot, gerakan dada dan perut. Tanda tanda cyanosis ada
atau tidak.

4. Sistem sirkulasi

Yang dikaji: nadi (takikardi/bradikardi, irama), tekanan darah, suhu tubuh, monitor
jantung (EKG).

5. Sistem gastrointestinal

Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi,


bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.

6. Sistem neurology

Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.

7. Sistem muskuloskleletal

Bagaimana aktifitas klien sehari hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi


kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan
disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.

8. Sistem eliminasi

Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh. Masih ada
gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tandatanda perdarahan, infeksi.
Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi
urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.

9. Terapi yang diberikan setelah operasi

Infus yang terpasang, obat obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi
kandung kemih.

22
c. Analisa data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah


klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan
kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta
akhirnya membuat kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa
sebelum operasi dan analisa setelah operasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang


merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan.
Dari analisa data diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi
menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.

1. Diagnosa sebelum operasi


a. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi,
retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan
dengan obstruksi mekanik: pembesaran prostat.

b. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder


terhadap pelebaran prostat.

c. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan,


kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.

d. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun


sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi,
nokturia.

2. Diagnosa setelah operasi

a. Nyeri berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder


pada prostatektomi

23
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder
dari prostatektomi bekuan darah odema

c. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama


pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering

d. Potensial untuk menderita cedera: perdarahan berhubungan dengan


tindakan pembedahan

e. Potensial disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan


impoten akibat dari prostatektomi

f. Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi berhubungan dengan


kurang informasi

g. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri.

3. PERENCANAAN .

Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas


keperawatan perlu di tetapkan untuk untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan
keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan,
menetapkan sasaran (goal), dan tujuan (obyektif), menetapkan kriteria evaluasi,
merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. Selanjutnya dibuat perencanaan
dari masingmasing diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1. Sebelum operasi
a. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi,
nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obtruksi
mekanik: pembesaran prostat.

Tujuan: Pola eliminasi normal .

Kriteria hasil :

24
- Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak teraba distensi kandung kemih
- Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml
- Klien dapat berkemih volunter
- Urinalisa dan kultur hasilnya negatif
- Hasil laboratorium fungsi ginjal normal

Rencana tindakan :

1. Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola eliminasi


2. Dorong klien untuk berkemih tiap 2 4 jam dan bila dirasakan.
3. Anjurkan klien minum sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila
diindikasikan
4. Perkusi/palpasi area supra pubik
5. Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika
volume residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program
kateterisasi intermiten.
6. Monitor laboratorium: urinalisa dan kultur, BUN, kreatinin.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat: antagonis Alfa-adrenergik
(prazosin)

Rasional :

1. Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan


keperawatan.
2. Meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung kemih
3. Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan
ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
4. Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik.
5. Observasi aliran dan kekuatan urine untuk mengevaluasi adanya obstruksi
6. Mengukur residu urine untuk mencegah urine statis karena dapat beresiko
infeksi
7. Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK.
Pembesaran prostat dapat menyebabkan dilatasi saluran kemih atas (ureter dan
ginjal), potensial merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.
b. Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran
prostat.

Tujuan : Klien menunjukan bebas dari ketidaknyamanan

25
Kriteria hasil :

- Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol


- Ekspresi wajah klien rileks
- Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
- Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rencana tindakan:

1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), dan lamanya.


2. Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi yang
nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam.
3. Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin
kencing tapi tidak bisa.
4. Observasi tandatanda vital.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: eperidin
(Dumerol)

Rasional :

1. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan Intervensi


2. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
3. Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro
nefrosis
4. Mengetahui perkembangan lebih lanjut
5. Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan relaksasi mental dan
fisik.
c. cemas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan
tentang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.

Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga klien mau kooperatif dalam tindakan
perawatan.

Kriteria hasil :

- Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.


- Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.

26
- Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam menghadapi
cemas.
- Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.
- Tanda tanda vital dalam batas normal

Rencana tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.


2. Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan / masalah.
3. Beri informasi tentang prosedur / tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter,
urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang
diinginkan klien.
4. Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.
5. Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan :
a. tirah baring untuk hari pertama post operasi
b. ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi
c. hindari aktifitas yang mengencangkan daerah kandung kemih
6. Observasi tanda - tanda vital.

Rasional :

1. Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu.


2. Mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan,
memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
3. Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi
masalah karena ketidaktahuan.
4. Urine yang encer dapat menghambat pembentukkan klot.
5. Pemahaman klien dapat membantu mengurangi cemas yang berhubungan dengan
kecemasan akibat ketidaktahuan.
6. Perubahan tanda tanda vital mungkin menunjukkan tingkat kecemasan yang
dialami klien.
d. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun sekunder
terhadap kerusakan eliminasi: retensi, disuria, frekuensi, nokturia.

Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil:

- Klien mampu istirahat / tidur dengan waktu yang cukup.

27
- Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Rencana tindakan:

1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur / istirahat dan
kemungkinan cara untuk menghindarinya.
2. Ciptakan suasana yang mendukung dengan mengurangi kebisingan.
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
4. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemihsebelum tidur.
5. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein.

Rasional :

1. Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien mau kooperatif terhadap


tindakan keperawatan.
2. Suasana yang tenang akan mendukung istirahat klien.
3. Menentukan rencana untuk mengatasi gangguan.
4. Mengurangi frekuensi berkemih malam hari.
5. Kafein dapat merangsang untuk sering berkemih.

Sesudah operasi

a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
prostatektomi

Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil :

- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.


- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda tanda vital dalam batas normal.
- Keluarnya urine melalui sekitar kateter sedikit.

Rencana tindakan:

1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.

28
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal
gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih.
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24
sampai 48 jam.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah
tindakan TUR-P.
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi.
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan
tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
8. Observasi tanda tanda vital
9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik atau anti
spasmodik )

Rasional :

1. Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.


2. Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan.
3. Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4. Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
7. Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi
kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8. Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
b. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari
prostatektomi bekuan darah, edema.

Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.

Kriteria hasil:

- Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.


- Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih.
- Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.

29
Rencana tindakan:

1. Kaji output urine dan karakteristiknya


2. Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama
3. Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
4. Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
5. Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran.
Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih,
urgensi atau gejala gejala retensi.

Rasional:

1. Mencegah retensi pada saat dini.


2. Mencegah bekuan darah karena dapat menghambat aliran urine.
3. Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
4. Melancarkan aliran urine.
5. Mendeteksi dini gangguan miksi.
c. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih sering.

Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi .

Kriteria hasil:

- Klien tidak mengalami infeksi.


- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock.

Rencana tindakan:

1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.


2. Anjurkan intake cairan yang cukup (2500 3000) sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi.
3. Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam.
4. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.

Rasional:

1. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.

30
2. Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal.
3. Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung
kemih
4. Mencegah sebelum terjadi shock, Mengidentifikasi adanya infeksi
5. Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan

d. Potensial untuk menderita cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan


pembedahan .

Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.

Kriteria hasil:

- Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan .


- Tanda tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter.

Rencana tindakan:

1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan
tanda tanda perdarahan .
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter.
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan
defekasi
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah,
untuk sekurang kurangnya satu minggu
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas
6. Observasi:
- Tanda tanda vital tiap 4 jam
- Masukan dan haluaran
- Warna urine

Rasional :

1. Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda perdarahan


2. Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan
perdarahan
kandung kemih

31
3. Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan
mengendapkan perdarahan
4. Dapat menimbulkan perdarahan prostat.
5. Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa
prostatik, menurunkan perdarahan.
6. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan Deteksi awal
terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan
jaringan yang permanen.
e. Potensial disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari
prostatektomi

Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan

Kriteria hasil:

- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun.


- Klien menyatakan pemahaman situasi individual.
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
- Klien mengerti tentang pengaruh prostatektomi pada seksual.

Rencana tindakan :

1. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh


prostatektomi terhadap seksual
2. Jelaskan tentang :
a. Kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula .
b. Kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
3. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
4. Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan
kunjungan lanjutan

Rasional :

1. Untuk mengetahui masalah klien .


2. Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi
seksual.
3. Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan

32
4. Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan
yang spesifik.
f. Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang informasi

Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat


lanjutan.

Kriteria hasil:

- Klien akan melakukan perubahan perilaku.


- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan
berobat lanjutan .

Rencana tindakan:

1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu


2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan
memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
3. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari.
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh

Rasional:

1. Dapat menimbulkan perdarahan


2. Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi
kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah
4. Untuk menjamin tidak ada komplikasi
5. Untuk membantu proses penyembuhan

g .Gangguan tidur berhubungan dengan nyeri

Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil:

- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.


- Klien mengungkapan sudah bisa tidur

33
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur

Rencana tindakan:

1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara
untuk menghindari.
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri
(analgesik).

Rasional:

1. Meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan


perawatan
2. Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .

BAB 3

KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Medokan Ayu Tambak Gg 3
Agama & Suku : Islam / Jawa
Bahasa Sehari-hari : Bahasa Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Jarak yankes terdekat: 1,5 km

34
Alat Transportasi : Sepeda motor
Dx Medis : BPH dan Ca Prostat Metastase Tulang Belakang

3.2 Riwayat Penyakit


1. Keluhan Utama
Px mengeluh nyeri kadang timbul di kedua telapak kaki dan pinggang, px
mengatakan tidak mampu berjalan jika tidak menggunakan bantuan tongkat, px
merasa cemas dengan penyakitnya tetapi support dari keluarga mampu
mengurangi kecemasan pasien
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Klien menderita BPH sejak 4 tahun yang lalu, dan melakukan operasi BPH.
Setelah dilakukan operasi, klien merasa saraf pada daerah perkemihan sudah mati
rasa, BAK dan BAB sudah tidak terasa atau inkontinesia urine dan alvi. Sehingga
klien menggunakan diapers setiap hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Klien di diagnose dokter Ca prostat metastase tulang belakang. Klien
mengatakan nyeri di bagian punggung, pinggul dan telapak kaki. Klien rutin
mengkonsumsi obat yang diberikan dokter.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita
oleh klien sekarang ini.
5. Riwayat Alergi
Px tidak alergi makanan maupun obat-obatan jenis apapun
6. Keadaan Kesehatan Lingkungan:
Klien tinggal dirumah milik sendiri yang kondisinya sedang di renovasi,
rumah terlihat masih berantakan.
7. Alat Bantu Yang Dipakai: tongkat untuk berjalan

3.3 Pengkajian
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
GCS :456
TD : 120/80 mmHg
RR : 23x/menit
Suhu : 37oC
N : 83x/menit
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Sirkulasi/Cairan

35
Edema : Tidak Ada
Bunyi Jantung : Normal
Akral : Hangat
Tanda Perdarahan : Tidak Ada
Tanda Anemia : Tidak Ada
Turgor Kulit : Elastis
CRT : < 2 detik
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Perkemihan
Kebersihan : Bersih dan lembab pada daerah yang menggunakan diapers
Kandung kemih : Normal
Pola BAK : tidak dapat dikaji karena pasien menggunakan diapers dan
pasien tidak merasakan apa-apa ketika BAK
Nyeri tekan : Tidak ada
Alat bantu : menggunakan diapers
Masalah Keperawatan : Kerusakan Integritas Kulit, Inkontinesia Urine
Pernapasan
Bentuk dada : Simetris
Otot bantu nafas : tidak ada
Alat bantu nafas : tidak ada
Suara nafas : normal/vaskuler
Irama nafas : normal
Sesak nafas : tidak
Nyeri dada : tidak ada.
Suara jantung : normal.
Edema : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Pencernaan
Nafsu makan : Baik, frekuensi: 3 kali/hari
Pola BAK : tidak dapat dikaji karena pasien menggunakan diapers dan
pasien tidak merasakan apa-apa ketika BAB
Bising usus : normal
Kebiasaan makan-minum : Mandiri
Alergi makanan : tidak ada
Alat bantu : tidak ada
Masalah Keperawatan : Inkontinesia Alvi
Muskuloskeletal
Nyeri otot/tulang : ada, pada bagian telapak kaki terasa tebal, kesemutan dan
nyeri hilang timbul, kaki nyeri sejak di diagnose BPH, nyeri
seperti di tusuk tusuk dan hilang timbul, nyeri di bagian kaki
dan pinggang, nyeri skala 3 dari 10
Berdiri : mandiri

36
Berjalan : dengan alat bantu tongkat
ROM : terbatas
Kekuatan Otot : 5555 5555
4444 4444
Pengkajian Morse Falls Score :
1. Riwayat jatuh : Apakah px pernah jatuh 3 bulan
terakhir?
- Tidak (score=0)
2. Apakah pasien meiliki lebih dari satu jenis penyakit?
- Ya (score=15)
3. Alat bantu Jalan?
- Tongkat (score=15)
4. Apakah saat ini px terpasang infus?
- Tidak (score=0)
5. Gaya berjalan/ cara berpindah?
- Lemah (score=10)
6. Status mental px?
- Menyadari kondisi dirinya (score=0)

Total hasil MFS adalah 40, termasuk resiko jatuh rendah, intervensi yang di
terapkan adalah pencegahan jatuh standar

Masalah keperawatan : Nyeri Kronis, resiko jatuh


Neurosensori
Fungsi penglihatan
Mata : Buram, rabun jauh
Alat bantu : tidak ada
Fungsi perabaan : normal
Fungsi pendengaran : baik
Fungsi perasa : mampu
Fungsi penciuman : mampu
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Tidur dan Istirahat
Waktu tidur : 6 jam/hari
Bantuan obat : tidak
Kualitas tidur : baik
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Perawatan diri sehari-hari
Mandi : Mandiri
Berpakaian : mandiri
Menyisir rambut : mandiri
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Keterangan tambahan terkait individu

37
- Pasien menggunakan bantuan tongkat ketika berjalan, telapak kaki terasa nyeri
dan tebal
- 3 bulan sekali di beri injeksi tapros
- Memiliki kanker ganas prostat metastase tulang belakang

3.4 Penatalaksanaan
- Meloxicam 7,5 mg 2x sehari 1 tablet sesudah makan (fungsinya untuk
mengurangi rasa nyeri, bengkak, dan kaku pada sendi)
- Gabapentin 300mg 1x sehari 1 tablet di minum malam hari (fungsinya untuk
mencegah dan mengontrol kejang , meredakan nyeri saraf)
- Codeine 15 mg 4x sehari 1 tablet di minum setiap 6 jam (fungsinya untuk
mengobati nyeri ringan atau cukup parah)
- Lacons Sirup 60 ml 1x sehari 1 sensok makan malam hari (fungsinya untuk
konstipasi kronik, ensefalopati portal sistemik)
- Laktulosa Sirup (obat pencahar untuk mengobati konstipasi)

3.5 Analisa Data


N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. DS: Proses metastase Nyeri Kronis
- Px mengatakan kaki terasa Ca BPH pada
tebal dan nyeri tulang belakang
- Px mengatakan kaki nyeri
sejak di diagnose BPH
- Px mengatakan nyeri seperti
di tusuk tusuk dan hilang
timbul
- Px mengatakan nyeri di
bagian kaki dan pinggang
- Px mengatakan nyeri skala 3
dari 10
DO:
- Px terlihat memegangi
kakinya ketika nyeri
- Px menyeringai ketika nyeri
timbul
2. DS : Penggunaan Resiko Kerusakan
- Px mengatakan BAK dan diapers setiap hari Integritas Kulit

38
BAB tidak terasa
- Px mengatakan 2 kali/sehari
ganti pampers
DO :
- Px terlihat tidak nyaman
menggunakan diapers
- Penggunaan diapers sejak
post op BPH
3. DS : Penggunaan alat Resiko Jatuh
- Px mengatakan tidak bisa bantu dan
berjalan jika tanpa tongkat kelemahan otot
- Px mengatakan kaki terasa kaki
kaku dan tebal
- Px mengatakan
pandangannya kabur
DO :
- Px terlihat kesulitan ketika
berdiri dan berjalan
- Keluarga px kadang tidak ada
di rumah
- Rumah terlihat kotor dan
banyak barang yang
berserakan
- Kekuatan Otot:
5555 5555
4444 4444
- ROM : terbatas
- MFS : 40

3.6 Prioritas Masalah

1. Nyeri kronis b.d Kerusakan Sistem Saraf (Proses metastase Ca prostat pada
tulang belakang)
2. Resiko Jatuh b.d Penggunaan alat bantu dan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
3. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik tekanan, gesekan dan
lembab terhadap penggunaan diapers setiap hari

39
40
3.7 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
. Keperawatan
1. Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor dan catat adanya nyeri, skala nyeri
2. Beri kompres hangat dan posisikan px
Kerusakan Sistem Saraf selama 2x24 jam diharapkan nyeri px
senyaman mungkin
(Proses metastase Ca berkurang dengan kriteria hasil:
3. Ajarkan px manajemen nyeri (distraksi,
prostat pada tulang - Nyeri berkurang menjadi skala 1
relaksasi)
- Mampu berjalan
belakang) 4. Ingatkan pasien untuk minum obat secara
- Px dapat beristirahat
- Px rileks, tidak ada ekspresi wajah teratur
menyeringai
2. Resiko Jatuh b.d Setelah dilakukan HE selama 1x 24jam 1. Observasi lingkungan sekitar, lihat adanya
Penggunaan alat bantu diharapkan resiko jatuh tidak ada dengan faktor pencetus jatuh (seperti: lantai licin)
2. Kaji skala resiko jatuh dengan
dan penurunan kriteria hasil:
menggunakan skala morse
kekuatan ekstremitas - Kekuatan otot px 5555 pada
3. Libatkan keluarga dalam membantu
bawah ekstremitas bawah
aktivitas pasien
- Lingkungan rumah terorganisasi dan
4. Kolaborasi dengan dokter mata terkait
tidak memicu px jatuh
penglihatan px yang kabur dan pemberian
- Penglihatan px kembali normal
alat bantu (kaca mata)
3. Resiko Kerusakan Setelah dilakukan HE selama 1x 24 jam, 1. Berikan penyuluhan tentang kebersihan
integritas kulit b.d diharapkan tanda kerusakan integritas saluran kemih
2. Ajarkan keluarga untuk mengganti diapers
faktor mekanik kulit tidak ada dengan kriteria hasil:

41
tekanan, gesekan dan - Daerah penggunaan diapers tidak secara rutin (4 jam sekali)
3. Intruksikan keluarga untuk pemilihan
lembab terhadap lembab
- Rajin mengganti diapers diapers yang baik sesuai standard dan tidak
penggunaan diapers
- Tidak tampak kemerahan dan gatal
membuat iritasi
setiap hari

3.8 Implementasi
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD
No. Keperawatan Perawat
12-05- Nyeri akut b.d Proses - Memberikan posisi yang nyaman S : Px mengatakan masih merasa
2017 metastase Ca BPH pada agar nyeri sedikit berkurang nyeri
- Mengajarkan pasien management
tulang belakang O : - skala nyeri 2
nyeri relaksasi
- px rutin minum obat
- Mengajarkan pasien ROM
- Memberikan obat sesuai advis Meloxicam 7,5 mg 2x sehari 1
dokter, yaitu meloxicam 7,5 mg tablet sesudah makan
2x sehari 1 tablet sesudah A : masalah belum teratasi
makan P : intervensi di lanjutkan no. 4
- Mengobservasi skala nyeri

12-05- Resiko Jatuh b.d - Mengkaji lingkungan sekitar, S : Px mengatakan mata buram
2017 Penggunaan alat bantu memastikan lantai tidak licin O : - lingkungan rumah masih

42
dan kelemahan otot - Mengkaji skala resiko jatuh kurang bersih lantainya
kaki dengan skala morse falls scale - Terlihat terlalu banyak perabotan
- Memposisikan alat bantu di dekat
rumah yang berserakan di
pasien agar mudah dijangkau
lantai
- memberikan edukasi kepada
- Skor yang di peroleh 70,
keluarga tentang lingkungan
tingkatan resikonya termasuk
yang aman
resiko tinggi jatuh
- Menyarankan keluarga tentang
A : masalah belum teratasi
pemeriksaan mata untuk pasien
P : Intervensi dilanjutkan no. 1 dan 2
12-05- Resiko Kerusakan - Memberikan edukasi pentingnya S : px dan keluarga mengatakn sudah
2017 integritas kulit b.d rutin mengganti diapers mengerti tentang personal hygiene
- Memberikan edukasi tentang
Penggunaan pampers O : keluarga px rutin mengganti
personal hygiene
setiap hari pampers
- Memberikan edukasi tentang
A : masalah teratasi
pemilihan diapers yang tidak
P : Intervensi dihentikan
membuat iritasi pada kulit

43
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kanker prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat dengan
sel-sel kelenjar prostat tumbuh abnormal dan tidak terkendali. Prostat adalah kelenjar
seks pada pria, ukurannya kecil dan terletak di bawah kandung kemih, mengelilingi
saluran kencing (uretra)

Asupan kalsium berlebih dalam diet (>2000mg/hari) meningkatkan risiko kanker


prostat, khususnya meningkatkan proliferasi sel kanker prostat. Kalsium berperan
sebagai regulator 1,25 dihidroksi vitamin D. Selain itu, kalsium juga berperan sebagai
regulator PTH, kalsium serum yang tinggi akan menurunkan PTH dalam sirkulasi
sehingga konversi 25 (OH) vitamin D menjadi vitamin D aktif dengan bantuan PTH
juga menurun. Kedua hal ini menyebabkan penurunan regulasi 1,25 dihidroksi
vitamin D, vitamin D aktif yang diduga berperan penting dalam proses karsinogenesis
melalui inhibisi pertumbuhan dan proliferasi sel kanker dan metastasis. Hubungan
antara asupan kalsium berlebih dan kanker prostat menjadi lebih jelas dan relevan
dengan melibatkan peran vitamin D aktif sebagai inhibitor pertumbuhan dan
proliferasi sel kanker prostat.

4.2 Saran

Sebaiknya pria berkonsultasi dengan dokter untuk melakukan skrining kanker


prostat pada usia 40 tahun, 45 tahun, atau 50 tahun. Skrining yang dilakukan adalah
dengan tes darah menggunakan antigen khusus prostat. Pemeriksaan colok dubur juga
akan dilakukan sebagai bagian dari skrining. Makin awal kanker prostat didiagnosis,
makin besar peluang pasien untuk sembuh total. Namun jika kanker terdeteksi ketika
sudah menyebar, misalnya ke tulang, maka kanker tersebut tidak bisa disembuhkan.
Pengobatan yang dilakukan hanya sebatas untuk memperpanjang usia dan juga
meredakan gejala yang muncul.

44
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzane C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC

Sjamsuhidayat R dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Medica
Aesculpalus

Long B.C. 1999. Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung :YPKI

Nanda. 2016. Panduan Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta : EGC

Purnomo, B. B. 2008. Dasar dasar urologi. Ed. 2. Jakarta: CV Infomedika

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan / Lynda Juall Carpenito ; Editor
Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester, Edisi 8. Jakarta: EGC

Price, S. A dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


penyakit, Edisi 6, Volume 2, Alih Bahasa Brham,(dkk). Jakarta: EGC

45

Anda mungkin juga menyukai