Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI”


Dosen pengampuh: Yuldensia Avelina, S. Kep, Ns, M.Kep

OLEH
1. NORBERTUS WEODAY
NIM: 011221094
2. ESTER TIA
NIM: 011221094

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA
MAUMERE
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, masalah
gangguan jiwa di dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius.
Paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan
jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini
ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka
pasien gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah suatu
keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan orang
lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA)
keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk
meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa di rumah sakit
jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan,
dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk
menilai dan berespon pada realita.Klien tidak dapat membedakan
rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat,
sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah
penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua panca indera dan terjadi di saat individu sadar penuh
(Depkes dalam Dermawan dan Rusdi, 2013)
Halusinasi juga bisa diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu
objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan/pengecapan). Halusinasi adalah individu
menginterpretasikan stressor yang tidak ada stimulus dari lingkungan
(Depkes RI. 2000). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami perubahan pada stimulus yang mendekat (yang diprakarsai
secara internal/eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-
lebihan/kelainan berespons terhadap stimulus.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar halusinasi?
2. Bagaiman konsep dasar asuhan keperawatan halusinasi?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan konsep dasar halusinasi.
2. Menjelaskan konsep dasar asuhan halusinasi.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Halusinasi


1. Pengertian Halusinasi
Istilah Halusinasi berasal dari bahasa latin hallucinatio yang bermakna
secara mental mengembara atau menjadi linglung. Jardri, dkk. (2013)
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa
stimulus yang nyata (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni, 2018).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami,
dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata
(Kusumawati, 2012).

2. Etiologi Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis
klien yang mengalami psikotik, khususnya skizofrenia. Halusinasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (Muhith, 2015):
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres
dan kecemasan
2) Faktor neurobiology
Ditemukan bahwa korteks prefrontal dan korteks limbik pada
klien dengan skizofrenia tidak pernah berkembang penuh.
Selain itu, klien juga akan mengalami penurunan volume dan
fungsi otak abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak
normal khususnya dopamine, serotonin dan glutamat.
3) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbaangan neurotransmitter serta dopamine
berlebihan sehingga jumlah dopamine tidak seimbang dnegan
kadar serotonin.
4) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima di lingkungan sejak bayi
akan membekas di ingatannya sampai dewasa dan ia akan
merasa di singkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkunganya.
5) Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang
maka di dalam tubuhnya akan di hasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia sehingga menjadi
ketidakseimbangan asetil kolin dan dopamine.
6) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan
mudah terjerumus pada penyelah guna zat adaptif. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam nyata.
7) Faktor genetic
Telah diketahui bahwa secara genetik skizofrenia diturunkan
melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian,
kromosom yang keberapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Anak kembar indentik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah staunya mengalami
skizofrenia, sementara dizygote peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
Skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara
bila kedua oraang tuanya mengalami skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%.

8) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi schizofrenia.
9) Psikologi
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi faktor predisposisi
schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang
suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
waktu tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari halusinasi dapat berupa printah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan implus yang menekan, namum
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengembil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi social
Klien mengaggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata itu
sangatlah membahayakan, klien asik dengan halusinasinya.
Seolah-olah dia merupakan tempat akan memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di
dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika sistem halusinasi
berupa ancaman, dirinya maumpun orang lain. Oleh karna itu,
aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta
menguasakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak langsung.
5) Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menysucikan diri. Ia sering memaki
takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.

3. Tanda dan Gejala Halusinasi


Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai
dari hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun
tanda dan gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subyektif
Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Obyektif

1) Bicara atau tertawa sendiri


2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit

4. Jenis dan tanda Halusinasi


Ada beberapa jenis halusinasi pada klien gangguan jiwa. Sekitar 70%
halusinasi yang dialami gangguan jiwa adalah halusinasi
dengar/suara,20% halusinasi peengelihatan,dan 10% adalah halusinasi
penghidu, pengecapan dan perabaan.
Halusinasi di klasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu Halusinasi
pendengaran, halusinasi pengelihatan,halusinasi pengecapan, halusinasi
penghidu, dan halusinasi perabaan.
Data objektif dikaji dengan cara mengobservasi prilaku klien,
sedangkan data subjektif dikaji melalui wawancara dengan klien.
Berikut merupakan deskripsi kelima jenis halusinasi.
1) Halusinasi dengar/ suara (Auditory-hearing voices or
sounds hallucinations)
Data objektif:
a) Mengarahkan telinga pada sumber suara
b) Marah- marah tanpa sebab yang jelas
c) Bicara atau tertawa sendiri
d) Menutup telinga
Data Subjektif
a) Mendengar suara atau bunyi gaduh
b) Mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan
sesuatu yang berbahaya
c) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
d) Mendegar suara orang yang sudah meninggal
2) Halusinasi pengelihatan (Visual hallucination)
Data objektif
a) Ketakutan pada sesuatu atau objek yang dilihaat
b) Tatapan mata menuju tempat tertentu
c) Menunjuk kearah tertentu
Data Subjektif
a) Melihat mahkluk tertentu, bayangan, seseorang
yang sudah meninggal,sesuatu yang menakutkan
atau hantu, cahaya
3) Halusinasi pengecapan (Gustatory hallucination)
Data objektif
a) Adanya tindakan mengecap sesuatu, gerakan
mengunyah, sering meludah atau seolah-olah
muntah

Data Subjektif
a) Klien seperti sedang merasakan makanan atau rasa
tertentu, atau mengunyah sesuatu.
4) Halusinasi Penghidung (Olfactory Hallucination)
Data objektif
a) Adanya gerakan cuping hidung karena mencium
sesuatu atau mengarahkan hidung pada tempat
tertentu.
Data Subjektif
a) Mencium bau dari bau-bauan tetentu, seperti bau
mayat, masakan, feses, bayi, atau parfum
b) Klien sering mengatakan bahwa ia mencium suatu
bau
5) Halusinasi Perabaan (Tactile Hallucination)
Data objektif
a) Menggaruk-garuk permukaan kulit
b) Klien terlihat menatap tubuhnya dan terlihat
merasakan sesuatu yang aneh seputar tubuhnya
Data Subjektif
a) Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi
tubuh, seperti tangan, serangga atau makhkluk halus
b) Merasakan sesuatu di permukaan kulit, seperti rasa
yang sangat panas dan dingin, atau rasa tersengat
aliran listrik
4. Fase Halusinasi
Fase halusinasi dibedakan menjadi 4 fase yakni (Stuart dan Laraia
dalam Muhith, 2015)

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien


FASE 1 Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum dan tertawa
Comforting seperti ansietas, kesepian, rasa tidak sesuai
ansietas sebagai bersalah dan takut mencoba 2. Menggerekan bibir tanpa
halusinasi untuk befokus pada pikiran suara
menyenangkan menyenangkan untuk 3. Pergerakan mata yang cepat
meredakan ansietas individu 4. Respon verbal yang lambat
mengenal bahwa pikiran- jika sedang asyik
pikiran dan pengalaman 5. Diam dan asyik sendiri
sensori berada dalam kondisi
kesadaran jika ansietas dapat
ditangani dengan nonpsikotik
FASE II Pengalaman sensasi menjijikan 1. Ansietas
Complementing dan menakutkan. Klien mulai 2. Peningkatan denyut
ansietas berat lepas kendali dan mungkin jantung, pernafasan dan
halusinasi mencoba untuk mengambil tekanan darah
memberatkan jarak 3. Rentang perhatian
dengan sumber yang menyempit
dipersepsikan. Klien mungkin 4. Asyik dengan pengalaman
mengalami pengalaman sensori sensori
dan menarik diri dari orang 5. Kehilangan kemampuan
lain membedakan halusinasi dan
realita.

FASE III 1. Klien berhenti melakukan 1. Kemauan yang


Controling perlawanan terhadap dikendalikan halusinasi
ansietas berat halusinasi dan menyerah akan lebih diikuti
pengalaman pada halusinasinya 2. Kesukaran hubungan
sensori jadi 2. Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
berkuasa menarik 3. Rentang perhatian hanya
3. Klien mengalami beberapa detik / menit
pengalaman kesepian jika adanya
sensori halusinasinya 4. Adanya tanda-tanda fisik
berhenti ansietas berat berkeringat,
tremor, tidak mampu
mematuhi perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perintah halusinasi ditaati
7. Tidak mampu mengikuti
perintah dari perawat,
tremor dan berkeringat.

FASE IV 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku error akibat panik


Conquering menjadi mengancam jika 2. Potensi kuat suicide /
Panik klien mengikuti perintah homicide
Umumnya halusinasinya 3. Aktifitas fisik
menjadi 2. Halusinasi berakhir dari merefleksikan isi halusinasi
melebur dalam beberapa jam/ hari jika seperti perilaku kekerasan,
halusinasinya tidak ada intervensi agitasi menarik diri atau
terapeutik katatonic
4. Tidak mampu merespon
perintah yang kompleks
5. Tidak mampu merespon
lebih dari satu orang
6. Agitasi atau kataton
5. Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalan rentang respon
neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat, persepsinya akurat mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi mempersepsikan
suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus tersebut
tidak ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti
dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :

Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi 1. Gangguan


2. Persepsi akurat pikiran pikir/delusi
3. Emosi 2. ilusi 2. Halusinasi
konsisten 3. Reaksi emosi 3. Sulit
dengan berlebihan merespon
pengalaman 4. Perilaku aneh emosi
4. Perilaku sesuai atau tidak 4. Perilaku
5. Berhubungan biasa disorganisasi
sosial 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi


Sumber : Muhith, 2015
Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif meliputi :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan.
Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah
tentang yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
gangguan panca indra
3) Emosi berlebihan atau kurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas untuk menghindari interaksi dengan orang
lain
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
b. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya
dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbul dari hati
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak
teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain
dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

6. Proses Terjadinya Masalah


Halusinasi diawali dengan adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi pada
diri seseorang yang mengakibatkannya merasa cemas dan mencari cara
untuk mengatasi rasa cemasnya. Individu yang tidak memiliki koping
yang adaptifakan mengatasi masalahnya dengan cara yang maladaptif
seperti menarik diri dan membayangkan sesuatu yang berlawanan dari
kenyataan yang dihadapi atau membayangkan sesuatu yang
diharapkannya terjadi dan memenuhi kebutuhannya. Cara yang
dilakukannya ini membuatnya merasa nyaman dan menurunkan rasa
cemasnya. Bila tidak dilakukan intervensi kondisi ini berlanjut, klien
terus menggunakan koping yang maladaptif untuk mengatasi cemasnya.
Lama kelamaan rasa nyaman yang diperolehnya berubah menjadi rasa
yang menakutkan karena pada perkembangan selanjutnya klien
mendengar suara-suara yang mengancamnya. Sementara klien sudah
tidak mampu lagi mengontrolnya. Bila tidak diintervensi, akibat dari rasa
takut atau menuruti perintah suara-suara, klien dapat melakukan hal yang
membahayakana dirinya, orang lain atau lingkungan disekitarnya
(Videback,2008)
7. Penatalaksanaan Halusinasi

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara:


a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan
dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,
kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik
secara fisik atau secara emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkan hendaknya psien diberitahu tindakan yang akan di
lakukan.
b. Melakukan program terapis dokter
Seringkali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Perawat harus mengamati
agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang
diberikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi dan membantu maengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak untuk mengaktifkan diri dengan melakukan gerakan
fisik, misalnya berolahraga, bermain atau melakukan kegiatan. Fisik,
misalnya berolahraga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk kehidupan dengan orang lain. Paisen diajak untuk
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam perawatan.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data
pasien agar adanya kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien
diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain didekatnya suara-suara itu tidak
terdengar dengan jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri melainkan menyibukkan diri dengan kegiatan atau
aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya diberitahuakn kepada kelurga pasien dan
petugas lainnya agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang diberikan tidak bertentangan.

POHON MASALAH

 EFEK : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan

Perubahan sensori perseps : Halusinasi


 COR PROBLEM :

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronis


 ETIOLOGI :

(Sumber: Keliat, 2006)


B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari
proes keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data
pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki
(Afnuhazi, 2015) :
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian,
tanggal dirawat, nomor rekam medis.
b. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara
sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa
tujuan, membanting peralatan dirumah, menarik diri.
c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan
kurang berhasil dalam pengobatan
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan
dalam keluarga

3) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter


4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina
stuktur otak, kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan
kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan
dalam keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
klien serta konflik antar masyarakat.
e. Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
f. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai,
identifikasi diri : klien biasanya mampu menilai
identitasnya, peran diri klien menyadari peran sebelum sakit,
saat dirawat peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai
diri, harga diri klien memilki harga diri yang rendah
sehubungan dengan sakitnya.
5) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan
keluarga.
6) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa
dipandang tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan
ibadah klien biasanya menjalankan ibadah di rumah
sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat
berlebihan.

g. Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau
cocok dan berubah dari biasanya
2) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti
kehilangan, tidak logis, berbelit-belit
3) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa
gerakan yang abnormal.
4) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
5) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
6) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan
pembicaraan.
7) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait
tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan
tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang
lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak
dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak,
takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
8) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut
dan merasa aneh terhadap klien.
9) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan
memproses stimulus internal dan eksternal melalui proses
informasi dapat menimbulkan waham.
10) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang,
tempat dan waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek, mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan
peraturan yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien
berulang kali menanyakan waktu, menanyakan apakah
tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu
hal.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap
realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar
berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah
mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam
memberikan perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan, menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga
tidak mampu melaksanakan keputusan yang telah
disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan dan
diucapkan adalah salah.
14) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan. Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian
terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana
termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah
disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil
keputusan merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini sering
mempengaruhi motivasi dan insiatif klien

h. Kebutuhan persiapan klien pulang


1) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung
tidak memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan
karena tidak memiliki minat dan kepedulian.
2) BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK
serta kemampuan klien untuk membersihkan diri.
3) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak
mandi sama sekali.
4) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
5) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam
: biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya
datang.

6) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga
dan sistem pendukung sangat menentukan.
7) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah
seperti menyapu.
i. Aspek medis
1) Diagnosa medis : Skizofrenia
2) Terapi yang diberikan :
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya
diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP),
chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti
parkinson trihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine.

3. Diagnosa Keperawatan
Dari askep ini diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran.
4. Intervensi Keperawatan

Diagnosis Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
Evaluasi
(TUK/TUM)

Ganguan TUM : 1. Ekspresi 1.1 Bina hubungan Hubungan


perubahan wajah saling percaya dengan saling percaya
Klien tidak
sensori persepsi: bersahabat, mengemukakan merupakan
mencederai
Halusinasi menunjukan prinsip komunikasi dasar untuk
diri sendiri,
dengar (auditori) rasa senang, terapeutik : memperlancar
orang lain,
ada kontak interaksi yang
dan a. Sapa klien dengan
mata, mau selanjutnya
lingkungan ramah baik verbal
berjabat akan dilakukan
maupun non verbal
TUK I :
tangan,
b. Perkenalkan diri
Klien dapat manyebutkan
dengan sopan
membina nama, mau
hubungan menjawab c. Tanyakan nama
saling salam, klien lengkap dan nama
percaya mau duduk panggilan yang
berdampinga disukai klien
n dengan
d. Jelaskan tujuan
perawat, mau
pertemuan
menutarakan
e. Tunjukan sikap
masalah yang
empati dan menerima
dihadapinya
klien apa adanya

f. Beri perhatian pada


klien dan perhatian
kebutuhan dasar klien

TUK 2 : 1. 1.1 Adakan kontak Selain untuk


Klien dapat sering dan singkat mengambil
mengenal bertahap hubungan
halusinasinya saling percaya,
1.2 Observasi tingkah
kontak sering
laku klien yang terkait
dan singkat
dengan halusinasinya:
akan memutus
bicara dan tertawa
halusinasiya
tanpa stimulus dan
memandang ke
kiri/kanan kedepan Mengenal
seolah-olah ada teman prilaku klien
bicara pada saat
1.3. Bantu klien halusinasi
mengenal terjadi dapat
halusinasinya dengan memudahkan
cara: perawat dalam
melakukan
a. Jika menemukan
intervensi
klien sedang
berhalusinasi:tanyak
an apakah ada suara
yang didengarnya
Mengenal
b. Jika klien halusinasi
menjawab ada, memungkinkan
lanjutkan: apa yang klien
dikatakan suara itu. menghindar

Katakan bahwa faktor

perawat percaya timbulnya

klien mendengar halusinasi

suara itu, namun


perawat sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh/menghaki
mi)

c. Katakan bahwa
klien lain juga ada
yang seperti klien

d. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
Pengetahuan
2.1 Diskusikan tentang Waktu,
dengan klien: isi, dan
2. Klien
frekuensi
dapat a. Situasi yang
munculnya
mengungkap menimbulkan atau
halusinasi
kan bagaiman tidak menimbulkan
dapat
perasaannya halusinasi (jika
mempermudah
terhadap sendiri jengkel atau
perawat.
halusinasi sedih)
tersebut.
b. Waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi ( pagi,
sore dan malam:
terus menerus atau
Mengidentifika
sewaktu-waktu)
si pengaruh
2.2 Diskusikan dengan
halusinasi pada
klien tentang apa
klien.
yang dirasakannya
jika terjadi
halusinasi (marah,
takut, sedih, dan
senang) beri
kesempatan pada
klien untuk
mengungkapkan
perasaannya

TUK 3: Klien 1. Klien 1.1 Bersama klien, Usaha untuk


dapat dapat identifikasi tindakan memutusk
mengontrol menyebutk yang dilakukan jika halusinasi,
halusinasi an terjadi halusinasi sehingga
tindakan (tidur, marah, halusinasi
yang menyibukkan diri, tidak muncul
biasanay dll) kembali.
dilakukan Penguatan
1.2 Diskusikan manfaat
untuk (rein
dan cara yang
mengendal Forcement)
digunakan klien.Jika
ikan dapat
bermanfaat beri
halusinasin meningkatkan
pujian klien
ya harga diri klien

Memberikan
2. Klien dapat 2.1 Diskusikan dengan
alternatif
menyebutkan klien tentang cara
pilihan untuk
cara baru baru mengontrol
mengontrol
mengontrol halusinasinya:
halusinasi
halusinasi
a. Menghardik/
mengusir/ tidak
memedulikan
halusinasinya

b. Bercakap-cakap
dengan orang lain
jika halusinasinya
muncul

c. Melakukan kegiatan

3. Klien sehari-hari Meningkatkan


dapat 3.1 Beri contoh cara pengetahuan
mendemon menghardik klien dan
strasikan halusinasi: memutus
cara halusinasi
“pergi! Saya tidak
menghardi
mau mendengar
k/
kamu, saya mau
mengusir/
mencuci pring/
tidak
bercakap-cakap
memedulik Harga diri
dengan suster”
an meningkat
halusinasin 3.2 Beri pujian atas
Meberi klien
ya keberhasilan klien
untuk mencoba
3.3 Minta klien kesempatan
mengikuti contoh yang telah
yang diberikan dan dipilih.
mengulanginya.
Memudahkan
3.4 Susun jadwal klien dalam
latihan klien dan mengendalikan
mengisi jadwal halusinasi
kegiatan (self
4. Klien Stimulus
evaluation
dapat persepsi dapat
4.1 Anjurkan klien mengurangi
mengikuti
untuk mengikuti perubahan
aktivitas
terapi aktivitas interpretasi
kelompok
kelompok, orientasi realita akibat
realita, stimulus adanya
5. Klien persepsi. halusinasi
dapat
mendemonstr Dengan
asikan 5.1 Klien dapat mengetahui
kepatuhan menyebutkan prinsip
minum obat Jenis, dosis, penggunaan
untuk waktu minum obat, maka
mencegah obat, serta kemandirian
halusinasi manfaat obat klien dalam hal

tersebut pengobatan

Prinsip 5 dapat

benar: benar ditingkatkan

orang, benar
obat, benar
dosis, benar
waktu, dan
benar cara Dengan

pemberian menyebutkan

5.2 Diskusikan dosis,

dengan klien frekuensi, dan

tentang jenis caranya, klien

obat yang melaksanakan

diminum program

(nama,warna, pengobatan

dan besarnya:
waktu minum
obat (Jika 3x:
Pukul 07.00,
13.00, 19.00)
dosis, cara
5.3 Diskusikan
proses minum
obat
a. Klien
meminta
obat
kepada
perawat
(jika di
rumah
sakit),
kepada
keluarga
(jika
dirumah)
b. Klien
memeriksa
obat sesuai
dosisnya
c. Klien
minum Dengan
obat pada mengetahui
waktu yang efek samping,
tepat klien akan tahu
5.4 Anjurkan klien apa yang harus
untuk bicara dengan dilakukan
dokter mengenai setelah minum
manfaat dan efek obat
samping obat yang di
rasakn

TUK 4: 1. Keluarga 1.1 Diskusikan dengan Untuk


dapat kelurga pada saat meningkatkan
Keluarga
menyebutk berkunjung: pengetahuan
dapat
an seputar
merawat a. Gejala halusinasi
klien di pengertian, yang dialami klien halusinasi dan
rumah dan tanda, dan perawatannya
b. Cara yang dapat
menjadi tindakan pada pihak
dilakukan klien dan
sistem untuk kelurga.
kelurga untuk
pendukung mengendal
memutuskan
yang efektif ikan
halusinasi.
untuk klien halusinasi
c. Cara merawat
anggota kelurga
dengan gangguan
halusinasi dirumah:
Beri kegiatan,
jangan biarkan
sendiri, makan
bersama, pergi
bersama, jika klien
sendirian dirumah,
lakukan kontak
melalui telpon.

d. Beri informasi
tentang tindak lanjut
(follow up) atau
kapan perlu
mendapatkan
bantuan: halusinasi
tidak terkontrol dan
resiko mencederai
orang lain Dengan
2. Keluarga
menyebutkan
dapat 2.1 Diskusikan dengan
dosis,
menyebutkan keluarga tentang
frekuensi, dan
jenis,dosis,wa jenis,dosis,waktu
caranya,
ktu pemberian,manfaat,
pemberian,m dan efek samping keluarga
anfaat,serta obat melaksanakan
efek samping program
2.2 Anjurkan kepada
obat pengobatan
kelurga untuk
berdiskusi dengan Dengan
dokter tentang mengetahui
manfaat dan efek efek samping,
samping obat keluarga akan
tahu apa yang
harus
dilakukan
setelah minum
obat.

5. Implementasi Keperawatan

a. Pelaksanaan strategi bagi pasien

Strategi Pelaksanaan I:
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusiansi dengan
cara pertama: menghardik halusinasi

a) Fase Orientasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/ masalah/ keluhan utama
c) Validasi kemampuan klien
d) Kontrak waktu dan tempat
e) Topik/ tindakan yang akan dilakukan
f) Tujuan pertemuan
b) Fase kerja
a) Mengidentifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon
b) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi menghardik minum
obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan
c) Melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
d) Melatih klien memasukan latihan menghardik dalam jadwal
kegiatan harian
c) Fase Terminasi
a) Evaluasi perasaan (subjektif)
b) Evaluasi kemampuan kliee (ojektif)
c) Rencana latihan klien
(1) Latihan menghardik 2 x sehari
d) Rencana tindakan keperawatan lanjutan (kedua)
Latihan minum obat secara teratur menggunakan prinsip 6 benar

Strategi Pelaksanaan 2:

Latihan Patuh minum obat

a) Fase orientasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/ maslah/ keluhan utama
c) Kontrak waktu dan tempat
d) Evalauasi tanda dan gejala halusinasi
e) Validasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya
dengan menghardik
f) Topik/ tindakan yang akan dilakukan
g) Tujuan pertemuan
b) Fase terminasi
a) Evaluasi perasaan (subjektif)
b) Evaluasi kemampuan klien (ojektif)
c) Rencana latihan klien
(1) Latiahan menghardik 2x sehari
(2) Latihan minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal
minum obat

d) Rencana tindakan keperawatan lajutan (ketiga)

(1) Latihan mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap

Strategi Pelaksanaan 3:

Bercakap-cakap

a) Fase orientasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/ maslah/ keluhan utama
c) Kontrak waktu dan tempat
d) Evalauasi tanda dan gejala halusinasi
e) Validasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya
dengan menghardik minum obat secara teratur
f) Topik/ tindakan yang akan dilakukan
g) Tujuan pertemuan
b) Fase Kerja
a) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
b) Melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat
halusinasi
c) Melatih memasukan kegiatan mengontrol halusinasi dengan
bercap-cakap kedalam jadwal klien
c) Fase terminasi
d) Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
e) Melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat
terjadi halusinasi
f) Rencana latihan klien
(1) Latiahan menghardik 2x sehari
(2) Latihan minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal
minum obat
(3) Latihan mengontrol halusinasi dengan bercakp-cakap

d) Rencana tindakan keperawatan lajutan (Keempat)

Strategi Pelaksanaan 4:

Melakukan aktivitas sehari-hari

a) Fase orientasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/ maslah/ keluhan utama
c) Kontrak waktu dan tempat
d) Evalauasi tanda dan gejala halusinasi
e) Validasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya
dengan menghardik minum obat secara teratur, bercakap-cakap
f) Topik/ tindakan yang akan dilakukan
g) Tujuan pertemuan
b) Fase Kerja
a) Melatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
harian (mulai 2 kegiatan)
b) Melatih klien memasukan kegiatan harian untuk mengontrol
halusinasi kedalam jadwal klien

c) Fase terminasi
a) Evaluasi perasaan (subjektif)
b) Evaluasi kemampuan klien (objektif)
c) Rencana latihan klien
(1) Latiahan menghardik 2x sehari
(2) Latihan minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal
minum obat
(3) Latihan mengontrol halusinasi dengn bercakap-cakap
(4) Latihan mengontrol halusinasi dengan kegiatan harian

d) Rencana tindakan keperawatan lajutan (ke lima)

(1) Latihan mengontrol halusinasi dengan menghardik, minum


obat secara teratur, bercakap-cakap dan kegiatan harian.

b. Pelaksanaan strategi pelaksanaan bagi keluarga

SP 1: Mengenal masalah dalam merawat pasien halusinasi dan melatih


mengontrol halusinasi pasien dengan menghardik

1) Fase Orintasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/masalah/keluhan dalam merawat klien
c) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
d) Kontrak waktu dan tempat
e) Topik/tindakan yang akan dilakukan
f) Tujuan pertemuan

2) Fase Kerja

a) Mengidentifikasi masalah yang di rasakan pasien dalam


merawat pasien halusinas
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
halusinasi
c) Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
d) Melatih keluarga cara membimbing klien unruk mengontrol
halusinasi dengan manghardik dan memberi pujian
e) Menganjurkan keluarga memotivasi dan membimbing klien
untuk memasukan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan
harian

3) Fase terminasi

a) Evaluasi perasaan
b) Evaluasi kemampuan Keluarga
c) Rencana asuhan keluarga pada klien
(1) Latiahan membimbing klien mengontrol halusinasi dengan
menghardik 2x sehari

d) Menyepakati rencana pertemuan berikutnya (pertemuan kedua)

SP 2: Melatihan keluarga merawat pasien halusinasi dengan 6 benar


minum obat

a) Fase orientasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/ maslah/ keluhan dalam merawat klien
c) Kontrak waktu dan tempat
d) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dalam
membimbing klien mengontrol halusinasinya menghardik
e) Topik/ tindakan yang akan dilakukan
f) Tujuan pertemuan
b) Fase Kerja
a) Menjelaskan kepada keluarga klien cara mengontrol halusinasi
dengan minum obat secara teratur menggunakan prinsip 6
Benar
b) Melatih keluarga cara membimbing klien minum obat secara
teratur menggunakan prinsip 6 Benar
c) Menganjurkan keluarga membantu klien latihan minum obat
sesuai jadwal dan berikan pujian
c) Fase Terminasi
a) Evaluasi perasaan
b) Evaluasi kemampuan keluarga
c) Rencana asuhan keperawatan pada klien
(1) Latihan membimbing klien mengontrol halusinasi dengan
menghardik 2x sehari
(2) Latihan membimbing klien mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal minum obat

d) Menyepakati rencana pertemuan berikutnya (pertemuan ketiga)

(1) Latihan membimbing klien mengontrol halusinasi dengan


bercakap-cakap

SP 3: Melatih keluarga merawat pasien Halusinasi dengan Bercakap-


cakap dan melakukan kegitan

a) Fase orientasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/ maslah/ keluhan dalam merawat pasien
c) Kontrak waktu dan tempat
d) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dalam
membimbing klien mengontrol halusinasi dengan menghardik,
minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal minum obat
e) Topik/ tindakan yang akan dilakukan
f) Tujuan pertemuan
b) Fase Kerja
a) Melatih keluarga membimbing klien mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap
b) Melatih dan menyediakan waktu bercakap-cakap dengan klien
terutama saat halusinasi
c) Menganjurkan kleuarga membantu klien latihan mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap sesuai jadwal dan berikan
pujian

c) Fase terminasi
a) Evaluasi pertemuan
b) Evaluasi kemampuan keluarga
c) Rencana latihan kelurga pada klien
(1) Latiahan membimbing keluarga mengontrol klien halusinasi
dengan menghardik 2x sehari
(2) Latihan membimbing keluarga mengontrol halusinasi klien
dengan minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal
minum obat
(3) Latihan membimbing dan menyediakan waktu bercakp-
cakap terutama saat halusinasi muncul

d) Menyepakati rencana pertemuan berikutnya (Pertemuan


Keempat)

(!) Latihan membimbing klien mengontrol halusinasi dengan


kegiatan harian

SP 4: Melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk Follow up


pasien halusinasi

a) Fase orientasi
a) Salam
b) Evaluasi perasaan/ maslah/ keluhan dalam merawat klien
c) Kontrak waktu dan tempat
d) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dan
membimbing klien mengontrol halusinasi dengan menghardik
minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal minum obat,
bercakap-cakap
e) Topik/ tindakan yang akan dilakukan
f) Tujuan pertemuan
b) Fase Kerja
a) Menjelaskan cara follow up ke RSJ / PKM, mengevaluasi tanda
kambuh dan cara melakukan ruujukan ke RSJ / PKM
b) Menganjurkan kelurga membantu klien dalam melakukan
followup dan deteksi tanda kekambuhan sesuai jadwal dan
berikan pujian

c) Fase terminasi

a) Evaluasi perasaan
b) Evaluasi kemampuan keluarga
c) Rencana asuhan keluarga pada klien
(1) Latiahan membimbing klien mengontrol halusinasi dengan
menghardik 2x sehari
(2) Latihan membimbing keluarga mengontrol klien halusinasi
untuk minum obat secara teatur sesuai jadwal minum obat
(3) Latihan membimbing dan menyediakan waktu bercakap-
cakap terutama saat halusinasi muncul
(4) Latihan membimbing keluarga untuk mengontrol klien
halusinasi dengan kegiatan harian

d) Menyepakati rencana pertemuan berikutnya (pertemuan kelima)

(1) Latihan membimbing keluarga mengontrol klien halusinasi


dengan menghardik, minum obat secara teratur, bercakap-cakap
dan kegiatan harian.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien


merasakan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,
pengelihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Halusinasi merupakan
salah satu dari sekian bentuk psikopatologi yang paling parah dan
membingungkan. Secara fenomenalogis, halusinasi adalah gangguan yang
paling umum dan paling sering. Selain itu, halusinasi dianggap sebagai
karakteristik Psikosis.

Dalam memberikan asuhan keperawatam pada klien dengan halusinasi,


ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan
secara terus menerus dan membina hubungan saling percaya yang dapat
menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhaan keperawatan.

Selain petugas atau perawat melakukan tindakan asuhan keperawatan,


dukungan kelurga sangat dibutuhkan petugas dalam hal ini kerja sama untuk
memberikan data yang diperlukan petugas untuk memberikan perawatan pada
klien dengan halusinasi. Sehingga dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa
peran serta keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan klien dengan
masalah Halusinasi.

B. SARAN

Sebagai mahasiswa harus dapat melakukan asuhan keperawatan pada


klien dengan halusinasi sesuai dengan tahapan- tahapan askep dan dapat
mengidentifikasi jenis-jenis halusinasi dan bagaimana penatalaksanaanya.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A.,(2001) Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CHMN-Basic


Course) Jakrta: EGC

Stuart, Gail Wiscartz., (1998), Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta:
EGC

Wuryaningsih, dkk (2015). Keperawatan Jiwa I. UPT Perecetakan: Universitas


Jember

Sutejo, (2021) Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Pustaka Baru press

Anda mungkin juga menyukai