Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelenggarakan proposal TAK ini dengan baik.
Proposal TAK yang berjudul “Stimulasi Sensori (Halusinasi)” disusun untuk
memenuhi tugas mahasiswa mata kuliah keperawatan jiwa jurusan profesi Ners.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan proposal TAK ini kedepan.
Akhir kata, semoga proposal ini berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak yang membaca, serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan pembaca.

Makassar, 31 Agustus 2021

Penyususn
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial.
Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah
gangguan persepsi sensori: Halusinasi merupakan salah satu masalah
keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. Dampak dari halusinasi yang diderita
pasien diantaranya dapat menyebabkan pasien tidak mempunyai teman
dan asyik dengan pikirannya sendiri. Salah satu penanganannya yaitu
dengan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yang bertujuan
untuk mengidentifikasi halusinasi dan mengontrol halusinasi yang
dialaminya. (O'brien, P, 2016).
Untuk mengatasi gangguan stimulasi persepsi pada pasien jiwa,
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) sering diperlukan dalam praktek
keperawatan kesehatan jiwa karena merupakan keterampilan teraupetik.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan bagian dari terapi modalitas
yang berupaya meningkatkan psikoterapi dengan sejumlah klien dalam
waktu yang bersamaan. Dan merupakan salah satu tindakan keperawatan
untuk pasien gangguan jiwa. (Yusuf. 2015).
Teknik yang digunakan adalah klien memutari kursi yang telah di
sediakan sambil di putarkan sebuah musik. Apabila musik di hentikan
klien berebutan untuk menduduki sebuah kursi yang di sediakan dan bagi
klien yang tidak mendapatkan kursi diminta untuk mengidentifikasi
halusinasinya, cara mengontrol halusinasinya dan perasaan setelah
mendengar halusinasinya. Dilakukan hingga semua klien menceritakan
halusinasinya.
Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di RSKD Dadi
khususnya ruang Nyiur sebagian besar pasien menderita halusinasi. Oleh
karena itu, perlu diadakan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) tentang
halusinasi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Klien dapat mengenal halusinasi dan dapat menjelaskan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi jenis halusinasi
b) Mengidentifikasi isi halusinasi
c) Mengidentifikasi waktu terjadinya halusinasi
d) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
e) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f) Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g) Mengidentifikasi perasaan setelah mendengar halusinasi.

C. Sasaran dan Target


Klien dengan halusinasi berjumah 8 orang
1. Klien gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol dan kooperatif
2. Klien yang mengalami perubahan persepsi.
3. Klien yang sudah mendapatkan SP 1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa
yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi
realitas (Yusuf, et all, 2015).
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya
itu tidak ada (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, sehingga klien
menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau
rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016).
Berdasarkan pengertian halusinasi itu dapat diartikan bahwa,
halusinasi adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus atau
rangsangan yang membuat klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada.
2. Etiologi
Etiologi halusinasi menurut Yusuf, dkk (2015) antara lain:
a. Faktor Predisposisi
1.) Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
dapat berakhir dengan ganggguan persepsi. Pasien mungkin
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.
2.) Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat
diatasi sehingga timbul gangguan seperti delusi dan halusinasi.
3.) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal seseorang yang tidak harmonis,
serta peran ganda atau peran yang bertentangan dapat
menimbulkan ansietas berat berakhir dengan pegingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4.) Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien
gangguan orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbic.
5.) Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan
cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika
kedua orang tua skizofrenia.
b. Faktor Presepitasi
1.) Stresor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang
penting, atau diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan
halusinasi.

2.) Faktor Biokimia


Penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi
realitas termasuk halusinasi.
3.) Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstream dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah
memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realistis.
Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan.
4.) Faktor Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir,
afektif persepsi, motorik, dan social.
3. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari
beberapa jenis dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara
terutama suara orang. Biasanya mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk
pancaran cahaya,gambaran geometric, gambar kartun, panorama
yang luas dan bayangan yang menakutkan.
c. Halusinasi penciuman (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan
adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu
bau harum.

d. Halusinasi peraba (taktil)


Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit
atau tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan
sesuatuyang busuk, amis, dan menjijikan.
f. Halusinasi sinestetik Gangguan stimulus yang ditandai dengan
merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentuan urine.
4. Tanda dan gejala halusinasi
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar
dapat menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
5. Tahap-Tahap Halusinasi
Tahap-tahap halusinasi dimulai dari beberapa tahap, hal ini dapat
dipengaruhi oleh keparahan dan respon individu dalam menanggapi
adanya rangsangan dari luar. Menurut (Dalami, dkk. 2014), halusinasi
terjadi melalui beberapa tahap, antara lain:
a. Tahap 1: Sleep disorder
Tahap ini merupakan suatu tahap awal sebelum muncul
halusinasi. Individu merasa banyak masalah sehingga ingin
menghindar dari orang lain dan lingkungan karena takut diketahui
orang lain bahwa dirinya banyak masalah (missal: putus cinta,
turun jabatan, bercerai, dipenuhi hutang dan lain-lain). Masalah
semakin terasa sulit dihadapi karena berbagai stressor terakumulasi
sedangkan support yang di dapatkan kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sehingga akan menyebabkan individu
tersebut sulit tidur dan akan terbiasa menghayal. Individu akan
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya
pemecahan masalah.
b. Tahap 2: Cmfortng Moderate Level of Anxiety
Pada tahap ini, halusinasi bersifat menyenangkan dan
secara umum individu menerimanya dengan sesuatu yang alami.
Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan sehingga individu
mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan
dan pada penanganan pikiran untuk mengurangi kecemasan
tersebut. Dalam tahap ini, ada kecendrungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya dan halusinasi ini bersifat sementara.
c. Tahap 3: Condmning Severe Level of Anxiety
Di tahap ini halusinasi bersifat menyalahkan dan sering
mendatangi klien. pengalaman sensori individu menjadi sering
datang dan mengalami bias sehingga pengalaman sensori tersebut
mulai bersifat menjijikan dan menakutkan. Individu mulai merasa
kehilangan kendali, tidak mampu mengontrol dan berusaha untuk
menjauhi dirinya dengan objek yang dipersepsikan individu.
individu akan merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut
dan akhirnya menarik diri dengan orang lain dengan intensitas
waktu yang lama.
d. Tahap 4: Controling Severe level of Anxiety
Di tahap ini, halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi
sensori menjadi tidak relavan dengan kenyataan dan pengalaman
sensori tersebut menjadi penguasa. Halusinasi menjadi lebih
menonjol, menguasai, dan mengontrol individu sehingga mencoba
melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Hingga
akhirnya individu tersebut menjadi tidak berdaya dan menyerah
untuk melawan halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai
dirinya. Individu mungkin akan mengalami kesepian jika
pengalaman sensoria atau halusinasinya tersebut berakhir. Dari
sinilah dimulainya fase gangguan psikotik.
e. Tahap 5: Concuering Panic Level of Anxiety
Tahap terakhir ini dimana halusinasi bersifat menaklukan
atau menguasai, halusinasi menjadi lebih rumit dan individu
mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. pengalaman
sensorinya menjadi terganggu dan halusinasi tersebut berubah
mengancam, memerintah, dan menakutkan apabila tidak mengikuti
perintahnya sehingga klien mulai teerasa mengancam.
6. Rentang Respon Halusinasi
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran
logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,
perilaku cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis.
Sedangkan,respon maladaptive yang meliputi waham, halusinasi,
kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi sosial.
Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran sebagai berikut
(Stuart, 2013)
a. Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut
(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015), meliputi :
1.) Pikiran logis berupa mendapat atau pertimbangan yang dapat di
terima akal.
2.) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang
sesuatu peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
3.) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantapan
perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang penuh
di alami.
4.) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk
gerak atau ucapan yang bertentangan dengan moral.
5.) Hubungan social dapat di ketahui melalui hubungan seseorang
dengan orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.
b. Respon maladaptive
Respon maladaptive berdasarkan rentang respon halusinasi
menurut (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) meliputi :
1.) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di
pertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
2.) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi
yang salah terhadap rangsangan.
3.) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau
menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan
kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
4.) Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara
perilaku dan gerakan yang di timbulkan.
5.) Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu karna orang lain menyatakan sikap yang di alami oleh
individu.

7. Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi


Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor: pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman
internalnya
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas
(Iskandar;2012)
8. Pohon Masalah

9. Penatalaksanaan pada pasien halusinasi


Penatalaksanaan Medis Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan
medis pada pasien halusinasi pendengaran dibagi menjadi dua:
a. Terapi Farmakologi
1.) Anti Psikotik :
- Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
- Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
- Stelazine\
- Clozapine (Clozaril)
- Risperidone (Risperdal)
2.) Anti Parkinson :
- Trihexyphenidile
- Arthan
b. Terapi Non Farmakologi
1.) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan
Sensori Persepsi : Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi
dan TAK Orientasi Realita
2.) Elektro Convulsif Therapy ( ECT )
Merupakan pengobatan secara fisik meggunakan arus listrik
dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara
jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat
memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat
permudahk kontak dengan orang lain.
3.) Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya
mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan dan
pergelangan kaki dimana klien pengekangan dimana klien
dapat dimobilisasi dengan membalutnya, cara ini dilakukan
padda klien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku
kekerasan diantaranya: marah-marah atau mengamuk.

BAB III

PELAKSANAAN TAK
D. Strategi Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Selasa 31 Agustus 2021
Tempat : Bangsal Nyiur RSKD Dadi
Jam : 10.00- Selesai

E. Media : Kertas, spidol, papan nama, 3 kursi, speaker (music), bola.

F. Setting Tempat
O O

L C
K
F

F
K
K

F K

K F
K

F F F K
K K F K
K

Keterangan :
L : Leader O : Observer C :Co-Leader

F : Fasilitator K : Klien
K

G. Pengorganisasian dan Penguraian Tugas


1. Leader : Herlina
Tugas Leader :
 Mengkordinir jumlah peserta yang telah ditentukan
 Mampu mengatasi masalah yang timbul dalam kelompok
 Memimpin perkenalan, menjelaskan tujuan kegiatan
 Menjelaskan proses kegiatan
 Mendemonstrasikan cara memperkenalkan diri pada orang lain
 Mendemonstrasikan cara tanggapan terhadap pendapat orang lain

2. Co-Leader: Inna
Tugas
 Membuka acara
 Mengambil alih posisi leader jika leader pasif (bloking)
 Mengingatkan leader jika kegiatannya menyimpanga tau ada
kegiatannya terlupakan
 Menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien
termotivasi untuk mengekspresikan perasaan
 Menutup acara

3. Fasilitator : Risky Saputra, Innayatu Dzil Izzati, Mulyadin


Tugas :
 Mampu memotivasi anggota kelompok untuk mengeluarkan
pendapat
 Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlangsung
 Mampu menjadi role model

4. Observer : Asrita, Hasriani, Herawati Saleh


Tugas :
 Mengamati jalannya proses kegiatan sebagai acuan untuk
mengevaluasi
 Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlansung

H. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Hasil
 Therapis dapat menyampaikan materi sesuai dengan tujuan
 Klien Mampu mengidentifikasi halusinasi yang dialami serta
mengetahui cara menghardik halusinasi dan mampu mempraktekkan
cara menghardik halusinasi.
 Perubahan perilaku klien setelah melakukan therapi aktivitas
kelompok.

LAPORAN EVALUSI TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


Sessi 1 : Kemampuan Mengenal Halusinasi
Hari/Tanggal : Selasa 01 September 2021
Waktu : 10.00- Selesai
Nama Leader : Herlina
Co Leader : Inna
Nama Fasilitator :, Risky Saputra, Mulyadin, Innayatu Dzil Izzati
Nama Observer : Asrita, Hasriani, Herawati Saleh

Aspek Yang Nama Peserta TAKS Stimulasi Persepsi


NO
Dinilai Tn. R Tn. S Tn. I Tn. A Tn. S Tn. As Tn. Ir Tn. M
1 Klien dapat
mengenal
jenis
halusinasi
2 Klien
mengenali
seperti apa
halusinasi
yang di
rasakan
3 Klien dapat
menyebutkan
frekuensi
halusinasi
yang di
rasakan
4 Klien dapat
menyebutkan
seperti apa
respon klien
saat
halusinasi
muncul
A. Stimulasi Persepsi : Halusinasi

Sessi 2 : Mengontrol Halusinasi Menghardik


Hari/Tanggal : Selasa 01 September 2021
Waktu : 10.00- Selesai
Nama Leader : Herlina
Co Leader : Inna
Nama Fasilitator :, Risky Saputra, Mulyadin, Innayatu Dzil Izzati
Nama Observer : Asrita, Hasriani, Herawati Saleh

B. Mengontrol Halusinasi Menghardik

Aspek Yang Nama Peserta TAKS Stimulasi Persepsi


NO
Dinilai Tn. R Tn. S Tn. I Tn. A Tn. S Tn. As Tn. Ir Tn. M
1 Menyebutkan
cara yang selama
ini digunakan
untuk mengatasi
halusinasi
2 Menyebutkan
efektivitas cara
yang digunakan
selama ini
3 Menyebutkan
cara mengatasi
halusinasi
dengan
menghardik
4 Mempraktekkan
cara menghardik
halusinasi

Petunjuk:
1 = dilakukan
0 = tidak dilakukan
2. Evaluasi Proses
 Kegiatan dilakukan tepat waktu
 Terapis berfungsi sesuai dengan tugas dan peranan masing-masing
 Terapis mengantisipasi hal yang tidak dikehendaki selama terapi
berlangsung
 Terapi dilaksanakan sesuai dengan susunan acara yang telah di
tentukan
 Klien dapat melaksanakan atau mengikuti therapi dengan baik

I. Evaluasi
1. Sebut dan jelaskan jenis TAK
Jenis TAK yang digunakan adalah TERAPI OKUPASI, dimana terapi
ini merupakan bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat atau pasien
yang memiliki gangguan fisik/mental dengan menggunakan aktivitas
mengerjakan sasaran yang terseleksi untuk meningkatkan kemandirian
individu pada area aktivitas kehidupan sehari-hari, pemanfaatan waktu
luang, dan produktivitas dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

2. Apa tujuan dilakukan TAK


Tujuan dari diselenggarakannya TAK ini yaitu sebagai tempat untuk
bersosialisasi serta sebagai tempat berlatih perilaku baru yang adaptif
untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptive. TAK ini juga
berfungsi untuk mengalihkan focus klien agar tidak selalu terfokus pada
halusinasinya.

3. Dalam melaksanakan TAK, tugas leader adalah


 Mengkordinir jumlah peserta yang telah ditentukan
 Mampu mengatasi masalah yang timbul dalam kelompok
 Memimpin perkenalan, menjelaskan tujuan kegiatan
 Menjelaskan proses kegiatan
 Mendemonstrasikan cara memperkenalkan diri pada orang lain
 Mendemonstrasikan cara tanggapan terhadap pendapat orang lain

4. Berapa jumlah anggota kelompok yang ideal dalam pelaksanaan TAK


Jumlah anggota kelompok kecil dalam pelaksanaan TAK yaitu 8 orang

DAFTAR PUSTAKA

O'brien, P. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik. Jakarta: EGC.


Yusuf. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Asmadi. 2010. Konsep Dasar Keperawatan. Edisi I. Jakarta: EGC
Dalami, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Farida dan Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Kemenkes, 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional
2018, badan peneliti & pengembangan Depkes RI. Jakarta.
Keliat, B.A Dkk, (2014). Model Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta : EGC
Manurung, S. 2011. Keperawatan Profesional. Jakarta: Trans Info Media.
Muhit, A (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakara:

Anda mungkin juga menyukai