Anda di halaman 1dari 19

Program Profesi

Lontara 3 Bawah Depan (Bedah Syaraf)


RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar

LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR HYPOFISE

Oleh
ELNA NURJANNAH
R014182013

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) (Sahrul Ningrat, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B)

PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Tumor hipofisis adalah pertumbuhan abnormal yang berkembang di kelenjar

hipofisis di otak, hampir selalu non cancerous (jinak). Sebagian besar tumor hipofisis

(adenomas) tidak menyebar di luar tengkorak (nonmetastatic) dan biasanya masih

terbatas pada kelenjar pituitary atau didekatnya jaringan otak (Baradero, 2009).

Tumor hipofisis jarang ditemukan dan terdiagnosis, biasanya karena gangguan

hormonal, mass effect, atau tidak sengaja pada pemeriksaaan CT Scan atau MRI karena

trauma kepala atau nyeri kepala (Hall & Nierman, 2003). Tumor hipofisis biasanya

dapat berupa adenoma mikro (diameter < 10 mm) ataupun adenoma makro (diameter

>10 mm). Sekitar 92% lesi di sella tusika merupakan adenoma hipofisis. Adenoma

hipofisis adalah neoplasma jinak yang muncul dari satu atau lima tipe sel hipofisis

anterior. Tumor/adenoma hipofisis merupakan penyebab tersering dari sindrom

hiposekresi dan hipersekresi hormone hipofisis pada orang dewasa.

Sekitar 15% neoplasma intracranial merupakan tumor hipofisis yang ditemukan

pada populasi dengan prevalensi 80/100.000 (Alwi, Salim, Hidayat, Kurniawan, &

Tahapary, 2016). Paling sering ditemukan pada wanita usia produktif, dengan perkiraan

insiden 1,2-1,7/satu juta orang/tahun di Denmark dengan 60% kasus hiperkortisolisme.

Prevalensi pada growth hormone-secreting pituitary adenoma adalah 50-60

kasus/1.000.000 orang. Pada wanita lebih sering ditemukan corticortoprin-secreting

pituitary adenoma, daripada pria dengan perbandingan 8:1 (Ferri, 2009)


B. Etiologi

Penyebab tumor hipofisis tidak diketahui. Sebagian besar diduga tumor hiposis

hasil dari perubahan pada DNA dari satu sel, menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak

terkendali. Cacat genetik, sindroma neoplasia endokrin multiple tipe 1 dikaitkan dengan

tumor hipofisis. Namun, account cacat ini hanya sebagian kecil dari kasus-kasus tumor

hipofisis. Selain itu, tumor hipofisis didapat dari hasil penyebaran (metastasis) dari

kanker situs lain. Kanker payudara pada wanita dan kanker paru-paru pada pria

merupakan kanker yang paling umum untuk menyebar ke kelenjar pituitary. Kanker

lainnya yang menyebar ke kelenjar pituitary termasuk kanker ginjal, kanker prostat,

melanoma, dan kanker pencernaan (Alwi, Salim, Hidayat, Kurniawan, & Tahapary,

2016).

C. Klasifikasi

a. Berdasarkan hormon yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan dibedakan


menjadi 2 jenis yaitu :
1. Adenoma Hipofisis Non Fungsional (Tidak Memproduksi Hormon)
Tumor ini berkisar sekitar 30% dari seluruh tumor pada hipofisis. Biasanya
muncul pada dekade ke 4 dan ke 5 dari kehidupan, dan biasanya lebih sering
ditemukan padalaki-laki daripada wanita. Nama lain dari tumor ini yaitu Null
cell tumor, undifferentiated tumor dan non hormon producing adenoma. Karena
tumor ini tidak memproduksi hormon, maka pada tahap dini seringkali tidak
memberikan gejala apa-apa. Sehingga ketika diagnose ditegakkan umumnya
tumor sudah dalam ukuran yang sangat besar, atau gejala yang timbul karena
efek masanya. Tumor biasanya solid walaupun bisa ditemukan tumor dengan
campuran solid dan kistik.

2. Adenoma Hipofisis Fungsional Yang Terdiri Dari :


1) adenoma yang bersekresi prolaktin
2) adenoma yang bersekresi growth hormon (GH)
3) adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
4) adenoma yang bersekresi adrenokortikotropik hormon (ACTH)

Pada penelitian dari 800 pasien yang menderita tumor hipofisis, 630 pasien
merupakan tipe functioning pituitary tumors yang terdiri dari :52% merupakan
tumor yang mengsekresikan prolactin27% tumor yang mengsekresikan GH 20
% tumor yang mengsekresikan ACTH 0,3% tumor yang mengsekresikan TSH
kelenjar hipofisis bagian anterior berperan dalam sekresi dan pengaturan dari
berbagai hormon peptida dan stimulating factor.

Tumor yang berasal dari bagian ini akan memproduksi secara berlebihan
beberapa atau salah satu dari hormon mpoptida, jika ini terjadi maka dinamakan
fungsional atau secreting adenoma.

Adanya adenoma kelenjar hipofisis anterior bisa dideteksi dengan melihat


aktifitas endokrin dan dengan immunohisto chemical staining. Ada juga
klasifikasi dari buku medikal bedah yaitu : Eusinofil Basofil Kromopom.

b. Klasifikasi berdasarkan gambaran radiology


1. Grade 0 : tumor tidak terlihat secara radiologi
2. Grade I dan II: adenoma yang terbatas dalam sella turcica
3. Grade III dan IV: adenoma yang menginvasi ke jaringan sekitarnya.
c. Berdasarkan penyebarannya tumor ke extrasellar maka dibagi lagi dalam
subklasifikasi berikut :
1. A,B,C yaitu penyebaran langsung ke suprasellar
2. D yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus kavernosus
3. E yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus intracranial

D. Manifestasi Klinik

Berdasarkan (Bare & Smeltzer, 2009) manifestasi klinisnya ialah:

a. Adenoma hipofisis non fungsional:

1) Nyeri kepala

2) Karena perluasan tumor ke area supra sella, maka akan menekan chiasma

optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal. Karena serabut nasal

inferior yang terletak pada aspek inferior dari chiasma optik melayani lapang
pandang bagian temporal superior (Wilbrand’s knee), maka yang pertama kali

terkena adalah lapang pandang quadran bitemporal superior. Selanjutnya kedua

pupil akan menjadi atropi.

3) Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul kelumpuhan nervus III,

IV, VI, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia. Oklusi dari sinus akan menyebabkan

proptosis, chemosis dan penyempitan dari arteri karotis (oklusi komplit jarang).

4) Tumor yang tumbuh perlahan akan menyebabkan gangguan fungsi hipofisis yang

progresif dalam beberapa bulan atau beberapa tahun berupa:

- Hipotiroidisme, tidak tahan dingin, myxedema, rambut yang kasar

- Hipoadrenalisme, hipotensi ortostatik, cepat lelah

- Hipogonadisme, amenorrhea (wanita), kehilangan libido dan kesuburan

- Diabetes insipidus, sangat jarang

b. Adenoma fungsional

1) Adenoma yang bersekresi prolactin

- Hiperprolaktinemia pada wanita didahului amenorrhea, galactorhoe,

kemandulan dan osteoporosis.

- Pada laki-laki biasanya asimptomatik atau timbul impotensi atau daya

seksual yang menurun.

Karena perbedaan gejala tersebut maka tumor ini pada laki-laki biasanya

ditemukan jika sudah menimbbulkan efek kompresi pada struktur yang

berdekatan.

2) Adenoma yang bersekresi growth hormone

Gejala timbul secara gradual karena pengaruh meningginya kadar GH secara

kronik. Dari sejumlah kasus menunjukkan bahwa gejala yang timbul lebih
karena efek kompresi lokal dari masa tumor, bukan karena gangguan

somatiknya. Gejala dini berupa:

- Ukuran sepatu dan baju membesar

- Visceromegali

- Hyperhidrosis

- Macroglossia

- Muka yang kasar dan skin tags yaitu perubahan pada cutis dan jaringan

subcutis yang lambat berupa fibrous hyperplasia terutama ditemukan pada

jari-jari, bibir, telinga dan lidah. Adanya skin tags ini penting karena

hubungannya dengan keganasan pada kolon.

3) Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)

Kecuali untuk tumor yang bersekresi TSH, yang menunjukkan:

- Hipertiroidime glikoprotein secreting adenoma tidak memberikan gejala

yang spesifik sehubungan dengan hipersekresinya, sehingga adenoma ini

biasanya baru ditemukan sesudah memberikan efek kompresi pada struktur

didekatnya seperti chiasma optikum atau tangkai hipofisis.

- Pada hipertiroid akibat TSH adenoma, biasanya lebih banyak mengenai

wanita, gejala lainnya yaitu gangguan lapang pandang, pretibial edema dan

kadar serum immunoglobulin stimulasi tiroid jumlahnya sedikit.

4) Adenoma yang bersekresi ACTH

- Biasanya menyerang wanita sekitar usia 40 tahun

- Khas ditandai dengan truncal obesity, hipertensi, hirsutisme (wanita),

hiperpigmentasi, diabetes atau glukosa intoleran, amenorrhea, acne, striae

abdominal, buffalo hump dan moon face. Kelainan endokrinologik yang


berat ini sudah muncul pada tahap sangat dini dari tumornya yang

menyulitkan dalam mendeteksi dan identifikasi sumbernya.

E. Pemeriksaan Penunjang

Secara umum, ketika melakukan diagnosis pemeriksa akan bertanya tentang riwayat
keluarga apakah sebelumnya ada yang pernah mengalami tumor kelenjar pituitary,
hiperparatiroidisme (kelenjar paratiroid yang terlalu aktif), hipoglikemia (gula darah
rendah) atau tumor kelenjar pancreas. Pada pemeriksaan fisik mengidentifikasi tanda-
tanda tumor hipofisis dan masalah kesehatan lainnya. Uji neurologis meliputi cek
penglihatan, pendengaran, keseimbangan, koordinasi dan reflek.
Dengan adanya tanda-tanda yang disebutkan di atas pada pasien, maka dapat
dicurigai bahwa pasien tersebut mengalami adanya tumor dan ditambah lagi pada
pemeriksaan berikut (Guyton & Hall, 2008):
a. Pengujian biokimia
Kadar hormon dapat diukur dalam darah atau sampel urin melalui tes laboratorium
yang mendeteksi kelebihan produksi atau kekurangan. Seringkali, kelebihan
hormone stimulasi.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Standar tes pencitraan untuk tumor hipofisis menggunakan medan magnet dan
gelombang radio untuk menghasilkan gambar. MRI scan sangat berguna dalam
mendiagnosis tumor hipofisis. Kadang-kadang caiarn khusus disuntikkan ke dalam
aliran darah untuk membedakan tumor dari jaringan sehat.
MRI dapat dengan mudah mengidentifikasi tumor besar (macroadenoma) dari
kelenjar hipofisis maupun untuk mengidentifikasi tumor yang paling kecil
(microadenoma). Tapi MRI mungkin tidak mendeteksi banyak microadenoma < 3
mm (± 8 inchi). Antara 5-25 % dari orang sehat memiliki beberapa minor abnormal
pada kelenjar hipofisis yang muncul di MRI scan.
c. Biopsy
Sebuah biopsy (mengambil contoh tumor dan memeriksanya di bawah mikroskop)
mungkin kadang-kadang dianjurkan untuk verifikasi definitive. Pituitary tumor
dapat diperiksa di bawah mikroskop sebelum atau setelah pembedahan untuk
menentukan jenis tumor.
Pemeriksaan penunjang berdasarkan klasifikasi adenoma hipofisis:
a. Adenoma hipofisis non fungsional
1) Pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar, lantai sella
menipis dan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik
maka pada lateral foto tengkorak akan menunjukkan double floor. Normal
diameter AP dari kelenjar hipofisis pada wanita usia 13-35 tahun < 11 masing-
masing, sedang pada yang lainnya normal < 9 masing-masing.
2) MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran arteri carotis dan chiasma
tampak lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang dari sinus sphenoid CT
scan lebih baik.
3) Tes stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan fungsi dari kelenjar
hipofisis.
b. Adenoma fungsional
1) Adenoma yang bersekresi prolactin
Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml biasanya
berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin antara 25-150 ng/ml
terjadi pada adanya kompresi tangkai hipofisis sehingga pengaruh inhibisi
dopamine berkurang, juga pada stalk effect (trauma hyphothalamus, trauma
tungkai hipofisis karena operasi).
2) Adenoma yang bersekresi growth hormone
Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormone ini yang
berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma. Normal kadar basal Gh < 1
ng/ml, pada penderita acromegaly bisa meningkat sampai > 5 ng/ml, walaupun
pada penderita biasanya tetap normal. Pengukuran kadar somatemedin C lebih
bisa dipercaya, karena kadarnya yang konstan dan meningkat pada acromegali.
Normal kadarnya 0,67 u/ml, pada acromegaly meningkat sampai 6,8 u/ml.
Dengan GTT kadar GH akan ditekan sampai < 2 ng/ml sesudah pemberian
glukosa oral (100 gr), kegagalan penekanan ini menunjukkan adanya
hipersekresi dari GH. Pemberian GRF atau TRH perdarahan infus akan
meningkatkan kadar GH, pada keadaan normal tidak. Jika hipersekresi telah
ditentukan maka pastikan sumbernya dengan MRI, jika dengan MRI tidak
terdapat sesuatu adenoma hipofisis harus dicari sumber ektopik dari GH.
3) Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Hormon TSH, LH dan FSH masing-masing terdiri dari alpha dan beta
subarachnoid unit, alpha subarachnoid unitnya sama untuk ketiga hormone,
sedangkan beta subarakhnoidnya berbeda. Dengan teknik immunohitokimia
yang spesifik bisa diukur kadar dari alpha subarachnoid unit atau kadar alpha
dan beta subarachnoid unit. Pada tumor ini terdapat peninggian kadar alpha
subarachnoid unit, walaupun pada adenoma non fungsional 22% kadar alpha
subarachnoid unitnya juga meningkat. MRI dengan gadolinium, pada
pemeriksaan ini tidak bisa dibedakan antara adenoma yang satu dengan yang
lainnya.
4) Adenoma yang bersekresi ACTH
- CRH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang sekresi ACTH dari
adenohipofisis, ACTH akan meningkatkan produksi dan sekresi cortisol dari
adrenal cortex yang selanjutnya dengan umpan balik negatif akan
menurunkan ACTH. Pada kondisi stress fisik dan metabolic kadar cortisol
meningkat, secara klinis sulit mengukur ACTH, maka cortisol dalam
sirkulasi dan metabolitnya dalam urine digunakan untuk status diagnose dari
keadaan kelebihan adrenal.
- Pengukuran plasma kortisol, kortisol urine dan derifatnya secara basal
maupun dalam respon terhadap dexamethasone, maupun penentuan plasma
ACTH, bisa dipakai untuk menentukan apakah penyakitnya primer adrenal,
hipofisis atau sumber keganasan ektopik.
- Jika data tersebut seimbang maka diperlukan pengukuran CRH dan tes
perangsangan CRH dengan pengukuran ACTH dan cortisol perifer atau pada
aliran vena sinus petrosus bilateral untuk membuktikan adanya Cushing’s
disease. Jika sudah ditentukan sumbernya hipofisis, akan lebih sulit lagi
menentukan bagan hipofisis yang mana yang memproduksi hipersekresi
ACTH.

F. .Penatalaksanaan

Penatalaksanaannya menurut (Bare & Smeltzer, 2009) ialah:

a. Pengobatan
Pengobatan adenoma hipofisis dimulai dengan koreksi elektrolit disfungsi dan
penggantian hormone hipofisis, jika perlu segera setelah specimen darah diagnostik
telah dikirim. Penggantian hormone tiroid atau adrenal adalah sangat penting.
Steroid penggantian harus cukup untuk situasi stress, termasuk periode perioperatif.
Tujuan perawatan berbeda sesuai dengan aktivitas fungsional tumor. Untuk tumor
endokrin aktif, pendekatan yang agresif terhadap normalisasi hipersekresi sangat
penting sekaligus mempertahankan fungsi hipofisis normal. Hal ini biasanya dapat
dicapai dengan bedah eksisi, tetapi beberapa prolaktinoma lebih baik dikontrol
secara medis.
b. Pembedahan
Keberhasilan dan keselamatan pendekatan transsphenoidal membuat prosedur
pilihan untuk menghilangkan adenoma. Kebanyakan tumor lunak dan gembur, dan
transsphenoidal akses, meskipun terbatas, memungkinkan untuk penghapusan
lengkap bahkan jika ada suprasellar signifikan ekstensi atau sella tidak diperbesar.
Tingkat kematian < 1%. Mayor morbiditas, termasuk stroke, kehilangan
penglihatan, meningitis, CSF bocor, atau cranial palsy, < 3,5%. Diabetes insipidus
muncul setelah operasi pada 2-5% pasien yang menjalani pembedahan.
c. Terapi Radiasi
Terapi radiasi melengkapi operasi dalam mencegah perkembangan atau
kekambuhan. Standar teknik radiasi melibatkan penggunaan tiga bidang (bidang
menentang sejajar dengan bidang koronal) atau teknik rotasi untuk menghindari
dosis yang tidak perlu di lobus temporal. Dosis 4.500-5.000 cGy disampaikan dalam
pecahan 18—cGy disarankan. Secara umum, pasien dengan tumor subtotally
resected diberikan terapi radiasi. Walaupun radiasi mengurangi risiko kekambuhan
atau penundaan kambuhnya setelah bruto total reseksi, kita ikuti serial pasien dengan
MRI scan dan pemeriksaan bidang visual dan menahan radiasi kecuali ada tumor
didokumentasikan regrowth.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajiaan

a. Identitas
Terjadi pada wanita dan pada laki-laki dengan pefalensi seimbang dan mempunyai
insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.
b. Keluhan Utama
Klien mengeluhkan sakit kepala pada satu atau keduanya, atau di tengah dahi kabur
atau penglihatan ganda; kehilangan samping (perifer) visi, ptosis yang disebabkan
oleh tekanan pada saraf yang menuju ke mata, perasaan mati rasa pada wajah,
demensia, perasaan mengantuk, kepala membesar, makan berlebih atau berkurang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan kepalanya sering mengalami sakit pada kepalanya, dan pandangan
kabur.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami tumor pada bagian tubuh, Kaji
apakah klien pernah mengalami cedera kepala berat ataupun ringan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit tumor hipofisis.

2. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi :
1) Klien tampak mengalami pembesaran yang abnormal pada seluruh bagian tubuh
(jika timbul saat usia dini)
2) Klien tampak mengalami akromegali atau pembesaran yang abnormal pada
ujung-ujung tubuh seperti kaki, tangan, hidung, dagu (timbul pada saat usia
dewasa)
3) Klien tampak mengalami diplopia (pandangan ganda)
4) Tampak atropi pada pupil Klien tampak susah membedakan warna
5) Klien tampak susah menggerakkan organ-organ tubuh karena kelemahan otot
b. Palpasi :
1) Terdapat nyeri kepala
2) Terdapat kelemahan otot tonus otot

3. Pengkajian data dasar

a. Aktifitas /istirahat :
1) Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
2) Sakit kepala yang hebat saat aktivitas.
3) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
4) Kelemahan otot.
b. Sirkulasi
1) Edema pada ekstermitas kaki dan tangan.
2) Takikardi.
c. Eliminasi.
1) Perubahan pola berkemih.
2) Perubahan warna urin contoh kuning pekat.
d. Makanan/cairan
1) Nafsu makan menurun
2) Malnutrisi
3) Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot.
4) Perubahan pada kelembababan/turgor kulit, edema.
e. Neurosensori.
1) Pening, disorientasi (selama sakit kepala), tidak mampu berkonsentrasi.
2) Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah di otak

menurun

2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di hipotalamus

3. Gangguan persepsi sensori penglihatan

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual


muntah
5. Hambatan mobilitas fisik behubungan dengan penurunan lapangan pandang
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hambatan pemenuhan kebutuhan harian
7. Resiko jatuh

C. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakefektifan perfusi NOC : NIC :
jaringan serebral Setelah dilakukan tinfakan 1. Monitor Neurologis
keperawatan selama 3x24  Monitor tingkat kesadaran dengan
jam ketidakefektifan menggunakan skala Koma Glasgow
perfusi jaringan serebral  Monitor tanda-tanda vital: tekanan
terkontrol, dengan kriteria darah, nadi, pernapasan, dan suhu
hasil:  Monitor status pernapasan: pola
1. Status neurologi napas, kedalaman, irama, dan usaha
terkontrol yang ditandai bernapas
dengan:  Hindari kegiatan yang dapat
 Kesadaran (GCS meningkatkan tekanan intrakranial
meningkat)  Beri jarak kegiatan keperawatan yang
 Tekanan darah dalam diperlukan yang bisa meningkatkan
rentang normal tekanan intracranial
(Dewasa=  Beritahu Dokter mengenai perubahan
 Pola pergerakan mata kondisi pasien
2. Perfusi serebral dalam 2. Manajemen Edema Serebral
kondisi normal yang  Monitor tanda-tanda vital pasien
ditandai dengan: (tekanan darah, nadi, pernapasan, dan
 Tekanan intrakranial ( suhu)
 Tekanan darah sistolik  Tentukan tekanan nadi proporsional
(100-140 mmHg) dengan cara mengurangkan tekanan
 Tekanan darah diastolik darah sistolik dan diastolik lalu dibagi
(60-90 mmHg) dengan tekanan darah diastolik untuk
pemeriksaan risiko gagal jantung
 Kesadaran (GCS
 Monitor status pernapasan: frekuensi,
meningkat)
irama, kedalaman pernapasan, PaO2,
PCO2, pH, HCO3
 Posisikan tinggi kepala tempat tidur
30º
 Monitor intake dan output cairan
 Hindari fleksi leher, atau fleksi
ekstrem pada lutut/panggul
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
Setelah dilakukan tinfakan 1. Monitor Neurologis
keperawatan selama 3x24
jam nyeri terkontrol,  Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan kriteria hasil: komprehensif termasuk lokasi,
1. Kontro nyeri dan karakteristik, durasi, frekuensi,
tingkat nyeri terkontrol kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari
yang ditandai dengan:
ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk
(tahu penyebab nyeri, mencari dan menemukan dukungan
mampu menggunakan  Kontrol lingkungan yang dapat
tehnik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti suhu
untuk mengurangi nyeri, ruangan, pencahayaan dan kebisingan
mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang dengan menentukan intervensi
menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non
nyeri farmakologi: napas dalam, relaksasi,
 Mampu mengenali nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
(skala, intensitas, frekuensi  Berikan analgetik untuk mengurangi
dan tanda nyeri) nyeri
 Menyatakan rasa nyaman  Tingkatkan istirahat
setelah nyeri berkurang  Berikan informasi tentang nyeri
 Tanda vital dalam rentang seperti penyebab nyeri, berapa lama
normal nyeri akan berkurang dan antisipasi
 Tidak mengalami ketidaknyamanan dari prosedur
gangguan tidur  Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan Persepsi Sensori NOC : NIC :
 Mempertahankan
Penglihatan
lapang ketajaman  Orientasikan pasien terhadap
penglihatan tanpa lingkungan, staf, orang lain di
kehilangan lebih lanjut. areanya.
 Tentukan ketajaman  Letakkan barang yang
penglihatan, catat dibutuhkan/posisi bel pemanggil
apakah satu atau kedua dalam jangkauan.
mata terlibat.  Dorong klien untuk mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan/kemungkinan kehilangan
penglihatan.
 Lakukan tindakan untuk membantu
pasien untuk menangani keterbatasan
penglihatan, contoh, atur
perabot/mainan, perbaiki sinar suram
dan masalah penglihatan malam

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakseimbangan NOC : NIC :
Setelah dilakukan tinfakan  1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari
keperawatan selama ….  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Perawatan diri pasien menentukan jumlah kalori dan nutrisi
terpenuhi, dengan kriteria yang dibutuhkan pasien
hasil:  Yakinkan diet yang dimakan
1. Nutritional status: mengandung tinggi serat untuk mencegah
Adequacy of nutrient konstipasi
2. Nutritional Status : food  Ajarkan pasien bagaimana membuat
and Fluid Intake catatan makanan harian.
3. Weight Control  Monitor adanya penurunan BB dan gula
Ditandai dengan: darah
 Albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
 Pre albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
 Hematokrit tidak selama jam makan
 Hemoglobin  Monitor turgor kulit
 Total iron binding  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
capacity protein, Hb dan kadar Ht
 Jumlah limfosit  Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hambatan NOC : NIC :
mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Terapi Latihan : ambulasi
keperawatan selama 3x24 jam 1) Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan
hambatan mobilitas fisik pasien lihat respon pasien saat latihan
berkurang dengan kriteria 2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
hasil: ambulasi sesuai dengan kebutuhan
1. Kemampuan berpindah 3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
meningkat yang ditandai
berjalan dan cegah terhadap cedera
dengan:
4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
 Kemampuan klien
teknik ambulasi
meningkat dalam aktivitas
5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
fisik
6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
 Mengerti tujuan dari
secara mandiri sesuai kemampuan
peningkatan mobilitas
7) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
2. Tingkat nyeri berkurang
bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien.
yang ditandai dengan:
8) Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
1) Nyeri yang dilaporkan
9) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
2) Panjangnya episode
berikan bantuan jika diperlukan
nyeri
3) Ekspresi wajah
4) Tidak bisa beristirahat

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit perawatan NOC: NIC:
diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji masalah kebersihan diri pasien
keperawatan Defisit Perawatan 2. Tempatkan handuk, sabun, deodoran. Dan alat
Diri pasien teratasi dengan mandi lainnya dekat dari tmpat tidur atau kamar
kriteria hasil: mandi
Perawatan Diri: Kebersihan 3. Memandikan pasien menggunakan washlap
1) Kebersihan area perinium sekali pakai
tidak terganggu 4. Memantau kebersihan kuku klien
2) Kebersihan telinga tidak 5. Memantau integritas kulit pasien
terganggu 6. Ajarkan keluarga untuk memandikan atau
3) Kebersihan mulut tidak melakukan perawatan diri klien jika tidak
terganggu mampu secara mandiri di tempat tidur atau
4) Kebersihan rambut tidak kamar mandi
terganggu 7. Ajarkan kelaurga untuk mencui rambut di
5) Kebersihan tubuh tidak tempat tidur
terganggu
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko Jatuh NOC: NIC:
 Kejadian jatuh Pencegahan jatuh
 Keparahan cedera fisik 1) Mengidentifikasi karasteristik diri lingkungan
Kriteria Hasil: yang mungkin meningkatkan potensi jatuh
 Klien tidak jatuh saat berdiri, 2) Menghindari meletakkan sesuatu secara tidak
teratur dipermukaan lantai
berjalan, duduk, maupun saat
3) Menyediakan pencahayaan yang cukup dalam
ditempat tidur rangka meningkatakan pandangan
 Klien tidak jatuh saat kekamar 4) Menyediakan lampu dimalam hari disisi tempat
mandi tidur
 Klien tidak jatuh saat 5) Mengajarkan anggota keluarga mengenai faktor
membngkuk risiko yang berkonstribusi terhadap adanya
 Klien tidak mengalami cedera kejadian jatuh dan bagaimana keluarga bisa
menurunkan risiko ini
kepala terbuka maupun
6) Menginstruksikan keluarga akan pentingnya
tertutup pegangan untuk tangga, kamar mandi, dan jalur
 Klien tidak mengalami untuk berjalan
gangguan imobilitas 7) Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk
 Tidak ada memar pada klien meminimalkan kejadian jatuh dari pengobatan
yang diberikan
Ektremitas tidak keseleo
BAB III

WOC

Faktor Presidposisi: herediter, kongingental, Adanya kanker di organ lain


virus, tosik, defisiensi imun

Metastasis/menyebar
Perubahan pada DNA dari suatu sel

Sel kanker bermetastasis di


Pertumbuhan sel tidak terkendali hipofisis

Munculnya tumor

TUMOR HIPOFISIS

Adenoma fungsional

Adenoma nonfungsional

-Adenoma prolactin

-Adenoma Glikoprotein Nyeri akut


Penekanan otak oleh tumor
(TSH, FSH, LH)

-Adenoma GH
Aliran darah ke
-Adenoma ACTH
Hipoksia otak Mempengaruhi
Serebral fungsi hipotalamus

Penurunan Perluasan tumor ke


kesadaran area suprasella
Peningkatan TIK
Hambatan pemenuhan ketidakefektifan perfusi
kebutuhan harian Penekanan
jaringan serebral
chiasma optikum
Mual Muntah
Defisit perawatan Resiko jatuh Penurunan
diri
lapang pandang
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Hambatan Mobilitas Fisik
Gangguan persepsi sensori
penglihatan
DAFTAR PUSTAKA

Airlangga, M. P., & Aminuddin, M. (2018). Pasien AIDS dengan efusi perikard masif. 14, 25-31.
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., & Tahapary, D. L. (2016). Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Kinis. Jakarta: Interna Publishing.
Baradero, M. (2009). Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Bare, B. G., & Smeltzer, S. C. (2009). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Mediika.
Ferri, F. F. (2009). Ferri's Clinical Advisor. Mosby Elsevier.
Guyton, & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hall, J. E., & Nierman, L. K. (2003). Contemporary Endocrinology: Handbook of Diagnostic
Endocrinology. Totowa: Humana Press
Silbernagl, S., & Lang, F. (2006). PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC.
Subhkhan, M. (2017). Thymik karsinoma dengan efusi pericard. Qanun Medika, 1, 2-7.

Anda mungkin juga menyukai