Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN HALUSINASI

Disusun Oleh :

WAHID RIDHO ILAHI

021.0211.76

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MATARAM

2021/2022
A. Masalah Utama Klien
Klien mengalami “halusinasi”
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Factor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang tergangggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (Unwanted
Child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter ota. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
asetilkolin dan dopamine.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertangguangjawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil stuck menunjukkan bahwa
factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh terhadap
penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
a. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan
masalah halusinasi berdasarkan atas hakekat keberadaan seorang individu
sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsure-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur untuk waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
beruap perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut., hingga kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls-impuls
yang menekan, namun meruapakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memnuhi kebutuhan akan interaksi social. Control
diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan
halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun
terasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memakai takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya terbunuh.
3. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung, tapi yang
paling penting berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak
sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien
sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar
atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya factor-faktor psikologik, fisiologik dll.
Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang dating dari dalam tubuh ataupun luar
tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti kita jumpai
dalam keadaan normal atau psatologis maka materi-materi yang ada dalam
unconscious atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan
yang direpresi ke unconscious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian
dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar
dalam bentuk stimulus externa.

C. Pohon Masalah
Defisit Perawatan Diri:
Resiko tinggi perilaku kekerasan
mandi/ Kebersihan,
Efek
berpakaian

Core Problem Resiko gangguan persepsi Intoleransi aktifitas


sensory: Halusinasi

Etiologi
Gangguan interaksi social:
Menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga


diri rendah

D. Masalah keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Resiko persepsi sensori: halusinasi
c. Gangguan interaksi social: menarik diri
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2. Data Yang Perlu Dikaji
a. Perubahan sensori persepsi: halusinasi
1) Data Subjektif
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
- Klien melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa ada stimulus
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara di tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
E. Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
F. Rencana Tindakan Keperawatan
TUM : Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
TUK 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a. Salam teraupetik, perkenalan, jelaskan tujuan, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)
b. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
c. Empati
d. Ajak membicarakan hal – hal yang ada di lingkungan
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
a. Kontak sering dan singkat
b. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non
verbal)
c. Bantu mengenal halusinasinya dengan menggunakan apakah ada suara
yang didengar, dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakana bahwa
perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak
mendengarnya . katakana bahwa perawat akan membantu.
d. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi.
e. Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya
Intervensi :
a. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien atau cara baru untuk
mengontrol halusinasinya.
c. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi, bicara dengan orang
lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara
tersebut “ Saya tidak mau dengar “.
d. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan .
e. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan diberi pujian jika
berhasil.
f. Libatkan klien TAK : stimulasi persepsi
TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga
Intervensi :
a. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala cara,
memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu flow up atau kapan
perlu mendapat bantuan.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
TUK 5 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
a. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, dan efek samping minum obat.
b. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara, waktu)
c. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan .
d. Beri reinforcement positif minum obat dengan benar.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol


halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik
halusinasi.
- Orientasi
“Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat anda. Saya suster SS, senang
dipanggil suster S. Nama anda siapa? Senang di panggil apa?”
“ Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D
dengar, tetapi tidak tampak wujudnya? Dimana kita duduk? Diruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
- Kerja
“Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan D paling sering
mendengar suara itu? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang D lakukan saat
mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau
kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat
dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya
adalah saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya tidak mau dengar.
Saya tidak mau dengar, kamu suara palsu” begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu… bagus! Coba lagi! Ya bagus D sudah
bisa.”
- Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah memeragakan latihan tadi? Kalu suara-suara itu
muncul lagi, silahkan coba cara tersebut! Bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.
Mau jam berapa saja latihannya? (Anda masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi
untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang ke dua? Pukul
berapa D? Bagaimana kalau dua jam lagi? Dimana tempatnya.”
“Baiklah, sampai jumpa”.

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama


orang lain.
- Orientasi
“Selama pagi, D! Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkah suara-
suaranya? Bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau dimana? Disini saja?”
- Kerja
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalu D mulai mendengar suara-suara, langsunga saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini,
“Tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya!” Atau kalau ada
orang dirumah, misalnya kakak D, katakan,”Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang
dengar suara-suara.” Begitu D. Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Iya, begitu.
Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya D!” Disini, D dapat mengajak
perawat atau pasien lain untuk bercakap-cakap.
- Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara yang D pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, coblah kedua cara ini kalau D mengalami
halusinasi lagi. Bagaiman kalau kita masukkan dalam jadwal kegiaan harian D. mau
jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah, nanti kalau secara teratur sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besol pagi saya akan kesini lagi. Bagimana kalau kita latih cara yang
ketiga, yaitu melakukan aktifitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10
pagi? Mau dimana? Disini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi!”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktifitas


terjadwal.
- Orientasi
“Slamat pagi D! bagaimana perasaan D hari ini?”
“Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih? Bagaimana hasilnya? Barus !”
“Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiaga untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.”
“Mau dimana kita bicara? Baik, kita duduk diruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.!
- Kerja
“Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya? Terus jam berikutnya
apa?” (terus dikaji hingga didapatkan kegiatannya sampai malam)”
“ Wah banyak sekali kegiatannya! Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latihn kegiatan
tersebut). Bagus sekali jika D bisa lakukan.”
“Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang
lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.”
- Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan D. coba lakukan
sesuai jadwal ya!”(perawat dapat melatih aktifitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktifitas dari pagi sampai malam).
“Bagaimana kalau menjelang malan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12? Diruang makan ya!
Sapai jumpa!”
SP 4 Pasien : Melatih pasien minum obat secara teratur.
- Orientasi
“Selamat siang D! Bagaimana perasaan D siang ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah digunakan tiga cara yang sudah kita latih? Apakan jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi tadi sudah minum obat? Baik. Hari ini
kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama
20 menit sambil menunggu makan siang. Disini saja ya D.”
- Kerja
“D, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara berkurang
atau menghilang? Minum obat sangat penting agar suara-suara yang D dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum?.
(perawat menyiapkan obat pasien) ini yang warna orange (chlorpromazine, CPZ)
gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Obat yang warna putih
(tpyhexilpendil,THP) gunanya agar D merasa rilex dan tidak kaku, sedangkan yang
merah jambu (haloperidol,HIP) berfungsi untuk menenangkan pikiran dan
menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum 3 kali sehari, tiap pukul 7 pagi, 1
siang, dan 7 malam. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh dihentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, D akan kambuh dan sulit
sembuh seperti keadaan semula. Kalau obat habis, D bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat minum obat-obatan ini. Pastikan
obatnya benar, artinya D harus memastikan bahwa itu benar-benar obat punya D.
jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kenasannya. Pastikan obat
diminum pada waktunya, dengan cara yang benar, yaitu diminum sesudah makan da
tepat jamnya. D juga harus memperhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan D
juga harus cukup minum 10 gelas per hari.”
- Terminasi
“Bagaimana perasaan D setalah kita bercakap-cakap mengenai obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara, coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban
benar). Mari kita masukkan jadwan minum obatnya pada jadwal kegiatan D! jangan
lupa pada waktunya minum obat pada perawat atau pada keluarga kalau dirumah. Nah,
makanan sudah datang!”
“Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau pukul berapa? Bagaiman kalau pikul 10 pagi? Sampai jumpa. Selamat
pagi!”
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000

Anda mungkin juga menyukai