Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori,
seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006)
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus)
eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses diterimanya, stimulus
oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu
menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Yosep, 2009)
Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
5. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
Etiologi
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya.
Factor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan
genetic. (Yosep, 2009)
o Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu,
maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
o Faktor sosiokultural
Berbagai factor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga
orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya.
o Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan, maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrenferase (DMP).
o Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Berpengaruh pada ketidakmampuanklien dalam mengambil
keputusan demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam hayal.
o Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Factor presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, penasaran, tidak aman,
gelisah, bingung, dan lainnya.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
o Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penyalahgunaan
obat, demam, kesulitan tidur.
o Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan.
o Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang menekan merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien.
o Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahyakan. Klien asyik dengan halusinasinya seolah merupakan temapat memenuhi
kebutuhan dan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan di dunia
nyata.
o Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai denga kehampaan hidup, ritinitas tidak bermakna, hilangnya
aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.
Manifestasi Klinis
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami
halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi
terbagi empat:
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin
melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien
berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya
pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang
sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada
dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Pengkajian
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal pengkajian,
nomor rekam medic
2. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis, factor
psikologis, social budaya, dan factor genetic
3. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa tidak
mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri,
perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress
pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam perasaan,
afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
7. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:
1. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data objektif dapat dikaji dengan
cara melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi
pasien.
2. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis halusinasi.
4. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat dapat
menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat
juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
2. Isolasi sosial
3. Resiko periaku mencederai diri
4. Harga diri rendah
a) Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan
halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
5. Implementasi
Menurut Depkes, 2000 Implementasi adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di
rencanakan perawat perlu memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih di butuhkan dan
sesuai dengankondisi klien saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Keliata,B.A. SKp, M.App, Sc, Proses keperawatan kesehatan jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta 1999.
Rasmun, SKp, Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga, tidak
diterbitkan.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and practice of psychiatric nursing (5th ed) St louis :Mosby
Year Book, 1995.
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and practice of psychiatric nursing (6th ed) St louis :Mosby
Year Book, 1998.
Townsend, M.C., Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan
rencana keperawatan, EGC, Jakarta, 1998