Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

OLEH :

FIRSYA DITA MAULINDA LIPUTO

NIM : P00220217013

POLTEKKES KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

T. A 2019/2020
Konsep Dasar Halusinasi
A. Definisi
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing,
1987).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
ransangan internal ( pikiran ) dan ransangan eksternal ( dunia luar ). Klien memberi
presepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau ransangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mendaengarkan suara padahal tidak ada yang bicara
( Kusumawati & Hartono 2010)
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)
Dari beberapa pengertian yang dikemukan maka dapat diambil kesimpulan
bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran
adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi menurut ( Yosep, 2011)
a. Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi
dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, muda frustasi, dan hilang percaya diri
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan membekas
di ingatannya sampai dewasa dan akan mesara di singkirkan kesepian dan
tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya strees
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia, seperti bufennol dan
dimetytranferase (DMP). Akibat stress bekepanjangan menyebabkan
teraktifasinya, neurotransmitter otak, misanya terjadi ketidakseimbangan
asetyl kolin dan dopamine.
d.  Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata kea lam khayal.
e.  Faktor  genetic dan pola asuh
Pemnelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu skizofreinia
cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang saling berpengaruh pada penyakit ini.
2.    Faktor Presipitasi
1. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlinsh Heacock,
1993 mencoba mememcahkan masalah halusinasi berlandaskan atas
hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun
atas dasar unsur bio, psiko, sosial, spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5
dimensi:
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan tidur dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi isi halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan memperlihatkan
adanya penurunan ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri melawan impuks yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah dia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar interaksi sosial,
control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga
jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya  atau orang lain
cenderung untuk itu. Aspek penting dalam melakukan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri.
C. Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang mengalami halusinasi
biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
4. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
5. Perilaku menyerang teror seperti panik.
6. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
7. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
D. Klasifikasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
3. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan
bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
E. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata –
kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien,
sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar
atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan
suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain
yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan
schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa
mania depresif dan syndroma otak organik.
F. Faktor-faktor penyebab halusinasi
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah :
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik
diri.
b. Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien.
c. Sosiobudaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.
G. Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I - Mengalami ansietas, - Tersenyum, tertawa
- Memberi rasa nyaman kesepian, rasa bersalah sendiri
tingkat ansietas sedang dan ketakutan. - Menggerakkan bibir
secara umum, halusinasi - Mencoba berfokus tanpa suara
merupakan suatu pada pikiran yang dapat - Pergerakkan mata
kesenangan. menghilangkan ansietas yang cepat
- Fikiran dan - Respon verbal
pengalaman sensori yang lambat
masih ada dalam kontol - Diam dan
kesadaran, nonpsikotik. berkonsentrasi
Tahap II - Pengalaman sensori - Terjadi peningkatan
- Menyalahkan menakutkan denyut jantung,
- Tingkat kecemasan berat - Merasa dilecehkan pernafasan dan
secara umum halusinasi oleh pengalaman sensori tekanan darah
menyebabkan perasaan tersebut - Perhatian dengan
antipasti - Mulai merasa lingkungan
kehilangan control berkurang
- Menarik diri dari orang - Konsentrasi
lain non psikotik terhadap
pengalaman sensori
kerja
- Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III - Klien menyerah dan - Perintah halusinasi
- Mengontrol menerima pengalaman ditaati
- Tingkat kecemasan berat sensori (halusinasi) - Sulit berhubungan
- Pengalaman halusinasi - Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
tidak dapat ditolak lagi atraktif - Perhatian terhadap
- Kesepian bila lingkungan
pengalaman sensori berkurang hanya
berakhir psikotik beberapa detik
- Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat, tremor
dan berkeringat
Tahap IV Pengalaman sensori -Perilaku panic
- Klien sudah dikuasai oleh mungkin menakutkan jika - Resiko tinggi
halusinasi individu tidak mengikuti mencederai
- Klien panic perintah halusinasi, bisa - Agitasi atau kataton
berlangsung dalam - Tidak mampu
beberapa jam atau hari berespon terhadap
apabila tidak ada lingkungan
intervensi terapeutik.
Hubungan Skhizoprenia dengan halusinasi
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi,
sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh
kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga
diri, kritis diri, atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara
biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan
tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat
halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat diamati).
H. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan
tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti
psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permitil) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) Perfenazin 30-400 mg
(Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tioridazin (Mellaril) 150-800mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepi Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
n
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
J. Pohon Masalah

Risiko perilaku
kekerasan

Gangguan persepsi sensori halusinasi

Isolasi sosial

K. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Resiko perilaku kekerasan
L. Perencanaan keperawatan halusinasi
1. Perencanaan keperawatan halusinasi dalam bentuk strategi pelaksanaan

PERENCANAAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
Gangguan Pasien mampu SP. 1 ( tgl. )
Sensori  Mengenali halusinasi yang 1. Bantu pasien mengenal halusinasi:
Presepsi dialaminya a. Isi
halusinasi  Mengontrol halusiansinya b. Waktu terjadinya
 Mengikuti program c. Frekuensi
pengobatan secara optimal d. Situasi pencetus
e. Perasaan saat terjadi halusinasi
Kriteria evaluasi 2. Latih mengontrol halusinasi degan
 Setelah kali pertemuan cara menghardik tahapan
pasien dapat menyebutkan tindakannya melipui :
isi, waktu, frekuensi, situasi a. Jelaskan cara menghardik
pencetus, perasaan dan halusinasi
mampu memperagakan b. Peragakan cara menghardik
cara mengontrol c. Minta pasien menggerakan tulang
halusinasinya d. Pantau penyerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
e. Masukan dalam jadwal perilaku
pasien

 Setelah kali pertemuan SP.2 (tgl. )


pasien mampu 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp.1)
menyebutkan kegiatan 2. Latih berbicara/bercakap dengan
yang sudah di lakukan dan orang lain saat halusinasi muncul
mampu memperagakan 3. Masukan dalam jadwal kegiatan
cara bercakap-cakap pasien
dengan orang lain
 Setelah kali pertemuan SP.3 ( tgl. )
pasien mampu 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp.1 &
menyebutkan kegiatan 2)
yang sudah di lakukan dan 2. Latih kegiatan agar halusiansi tidak
mampu membuat jadwal muncul, tahapannya :
kegiatn sehari-hari serta a. Jelaskan pentingnya aktifitas
mampu memperagakannya yang teratur/ mengatasi
halusinasi
b. Diskusikan aktifitas yang bisa
dilakukan pasien
c. Latih pasien melakukan aktiitas
d. Susun jadwal aktifitas sehari-hari
sesuai dengan aktifitas yang telah
dilatih dari bangun pagi sampai
tidur malam
e. Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang
positif

 Setelah kali pertemuan SP.4 ( tgl. )


pasien mampu 1. Evaluasi kegiatan yang lalu ( Sp.1,
menyebutkan kegiatan Sp.2, dan Sp.3 )
yang sudah di lakukan dan 2. Tanyakan program pengobatan
mampu menyebutkan
manfaat dari program 3. Jelaskan pentingnya penggunaan
pengobatan obat pada gangguan jiwa
4. Jelaskan akibat bila tidak digunakan
sesuai program
5. Jelaskan akibat bila puus obat
6. Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
7. Jelaskan pengobabatan (5B)
8. Latih pasien minum obat
9. Masukan dalam jadwal kegiatan
harian pasien

Keluarga mampu : SP. 1 ( tgl )


Merawat pasien di rumah dan 1. Idntifikasi masalah keluarga dalam
menjadi sistem pendukung merawat pasien
yang efektif bagi pasien 2. Jelaskan tentang halusinasi :
a. Pengertian tentang halusinasi
Kriteria Evaluasi : b. Jenis halusinasi yang dialami
 Setelah kali pertemuan pasien
keluarga mampu c. Tanda dan gejala halusinasi
menjelaskan tentang d. Cara merawat pasien halusinasi
halusinasi ( cara berkomunikasi, pemberian
obat dan pemberian aktifitas
terhadap pasien )
3. Sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa di jangkau
4. Bermain peran cara merwat pasien
5. Rencana tindak lanjut keluarga untuk
merawat pasien

 Setelah kali pertemuan SP.2 (tgl. )


keluarga mampu 1. evaluasi kemampuan keluarga ( Sp.1)
menyelesaikan kegiatan 2. latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan dan 3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
mampu memperagakan merawat pasien
caramerawat pasien
 Setelah kali pertemuan SP.3 ( tgl. )
keluarga mampu 1. Evaluasi kemampuan keluarga
menyebutkan kegiatan yang ( Sp.2)
sudah dilakukan dan mampu 2. Latih keluarga merawat pasien
memperagakan cara 3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
merawat pasien merawat pasien

 Setelah kali pertemuan SP.4 ( tgl. )


keluarga mampu 1. Evaluasi kemampuan keluarga
menyebutkan kegiatan yang 2. Evaluasi kemampuan pasien
sudah dilakukan dan mampu 3. RTL keluarga :
melaksanakan follow Up a.Follow Up
rujukan b. Rujukan

Anda mungkin juga menyukai