Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

R DENGAN
GANGGUAN “PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
PENDENGARAN” DI KELURAHAN
LONRAE

SULFIANA
BT2101028
II A

CI LAHAN CI INSITITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA


WATAMPONE
2023
I. KONSEP MEDIK
A. DEFENISI
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi biasanya muncul pada klien gangguan jiwa
diakibatkan terjadinya perubahan orientasi realita,klien meraskan
stimulasi yang sebetulnya tidak ada. Dampak yang muncul akibat
gangguan halusinasi adalah hilangannya kontrol diri yang menyebabkan
seseorang menjadi panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi
(Pardede, et al 2021).
Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien
mendengar suara-suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa
sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan
kenyataan yang dialaminya (Titania & Maula 2020).
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi
pengalaman indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indera
yang salah), dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghidung, pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Putri, 2017). Halusinasi pendengaran paling sering terjadi
ketika klien mendengar suara -suara, halusinasi ini sudah melebur dan
pasien merasa sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara
khayalan dan kenyataan yang dialaminya (Pardede, et al 2021).
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia membedakan antara rangsangan internal
dan rangsangan eksternal dari klien, klien memberikan persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa adanya objek atau rangsangan yang
nyata, sedangkan yang kita ketahui bahwa halusinasi pendengaran yaitu
persepsi dari panca indera atau respon pendengaran terhadap rangsangan
yang tidak mempengaruhi perilaku individu.
B. ETIOLOGI
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogen neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya, klien lebihmemilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan
energi ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari
lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama
tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga
suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab
Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual : Secara sepiritual klien Halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk
menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

C. PATOFISIOLOGI
Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020):
1. Fase Pertama / Sleep disorder
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinyabanyak masalah.
Masalah makin terasa sulit karna berbagai stressor terakumulasi,
misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah
dikampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi
sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah
sangat buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunanlamunan awal tersebut
sebagai pemecah masalah.
2. Fase Kedua / Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa
nyaman dengan halusinasinya
3. Fase Ketiga / Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai
berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.
4. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir.
Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
5. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiet
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancamdengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi
dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien
tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik
berat.

D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien
serta ungkapan pasien (Pardede & Ramadia, 2021) adalah sebagai berikut :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata cepat
4. Menutup telinga
5. Respon verbal lambat atau diam
6. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
7. Terlihat bicara sendiri
8. Menggerakkan bola mata dengan cepat
9. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
10. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
11. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
12. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
13. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
14. Gelisah, ketakutan, ansietas
15. Peka rangsang
16. Melaporkan adanya halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes 2012 tanda dan gejala halusinasi dinilai
dari hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda
dan gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut ;
1. Data Subjektif
Klien mengatakan :
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
f. Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
g. Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
2. Data Objektif
a. Bicara atau tertawa sendiri
b. Marah marah tanpa sebab
c. Mengarahkan telinga kearah tertentu
d. Menutup telinga
e. Menunjuk kearah tertentu
f. Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
h. Menutup hidung
i. Sering meludah
j. Menggaruk garuk permukaan kulit
E. KOMPLIKASI
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan
Tindakan perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya
Perintah sehingga rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku
kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali Dengan adanya
perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh Lingkungan sehingga
individu akan menyingkir dari hubungan Interpersonal dengan orang lain
(keliat,2014). Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien dengan masalah
utama gangguan sensori persepsi: halusinasi, Antara lain: resiko prilaku
kekerasan, harga diri rendah.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Yang di kaji adalah tanda- tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, dan
tekanan darah), berat badan,tinggi badan, serta keluhan fisik yang
dirasakan klien. Serta pemeriksaan laboratorium berupa cek darah dan
urin dan juga pemeriksaan narkoba bila di perlukan.

G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan medis pada pasien
halusinasi pendengaran dibagi menjadi dua:
1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol
1) Klasifikasi : antipskotik, neuroleptic, butirofenon
2) Indikasi Penatalaksanaan, Psikosis kronik dan akut,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada
anak-anak.
3) Mekanisme Kerja, Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat
belum dipenuhi sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf
pusat pada tingkat subkortikal formasi retricular otak,
mesenfalon dan batang otak.
4) Kontraindikasi, Hipersensivitas terhadap obat ini pasien depresi
SSP dan sumsum tulang belakang, kerusakan otak subkortikal,
penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) EfekSamping, Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing,
mulut kering dan anoreksia.
b. Clorpromazin
1) Klasifikasi:sebagaiantipsikotik,antiemetic.
2) Indikasi, Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase
mania pada gangguan bpolar, gangguan skizofrenia, ansietas
dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebih.
3) MekanismeKerja, Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat
belum dipahami spenuhnya, namun berhubungan dengan efek
antidopaminergik. Antipsikotik dapatmenyekat reseptor
dipamine postsinaps pada ganglia basa, hipotalamus, system
limbic, batang otak dan medulla.
4) Kontraindikasi, Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma
atau depresi sumsum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati,
ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 tahun dan wanita
selama masa kehamilan dan laktasi.
5) EfekSamping, Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing,
hipertensi, ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
c. Trihexypenidil ( THP )
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi S egala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal
berkaitan dengan obat antiparkinson.
3) MekanismeKerja, Mengorks ketidakseimbangan defisiensi
dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum,
asetilkolin disekat oleh sinaps untuk menguragi efek kolinergik
berlebihan.
4) Kontraindikasi, Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma
sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3
tahun.
5) EfekSamping, Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut
kering, mual dan muntah.
2. Terapi Non Farmakologi
a. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi : Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b. Elektro Convulsif Therapy ( ECT ), Merupakan pengobatan secara
fisik meggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara
kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa
terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan
dapat permudahk kontak dengan orang lain.
Pengekangan atau pengikatan, Pengembangan fisik menggunakan
pengekangannya mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan dan
pergelangan kaki dimana klien pengekangan dimana klien dapat
dimobilisasi dengan membalutnya, cara ini dilakukan padda klien
halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya:
marah-marah atau mengamuk.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari
proes keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data
pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki
(Afnuhazi 2015):
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal
dirawat, nomor rekam medis.
2. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,
membanting peralatan dirumah, menarik diri.
3. Faktor predisposisi
a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan
b. Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
c. Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
d. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
4. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
5. Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
6. Psikososial
a. Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai,
identifikasi diri : klien biasanya mampu menilai identitasnya,
peran diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat
peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri
klien memilki harga diri yang rendah sehubungan dengan
sakitnya.
c. Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan
keluarga.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang
tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien
biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
7. Mental
a. Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok
dan berubah dari biasanya
b. Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan,
tidak logis, berbelit-belit
c. Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan
yang abnormal.
d. Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e. Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
f. Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
g. Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait
tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa
sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat
membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan
perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka
tegang, dan mudah tersinggung.
h. Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap klien.
i. Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses
stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat
menimbulkan waham.
j. Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang,
tempat dan waktu.
k. Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek, mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan
yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali
menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah
dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
m. Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak
merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
n. Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap
lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk
memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa
kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi
dan insiatif klien
8. Kebutuhan persiapan klien pulang
a. Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
b. BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c. Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi
sama sekali.
d. Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e. Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam :
biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
f. Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
g. Aktifitas dalam rumah Klien tidak mampu melakukan aktivitas di
dalam rumah seperti menyapu.
9. Aspek medis
a. Diagnosa medis : Skizofrenia
b. Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya
diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine
(CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski
phenidol (THP), triplofrazine arkine.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut: (Dalami 2014)
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
c. Harga diri rendah
C. POHON MASALAH
Menurut Dalami, (2014). dalam pengumpulan data diperlukan perumusan
masalah keperawatan yang pada dasarnya saling berhubungan dan
digambarkan pada pohon masalah.

Effect Resiko perilaku kekerasan

Core Problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Harga diri rendah

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut muhith (2015), tindakan keperawatan yang diberikan pada
klien tidak hanya berfokus pada masalah halusinasi sebagai diagnosis
penyerta lain. Hal ini dikarenakan tindakan yang dilakukan saling
berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana tindakan
keperawatan pada klien dengan diagnose gangguan peraepsi sensori
halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa terapi
generalis individu yaitu:
1. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
2. Patuh minum obat secara teratur
3. Melatih bercakap-cacap dengan orang lain
4. Menyusun jadwal kegiatan dan dengan aktifitas
5. Terapi kelompok terkait terapi aktifitas kelompok stimulus persepsi
halusinasi

N PASIEN KELUARGA

O SP1P SP1K

1. Identifikasi Halusinasi ini, Diskusikan masalah yang dirasakan


frekuensi, waktu terjadi, situasi dalam merawat pasien.
pencetus, perayaan, respon.
2. Jelaskan cara mengontrol Jelaskan pengertian, tanda, dan
halusinasi: hardik, obat, bercakap- gejala dan proses terjadinya
cakap, melakukan kegiatan. halusinasi

3. Latih cara mengontrol halusinasi Jelaskan cara merawat halusinasi


dengan menghardik.

4. Masukkan pada jadwal kegiatan Latih cara merawat halusinasi :


untuk latihan menghardik hardik

5. Anjurkan membantu pasien sesuai


jadwal dan memberikan pujian.

SP II P SP II K

1. Evaluasi kegiataan menghardik, Evaluasi kegiatan keluarga dalam,


berikan pujian merawat/ melatih pasien
menghardik, beri pujian

2. Latih cara mengontrol halusinasi Jelaskan 6 benar cara memberikan


dengan obat ( jelaskan 6 benar : obat
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat )

3. Masukkan pada jadwal krgiatan Latihan cara memberikan /


untuk latihan menghardik dan membimbing minum obat
minum obat

4. Anjurkan membantu pasien sesuai


jadwal dan memberikan pujian

SP III P SP III K

1. Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


menghardik dan obat, berikan merawat/melatih pasien menghardik
pujian dan memberikan obat. Berikan
pujian

2. Latih cara mengontrol halusinasi Jelaskan cara bercakap-cakap dan


dengan bercakap-cakap saat terjadi melakukan kegiatan untuk
halusinasi mengontrol halusinasi

3. Masukkan pada jadwal kegiatan Latih dan sediakan waktu bercakap-


untuk melatih menghardik, minum cakap dengan pasien terutama saat
obat dan bercakap-cakap halusinasi

4. Anjurkan membantu pasien sesuai


jadwal dan memberikan pujian.

SP 1V P SP IVK

1. Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


menghardik, obat dan bercakap, merawat/melatih pasien menghardik,
beri pujian memberikan obat dan bercakap-
cakap. Berikan pujian.

2. Latihan cara mengontrol halusinasi Jelaskan follow up ke rsj/


dengan melakukan kegiatan harian puskesmas, tanda kambuh, rujukan
( mulai 2 kegiatan )

3. Masukan pada jadwal kegiata untuk Anjurkan membantu pasien jadwal


melatih menghardik, minum obat, dan memberikan pujian
bercakp-cakap dan kegiatan harian

SP V P SP V K

1. Evaluasi kegiatan latihan , Evaluasi kegiatan keluarga dalam


menghardik , obat dan kegiatan merawat/melatih pasien menghardik,
harian. Berikan pujian memberikan obat dan bercakap-
cakap, berikan pujian

2. Latihan kegiatan harian Nilai kemampuan keluarga merawat


pasien

3. Nilai kemampuan yang telah Nilai kemampuan keluarga


mandiri melakukan control ke rsj/puskesmas.

4. Nilai apakah halusinasi terkontrol

E. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan
Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah
utama. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak
dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan
dan peran serta klien yang diharapkan, dokumentasikan semua tindakan
yang telah dilaksanakan serta respon klien (Hafizudiin,2021).
F. EVALUASI
Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang
telah ditentukan.halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku kekerasan,
klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal
halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasi dengar dari jangka
waktu 4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga menyatakan senang
karena sudah diajarkan teknik mengontrol halusinasi, keluarga
menyatakan pasien mampu melakukan beberapa teknik mengontrol
halusinasi. Data objektif pasien tampak berbicara sendiri saat halusinasi
itu datang, pasien dapat berbincang - bincang dengan orang lain, pasien
mampu melakukan aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur
(Hafizudiin,2021).

Pathway halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Hafizuddin, D. T. M. (2021) "Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. A Dengan


Masalah Halusinasi Pendengaran.".

Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori Dan Aplikasi.


Yogyakarta: Andi Offset.

Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah
Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).

Pardede, J. A., Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu,
J. F. A. P dalam Desi Christ Natasha.(2021).Asuhan keperawatan Jiwa
Dengan Masalah Halusinasi

Pardede, Jek Amidos, Harjuliska Harjuliska, and Arya Ramadia. "Self- Efficacy
dan Peran Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Skizofrenia." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 4.1 (2021): 57-66.

Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.


Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.

Putri, V. S. (2017). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi


Halusinasi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien
Skizofrenia Di Ruang Rawat Inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jambi.Riset Informasi Kesehatan, 6(2), 174-183. Doi:10.30644/Rik.V6i2.95

Yosep, I & Titin, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.

LAMPIRAN
SP PASIEN

1. Melakukan pemeriksaan ttv dan pengkajian

2. Melatih pasien menghardik

3. Menjelaskan 6 benar pemberian obat

4. Pemeriksaan TD dan melatih cara Bercakap-cakap


SP KELUARGA

1. Melatih keluarga menghardik

2. Menjelaskan 6 benar pemberian obat pada keluarga

3. Menjelaskan cara Bercakap-cakap pada keluarga pasien


LAPORAN PENDAHULUAN
“HALUSINASI”

JUMRIANA
BT2001043
II B

CI LAHAN CI INSITITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA


WATAMPONE
2022
SP KELUARGA

1. Melatih keluarga menghardik

2. Menjelaskan 6 benar pemberian obat pada keluarga

Anda mungkin juga menyukai