Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN TN. T DENGAN HALUSINASI DI WISMA ARJUNA RSJ


GRHASIA YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa Ners XXVI

Disusun Oleh:

Yanti susilawati
24201451

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVI

Telah Disahkan “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Tn.S Dengan Halusinasi Di Wisma Arjuna RSJ Grhasia Yogyakarta” Guna
Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa Program Pendidikan Profesi Ners
STIKes Surya Global Yogyakarta Tahun 2021

Yogyakarta, Mei 2021

Mahasiswa

Yanti Susilawati

Mengetahui,

Pembimbing akademik, Pembimbing Klinik

(Suib, S.Kep., Ns., M.Kep) (Ns veronika Suryaningsih, S.Kep, M.P.H)

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau
persepsi palsu (Prabowo, 2014). Halusinasi adalah kesalahan sensori
persepsi yang menyerang pancaindera, hal umum yang terjadi yaitu
halusinasi pendengaran dan pengelihatan walaupun halusinasi pencium,
peraba, dan pengecap dapat terjadi (Townsend, 2010).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu
tidak ada (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, sehingga klien menginterpretasikan
sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Stuart
dalam Azizah, 2016). Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan
bahwa, halusinasi adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus
atau rangsangan yang membuat klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada.
B. Rentang Respon Neuobiologis Halusinasi
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya
pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten denganpengalaman,
perilaku cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis.
Sedangkan,respon maladaptive yang meliputi waham, halusinasi,
kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi sosial.
Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran sebagai berikut
(Stuart, 2013).
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Gangguan proses


Persepsi akurat Ilusi pikir : waham
Emosi konsisten Emosi tidak stabil Halusinasi
dengan pengalaman Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Menarik diri untuk mengalami
Hubungan Sosial emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial

C. Faktor Penyebab Halusinasi


Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
1. Faktor presdisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri,
dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya
c. Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien
lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam
hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu:
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tida sanggup menentang sehingga klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan
fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan
tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal
dan comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan
halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
e. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah.
Klien halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya.
D. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis
dengan karakteristik tertentu, diantaranya
1. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran
cahaya,gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan
bayangan yang menakutkan.
Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya
bau busuk, amis, dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau
harum.
3. Halusinasi peraba (taktil)
Gangguan stimulusyang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
4. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikan
5. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentuan urine.
E. Tanda dan gejala halusinasi
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
1. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur pikiran kacau
8. Respon yang tidak sesuai
9. Menarik diri
10. Sering melamun
F. Fase Halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan
terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai
karakteristik yang berbeda yaitu:
1. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pkiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas disini pasien tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, gerakan mata cepat,dan asyik sendiri.
2. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba jaga jarak dengan sumber yang dipersepsikan
sehingga timbul peningkatan tanda-tanda vital.
3. Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada
halusinasi. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain, dan kondisi sangat
menegangkan terutama berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri dan tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
G. Terapi Psikofarmakologi
Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi salah satu
penatalaksanaanya yaitu dengan pemberian terapi psikofarmakologi.
Menurut (Sadock, B 2010) obat-obatan antipsikotik yang
digunakan yaitu:

Tabel 1.2 Terapi Farmakologis

Nama Generik Kisaran Dosis Dewasa(mg/hari)

 Phenotiazine
Alifatik 300-800
Chlorpromazine 100-150
Triflupromazin 40-800
Promazine

 Piperazine
Prochlorperazine 40-150
Perfenazine 8-40
Trifluperazine 6-20
Acetophenazine 1-20

 Piperidine
Thioridazine 200-700
Mesoridazine 75-300

 Thioxanthenes
Chlorprothixene 50-400
Thiothixene 6-30
Loxapine 60-100
Molindone 50-100
 Butyrophenones
Haloperidole 6-20

 Diphenylbutylpiperidine
Pimozide 1-10

H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara pada klien dan keluarga pasien (O’brien, 2014). Pengkajian
awal mencakup :
a. Keluhan atau masalah utama
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau
komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
g. Pemakaian obat yang diresepkan
h. Pola koping
i. Keyakinan dan nilai spiritual

Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional


dan wawancara. Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai
secara observasional. Menurut Videbeck dalam Yosep (2014) data
pengkajian terhadap klien halusinasi yaitu:

a. Data Subjektif
1) Mendengar suara menyuruh
2) Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
3) Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
4) Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang
menyenangkan
5) Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat
panas atau dingin
6) Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah
sesuatu
b. Data Objektif
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara
2) Bicara atau tertawa sendiri
3) Marah-marah tanpa sebab
4) Tatapan mata pada tempat tertentu
5) Menunjuk-nujuk arah tertentu
6) Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu

Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan


dengan pengkajian wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu

a. Jenis Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
b. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui
halusinasi yang dialami klien.
c. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul
d. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.
e. Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk
mengetahui respon halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi
itu.
I. Diagnosa keperawatan
Dalam proses keperawatan tindakan selanjutnya yaitu menentukan
diagnosa keperawatan. Adapun pohon masalah untk mengetahui
penyebab, masalah utama dan dampak yang ditimbulkan. Menurut (Yosep,
2014) yaitu
Resiko perilaku kekerasan

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri


Gambar 2. Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan
halusinasi menurut (Yosep, 2014) yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi Sosial
J. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan halusinasi pendengaran menurut (Damaiyanti, 2014)
adalah sebagai berikut :

Dx Kep. Perencanaan Intervensi


Tujuan Kriteria Evaluasi
Ganggua TUM Setelah dilakukan Bina hubungan saling
n - Klien 2 x 20 menit percaya dengan
Persepsi tidak interaksi mengungkapkan
Sensori: mencede diharapkan klien prinsip komunikasi
Halusinas rai diri, dapat BHSP terapeutik:
i orang dengan K.H : 1. Sapa klien dengan
Pendenga lain, dan 1. Ekspresi ramah baik verbal
ran lingkung wajah maupun nonverbal.
an bersahabat. 2. Perkenalkan diri
2. Ada kontak dengan sopan.
TUK mata. 3. Tanyakan nama
- Klien 3. Mau berjabat lengkap dan nama
dapat tangan. panggilan yang
membina 4. Mau disukai klien.
hubunga menyebutkan 4. Jelaskan tujuan
n saling nama pertemuan
percaya 5. Mau 5. Tunjukkan sikap
menjawab empati dan
salam menerima klien apa
6. Mau adanya.
mengutarakan 6. Buat kontrak
masalah yang waktu, topik dan
dihadapinya tempat setiap kali
berinteraksi dengan
klien.

TUM Setelah dilakukan 1. Adakan kontak


- Klien 2 x 20 menit sering dan singkat
tidak interaksi secara bertahap.
mencede diharapkan klien 2. Observasi tingkah
rai diri, dapat mengetahui laku klien yang
orang halusinasinya terkait dengan
lain, dan dengan K.H : halusinasinya:
lingkung 1. Klien dapat bicara dan tertawa
an menyebutkan tanpa sebab,
waktu, isi, dan memandang ke
TUK frekuensi kiri/ke kanan/ke
- Klien timbulnya depan seolaholah
dapat halusinasi. ada teman bicara.
mengena Klien dapat 3. Bantu klien
l mengungkap mengenal
halusinas kan halusinasinya:
inya 2. bagaimana a. Jika
perasaannya menemukan
terhadap klien sedang
halusinasi berhalusinas:
tersebut. tanyakan
apakah ada
suara yang di
dengarnya.
b. Jika klien
menjawab ada,
lanjutkan: apa
yang di katakan
suara itu.
c. Katakan bahwa
perawat
percaya klien
mendengar
suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat
tanpa menuduh
atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa
klien lain juga
ada yang
seperti klien
e. Katakan bahwa
perawat akan
membantu
klien
2. Diskusikan dengan
klien :
a. Situasi yang
menimbulkan/ti
dak
menimbulkan
halusinasi (jika
sendiri,
jengkel, atau
sedih).
b. Waktu dan
frekuensi
terjadinya
halusinasi
(pagi, siang,
sore, dan
malam, terus-
menerus, atau
sewaktu-
waktu).
3. Diskusikan dengan
klien tentang apa
yang dirasakannya
jika terjadi
halusinasi (marah,
sedih, takut, atau
senang), beri
kesempatan kepada
klien untuk
mengungkapkan
perasaannya
TUM Setelah dilakukan 1. Identifikasi
- Klien 2 x 20 menit bersama klien
tidak interaksi tindakan yang
mencede diharapkan klien dilakukan jika
rai diri, 1. Menyebutkan terjadi halusinasi
orang tindakan yang (tidur, marah,
lain, dan biasanya menyibukkan diri).
lingkung dilakukan 2. Diskusikan manfaat
an untuk dan cara yang
mengendalika digunakan klien
TUK n jika bermanfaat,
- Klien halusinasinya. Beri Pujian kepada
dapat 2. Menyebutkan klien.
mengontr cara baru 3. Diskusikan dengan
ol mengontrol klien tentang cara
halusinas halusinasi. baru mengontrol
inya 3. Mendemonstr halusinasinya :
asikan cara a. Menghardik/
menghardik/ mengusir/ tidak
mengusir/ memedulikan
tidak halusinasinya.
memperdulika b. Bercakap-
n cakap dengan
halusinasinya. orang lain jika
halusinasinya
muncul.
c. Melakukan
kegiatan sehari-
hari.
d. Minum obat
secara teratur
Daftar Pustaka

Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Damaiyanti dan Iskandar. 2014 . Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama
O'Brien, P. G., Kennedy, W. Z., & Ballard, K. A. (2014). Keperawatan
Kesehatan Jiwa Pskiatrik Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta:Nuha Medika
Sutejo. 2017. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Perss
Sadock, B.J. 2010. Retardasi Mental d alam Sinopsis Psikiatri. Tangerang :
Binarupa Aksara
Stuart, G. W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC
Townsend, MC. (2010). Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Jakarta : EGC
Yosep., 2014, Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama

Anda mungkin juga menyukai