DOSEN PEMBIMBING :
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2023
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Kesehatan jiwa memiliki rentang respon adaptif yang
merupakan sehat jiwa, masalah psikososial, dan respon maladaptif yaitu
gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun 2014).
Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive),
kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Menurut Malim (2002) Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab. Umumnya ditandai adanya penyimpangan yang
fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya afek yang tidak
wajar atau tumpul (Yusuf, dkk, 2015)
Berdasarkan hasil survey World Healt Organization (WHO 2013)
menyatakan hampir 400 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan
jiwa. Satu dari empat anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan
seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh
perawatan dan pengobatan dengan tepat.
Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya
gangguan pada fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku,
perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga
mengganggu dalam proses hidup di masyarakat dan timbulah perasaan
tertekan. Hal ini ditandai dengan menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya
pencapaian sebuah keinginan yang akan menurunnya semua fungsi kejiwaan.
Perasaan tertekan atau depresi akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi
sebuah tuntutan akan mengawali terjadinya penyimpangan kepribadian yang
merupakan awal dari terjadinya gangguan jiwa (Nasir, 2011). Secara umum,
klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
3
dibagi menjadi dua bagian, yaitu gangguan jiwa ringan meliputi semua
gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam
perasaan, dan gangguan jiwa berat/kelompok psikosa yaitu skizofrenia
(Yusuf,dkk. 2015).
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa kronik (Mirza, dkk,
2015). Skizofrenia merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala
psikotik, dan gejala tersebut dapat menyebabkan penderita sikzofrenia
mengalami penurunan kualitas hidup, fungsi sosial, dan pekerjaan. Hasil
survey World Healt Organization (WHO 2013) menyatakan saat ini
diperkirakan sekitar 26 juta orang di dunia akan mengalami skizofrenia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013) diperkirakan sekitar 400 ribu
orang yang mengalami skizofrenia (Riskesdas, 2013).
Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala negatif dan gejala
positif. Gejala negatif yaitu menarik diri, tidak ada atau kehilangan dorongan
atau kehendak. Gejala positif yaitu halusinasi, waham, pikiran yang tidak
terorganisir, dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Dari gejala tersebut,
halusinasi merupakan gejala yang paling banyak ditemukan, lebih dari 90%
pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2013). Halusinasi
merupakan terganggunya persepsi dari panca indera seseorang dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar), dimana klien memberi persepsi tentang lingkungan tanpa adanya suatu
objek (Yosep, 2013). Sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa yaitu halusinasi dengar, 20% mengalami halusinasi
penglihatan dan 10% mengalami halusinasi penghidu, pengecap, perabaan.
Halusinasi dapat mengancam dan menakutkan bagi klien walaupun klien
lebih jarang melaporkan halusinasi sebagai pengalaman yang menyenangkan.
Mula-mula klien merasakan halusinasi sebagai pengalaman nyata, tetapi
kemudian dalam proses penyakit tersebut, dia dapat mengakuinya sebagai
halusinasi.
Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah
tanpa sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak
jelas, maka perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi
4
pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu
bagian dari pendekatan holistik pada asuhan klien. Peran perawat dalam
menangani halusinasi antara lain melakukan penerapan standar asuhan
keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk merawat
klien dengan halusinasi.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Halusinasi.
D. MANFAAT PENELITIAN
Studi kasus ini dapat menggambarkan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis, disamping itu dapat memberikan
pengalaman dalam asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ganguan Persepsi Sensori (Halusinasi) adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi (PPNI, 2016).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia, seluruh klien
dengan skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksternal, persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi.
Stimulus internal di persepsikan sebagai suatu yang nyata ada oleh klien.
Halusinasi juga diartikan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara. Halusinasi salah satu gejala dimana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan/
penciuman.
B. KLASIFIKASI
1) HALUSINASI PENDENGARAN
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sehingga mendengar
kata-kata yang jelas berbicara dengan klien, bahkan sampai terjadinya
percakapan lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran yang
didengar klien dimana klien disuruh untuk melakukan sesuatu yang
kadang- kadang yang dapat membahayakan klien dan orang lain.
6
2) HALUSINASI PENGLIHATAN
3) HALUSINASI PENCIUMAN
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau feses,
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Atau merasa
tubuhnya berbau busuk padahal nyatanya tidak.
4) HALUSINASI PENGECAPAN
Halusinasi pengecapan melibatkan indra perasa yang menyebabkan
seseorang merasakan sensasi bahwa sesuatu yang diminum atau
dimakan memiliki rasa yang aneh seperti darah, urin atau feses.
5) HALUSINASI PERABAAN
Dimana klien mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Seperti tersetrum listrik, merasa seolah disentuh atau
digelitik seseorang, padahal tidak ada orang lain. Klien mungkin
merasa bahwa ada serangga yang sedang merayap di kulit atau di
organ-organ dalam tubuh, atau merasa seolah ada semburan api yang
membakar wajah klien.
C. ETIOLOGI
Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis klien
yang mengalami psikotik, khususnya Schizofrenia. Halusinasi dipengaruhi
oleh factor, diantaranya:
1) Faktor predisposisi, yang berkontribusi pada munculnya neurobiology
seperti pada halusinasi antara lain:
7
a. Faktor genetik
Bahwa secara genetic schizophrenia diturunkan melalui
kromosomkromosom tertentu. Namun demikian, kromosom
yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
b. Faktor perkembangan
Apabila perkembangan pada individu mengalami hambatan
dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan
mengalami stress dan kecemasan.
c. Factor neurobiology
Adanya kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien dengan
schizophrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan
juga pada klien schizophrenia terjadi penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter juga tidak
ditemukan tidak normal, khususnya dopamine, serotonin dan
glutamat.
d. Factor neurotransmitter
Adanya ketidakseimbangan neurotransmitter serta dopamine
berlebihan, yang tidak seimbang dengan kadar serotonin.
e. Factor biokimia
Dengan adanya stress yang berlebihan yang dialami seseorang,
maka tubuh akan menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP).
f. Factor psikologis
Adanya perilaku yang pencemas, terlalu melindungi, dingin
dan tidak berperasaan. Dan adanyan hubungan interpersonal
yang tidak harmonis yang akan mengakibatkan stress dan
8
2) Factor presipitasi
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut SDKI PPNI (2016) Gangguan persepsi sensori adalah perubahan
persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi ketika halusinasi memerintahkan pasien untuk melukai
dirinya sendiri atau orang lain. Juga bisa sangat mencela diri sendiri sehingga
menyebabkan pasien mencoba bunuh diri. Komplikasi yang lebih umum
terjadi akibat efek samping antipsikotik. Ini dapat mencakup efek samping
jangka pendek dan jangka panjang, termasuk gejala ekstrapiramidal--distonia,
tardive dyskinesia, parkinsonisme--dan sindrom metabolic serta resiko
mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Psikofarmakoterapi
ludomer.
Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk
injeksi 3 x 5 mg (IM), pemberian injeksi biasanya cukup 3
x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat per
oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan advis dokter (Yosep,
2016).
2) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile,
promactile.
Pada kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100
mg, apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
menjadi 1 x 100 mg pada malam hari saja, atau sesuai
dengan advis dokter (Yosep, 2016).
b. Terapi somatis
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan halusinasi
bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya sehingga diperlukan
beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam upaya
meningkatkan kemampuan untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan
tindakan keperawatan generalis dan spesialis.
a. Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas
Kelompok
Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar
asuhan keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan
halusinasi oleh Carolin (2008), maka tindakan keperawatan
generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan dan
psikomotor yang harus dimiliki oleh klien skizofrenia dengan
halusinasi yang dikemukakan oleh Millis (2000, dalam Varcolis,
Carson dan Shoemaker, 2006), meliputi :
1) Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan
mengatakan stop atau pergi hingga halusinasi dirasakan pergi,
2) Cara menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang
dialaminya untuk meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara
bercakap- cakap dengan orang lain sebelum halusinasi muncul,
3) Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi
13