Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.

J DENGAN MASALAH
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI
RUANG DOLOK SANGGUL RS JIWA PROF. DR. M. ILDREM MEDAN

OLEH :

KELOMPOK 4

1. ANDRE CANADIAN GINTING


2. DESTY SEKAR WANGI
3. EVI WAHYUNI SIAGIAN
4. LISDA SIREGAR
5. LISA ARDY
6. MITA SAINI
7. VRIENTIARA MEIVIYA
8. ZUL AFRIADI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN


STIKES FLORA
MEDAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang


signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (World Health
Organization) pada tahun 2016 di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,
psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban Negara
dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Orang Dengan
Gangguan Jiwa yang selanjutnya disebut ODGJ adalah seseorang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna,
serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi
sebagai manusia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 dalam Palupi
et al., 2019). Skizofrenia merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
perubahan prilaku yang signifikan seseorang yang mengalami gangguan ini
menjadi lupa diri, berperilaku tidak wajar, mencederai diri sendiri, mengurung
diri, tidak mau bersosialisasi, tidak percaya diri dan sering kali masuk ke alam
bawah sadar dalam dunia fantasi yang penuh delusi dan halusinasi (Wijayati et al.,
2019). Diagnosa keperawatan dengan skizofrenia salah satunya adalah halusinasi.
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
diterimanya stimulus oleh alat indera, kemudian individu ada perhatian, lalu
diteruskan otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang
dinamakan persepsi. (Susilawati & Fredika, 2019). Halusinasi pendengaran adalah
mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang
berbicara mengenai klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Marisca
Agustina, 2017 dalam Sihombing, 2019).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada tahun 2019, di
dunia terdapat 264 juta orang terkena depresi, 45 juta orang terkena bipolar, 20
juta orang terkena skizofrenia serta 50 juta orang terkena dimensia. Meskipun
prevalensi skizofrenia tercatat dalam jumlah yang lebih relative lebih rendah
dibandingkan prevalensi jenis gangguan jiwa yang lainnya berdasarkan National
Institute of Mental Health (NIMH), skizofrenia merupakan salah satu dari 15
penyebab besar kecacatan di seluruh dunia, orag dengan skizofrenia memiliki
kecenderungan halusinasi dan dapat meningkatkan resiko bunuh diri (NIMH,
2019). Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2013
menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke
atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti
skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Prevalensi gangguan jiwa di
Indonesia bervariasi pada masing masing Provinsi. Pada hal ini, Jawa Timur
menduduki peringkat keempat dengan prevalensi gangguan jiwa tertinggi yaitu
dengan angka 2,2% penduduk (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia).
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling
banyak diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran. Sensori dan
persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata, tetapi dari
diri pasien itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pengalaman sensori tersebut
merupakan sensori persepsi palsu. Chaery (2009) dalam Livana et al (2018)
menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami
halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak
lingkungan. Dengan adanya situasi tersebut pasien akan merasa dikucilkan oleh
lingkungan yang menyebabkan isolasi sosial, pasien juga akan merasa
direndahkan akibat tindakan yang telah dilakukan yang mengarah ke harga diri
rendah, dengan adanya situasi trauma yang pasien alami akan dapat menyebabkan
distress pasca trauma di lingkungan, pasien dapat merasa ketakutan berlebih saat
berada pada publik. Kurangnya komunikasi dan kehangatan keluarga juga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil dan mudah frustasi, hilang
kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress. Respon pasien terhadap
halusinasi yaitu bicara, senyum, tertawa sendiri, pembicaraan kacau, menghindari
dari orang lain, mengatakan mendengarkan suara, tidak dapat membedakan hal
yang nyata dan hal yang tidak nyata (Nurhalimah, 2012).
Dalam upaya penanganan diberikan solusi strategi pelaksanaan dalam
mengontrol halusinasi ada empat yaitu strategi pelaksanaan satu membantu pasien
mengenali halusinasi yang dialami, menjelaskan cara mengontrol halusinasi dan
mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi serta membina hubungan saling
percaya antara perawat dan pasien, strategi pelaksanaan dua yaitu melatih pasien
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, strategi
pelaksanaan ketiga melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
melaksanakan aktivitas terjadwal, dan strategi pelaksanaan empat yaitu melatih
pasien mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. J Masalah Utama Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Dolok Sanggul Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr M.
Ildrem”?
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengidentifikasi Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. J


Masalah Utama Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang
Dolok Sanggul Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr M. Ildrem.

1.3.2 Tujuan Khusus

Melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. J Masalah


Utama Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Dolok
Sanggul Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr M. Ildrem.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Halusinasi


2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf et al., 2015).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang berbicara.
Halusinasi adalah kondisi dimana pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Pasien mengalami gangguan persepsi sensori dimana pasien
akan merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Pasien merasa melihat
bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan
tersebut. Pasien merasa membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak
merasakan sensasi serupa. Pasien merasakan sesuatu padahal tidak sedang ada
apapun dalam permukaan kulit.
2.1.2 Etiologi Halusinasi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2011) faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah:
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini
2. Faktor Presipitasi
Menurut Yusuf et al (2015), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok
dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor Biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
c. Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
2.1.3 Klasifikasi Halusinasi
Menurut Azizah et al (2016) klasifikasi halusinasi dibagi menjadi tujuh
bagian, yaitu:
1. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidung sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4. Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Halusinasi perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Halusinasi chenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.1.4 Tahapan Halusinasi


Menurut Sutejo (2019) tahapan terbagi menjadi empat yaitu:
1. Tahap comforting (halusinasi menyenangkan, cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas,
kesepian, rasa bersalah, dan takut mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.
Perilaku klien yang dapat diobservasi: tersenyum lebar, menyeringai tetapi
tampak tepat, menggerakkan bibir tanpa membuat suara, pergerakan mata yang
cepat, respon verbal yang lambat, diam dan tampak asyik.
2. Tahap comdemning (halusinasi menjijikan, cemas sedang)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi
mulai merasa kehilangan kontrol dan mungkin berusaha menjauhkan diri, serta
merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari
orang lain.
Perilaku klien yang dapat diobservasi: ditandai dengan peningkatan
kerjasistem saraf autonomik yang menunjukkan kecemasan misalnya terdapat
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
3. Tahap controlling (pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman
halusinasinya. Isi halusinasinya bisa menjadi menarik atau memikat. Perilaku
klien yang dapat diobservasi: arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya
dijadikan objek saja oleh klien tetapi mungkin akan diikuti atau dituruti, klien
mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya
dalam beberapa detik atau menit, tampak tanda kecemasan berat seperti
berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
4. Tahap conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panik)
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari
halusinasi. Perilaku klien yang dapat diobservasi : perilaku klien tampak seperti
dihantui teror dan panik, potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh oranglain,
aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi misalnya
klien melakukan kekerasan, klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks,
klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang.
2.1.5 Tanda dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi penting perlu diketahui oleh perawat agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
1. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur pikir kacau
8. Respon yang tidak sesuai
9. Menarik diri
10. Suka marah dengan tiba-tiba dan menyerang orang lain tanpa sebab
11. Sering melamun
2.1.6 Rentang Respon
Gambar 2.1 Rentang Respon Gangguan Persepsi
Halusinasi
Keterangan:
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku.
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman asli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi yang salah penerapan yang benar-benar terjadi
(objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan maslah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensoru yang salah atau persepsu eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak teroganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang
negatif mengancam.
2.1.7 Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang, individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut
dijadikan sebagai model untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan
keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif.
2.1.8 Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa

2.2.1 Pengkajian Keperawatan


a. Identitas

Terdiri dari : nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan,
tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekam medic, keluarga yang dapat
dihubungi.
b. Alasan masuk

Merupakan penyebab klien atau keluarga datang, atau dirawat dirumah


sakit. Biasanya masalah yang dialami klien yaitu senang menyendiri, tidak mau
banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung, penampilan acak-acakan,
tidak peduli dengan diri sendiri dan mulai mengganggu orang lain.

c. Faktor Predisposisi
1) Faktor genetis.

Telah diketahui bahwa secara genetis schizofrenia diturunkan melalui kromosom-


kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom yang ke beberapa yang menjadi
faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
2) Faktor biologis.
Adanya gangguan pada otak menyebabkan timbulkan respon neurobilogikal
maladaptif.
3) Faktor Presipitasi Psikologis.
Keluarga, pengasuh, lingkungan, pola asuh anak tidak ade kuat, pertengkaran orang
tua, penganiyayaan, tindak kekerasan.

4) Sosial Budaya
Kemiskinan, konflik sosial budaya, peperangan, dan kerusuhan

d. Faktor Presipitasi

a. Biologi: berlebihnya proses informasi sistem syaraf yang menerima dan


memproses informasi di thalamus dan frontal otak menyebabkan mekanisme
penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gathing abnormal).
b. Stress lingkungan
Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku

e. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan TTV, pemeriksaan head to toe yang merupakan penampilan


klien yang kotor dan acak-acakan.
f. Psikososial
1) Genogram

Genogram menggambarkan klien dan anggota keluarga klien yang


mengalami gangguan jiwa, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan
dan pola asuhan.
2) Konsep Diri

a) Citra Tubuh

Persepsi klien mengenai tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi


klien mengenai tubuh yang disukai maupun tidak disukai
b) Identitas Diri

Kaji status dan posisi pasien sebelum klien dirawat, kepuasan paien
terhadap status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki- laki atau
perempuan
c) Peran Diri

Meliputi tugas atau peran klien didalam keluarga/pekerjaan/kelompok


maupun masyarakat, kemampuan klien didalam melaksanakan fungsi atupun
perannya, perubahan yang terjadi disaat klien sakit maupun dirawat, apa yang
dirasakan klien akibat perubahan yang terjadi
d) Ideal Diri

Berisi harapan paien akan keadaan tubuhnya yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan/sekolah, harapan klien akan lingkungan
sekitar,dan penyakitnya.
e) Harga Diri

Kaji klien tentang hubungan dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada klien yang berhubugan dengan orang lain, fungsi peran yang tidak
sesuai dengan harapan, penilaian klien tentang pandangan atau penghargaan
orang lain.
f) Hubungan Sosial
Hubungan klien dengan orang lain akan sangat terganggu karena
penampilan klien yang kotor yang mengakibatkan orang sekitar menjauh dan
menghidnari klien. Terdapat hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
(Bunaini,2020).
g) Spiritual

Nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien terganggudikarenakan


klien mengalami gangguan jiwa.
h) Status Mental

1) Penampilan

Penampilan klien sangat tidak rapi, tidak mengetahui caranya


berpakaian dan penggunaan pakaian tidak sesuai.
2) Cara bicara/ Pembicaraan

Cara bicara klien yang lambat, gagap, sering terhenti/bloking, apatis


serta tidak mampu memulai pembicaraan.
3) Aktivitas Motorik

Biasanya klien tamoak lesu, gelisah, tremor dan kompulsif (Putri, 2018).
4) Alam Perasaan

Klien tampak sedih, putus asa, merasa tidak berdaya, rendah diri dan
merasa dihina.
5) Afek

Klien tampak datar, tumpul, emosi klien berubah- ubah, kesepian,


apatis, depresi/sedih dan cemas.
6) Interaksi saat wawancara

Respon klien saat wawancara tidak kooperatif, mudah tersinggung,


kontak kurang serta curiga yang menunjukkan sikap ataupun peran tidak
percaya kepada pewawancara/orang lain.
7) Persepsi
Klien berhalusinasi mengenai ketakutan terhadap hal-hal kebersihan
diri baik halusinasi pendengaran, penglihatan dan perabaan yang membuat
klien tidak ingin membersihkan diri dan klien mengalami depersonalisasi.
8) Proses pikir

Bentuk pikir klien yang otistik, dereistik,sirkumtansial, terkadang


tangensial, kehilangan asosiasi, pembicaraan meloncat dari topik dann terkadang
pembicaraan berhenti tiba-tiba.
i) Kebutuhan Klien Pulang

1. Makan

Klien kurang makan, cara makan klien yang terganggu serta psien tidak
memiliki kemampuan untuk menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Berpakaian

Klien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa memakai pakaian yang
sesuai dan berdandan.
3. Mandi

Klien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak gosok gigi, mencuci
rambut, menggunting kuku, tubuh klien tampak kusan dan badan klien
mengeluarkan aroma bau.
4. BAB/BAK

Klien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di temoat tidur dan klien
tidak dapat membersihkan BAB/BAKnya.
5. Istirahat

Istirahat klien terganggu dan tidak melakukan aktivitasapapun setelah


bangun tidur.
6. Penggunaan obat

Jika klien mendapat obat, biasanya klien minum obat tidak teratur.
7. Aktivitas di Rumah
Klien tidak mampu melakukan semua aktifitas di dalamrumah karena
klien selalu merasa malas.

j) Mekanisme Koping yaitu:

1. Adaptif

Klien tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak bisa menyelesaikan
masalah yangada, klien tidak mampu berolahraga karena klien selalu malas.
2. Maladaptive

Klien bereaksi sangat lambat terkadang berlebihan, klien tidak mau


bekerja sama sekali, selalu menghindari orang lain.

3. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Klien mengalami masalah psikososial seperti berinteraksi dengan orang


lain dan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan dari keluarga,
pendidikan yang kurang, masalah dengan social ekonomi dan pelayanan
kesehatan,
4. Pengetahuan

Klien deficit perawatandiri terkadang mengalami gangguankognitif


sehingga tidak mampu mengambil keputusan.
k) Sumber Koping

Sumber koping merupakan evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi


seseorang. Individu dapat mengatasi stress da ansietas dengan menggunakan
sumber koping yang terdapat di lingkungannya. Sumber koping ini dijadikan
modal untuk menyelesaikan masalah.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Merupakan suatu masalah keperawatan klien


mencakup baik respon adaptif maupun maladaptif serta stressor yang yang
menunjang.
Diagnosa yang muncul pada gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran:

1) Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

2) Defisit perawatan diri

3) Harga diri rendah

4) Isolasi sosial menarik diri


BAB 3

TINJAUAN KASUS

Ruang Rawat : Dolok Sanggul II

Tanggal Rawat : 23 November 2022

3.1 Identitas Klien

Inisial : Tn. J

Tanggal Pengkajian : 21 Desember 2022

Agama : Kristen

Umur : 38 tahun

MR No. : 02. 31. 82

Informan : Perawat Ruangan

3.2 Alasan Masuk


Nada bicara klien meresahkan masyarakat, klien sering berbicara sendiri,dan
sering membahayakan orang sekitar serta diri sendiri. Klien mengatakan mendengar
suara-suara bisikan yang menyeramkan. Pakaian klien tampak kotor dan tidak rapi
klien tidak mau mandi dan bau badan, serta klien tidak mau meminum obat.

3.3 Faktor Predisposisi


1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?

(√) Ya () Tidak
2. Pengobatan sebelumnya :

() Ya (√) Tidak Berhasil

3.4 Genogram

Gambar 3.1 Genogram

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Meninggal

Data diatas didapatkan dari pasien, pasien bisa menyebutkan silsilah keluarganya
sampai tiga generasi, pasien mengatakan anak ketiga dari empat bersaudara, ayah
pasien telah meninggal dunia dan ibu pasien telah meninggal juga, pasien tinggal
bersama abang dan kakak iparnya.
3.5 Fisik

Klien mengeluh dengan badannya yang tampak kotor dan tidak rapi, klien tidak
memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan
hasil:

- TD TD :120/80 mmHg - BB: 80 kg

- N :103 x/I - TB : 170 cm

- S : 36,7°C - P : 21x/i

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

3.6 Psikososial

1. Gambaran Diri :Klien menyukai seluruh anggota tubuhnya

2. Identitas :Klien dapat menyebutkan nama,alamat, dan daerah

3. Peran :Klien berperan sebagai anak

4. Ideal Diri :Klien ingin cepat sembuh dan pulang kerumah

5. Harga Diri :Klien merasa malu berada di RSJ

Masalah keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.7 Hubungan Sosial

1. Orang yang berarti :


- Abang

2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :

- Klien tidak berperan dalam kegiatan kelompok

3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:

- Karena klien sakit, klien merasa malu berhubungan / berinteraksi dengan orang

lain
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri

3.8 Spiritual

1. Nilai dan keyakinan :

Klien beragama Kristen dan yakin dengan kepercayaan yang dianutnya.

2. Kegiatan ibadah :

Klien tidak pernah melakukan kegiatan Ibadah selama dirawat di RSJ


Masalah keperawatan : Defisit Spiritual

3.9 Status Mental


a. Penampilan :

Klien berpenampilan tidak rapi

b. Pembicaraan:

Klien berbicara dengan jelas

c. Alam Perasaan :

Klien merasa sedih karena di rawat di Rumah Sakit Jiwa

d. Afek:
Datar, Klien tidak ada perubahan roman muka

e. Interaksi:

Klien tampak kooperatif saat berinteraksi

f. Persepsi:

Klien mendengar suara bisikan yang menyeramkan

Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


Pendengaran

g. Proses Pikir:

Blocking, Pembicaraan klien tiba tiba terhenti lalu dilanjutkan kembali

h. Isi Pikir :

Klien dapat mengontrol isi pikirnya, klien tidak mengalami gangguan isi pikir dan
tidak ada waham

i. Tingkat kesadaran:

Klien sadar penuh

j. Memori:

Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru terjadi

k. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung:

Klien mampu berhitung secara sederhana

l. Kemampuan Penilaian:

Klien mampu menilai yang baik dan buruk

m. Daya Tilik Diri:


Klien menerima penyakit yang di deritanya

3.10 Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Makan

Pada saat dikaji pasien mengatakan makan 3 x sehari pada waktu pagi, siang dan
menjelang meghrib. Pasien dapat makan dan minum secara mandiri dalam 1 porsi.
Pasien mengatakan menyukai makanan yang diberikan pihak rumah sakit dan selalu
makan bersama pasien lainnya di ruangan tengah.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

2. Mandi

Pasien mengatakan mandi 3 x sehari pada waktu pagi, siang dan sore. Pasien
dapat melakukan kegiatan mandi secara mandiri di kamar mandi. Pasien menggosok
gigi dan mencuci rambut secara mandiri.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. BAK/BAB

Pasien dapat melakukan BAK dan BAB secara mandiri. Pasien mengatakan
selalu menyiram menggunakan air apabila selesai BAK/BAB.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4. Berpakaian atau berhias

Pasien dapat berpakaian secara mandiri serta rapi, dan pasien dapat menyisir
rambutnya secara mandiri apabila sudah terlihat tidak rapi.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. Istirahat dan tidur


Pasien mengatakan tidur 3x sehari yaitu pagi, siang dan malam pasien
mengatakan bahwa pasien akan tertidur setelah minum obat. Pasien mengatakan
tidurnya selalu nyenyak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Penggunaan obat
Pasien mengatakan “saya hanya tau warna dari obat itu aja kak, untuk
fungsinya saya kurang tau, pokoknya habis minum obat saya selalu tertidur pulas”.
Pada data pasien mengonsumsi Clozapine 25mg 1X1, Haloperidol 5mg 2X1,
Risperidone 3mg 3X3.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

7. Pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan selalu didukung oleh kakek dan ibunya terkait kondisinya
saat ini. Pasien mengatakan apabila pasien sakit, pasien segera dibawa ke puskesmas
terdekat.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Kegiatan di dalam rumah


Pada saat di rumah pasien suka membantu membersihkan rumah dan
mencuci pakaian.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

9. Kegiatan di luar rumah

Pada saat di luar rumah pasien biasanya berkumpul bersama temannya jika
ia diajak, dan juga jalan-jalan santai disekitar gang rumah.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.9.1 Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara baik
dengan orang lain dan berkooperatif.

3.9.2 Masalah Psikososial dan Lingkungan

- Klien mengatakan belum pernah menikah


- Klien membunuh ibunya karena suara yang didengarnya, Klien malu berada
di RSJ dan ingin cepat sembuh
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pedengaran

3.9.3 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa

Klien mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya, klien mengatakan


jika sedang mendengar suara-suara bisikan maka menutup telinga dan sambil
mengusir suara tersebut dengan mengatakan pergi-pergi kamu tidak nyata.

3.9.4 Aspek Medik

Diagnosa Medik : Skizofrenia paranoid

Terapi Medik: Pemberian/minum obat kepada klien secara teratur.

a. Risperidon tablet 2 mg 2x1 tab

b. clozapine 25 mg 1x1 tab

c. Tryhexyphenidyl 2x1 tab

d. Haloperidol 5mg 2X1 tab


3.9.5 Daftar Masalah Keperawatan

1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3. Defisit Perawatan Diri

4. Isolasi Sosial Menarik Diri

3.9.6 Analisa Data


1 Subjektif : Halusinasi Pendengaran
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa
wujud
- Klien merasa risih mendengar suara-suara tersebut
- Klien mengatakan ketika suara itu datang tidak dapat
dikendalikan

Objektif :
- Klien sering berbicara sendiri,
- Klien tampak tertawa sendiri,
- Klien sering termenung
2 Subjektif : Gangguan Konsep Diri
- Klien merasa malu karena mempunyai sakit gangguan jiwa : Harga Diri Rendah
- Klien mengatakan tidak berguna karena gagal menjadi anak
yang baik untuk orang tuanya.

Objektif :
- Klien tampak murung,
- Klien malu dan tidak bersemangat,
- Saat di tanya tentang perasaannya klien sedih dan terdiam.

Subjektif : Isolasi Sosial : Menarik Diri


3
-Klien mengatakan tidak mempunyai teman dekat di kamar

Objektif :
- Klien banyak diam, menyendiri, dan kontak mata kurang
4 Subjektif : Defisit Perawatan Diri
- Klien mengatakan malas mandi karena dingin
- Klien mengatakan malas mencuci tangan saat makan
- Klien hanya mengganti baju jika merasa ingin, jika
tidak maka pakaiannya akan terus dia pakai.
- Klien mengatakan jika BAB/BAK hanya menyiramnya
Begitu saja.

Objektif :
- Klien tampak tidak rapi dan kotor
- Klien sering memakai pakaian yang sama tiap harinya
dan berbau
- Kuku klien tampak sangat kotor dan panjang
- Mulut klien tampak kotor dan giginya kuning

3.9.7 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan

Halusinasi Klien dapat Ketika di evaluasi Klien mau a. Membina hubungan saling
Pendengaran membina membalas salam, berjabat percayadengan cara
hubungan saling tangan, menyebutkan nama, (menjelaskan maksud dan
percaya tersenyum, ada kontak tujuan interaksi, jelaskan
mata,serta menyediakan waktu tentang kontrak yang akan
untuk kunjungan berikutnya dibuat, beri rasa aman dan
sikap empati)
Klien paham dan mampu Sp 1
Klien paham dan memahami halusinasi dan 1. Diskusikan bersama klien
mampu mengendalikan halusinasi tentang halusinasi (isi,
mengendalikan dengan cara mempraktikan frekuensi, waktu terjadi,
halusinasi cara menghardik situasi pencetus, perasaan,
dengan cara dan responhalusinasi)
mempraktikan 2. Latih klien cara menghardik
cara menghardik
Klien paham dan Klien paham dan mau minum Sp 2
mau minum obat obat secara teratur Latih klien bercakap-cakap
secara teratur dengan orang lain
Klien paham dan Klien paham dan mampu Sp 3
mampu mengendalikan halusinasi Latih klien melakukan kegiatan
mengendalikan dengan cara bercakap-cakap terjadwal
halusinasi dengan orang lain
dengan cara Sp 4
bercakap- Klien paham dan mampu Latih klien minun obat secara
cakap dengan mengendalikan halusinasi teratur
orang lain dengan cara melakukan
kegiatan terjadwal
Klien paham dan
mampu
mengendalikan
halusinasi
dengan
Cara melakukan
kegiatan
terjadwal

3.9.8 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari/tgl Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Selasa, 20 1. Data: S:
Desember Tanda dan gejala : Klien mengatakan senang saat diajari cara
2022 - Klien berbicara sendiri, menghardik
mendengar suara-suara
- Klien merasa gelisah O:
- Klien sering tertawa sendiri - Klien mampu mengenali halusinasi yang dialami
- Klien sering menutup telinga nya isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
- Klien mendengar suara yang perasaan dan respon halusiasi secaramandiri
menyuruhnya melakukan hal - Klien mampu mengontrol halusinasi dengan
berbahaya menghardik secara mandiri
2. Diagnosa Keperawatan :
Halusinasi Pendengaran A: Halusinasi Pendengaran (+)

3. Tindakan keperawatan Sp P:
1: - Intervensi dilanjutkan ke SP 2
- SP 2
1. Diskusikan bersama klien Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
tentang halusinasi (isi, frekuensi, cakap dengan orang lain
waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan, dan respon halusinasi)
2. Latih klien cara menghardik
Rabu, 21 1. Data: S:
Desember 2022 - Klien berbicara sendiri, Klien mengatakan senang karena di
mendengar suara-suara motivasi untuk minum obat secara
- Klien marah-marah tanpa sebab teratur
- Klien merasa gelisah
- Klien sering tertawa sendiri O:
- Klien sering menutup telinga Klien mampu minum obat secara teratu
- Klien mendengar suara yang dengan motivasi
menyuruhnya melakukan hal
berbahaya A: Halusinasi Pendengaran (+)

2. Diagnosa Keperawatan: P:
Halusinasi pendengaran - Intervensi dilanjutkan

3. Tindakan
keperawatan Sp 2:
Mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain
Kamis, 22 1. Data: S:
Desember 2022 - Klien mengatakan sering Klien merasa senang ketika diajak
mendengar suara-suara tanpa bercakap- cakap dengan temannya
wujud,
- Klien merasa risih mendengar O:
suara- suara tersebut Klien mampu bercakap-cakap dengan orang
- Klien mengatakan ketika lain dengan motivasi
suara itu datang tidak dapat
dikendalikan A:
- Klien sering berbicara sendiri, Halusinasi Pendengaran (+)
- Klien tampak tertawasendiri,
- Klien sering termenung P:

2. Diagnosa Keperawatan: Latihan bercakap-cakap dengan orang lain


Halusinasi pendengaran 3x1 hari

3. Tindakan
keperawatan Sp 3:
 Evaluasi pengetahuan dan
kepatuhan minum obat
 Bercakap-cakap dengan orang lain
Jum’at, 23  Data: S:
Desember - Klien mengatakan sering Klien merasa senang saat di ajarkan
2022 mendengar suara-suara melakukan kegiatan terjadwal seperti
tanpa wujud, mencuci piring dan merapikan tempat tidur.
- Klien merasa risih
mendengar suara- suara O:
tersebut Klien mampu melakukan kegiatan mencuci
- Klien mengatakan ketika piring dan merapikan tempat tidur secara
suara itu datang tidak mandiri
dapat dikendalikan
- Klien sering berbicara sendiri, A:
- Klien tampak tertawa sendiri, Halusinasi Pendengaran (+)
- Klien sering termenung
P:
2. Diagnosa Keperawatan: Intervensi dilanjutkan
Halusinasi pendengaran
SP 3 : Latihan Mengontrol halusinasi
3. Tindakan keperawatan : dengan cara melakukan kegiatan terjadwal
Mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan terjadwal
Strategi Pertemuan 1-4 Implementasi Keperawataneperawatan

Sp. 1
a. Membina hubungan saling SP1
Fase orientasi :
percaya
b. Mengenali halusinasi yang
dialaminya P : Selamat pagi pak, Perkenalkan nama saya Desty Sekar
c. Mengontrol halusinasi Wangi bapak boleh panggil saya Desty, saya mahasiswa
dengan cara menghardik profesi ners dari STIkes Flora yang sedang melakukan dinas
di rumah sakit ini khususnya di ruangan dolok sanggul ini
selama 3 minggu. Nama bapak siapa ? senangnya di panggil
siapa ?

K: Selamat pagi juga suster, iya suster boleh. Nama saya


Jumpa, dan senang di panggil Jumpa

P : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan


atau masalah yang sedang Bapak hadapi? Berapa lama ?
Bagaiana kalau kita bercakap-cakap selama 15 menit
lamanya ? pak jumpa setuju? Mau duduk dimana?
Bagaimana kalau kita duduk di dekat jendela saja?
K : Boleh suster, disinipun boleh.

Fase Kerja

P : Saya dengar dari perawat lain, katanya bapak jumpa suka


marah-marah ya? Kalau saya boleh tahu, apa yang
menyebabkan Bapak jumpa suka marah-marah?
K : Iya suster. Sebenarnya marah-marah saya itu tanpa saya
sadari. Kalau suara itu datang, terus menganggu saya, saya
jadinya kesal suster, jadi bawaannya ingin marah-marah saja.

P : Apakah sebelumnya Bapak jumpa pernah marah? Dan


apa penyebabnya ? Samakah dengan yang sekarang ?

K : Pernah pak. Penyebabnya ya sama pak. Suara laki kadang


perempuan yang suka bisik bisisk ke saya itu pak suster.
Terus dia menyuruh saya untuk memukul orang yang ada di
dekat saya

P: di saat bagaimana bapak jumpa merasakan bisikan


tersebut?
K : ketika saya sendiri dan termenung sus, lalu menjelang
malam.
P : berapa kali dalam sehari bapak mendengar bisikan
tersebut? Apakah bapak merasa terganggu ?
K : Tidak menentu suster, sudah pasti iya

P : Menurut Bapak adakah cara untuk menghilangkan bisikan


itu?
K : ada sus ,dengan cara bercakap-cakap dengan teman.

P : iya pak, betul sekali, tapi ada lagi, bapak tau apa lagi.
K : Tau suster

P : Ok pak, jika Bapak mendengar suara bisikan tersebut


langsung bapak katakan , saya tidak dengar kamu, kamu
tidak nyata, pergi pergi, bisa kah Bapak mengulangi nya
K : Bisa suster

P : Nah, sebaiknya ini Bapak lakukan secara rutin, waktu


ketika Bapak Mendengar suara bisikan tersebut
K : Iya suster.

Fase Termiasi :
P : Bagaimana perasan Bapak setelah kita bercakap-cakap ?
K : Senang suster
Sp. 2
Mengontrol halusinasi dengan
P : Jika bisikan itu muncul kembali langsung coba cara yang
dengan bercakap-cakap dengan saya sebutkan tadi ya pak
orang lain K : iya suster

Fase orientasi :
P : Selamat pagi Bapak jumpa sesuai janji kita hari selasa
kemarin, sekarang saya datang lagi bagaimana perasaan
Bapak sekarang, setelah pertemuan sebelumnya kita
membahas cara menghardik bisikan yang Bapak dengar?
K : Selamat pagi juga, suster, Suara itu kadang sering juga
datang suster.

P : Baik sekarang kita belajar menghardik bisikan untuk cara


yang ke 2. Sesuai janji kita kemarin kita akan berbincang
sekitar 15 menit bagaimana Bapak jumpa setuju?
K : setuju suster
Fase kerja :
P : Jika bisikan tersebut datang lagi coba bapak ajak teman
bapak untuk mengobrol sehingga bisikan tersebut akan
hilang, apakah bapak bisa melakukan nya ?
K : akan saya coba nanti ya sus.

P : Nah, cara ini dapat dilakukan secara rutin jika bapak


mendengar suara bisikan itu lagi
K : Iya, suster. Saya bisa melakukannya setelah bapak
ajarkan.

Fase Terminasi
P : Bagaimana perasaan Bapak setelah saya ajarkan cara
menghardik bisikan tersebut
K : Lebih enak sus, bisa mengiatkan saya agar tidak lupa, dan
saya merasa senang
P : Ada berapa cara yang sudah kita buat, coba bapak
sebutkan lagi?
K : Yang pertama meyuruh bisikan itu pergi yang kedua
mengajak teman untuk mengobrol ketika datang bisikan.

P : Bagus!! Mari kita masukkan ke jadwal kita sehari-hari,


lalu kalau ada bisikan sewaktu waktu silahkan bapak
gunakan cara yang kedua.
K : Baik suster

Sp. 3 P : Besok pagi saya akan datang lagi untuk mengingatkan


Mengontrol halusinasi kemampuan yang kedua, yaitu megajak teman untuk
melakukan aktivitas terjadwal mengobrol ketika mendengar bisikan. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 09:30 selepas sarapan pagi kita jumpa?

K : Iya suster, sampai jumpa besok lagi

Fase Orientasi :
P : Selamat pagi Pak
K : Selamat pagi juga suster
P : Sesuai dengan janji kita yang kemarin, sekarang kita
ketemu lagi. Bagai mana Bapak sudahkah bapak melakukan
cara yang saya ajarkan ketika bisikan itu datang?

K : Sudah saya lakukan dan bisikan tersebut sudah tidak ada


lagi
Fase Kerja :
P : Sekarang saya akan mengajarkan bagaimana cara nya
agar Bapak tidak mendengar bisikan itu dan Bapak tidak
mudah marah dengan teman nya.
K : Bagaimana cara nya suster ?

P :Cara nya ialah Bapak Harus menyibukkan diri dengan


berbagai kegiatan yang bermanfaat jangan biarkan waktu
luang dibuang untuk melamun dan menyendiri, contoh
kegiatan nya bapak melakukan senam, menyapu, mengepel,
disana banyak teman yang lain jadi bapak tidak sendiri dan
tidak melamun karena bisa berbincang dengan teman yang
lain, apakah bapak mengerti? Dan coba lakukan setelah ini
K : Iya, suster. Saya mengerti dan akan saya coba lakukan.

Fase Terminasi :
P : Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap
tentang cara menghardik bisikan tadi?
K : Saya merasa senang suster.

P : coba bapak sebutkan lagi cara menghardik yang telah kita


pelajari bersama
K: cara nya harus menyibukkan diri dengan melakukan
kegiatan yang bermanfaat jangan sampai melamun.
P : “Bagus sekali!! Sekarang mari kita masukkan dalam
kegiatan kita sehari-hari, Bagaimana kalau besok kita ketemu
lagi pak, besok kita bicarakan cara ke empat menghardik
bisikan, yaitu dengan patuh minum obat. Mau jam berapa
pak, apakah Bapak setuju? Mau dimana?
K : Disini saja lagi pak mantri dengan jam yang sama.

P : Baik, sampai besok ya


Sp. 4 K : Iya suster

Melakukan minum obat dengan


teratur

Fase Orientasi:
P : Selamat pagi pak sesuai dengan janji saya kemarin, hari
ini kita bertemu lagi “bagaimana pak? Sudah dilakukan yang
kita pelajari untuk menghardik halusinasi selama 3 hari ini
pak? Mulai darimengatakan pergi’kamu tidak nyata,
kemudian mengajak perawat atau teman berbicara,
menyibukkan diri dengan kegiatan dan melakukan ibadah
jika halusinasinya datang ?
K : sudah suster.
P : Apa yang bapak rasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?
K : bisikan nya semakin jarang terdengar suster.

P : “Bagaimana kalau sekarang kita bicarakan dan latihan


tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol atau
mengahrdik bisikan yang datang ditelinga bapak? berapa
lama Bapak mau kita berbincang-bincang?

Fase Kerja :
P : Bapak sudah dapat obat dari dokter? Berapa macam obat
yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Jam berapa Bapak
minum?
K : Sudah pak. Ada 2 macam obatnya, warnanya putih dan
pink. Diminum setelah makan pagi,dan sore hari pak suster.

P : Bagus! Obatnya ada dua macam pak, yang warnanya


pink, namanya Risperidon gunanya agar pikiran Bapak
tenang yang putih namanya Diazepam agar Bapak merasa
rileks, Semuanya ini harus Bapak minum 2 kali sehari jam 8
pagi, dan jam 8 malam. Bila nanti setelah minum obat mulut
Bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya Bapak
bisa minum air putih yang tersedia di ruangan. Bila terasa
mata berkunang-kunang, Bapak sebaiknya istirahat dan
jangan beraktivitas dulu.
K : Iya suster nanti saya akan rutin minum obat.

Fase Terminasi:
P : Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap
tentang cara minum obat yang benar?”
K : Saya jadi tahu manfaat minum obat suster
P : Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang Bapak minum!
Bagaimana cara minum obat yang benar?
K : Ada 2 suster, warna pink dan putih. Diminum setelah
makan pagi, dan sore.

P : Nah sudah berapa cara menghardik bisikan yang telah kita


pelajari? Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya
dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan
teratur ya pak.
K : Iya suster desty.
BAB 4

PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini kelompok akan menguraikan tentang kesenjangan
yang terjadi tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan jiwa
masalah utama Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran dengan
Diagnosa Medis Skizofrenia di RS Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Ruangan Dolok
Sanggul yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
4.1 Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan karena
penulis telah megadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu untuk
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien sehingga pasien terbuka dan
mengerti serta kooperatif.
Pada tanda dan gejala dalam tinjauan pustaka masalah yang dituliskan
perilaku pasien yang terkait dengan Halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur pikir kacau
8. Sering melamun
9. Menarik diri
10. Suka marah dengan tiba-tiba dan menyerang orang lain tanpa sebab
11. Sering melamun
Dari beberapa kesenjangan tinjauan pustaka maka dapat disimpulkan bahwa
ada beberapa perilaku pasien yang muncul pada tinjauan kasus, hal ini sesuai dengan
teori menurut Azizah et al (2016) bahwa tanda dan gejala pasien Halusinasi adalah
sebagai berikut :
1. Berbicara Sendiri
Pada saat dikaji pasien tampak sering berbicara sendirian seakan-akan ada
teman untuk berkomunikasi.
2. Melamun
Pada saat di ruangan didapatkan pasien cenderung menyendiri dan
kemudian melamun.
3. Menarik diri dari orang lain
Pasien suka terlihat menyendiri didalam ruangan, pada saat dirumah
pasien jarang bersosialisasi dengan tetangganya karena merasa tidak
percaya diri.
4. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
Pasien sebelum dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya telah
mencederai orang lain.
5. Didapatkan data bahwa pasien mampu melakukan tindakan cara
menghardik halusinasi dan pasien mampu bercakap-cakap dengan orang
lain.
Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus
dan tinjauan teori didapatkan bahwa pasien dengan halusinasi tidak selalu sama
dengan tinjauan teori. Dalam tinjauan kasus ditemukan bahwa pasien dapat
melakukan tindakan cara menghardik halusinasi dan pasien mampu becakap-cakap
dengan orang lain.
4.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada tinjauan kasus, didapatkan data fokus


pasien sering mendengar bisikan suaranya menyerupai laki-laki yang menghasutnya
untuk mencederai orang lain, bisikan itu muncul pada saat pasien sendiri dan pada
saat pasien mencurigai sesuatu, pada saat bisikan tersebut muncul pasien hanya
diam dan berusaha mengusirnya, sehingga munculnya diagnosa keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori
: Halusinasi Pendengaran, hal ini sesuai dengan teori menurut (SDKI, 2016) bahwa
batasan karakteristik keperawatan pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi adalah perubahan dalam respon yang biasa dalam stimulus dan halusinasi.
Berdasarkan data yang didapatkan penulis mengambil masalah utama
keperawatan sebagai berikut :
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran dikarenakan pasien sering
mendengarkan bisikan yang menghasutnya untuk mencederai orang lain.

Dalam penegakkan diagnosa terdapat kesenjangan dalam masalah


keperawatan, jika dalam tinjauan pustaka terdapat tiga masalah keperawatan utama
yang mengacu pada pohon masalah untuk tinjauan kasus tidak karena beberapa
faktor pendukung munculnya sebagai masalah tambahan dalam pengambilan
masalah keperawatan. Jadi, penulis memutuskan mengambil 1 diagnosa utama yaitu
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran dikarenakan dalam tinjauan
kasus keperawatan pada diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran.
4.3 Intervensi Keperawatan

SP 1 pasien yaitu pasien mampu membina hubungan saling percaya,


mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, dan respon halusinasinya,
mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi, memasukan kedalam jadwal
kegiatan harian. Menurut data tinjauan pustaka dan tinjauan kasus pada SP 2 pasien
yaitu mengajarkan atau melatih pasien dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Menurut data tinjauan pustaka dan tinjuan kasus pada SP 3 pasien yaitu melatih
pasien mengendalikan halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan harian yang
sudah terjadwal. Menurut data tinjauan pustaka dan tinjauan kasus pada SP 4 pasien
memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur. Setelah
dilakukan interaksi atau membantu pasien mengontrol halusinasinya pasien mampu
mempraktikkan cara menghardik halusinasinya, bercakap-cakap dengan orang lain,
memasukan kedalam jadwal harian, dan mengkonsumsi obat secara teratur.
Pada rencana keperawatan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat

kesamaan perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu pada pencapaian

tujuan. Sedangkan pada tinjauan kasus perencanaan menggunakan sasaran, dalam

rasionalnya dengan alasan penulis ingin berupaya memandirikan pasien dalam

pelaksanaan. Pemberiaan asuhan keperawatan melalui peningkatan pengetahuan yang

kognitif, keterampilan menangani masalah (afektif) dan perubahan tingkah laku

pasien (psikomotor). Dalam rasional rencana keperawatan yang ditampilkan antara

tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan, maka rasional tetap mengacu

pada sasaran dan kriteria yang telah ditetapkan. Didalam keperawatan jiwa yang

dilakukan adalah komunikasi terapeutik, dan untuk melakukan komunikasi terapeutik

maka harus dibina hubungan saling percaya antara pasien dengan perawat.

4.4 Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan disesuaikan dengan teori, pada saat akan

melaksanakan tindakan perawatan membuat kontrak/ janji terlebih dahulu dengan

pasien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta yang

diharapkan pasien. Kemudian catat semua tindakan yang telah dilaksanakan dengan

respon pasien, tetapi berencana untuk mengambil tindakan gunakan tujuan umum dan

tujuan khusus, di implementasi penggunaannya menerapkan strategi berdasarkan

standar keperawatan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien telah

disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya, pada


tinjauan kasus perencanaan pelaksanaan tindakan keperawatan pasien disebutkan

terdapat empat strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

SP 1 pasien, membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


halusinasinya (mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang
menyebabkan halusinasi, respon saat halusinasi muncul), menjelaskan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bersikap cuek terhadap
halusinasi, mengajarkan cara menghardik halusinasi.
SP 2 pasien, melatih mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain, menganjurkan klien memasukkan kegiatan bercakap-cakap
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3 pasien, mengevaluasi jadwal kegiatan harian, melatih klien
mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan klien), menganjurkan klien memasukkan kegiatan kebiasaan dirumah ke
dalam jadwal kegiatan harian.

SP 4 pasien, mengevaluasi jadwal kegiatan harian, memberikan pendidikan


kesehatan mengenai penggunaan obat secara teratur, menganjurkan klien
memasukkan penggunaan obat secara teratur ke dalam jadwal kegiatan harian.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Saat dilakukan evaluasi SP 1 selama 20 menit didapatkan pasien belum
mampu membina hubungan saling percaya karena pasien belum mampu memulai
percakapan, kontak mata cukup baik meskipun terkadang menunjukkan tatapan
mengalihkan pandangan karena masih baru pertama kali bertemu dengan penulis,
namun pasien mampu kooperatif dalam menjawab pertanyaan, karena penulis dan
pasien baru bertemu ada sedikit kecanggungan oleh pasien kepada perawat.
Kemudian poin kedua pasien dapat mengerti jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang
dapat menimbulkan halusinasi pasien, respon pasien terhadap halusinasi, pasien
mampu menghardik halusinasi.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat
disimpulkan bahwa:

1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan
status klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian.
Selama proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta
membina hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn. J diperoleh
bahwa klien mengalami gejala- gejala Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran. Faktor predisposisi pada Tn. J yaitu pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. J yaitu Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi Pendengaran, Defisit spiritual, Isolasi Sosial enarik Diri dan Harga
Diri Rendah. Tetapi pada pelaksanaannya, kelompok fokus pada masalah utama yaitu
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran.

3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi


pertemuan pada klien Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran.

4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam merawat


dirinya yang dialami serta dampak pada penurunan gejala Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi Pendengaran yang dialami.
5.2 Saran

1. Bagi Perawat

Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan


strategi pertemuan 1-3 pada klien Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran sehingga dapat mempercepat proses pemulihan klien.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat meningkatkan bimbingan praktek lapangan kepada mahasiswa


profesi ners sehingga mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien-klien yang mengalami Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi Pendengaran.

3. Bagi Klien

Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi dalam


memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi Pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA

Erlando, R. P. A. (2019). Terapi Kognitif Perilaku dan Gangguan Persepsi Sensori


Halusinasi Pendengaran: Studi Literatur. ARTERI: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(1), 94-
100.
https://doi.org/10.37148/arteri.v1i1.9 Hastuti, R. Y., & Rohmat, B. (2018).
Pengaruh Pelaksanaan Jadwal Harian Perawatan Diri Terhadap Tingkat Kemandirian
Merawat Diri Pada Pasien Skizofrenia Di Rsjd Dr. Rm Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah. Gaster,16(2),177-190.
http://jurnal.aiskauniversity.ac.id/index.php/gaster/article/view/294

Laia, V. A. S., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Terapi Generalis Pada Penderita
Skizofrenia Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Di Ruang
Dolok Sanggul I, II Rsj Prof. dr. Muhammad Ildrem: Studi Kasus.

Wulandari, Y., Laia, V. A. S., Zega, R., Saleha, S., Siregar, S. L., & Pardede, J. A.
(2022). Peningkatan Kemampuan dan Penurunan Gejala Pasien Skizofrenia Dengan
Masalah Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran: Studi Kasus.

Wulandari, Y., & Pardede, J. A. (2022). Aplikasi Terapi Generalis Pada Penderita
Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran.
Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jalil, A. (2015). Faktor Yang Mempengaruh Penurunan Kemampuan Pasien
Skizofrenia Dalam Melakukan Perawatan Di Rumah Sakit Jiwa. Jurnal
KeperawatanJiwa,3(2),70-77.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/3933

Pardede, Ja, & Hasibuan, Ek (2020). Lamanya Perawatan Pasien Skizofrenia Rawat
Jalan Dengan Tingkat Stres Keluarga. Jurnal Kesehatan Trust Indonesi , 3 (1),283-
288.

Pardede, J. A., & Purba, J. M. (2020). Family Support Related to Quality of Life on
Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 10(4),
645- 654.https://doi.org/10.32583/pskm.v10i4.942

Anda mungkin juga menyukai