Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PADA GANGGUAN HALUSINASI

1. LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal ( dunia luar ). Halusinasi atau

salah persepsi indrawi yang tidak berhubungan dengan stimulus eksternal yang nyata,

mungkin melibatkan salah satu dari lima indra (Townsend, 2002).

Halusinasi merupakan individu menginterpretasikan stressor yang tidak ada,

stimulus dari lingkungan (Depkes RI, 2000).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan ekstrenal (dunia luar). Klien memberi

persepsi pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.

Gangguan penyerapan/persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar.

Gangguan ini dapat terjadi pada sistem pengindraan pada saat kesadaran individu

tersebut penuh dan baik. Dengan kata lain, klien berespon terhadaprangsangan yang

tidak nyata, hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 2008).

B. Etiologi

Menurut teori (Stuart & Sudden, 2007) berdasarkan Teori Biokimia halusinasi

terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stress yang mengakibatkan terlepasnya zat

halusinogenik neurotik (buffofenon dan dimethytransferase). Berdasarkan Teori


Psikoanalisis merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar

yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

a) Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber

yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien

maupun maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi faktor perkembangan,

sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetik.

a. Faktor perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu,

maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.

b. Faktor sosiokultural

Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan,

sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya

c. Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stress

yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytransfarase (DMP).

d. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis sertaadanya peran ganda bertentangan

yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang

tinggi berakhir pada gangguan orientasi realistis.

e. Faktor genetik

Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui,tetapi hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh

pada penyakit ini.

b) Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,

ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya.adanya

rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak

diajak berkomunikasi, objek yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi atau

terisolasi serig menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan

stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

c) Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman, gelisah

dan bingung, berperilaku yang busa merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu

mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.

(Rawlins dan Heacock, 1993 dalam fitria, 2009) mencoba memecahkan masalah

halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai makhluk


yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi

dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai berikut :

a. Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi rangsangan eksternal yang

dibagikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,

intoksikasi alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat diatasi

merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah

memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut

hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.

c. Dimensi Intelektual

Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi akan

memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan

usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak

jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

d. Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan kecenderungan

untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan

tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri

yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut

dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam

melaksanakan intervensi keperawatan pada klien yang mengalami halusinasiadalah

dengan mengupayakan suatu prose interaksi yang menimbulkan pengalaman

interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika

klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.

e. Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia

lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami halusinasi

cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan

keberadaanya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat

halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan kontrol terhadap kehidupan nyata.

d) Sumber Koping

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi

seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber

koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal

untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu

seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi

strategi koping yang efektif.

e) Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress,

termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain

yang digunakan untuk melindungi diri.


C. Patofisiologi

Menurut Stuart & Laria 2005, halusinasi berkembang melalui empat fase

yaitu sebagai berikut :

1) Tahap 1 (Non-psikotik)

Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada

klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini

halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien. Dengan

karakteristik mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan

ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang

dapatbmenghilangkan kecemasan, pikiran dan pengalaman

sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran. Perilaku yang muncul

tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara,

pergerakan mata yang cepat, respons verbal lambat, diam, da

berkonsentrasi.

2) Tahap 2 (non-psikotik)

Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan

mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang

ada dapat menyebabkan antipati. Dengan karakteristik pengalaman

sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman

tersebut, mulai merasa kehilangan kontrol, menarik diri dengan

orang lain. Perilaku yang muncul terjadi peningkatan denyut

jantung, pernafasan, dan tekanan darah, perhatian terhadap

lingkungan menurun, konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun


menurun, kehilangan kemampuan dalam membedakan antara

halusinasi dan realita.

3) Tahap 3 (psikotik)

Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat

kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Dengan

karakteristik klien menyerah dan menerima pengalaman

sensorinya, isi halusinasi menjadi atraktif, klien menjadi kesepian

bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku yang muncul klien

menuruti perintah halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain,

perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat, tidak mampu

mengikuti perintah yang nyata, klien tampak tremor dan

berkeringat.

4) Tahap 4 (psikotik)

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien tampak

panik. Perilaku yang muncul resiko tinggi mencedarai, agitasi/kataton,

tidak mampu merespon rangsangan yang ada.

Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali

dengan seseorang yang ,menarik diri dari lingkungannya karena orang

tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi

dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan,

maka akan beresiko terhadap perilaku kekerasan.

Effect resiko tinggi perilaku kekerasan


Core problem perubahan persepsi sensori : halusinasi

Causa isolasi sosial

HDR Kronis

D. Jenis halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi dengar (klien  Bicara atau  Mendengar
mendengar suara/bunyi tertawa sendiri. suara-suara/kega
yang tidak ada  Marah-marah duhan.
hubungannya dengan tanpa sebab.  Mendengar suara
stimulus yang  Mendekatkan yang mengajak
nyata/lingkungan). telinga ke arah bercakap-cakap.
tertentu.  Mendengar suara
 Menutup telinga. menyuruh
melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi penglihatan  Menunjuk-  Melihat
(klien melihat gambaran nunjuk ke arah bayangan, sinar,
yang jelas/samarterhadap  tertentu. bentuk
adanya stimulus yang  Ketakutan pada geometris,
nyata dari lingkungan dan sesuatu yang kartun, melihat
orang lain tidak tidak jelas. hantu, atau
melihatnya). monster.
Halusinasi penciuman  Mengendus-  Membaui bau-
(klien mencium suatu bau endus seperti bauan seperti bau
yang muncul dari sumber membaui bau- darah, urine,
tertentu tanpa stimulus bauan tertentu. feses, dan
yang nyata).  Menutup hidung terkadang bau-
bau tersebut
menyenangkan
bagi klien.
Halusinasi  Sering meludah  merasakan rasa
pengecapan(klien  Muntah seperti darah,
merasakan sesuatu yang urine, atau feses.
tidak nyata, biasanya
merasakan rasa makanan
yang tidak enak).
Halusinasi  Menggaruk-  Mengatakan ada
perabaan(klien garuk serangga di
merasakan sesuatu pada permukaan kulit. permukaan kulit.
kulitnya tanpa ada  Merasa seperti
stimulus yang nyata). tersengat listrik.
E. Penatalaksanaan Medis (psikofarmako) (yosep, 2009)

1. Chlorpromazine

a. Indikasi

Indikasi obat ini untuk sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma

sosial dan tilik diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental

seperti : waham dan halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh

atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari

seperti tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

b. Mekanisme Kerja

Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak, khususnya system

ekstra pyramidal.

c. Efek Samping

• Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang antara

sadar atau tidak sadar.

• Gangguan Otonomi (hipotensi) antikolinergik atau parasimpatik,

seperti mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung

tersumbat, mata kabur, terkena intraokuler meninggi, gangguan

irama jantung.

• Gangguan ekstrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia syndrom

parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.

d. Kontra Indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi

(kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris (panas),

ketergantungan obat, penyakit SSP (sistem saraf pusat), gangguan kesadaran

disebabkan oleh depresan.

e. Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di berikan 3x100mg.

Apabila kondisi klien sudah stabil dosisnya dikurangi menjadi 1x100mg

pada malam hari saja.

2. Haloperidol (HLP)

a. Indikasi

indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, baik dalam kemampuan menilai realitas,

F. Strategi Pelaksanaan Halusinasi

1.Tindakan Keperawatan untuk Pasien

a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

1). Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.

2). Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.

3). Pasien dapat mengontrol halusinasinya.

b. Tindakan Keperawatan

1).Membantu pasien mengenali halusinasi.

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya

dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang

didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,


situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat

halusinasi muncul.

2) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu

mengontrol halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah

terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:

a) Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih

untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak

mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan

mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.

Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak

akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.

Tahapan tindakan meliputi:

 Menjelaskan cara menghardik halusinasi.

 Memperagakan cara menghardik.

 Meminta pasien memperagakan ulang.

 Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.

b) Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk

menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan

jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga

akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka


untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien

perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.

Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:

 Jelaskan guna obat.

 Jelaskan akibat bila putus obat.

 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.

 Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar

obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).

c) Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan

orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi

distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah

satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan

bercakap-cakap dengan orang lain.

d) Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas

secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri

yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami

halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara

beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari

dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:

• Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi.

• Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.

• Melatih pasien melakukan aktivitas.

• Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang

telahdilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi

sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.

• Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan

terhadap perilaku pasien yang positif.

2. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga

a. Tujuan:

1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit maupun di

rumah.

2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

b. Tindakan Keperawatan

Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di

rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh.

Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah).

Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu

mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika

keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk
memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan

pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung

yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di

rumah.

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien

halusinasi adalah:

1). Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2). Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi

yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan

cara merawat pasien halusinasi.

3). Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien

dengan halusinasi langsung di hadapan pasien

4). Buat perencanaan pulang dengan keluarga

Anda mungkin juga menyukai