Di Susun Oleh :
1. Andi Sudiana
2. Wijayanto
3. Tati Oktaviani
4. Eka Putri Pratiwi Makasar
A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini
sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di
dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di
dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien
gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan.
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah suatu
keadaan yang memungkinkan perkembang an fisik, intelektual, emosional secara optimal
dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan dengan orang lain. Sedangkan menurut
American Nurses Associations (ANA) keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus
dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa. Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar
70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20%
halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidungan, pengecapan dan perabaan.
Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Sakit
Jiwa Sungailiat ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.
Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh
(Depkes dalam Dermawan dan Rusdi,2013). Halusinasi pendengaran adalah klien
mendengar suara-suara yang tidak berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain
tidak mendengarnya (Dermawan dan Rusdi, 2013). Sedangkan menurut Kusumawati (2010)
halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang jelas maupun tidak jelas,
dimana suara tersebut bisa mengajak klien berbicara atau melakukan sesuatu.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas praktek profesi ners pada
stase Keperawatan Jiwa. Tugas ini berupa asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan jiwa.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.
b. Menentukan masalah keperawatan sesuai dengan kebutuhan pada klien dengan
gangguan jiwa.
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.
e. Melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan jiwa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Laporan Pendahuluan Halusinasi
A. Definisi Halusinasi
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan tersebut
disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi. Gangguan persepsi : ketidakmampuan
manusia dalam membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal
(pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal.
Definisi halusinasi menurut beberapa ahli :
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indera tanpa stimulus eksterna: persepsi palsu. (Maramis, 2005)
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penciuman. Pasien seakan merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang
berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas. (Kaplan dan Saddock,
1997)
Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat
kesadaran individu penuh/baik. (Depkes, 2000). Halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang neurobiologi. (Stuart dan Laraia, 2005)
B. Etiologi/Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentang terhadap stres.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan pasien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayalan.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otk, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber Koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stres.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan Menurut Keliat dikutip oleh
Syahbana (2009) perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut
:
1. Bicara, senyum dan ketawa sendiri;
2. Menggerakkan ibir tanpa suara, pergerakkan mata yang cepat dan respon verbal yang
lambat;
3. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain;
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata;
5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah;
6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya;
7. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan), dan takut;
8. Sulit berhubungan dengan orang lain;
9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah;
10. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat;
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton;
D. Klasifikasi
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi Pendengaran (Akustik, Audiotorik)
Halusinasi Pendengaran (Akustik, Audiotorik) adalah gangguan stimulus
dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara orang, biasanya pasien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual)
Halusinasi Penglihatan (Visual) adalah stimulus visua dalam bentuk beraga,
seperti bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau
panorama yang luas dan kompleks. Bayangan bias bisa menyenangkan atau
menakutkan.
3. Halusinasi Penghidungan (Olfaktori)
Halusinasi Penghidungan (Olfaktori) adalah gangguan stimulus pada
penghidung, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang tercium bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.
4. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik) adalah gangguan stimulus yang
ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Halusinasi Pengecapan (Gustatorik) adalah gangguan stimulus yang ditandai
dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan.
6. Halusinasi Sinestetik
Halusinasi Sinestetik adalah gangguan stimulus yang ditandai dengan
merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan
yang dicerna atau pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007)
E. Fase–Fase dalam Halusinasi
Tahap terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001)
dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu :
1. Fase I (Comforting)
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakkan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
2. Fase II (Condemning)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi realita.
3. Fase III (Controlling)
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
4. Fase IV (Conquering)
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang. Kondisi pasien sangat membahayakan.
F. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) persepsi mengacu pada identifikasi dan
interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, isolasi sosial. Rentang respon dapat
digambarkan sebagai berikut :
Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon Maladaptif
G. Patofisiologi
Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau
penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari
halusinasi adalah kebutuhan perlindungan secara psikologi terhadap kejadian traumatik
sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang
dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaan sendiri. Secara
umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan diri dan
kebutuhan keluarga dapat merupakan penyebab terjadinya halusinasi. Ancaman terhadap
harga diri dan keutuhan keluarga meningkatkan kecemasaan, gejala dengan
meningkatkan kecemasaan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepi,
mengenal perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun,
sehingga segala sesuatu diartikan berbeda dan proses rasionalisasi tidak efektif lagi. Hal
ini mengakibatkan lebih sukar lagi membedakan mana rangsangaan yang berasal dari
pikirannya sendiri dan mana yang berasal dari lingkungannya.
H. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi
adalah :
1. Menarik diri
2. Curiga
3. Defisit perawatan diri
4. Kurang minat dalam aktivitas
5. Harga diri rendah
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hospitalisasi perawatan rumah sakit
2. Pemberian obat seperti haloperidol, CPZ, diazepam, amitriptylin, dan lain-lain.
3. Terapi ECT, merupakan kejang listrik dan pengobatan fisik dengan menggunakan
arus listrik antara 70-150 volt.
4. Psikoterapi (menurut Dadang Hawari, 2001)
a. Psikoanalisa psikoterapi
Tujuan psikoterapi adalah :
1) Mengurangi rasa takut klien
2) Mengemalikan proses pikiran yang luhur
b. Psikoterapi Re-edukatif
Memberikan pendidikan yang maksudnya memperbaiki kesalahan
pendidikan di waktu lalu dan juga mengubah pola pendidikan yang lama dengan
yang baru sehingga penderita lebih adaptif dengan dunia luar.
c. Psikoterapi Rekonstruktif
Memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang utuh seperti
semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognetif
Memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional
sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik
dan yang buruk, yang boleh dan tidak.
e. Psikoterapi Psiko-dinamika
Menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
f. Psikoterapi Perilaku
Memulihkan gangguan perilaku yang terganggu (maladaptife) menjadi
perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).
g. Psikoterapi Keluarga
Memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.
h. Terapi Psikososial
Dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
i. Terapi Psikoreligius
Dimaksudkan agar keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan
kembali.
J. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) pasien
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat pasien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
(Maramis, 2004)
1. Farmakologi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
NAMA GENERIK DOSIS
KELAS KIMIA
(DAGANG) HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60 – 120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30 – 800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1 – 40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30 – 400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12 – 60 mg
Proklorperazin (Compazine) 15 – 150 mg
Promazin (Sparine) 40 – 120 mg
Tiodazin (Mellaril) 150 – 800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2 – 40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60 – 150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75 – 600 mg
Tiotiksen (Navane) 8 – 30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1 -100 mg
Dibenzondiazepin Clozapin (Clorazil) 300 – 900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20 – 150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 225 – 225 mg
2. Nonfarmakologi
a. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak bisa dilakukan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4 -5 joule/detik.
b. Psikoterapi dan Rehabilitasi
3) Isi Pikir
Klien tidak mampu memproses stimulus interna dan eksterna dengan
baik sehingga terjadi curiga, siar pikir, sisip pikir, somatik.
4) Bentuk dan Pengorganisasian Bicara
Klien tidak mampu mengorganisasian pemikiran dan menyusun
pembicaraan yang logis serta kohern. Gejala yang sering ditimbulkan adalah
kehilangan asosiasi, kongensial, inkoheren/neologisme, sirkumfansial, tidak
masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasikan dari pembicaraan klien yang tidak
relevan, tidak logis bicara yang berbelit.
b. Fungsi Emosi
Emosi digambarkan dengan istilah mood adalah suasana emosi sedangkan
efek adalah mengacu kepada ekspresi emosi yang dapat diamati dalam ekspresi
wajah. Gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu menceritakan
perasaannya.
Pada proses neurologis yang maladaptive terjadi gangguan emosi yang
dapat dikaji melalui perubahan afek :
1) Afek Tumpul
Kurangnya respon emosional terhadap pikiran, orang lain atau
pengalaman klien tampak apatis.
2) Afek Datar
Tidak tampak ekspresi aktif, suara menahan dan wajah datar, tidak ada
keterlibatan perasaan.
3) Afek Tidak Sesuai
Afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan.
4) Reaksi Berlebihan
Reaksi emosi yang berlebihan terhadap suatu kejadian.
5) Ambivalen
Timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat yang bersamaan.
c. Fungsi Motorik
Respon Neurologis Maladaptive menimbulkan perilaku yang aneh,
membingungkan dan kadang nampak tidak kenal dengan orang lain. Perubahan
tersebut adalah :
1) Impulsif
Cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan spontan.
2) Manerisme
Dilihat melalui gerakan dan ucapan seperti grimasentik.
3) Stereobipik
Gerakan yang diulang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulus
yang jelas.
4) Katatonia
Kekacauan psikomotor pada skizofrenia tipe katatonik (eq : catatonic
excitement, stupor, catalepsy, flexibilitascerea), imobilitas karena faktor
psikologis, kadangkala ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien
tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
d. Fungsi Sosial
Perilaku yang terkait dengan hubungan sosial sebagai akibat orang lain
respon neurobiologis yang maladaptive adalah sebagai berikut :
1) Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasingkan, perasaan kosong dan merasa putus asa
sehingga klien terpisah dengan orang lain.
2) Isolasi sosial
Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional dari lingkungan.
Isolasi diri klien tergantung pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang
berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada
orang lain merupakan inti dari masalah yang dialami klien. Pengalaman
hubungan yang tidak menyenangkan menyebabkan klien menganggap
hubungan saat ini berbahaya. Klien merasa terancam setiap ditemani orang
lain karena ia menganggap orang tersebut akan mengontrolnya, mengancam
dan menuntutnya. Oleh karena itu klien tetap mengisolasi diri dari pada
pengalaman yang menyedihkan terulang kembali.
3) Harga Diri Rendah
Saat melakukan proses pengkajian, data penting yang perlu kita dapatkan
adalah :
a. Jenis Halusinasi
Tabel berikut ini memuat jenis halusinasi, data objektif dan subjektif yang bisa
didapatkan berdasarkan pemeriksaan dan anamnesis.
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
H Halusinasi Pendengaran / Bicara atau tertawa Mendengar suara-suara
Suara sendiri, marah-marah, atau kegaduhan,
mengarahkan telinga mendengar suara yang
ke arah tertentu, mengajak bercakap-
menutup telinga. cakap, mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
H Halusinasi Penglihatan Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,
arah tertentu, bentuk geometris, bentuk
ketakutan pada kartoon melihat hantu
sesuatu yang tidak atau monster
jelas
H Halusinasi Penciuman Mencium seperti Membaui bau-bauan
sedang membau-baui seperti bau darah, urin
bau-bauan tertentu, feses, kadang-kadang bau
menutup hidung itu menyenangkan
H Halusinasi Pengecapan Sering meludah dan Merasakan rasa seperti
muntah darah, urine, atau feses
H Halusinasi Perabaan Mengaruk-garuk Mengatakan ada serangga
permukaan kulit di permukaan kulit,
merasa seperti tersengat
listrik
b. Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi. Misalnya : melihat sapi yang sedang mengamuk. Padahal sesungguhnya
adalah pamannya yang sedang bekerja di ladang. Bisa juga mendengar suara yang
menyuruh untuk melakukan sesuatu, sedangkan sesungguhnya hal tersebut tidak ada.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Frekuensi terjadinya
apakah terus-menerus atau hanya sekali-kali saja? Situasi terjadinya, apakah kalau
sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasein hal yang dirasakan atau dilakuakan saat
halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang
terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien
saat halusinasi timbul.kecemasaan perawat akan meningkat kualitas asuhan terhadap
pasien dengan gangguan ini.
B. Pohon Masalah
C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
3. Isolasi Sosial
TUJUAN INTERVENSI
Tujuan umum : Bina hubungan saling percaya dengan
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang menggunakan prinsip komunikasi
dialaminya. terapeutik.
TUK 1 : 1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal
Pasien dapat membina hubungan saling maupun non verbal.
percaya. 2. Perkenalkan nama, nama panggilan dan
Kriteria Hasil : tujuan perawat berkenalan.
Setelah ... x interaksi, pasien mampu 3. Tanyakan nama lengkap dan panggilan
membina hubungan saling percaya yang disukai pasien.
dengan perawat dengan kriteria ekspresi 4. Buat kontrak yang jelas
wajah bersahabat, menunjukkan rasa 5. Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan
senang, asa kontak mata, mau berjabat sikap empati serta menerima apa adanya.
tangan, mau menyebutkan nama, mau 6. Beri perhatian kepada pasien dan
membalas salam, mau duduk perhatikan kebutuhan dasar pasien.
berdampingan dengan perawat, mau 7. Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan perasaannya. mengungkapkan perasaannya.
8. Dengarkan ungkapan pasien dengan
penuh perhatian pada ekspresi perasaan
pasien.
SP II
1. Memvalidasi masalah dan latihan SP II
sebelumnya 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi aktivitas dirumah, termasuk minum
3. Membimbing pasien memasukkan 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
dalam jadwal kegiatan pulang.
SP III
1. Mengevaluasi masalah dan latihan SP III
sebelumnya 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi aktivitas dirumah.
dengan kegiatan yang bisa dilakukan 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Membimbing pasien memasukkan pulang
dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi
dengan teratur minum obat (Prinsip 5
benar)
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY.I DENGAN GANGGUAN PERSEPSI:
HALUSINASI DI RUANG HELIKONIA RSJD Dr. RM. SOEJARWADI
KLATEN JAWA TENGAH
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. I
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Klaten
No. RM : 0010xxxx
Informan : Pasien, Perawat, dan Rekan Medik
Tgl Masuk RS : 15 April 2021
Tgl Pengkajian : 4 Mei 2021
Diagnosis Medis
Axis 1 : Skizofrenia
Axis 2 :
Axis 3 :
Axis 4 :
Axis 5 :
Keterangan:
: perempuan : garis keturunan
: laki-laki : garis perkawinan
: klien : tinggal serumah dengan klien
: cerai : meninggal
1. Pola asuh : kehidupan pasien ketika berada di rumah di atur oleh orang tuanya
2. Pola komunikasi keluarga : komunikasi pasien dengan keluarga baik dan tidak ada
masalah
3. Pengambilan keputusan : dalam pengambilan keputusan berada di tangan kedua orang
tua pasien
VII. PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum : Tenang
2. Tingkat kesadaran : Composmentis
3. Tanda vital : TD : 100/79 mmHg, N : 93x/menit, S :36,6 P : 20x/menit
4. IMT : BB: 50 kg, TB:50 cm
5. Keluhan Fisik : (√ ) Ya () Tidak
Jelaskan : Pasien mengatakan dada sering terasa sesak
6. Pemeriksaan fisik : Saat pemeriksaan fisik head to toe pasien tidak ada gangguan
7. Riwayat pengobatan fisik: Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat pengobatan
fisik
c) Hasil observasi terkait hub social : Kelihatan pasien memiliki hubungan baik
dengan teman sesama pasien diruangan.
3. Spiritual/keagamaan
a) Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama islam.
b) Kegiatan ibadah : Pasien mengatakan rajin melaksanakan ibadah. Pasien rajin
shalat dan puasa.
Tx Medis :
Nama Obat Dosis & Rute Kegunaan
Haloperidol 5 mg 3x1/8jam/P.O Mengatasi gejala
skizofrenia
Trihexyphenidyl 2 mg 2x1/12 jam/P.O Mengatasi gejala
penyakit Parkinson dan
ekstrapiramidal
Lorazepam 2 mg 1x1/24 jam/P.O Mengatasi gejala
kecemasan
Piracetam 5 mg 1x1/24 jam/P.O Mengatasi penurunan
fungsi kognitif
Aprazolam 0,5 mg 1x1/24 Mengatasi gangguan
jam/P.O kecemasan dan gangguan
panic
Risiko Perilaku
Akibat Kekerasan
Gangguan Persepsi
Core Problem Sensori: Halusinasi
Isos
Penyebab
XX. INTERVENSI
Nama Klien : Ny.I RM No. : 0010xxxx
DX Medis : Skizofrenia
No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Intervensi
Evaluasi
4-5- 1 Gangguan persepsi Pasien mampu: Setelah 1. Bina hubungan
2021 sensori: Halusinasi - Membina dilakukan interpersonal dan saling
hubungan saling tindakan percaya dengan klien.
percaya keperawatan
- Mengenali jenis selama 2 x 24 2. Catat perilaku klien yang
halusinasi yang jam masalah menunjukkan halusinasi.
dialami Gangguan
- Mengontrol persepsi sensori: 3. Berikan klien kesempatan
halusinasi Halusinasi untuk mendiskusikan
- Memperagakan teratasi halusinasinya.
cara mengontrol
4. Monitor kehadiran
halusinasi
halusinasi mengenai
- Mengikuti
konten dari halusinasi
program
berupa kekerasan atau
pengibatan
mencelakai diri.
secara optimal
5. Dorong klien untuk
memfalidasi halusinasi
dengan orang yang
dipercaya
5. Masukin ke kegiatan
berbincang-bincang
dengan orang lain
dalam kegiatn harian
4-5- 4 Hambatan interaksi Pasien mampu : Setelah dilakukan 1. Buat interaksi terjadwal
2021 sosial - Menunjukkan tindakan
2. Identifikasi perubahan
sikap senang keperawatan
perilaku
berinteraksi selama 2 x 24 jam
- Memmahami masalah Isolasi 3. Libatkan pendukung
dampak perilaku sosial teratasi sebaya dalam
diri pada interaksi memberikan umpan
sosial balik interaksi
- Menunjukkan 4. Ajarkan belajar hargai
sikap asertif dan orang lain
peningkatan
interaksi dengan 5. Ajari sikap asertif
orang lain kepada orang lain
- Mengungkapkan
keinginan untuk
berhubungan
dengan orang lain
XXI. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama perawat : Andi, Wijayanto, Tati, Eka
Nama Klien/no RM : Ny.I/0010xxxx Ruangan : Helikonia
IMPLEMENTASI TDKN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP)
Tanggal :4-5-2021 Jam: 08.00
Jam: 08.00 WIB S:
1. Membina hubungan interpersonal dan saling percaya dengan klien. - Pasien mengatakan saat ini
Hasil : masih mendengar suara yang
- Pasien dapat menyebut nama Ny.I
tidak jelas
2. Mencatat perilaku klien yang menunjukkan halusinasi. O:
Hasil : - Pasien masih kelihatan
- Pasien tampak mondar mandir sesekali melamun dan
- Pasien sesekali melamun dan tertunduk tertunduk
- Tatapan Pasien kosong - Pasien kelihatan menutup
- Pasientampak menutup telinga lalu memegang kepala telinga lalu memegang
- Pasientampak sesekali senyum dan tertawa sendiri kepala
- Paien bisa memperagakan cara menghardik - Pasien masih sesekali
senyum dan tertawa sendiri
3. Memberikan klien kesempatan untuk mendiskusikan - Mulut pasien komat-kamit
halusinasinya. A:
Hasil : Masalah halusinasi belum teratasi
- Pasien mengatakan bisikan sering muncul ketika sedang sendirian P:
dan melamun Intervensi dilanjutkan
- Pasien mengatakan suara sering muncul di malam hari - Evaluasi cara mengahardik
- Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara atau bisikan- - Ajarkan cara mengontrol
bisikan halusinasi dengan bercakap-
- Pasien mengatakan dia dibisiki oleh jin cakap dengan teman
- Pasien mengatakan suara tersebut sebagai suara laki-laki dan - Membuat jadwal harian
perempuan
- Pasien mengatakan sampai sekarang suara tersebut masih muncul.
O:
- Pasien tampak lebih
tenang
- Pasien sesekali
melamun
- Pasien tampak bisa
memperagakan cara
menghardik
- Pasien tampak
bercakap-cakap dengan
pasien lan
A:
Masalah halusinasi teratasi
sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
- Evaluasi kembali untuk
beberapa intervensi dan
melakukan kembali
- Motivasi dan beri pujian
jika klien dapat
melakukan kegiatan-
kegiatan
Jam 08.30 WIB S:
- Pasien mengatakan sudah
3. Membina hubungan saling percaya dengan cara (menjelaskan tidak marah marah lagi
maksud dan tujuan interaksi, jelaskan tentang kontrak yang - Pasien mengatakan bisikan
akan dibuat, beri rasa aman dan sikap empati) sudah tidak muncul.
- Pasien mengatakan jika
sedang emosi pasien
4. Melatih Pasien melakukan cara mengontrol marah meliputi: memukul bantal
- Pasien mengatakn jika
- Teknik relaksasi tarik nafas dalam
sedang emosi pasien
- Memukul bantal beristighfar
O:
- Pasien tampak kooperatif
- Pasien tampak lebih tenang
- Pasien melakukan teknik
tarik nafas dalam
- Pasien tampak sudah bisa
mengontrol emosinya
- Pasien tampak sudah mampu
berkata dengan baik jika
ingin menyampaikan sesuatu
A:
- Risiko perilaku kekerasan
teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
- Evaluasi kembali
intervensi bila perlu
lakukan intervensi ulang
untuk pasien
- Evaluasi teknik nafas
dalam
- Evaluasi teknik memukul
bantal cara menolak marah
dengan cara
mengungkapkan kata kta
baik
- Mengajarkan teknik
mengontrol marah dengan
beribadah dan
mengkonsumsi obat secara
teratur
Jam: 08.45 WIB S:
- Pasienmengatakan sudah
1. Mendorong pasien untuk mampu menyebutkan penyebab menarik diri berinteraksi kepada orang lain
Hasil: - Klien mengatakan sudah
- Pasien pasien mampu menyebutkan penyebab pasien sering mengobrol kepada teman
sendiri wismanya
2. Mendiskusikan bersama dengan pasien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain O:
Hasil: - Pasientampak kooperatif
- Pasien mau untuk mencoba melakukan interaksi - Klien tampak sedang
3. Mendiskusikan bersama pasien tentang kerugian berinteraksi dengan mengobrol kepada teman
orang lain wismanya
Hasil:
- Pasien mau mendengarkan kerugian berinteraksi A:
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang Masalah isolasi soasial teratasi
Hasil: sebagian
- Pasien ingin mencoba berkenalan dengan orang
P:
5. Memasukkan ke kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
Intervensi dilanjutkan
dalam kegiatn harian
- Evaluasi intervensi yang
Hasil:
sudah diberikan bila perlu
Pasien ingin mencoba berbincang-bincang dengan orang lain
lakukan pengulangan
1. Analisa Kritis
a. Bagaimana level pembuktian artikel/evidence based dalam hirarki evidence
based?
Jawab: penelitian ini reliabel dan dapat dibuktikan karena instrument dari
penelitian ini adalah lembar observasi yang berisi karateristik responden serta
hasil pengukuran halusinasi pendengaran dan pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan metode observasi (pengamatan) terhadap pasien halusinasi
pendengaran dengan menggunakan format sesi TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)
yang sudah ada.. Penelitian menggunakan analisis univariat untuk
mendiskripsikan karakteristik masing-masing variable yang diteliti.
b. Apakah jenis metodologi penelitian yang digunakan dalam artikel?
Jawab: Menggunakan jenis penelitian pra-experiment yang menggunakan
rancangan one group pre-test dan postest, dimana rancangan ini tidak ada
kelompok pembanding, tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama
(pre-test) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahanperubahan yang
terjadi setelah adanya eksperiment (perlakuan).
c. Apakah hasil penelitian ini reliable dan relevan dengan kondisi di lapangan?
Ya, hasil penelitian ini relevan dengan pasien kami, yaitu pasien degan halusinasi
pendengaran dengan kurangnya pengetahuan mengontrol masalah halusinasi
pendengaran.
d. Bagaimana etika penelitian artikel yang ditemukan?
Etika penelitian dengan menekankan prinsip-prinsip dalam etika yang berlaku,
meliputi: lembar persetujuan menjadi responden tanpa nama, kerahasiaan.
e. Bagaimana implikasi dalam keperawatan?
Hasil dari penelitian dapat kita implimintasikan dalam keperawatan yaitu
pengetahuan tentang TAK merupakan suatu bentuk agar dapat mengontrol
halusinasi pendengaran dan terhindar dari berbagai masalah gangguan kejiwaan.
TAK yang teratur dapat membantu mengontrol masalah halusinasi pendengaran
dari masalah gangguan kejiwaan.
DAFTAR PUSTAKA
2.Analisa Kritis
c. Bagaimana level pembuktian artikel/evidence based dalam hirarki evidence
based?
Jawab: penelitian ini reliabel dan dapat dibuktikan karena instrument dari
penelitian ini adalah lembar observasi yang berisi karateristik responden serta
hasil pengukuran pretest dan post test setelah di berikan tindakan relaksasi nafas
dalam. Penelitian menggunakan analisis univariat untuk mendiskripsikan
karakteristik masing-masing variable yang diteliti.
d. Apakah jenis metodologi penelitian yang digunakan dalam artikel?
Jawab: Menggunakan jenis penelitian yang menggunakan rancangan one group
pre-test dan postest, dimana rancangan ini tidak ada kelompok pembanding, tetapi
paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pre-test) yang memungkinkan
peneliti dapat menguji perubahanperubahan yang terjadi setelah adanya
eksperiment (perlakuan).
e. Apakah hasil penelitian ini reliable dan relevan dengan kondisi di lapangan?
Ya, hasil penelitian ini relevan dengan pasien kami, yaitu pasien dengan resiko
perilaku kekerasan yang belum mengetahui bagaimana cara mengontrol emosi
f. Bagaimana etika penelitian artikel yang ditemukan?
Etika penelitian dengan menekankan prinsip-prinsip dalam etika yang berlaku,
meliputi: lembar persetujuan menjadi responden tanpa nama, kerahasiaan.
g. Bagaimana implikasi dalam keperawatan?
Hasil dari penelitian dapat kita implimintasikan dalam keperawatan yaitu
pengetahuan teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu cara yang dapat
dilakukan untuk mengontrol emosi pada pasien gangguan jiwa dengan resiko
perilaku kekerasan.
3. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian adalah menunjukan kemampuan responden
mengontrol marah sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jambi didapatkan nilai mean 13,0588. Kemampuan responden
mengontrol marah sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam di Rumah Sait Jiwa
Daerah Provinsi Jambi didapatkan nilai rata-rata 22,0588 . Hasil Uji pada
kelompok pretest-posttest diketahui nilai rata-rata mean adalah -9,0000 yang
artinya ada perbedaan mengontrol marah sebelum dan sesudah dilakukan reaksasi
nafas dalam terhadap mengontrol marah pada pasien Skizofrenia
b. Saran
1. RSJ Daerah Provinsi Jambi
Bagi RSJ Daerah Provinsi Jambi dapat memfasilitasi dalam penerapan
teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan resiko marah pada pasien
dengan resiko perilaku kekerasan dan dapat menjadi jadwal kegiatan rutin
tentang teknik relaksasi nafas dalam tersebut
2. Bagi Tenaga Keperawatan
Diharapkan bagi tenaga keperawatan bisa menerapkan teknik relaksasi
nafas dalam sebagai intervensi untuk mengontrol marah
DAFTAR PUSTAKA
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Nn.I dengan masalah utama
gangguan persepsi: halusinasi penyusun menyimpulkan :
1. Pengkajian keperawatan pada Nn.I dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan
selama asuhan keperawatan diberikan yang meliputi data gangguan sensori persepsi yang
terjadi akibat adanya gangguan penyerapan panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat terjadi pada pasien penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu
itu penuh dan baik. Dengan kata lain pasien berespon terhadap rangsangan yang tidak
nyata, yang hanya dirasakan oleh pasien dan tidak dapat dibuktikan.
2. Diagnosa yang muncul pada pelaksanaan asuhan keperawatan pada Nn.I dengan
Skizofenia sudah sesuai dengan teori yang ada. Diagnosa yang muncul pada pasien Tn. I
adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi.
3. Fokus pemberian asuhan keperawatan atau rencana tindakan keperawatan pada Nn.I
adalah sebagai upaya untuk mengeksplorasikan perasaannya kepada orang lain, sehingga
dapat mengatasi masalah halusinasi yang dialaminya.
5. Evaluasi hasil asuhan keperawatan pada Nn.I adalah dengan melakukan penilaian hasil
tindakan keperawatan yang diberikan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yaitu
kemampuan pasien mengontrol atau mengendalikan halusinasi.
B. Saran
Rumah Sakit Jiwa sebagai wadah dalam membantu program pemerintah untuk
meningkatkan serta mempertahankan kesehatan masyarakat, diharapkan pihak rumah sakit
membuat Jadwal kunjungan keluarga agar proses pemberian intervensi pada keluarga dapat
dilakukan. Selain itu, diharapkan pihak manajemen agar memperhatikan sarana dan
prasarana yang ada dan melengkapi seluruh peralatan medis proses penyembuhan pasien.
Serta diharapkan pihak manajemen lebih proaktif untuk melakukan home visite ke rumah
rumah pasien khususnya pasien pasien yang ditelantarkan oleh keluarganya.
2. Mahasiswa keperawatan
Mahasiswa merupakan calon perawat, sehingga diharapkan agar mampu memanfaatkan
waktu yang ada pada saat praktik semaksimal mungkin, agar ilmu yang didapatkan tidak
hanya di ruang kelas sekolah melainkan juga di lapangan.
3. Perawat
Perwat dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya mengikuti langkah-langkah
proses keperawatan sesuai dengan pelaksanaan tindakannya yang dilakukan secara
sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Perawat harus
selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan berkelanjutan
maupun kegiatan ilmiah seperti seminar workshop dan pelatihan yang dapat mendukung
kemampuan dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa
khususnya yang mengalami halusinasi pendengaran.
4. Keluarga
Diharapkan keluarga mampu untuk melakukan tindakan yang mandiri untuk perawatan
pasien dirumah dan strategi pelaksanaan halusinasi dan pasien diharapkan untuk mandiri
dalam melakukan strategi pelaksanaan untuk mengendalikan halusinasi terkhususnya untuk
rutin minum obat.
5. Masyarakat
Diharapkan masyarakat di lingkungan tempat tinggal pasien dapat mendukung dan ikut
serta dalam melakukan perawatan pasien dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi,
untuk menerima pasien seperti masyarakat pada umumnya dan tidak mengencilkan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media
2. Keliat, Budi Ana. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
3. Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan
4. Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika Form Evaluasi Mahasiswa Stase Keperawatan Jiwa. Program Studi Profesi
2021.www.almaata.ac.id
6. Sutinah, dkk. 2019. Teknik Relaksasi Nafas Dalam Berpengaruh Terhadap Kemampuan
Mengontrol Marah Klien Skizofrenia. Journal of Health Care Technology and Medicine