Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENGLIHATAN


A.    Pengertian
     Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang berhubungan dengan
salah satu jenis indera tertentu yang khas. (Kaplan dan Saddock, 1998). Halusinasi adalah
gangguan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem panca indera di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh/baik.
Jenis halusinasi ada 2 (dua) yaitu:
1). Halusinasi non patologis
     Menurut NAMI (National Alliance for Mentally Ill). Halusinasi dapat terjadi pada
seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, pada umumnya terjadi pada klien
yang mengalami stress yang berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh
obat-obatan (halosinogenik) halusinasi ini antara lain:
a.  Halusinasi hipnogonik   :    persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat
sebelum seseorang jatuh tertidur.
b.  Halusinasi hipnopomik :    persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat
seseorang terjatuh bangun.
2)  Halusinasi patologis
a.  Halusinasi pendengaran (Auditory)
     Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berbeda dengan stimulus nyata dan
orang lain tidak mendengarnya.
b.  Halusinasi penglihatan (Visual)
     Klien melihat gambar yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak melihatnya.
c.  Halusinasi penciuman (Olfactory)
      Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain tidak menciumnya.

d.  Halusinasi pengecap (Gustatory)


      Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan makanan
yang tidak enak.
e.  Halusinasi peradaban (Taktil)
     Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
B.    ETIOLOGI
   Menurut Rawlin, et all, (1998) etiologi halusinasi dilihat dari 5 (lima) dimensi yaitu:
1.  Dimensi fisik
     Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tapi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi pendengaran, halusinasi dapat ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan sehingga terjadi delirium
intoksikasi, alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam jangka waktu yang lama.
2.  Dimensi intelektual
     Halusinasi terjadi sebagai usaha untuk merubah realita yang ada, yang bertujuan untuk
melindungi integritas dirinya dan adanya fungsi ego untuk mengadakan kontak yang
realita.
3.  Dimensi emosional
     Terjadinya halusinasi karena adanya perasaaan cemas yang berlebihan yang tidak dapat
diatasi dan sebagai hal yang menakutkan sehingga menyebabkan klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan.
4.  Dimensi sosial
     Halusinasi dapat terjadi disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak memuaskan
sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan kecemasan akibat hilangnya
control terhadap diri, harga diri maupun interaksi social dalam dunia nyata, sehingga
klien cenderung menarik diri dan hanya tertuju pada dirinya sendiri.
5.  Dimensi spiritual
     Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk social, mengalami
ketidakharmonisan berinteraksi, penurunan kemampuan untuk menghadapi stress dan
kecemasan serta menurunnya kualitas untuk menghadapi keadaan sekitarnya. Akibatnya
saat halusinasi menguasai dirinya, klien akan kehilangan control terhadap
kehidupannya.
Menurut Stuart dan Sudden, 1998, terjadinya halusinasi dapat disebabkan sebagai berikut :
1.  Teori psikoanalisa
     Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangasangan dari luar yang
mengancam, ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
2.  Teori biokimia
     Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang mengakibatkan
terlepasnya zat halusinogenik neuro kimia cepat bufatamin dan dimetyl tramsferasia.
C.    RENTANG RESPON MASALAH
Respon adaptif  Respon mal adaptif
Pikiran logis Pikiran kadang Kelainan pikiran/delusi
menyimpang halusinasi
Emosi konsisten dengan Emosi Ketidakmampuan untuk
pengalaman berlebihan/kurang Mengalami emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim Perilaku tidak
terorganisasi.
Hubungan social Menarik diri. Isolasi social.
harmonis.

D.   PROSES TIMBULNYA MASALAH


Menurut Depkes, 2000, halusinasi terjadi dalam beberapa fase:
1.  Fase pertama comforting (menyenangkan)
2.  Fase kedua condemning (menyarankan)
3.  Fase ketiga controlling (mengendalikan)
4.  Fase keempat conquering (menakutkan)

E.    POHON MASALAH
F.  MASALAH KEPARAWATAN
1.  Resiko tinggi perilaku kekerasan, menciderai diri sendiri dan orang lain.
Ds : klien mengatakan mendengar suara negative tentang orang lain, ancaman atau ejekan.
Do : mudah tersinggung, jengkel, marah, ekspresi wajah tegang,, memukul atau menyakiti
orang lain, merusak lingkungan sekitar.
2.  Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
     Ds : klien menyatukan mendengar suatu, melihat benda atau sesuatu mengecap rasa
sesuatu atau mencium bau yang tak nyata.
     Do : klien berbicara curiga, tersenyum dan bermusuhan, berbicara kalau kadang-kadang
tidak masuk akal. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tak nyata.
3.  Defisit perawatan diri
     Ds :    klien menyatakan malas untuk beraktivitas seperti mandi, makan, ganti baju dan
lain-lain.
     Do :    pakaian tidak rapi, pakaian kotor,
              rambut kusut, kotor, berbau tidak sedap,
              PH yang kurang, menolak untuk makan.
4.  Intoleransi aktivitas
     Ds :    klien menolak beraktivitas
     Do :    Pasif
              Tidak menyadari/menghindar dari kegiatan yang ada dan
              tidak peduli dengan aktivitas sehari-hari.
5.  Perubahan pola tidur
     Ds :    klien mengatakan tidak bisa tidur takut diganggu suara-suara dan mimpi yang
menakutkan.
     Do :    klien tampak mengantuk
              Gelisah
              Malam hari tidak dapat tidur
              Daerah sekitar mata kehitaman
              Mata sayu atau sulit untuk berkonsentrasi
6.  Menarik diri
     Ds :    klien hanya menjawab “ya”, “tidak”, “tidak tahu”.
     Do :    menghindar dari orang lain
              Kontak mata kurang : sering menunduk
              Posisi tidur seperti janin
              Sulit diajak komunikasi.
7.  Harga diri rendah
     Ds :    klien mengatakan merasa malu, tidak dapat berbuat sesuatu, mengatakan tidak
berharga, menyalahkan diri sendiri, menilai negative pada diri sendiri.
     Do :    tidak ada kontak mata
              Sering menyendiri
              Menghindari orang lain.
G.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.  Resiko tinggi perilaku kekerasan = menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b/d halusinasi.
2.  Perubahan persepsi sensori = halusinasi b/d menarik diri.
3.  Kerusakan interaksi social = menarik diri b/d HDR.
4.  Perubahan persepsi sensori = halusinasi b/d penatalaksanaan regimen “terapeutik”
tidak efektif.
5.  Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif b/d koping keluarga tidak afektif.
H.  RENCANA KEPERAWATAN
    Diagnosa         :    Resiko tinggi perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan b/d halusinasi.
Tujuan umum   :    Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus  :   a.  klien dapat membina hubungan saling percaya.
                               b.  klien dapat mengenal halusinasinya.
                               c.  klien dapat mengontrol halusinasinya.
                               d.  klien dapat memanfaaatkan obat dengan baik.
                               e.  klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
     INTERVENSI
TUK 1 klien dapat membina hubungan saling percaya.
1). Bina hubungan saling percaya
          Salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic yang akan dibicarakan, waktu bicara
dan tujuan bicara).
2). Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
           3). Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

TUK 2 klien dapat mengenal halusinasinya


1). Lakukan kontak sering dan singkat (agar klien tidak selalu sering kontak dengan
halulsinasinya).
 2). Observasi klien terkait dengan halusinasinya, berbicara, tertawa tanpa adanya stimulus
memandang ke kiri/ke kanan/depan seolah-olah ada teman sedang berbicara.      
 3). Bantu klien untuk mengenali halusinasinya.
-    Saat klien halusinasinya adakah suara yang didengar, adakah yang dilihat, bila ada apa
yang didengar, apa yang dilihat dan lain-lain.
-    Katakan pada klien bahwa klien melihat atau mendengar, namun perawat tidak melihat
atau mendengar dengan nada bersahabat tanpa menuduh (menghakimi).
-    Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
-    Katakana bahwa perawat akan membantu klien.
  4). Diskusikan dengan klien
-    Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
-    Waktu frekuensi dari halusinasi (pagi, siang, sore, malam, saat mandi, makan, tidur,
jengkel atau sedih, stress, menyendiri).

TUK 3 klien dapat mengontrol halusinasinya.


1).  Identifikasi bersama klien tindakan apa yang bisa dilakukan bila sedang berhalusinasi.
2). Beri pujian terhadap ungkapan klien tentang tindakannya.
3). Diskusikan cara memutus halusinasi (mengusir, beraktivitas atau berinteraksi dengan orang
lain, mendekatkan diri pada pencipta, minum obat teratur).
4). Dorong klien untuk menyebutkan kembali cara memutus halusinasi.
5). Beri pujian atas upaya klien menjawab.
6). Dorong klien untuk memilih tindakan yang akan dilakukan.
7). Dorong klien mengikuti TAK.
8). Beri pujian bila mampu melakukan.

TUK 4 klien dapat memanfaaatkan obat dengan baik.


 1).   Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi dan manfaat obat.
2). Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat, merasakan manfaatnya.
3). Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4). Diskusikan akibat obat tanpa konsultasi (minum obat bebas).
5). Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, benar obat, benar dosis,
benar cara dan waktu).
6). Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi dan manfaat obat.

TUK 5  klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.


1). Bina hubungan saling percaya terus dengan keluarga.
2). Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi/tindakan yang dilakukan dalam merawat klien.
3). Berikan pujian terhadap tindakan yang positif.
4). Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan gejala serta perawatan di rumah.
5). Anjurkan keluarga cara mendemonstrasikan cara merawat klien di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, BA., dkk, (1999), Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta.
Kaplan dan Saddack, (1997), Sinopsis Psikiatrik : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri. Edisi I,
Alih Bahasa : Dr. Wijaya Kesuma, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Stuart dan Sudden, (1998), Principle and Practice of Psychiatric Nursing, 6th edition, CV. Mosby
Company, USA.LP & ASKEP HALUSINASI

Anda mungkin juga menyukai