Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG HUDOWO
RSJ DR. AMINO GONDHOUTOMO

Dosen Pembimbing :
Firman Hidayat M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.J
Disusun Oleh :
Fina Khoerun Nisa
C1020020

FAKULTAS KESEHATAN PRODI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
TAHUN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI PENDENGARAN

A. Kasus (Masalah utama)

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Proses terjadinya masalah

1. Definisi

Halusinasi merupakan salah satu dari gangguan jiwa dimana seseorang tidak
mampu membedakan antara kehidupan nyata dengan kehidupan palsu. Dampak
yang muncul dari pasien dengan gangguan halusinasi mengalami panik, perilaku
dikendalikan oleh halusinasinya, dapat bunuh diri atau membunuh orang, dan
perilaku kekerasan lainnya yang dapat membahayakan dirinya maupun orang
disekitarnya (Rahmawati, 2019).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017)

2. Etiologi

Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab halusinasi, yaitu :

1. Faktor Presdisposisi

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol


dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga


akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya
c. Faktor Biokimia

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress


yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
d. Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus


pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien lebih suka
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian

Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia


cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi

Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya


seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-
sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu :
1. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti


kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium
dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan.
Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual

Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan


comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5. Dimensi Spiritual

Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,


rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya.

3. Tanda dan Gejala

Menurut (Azizah, 2016) Tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
1. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri,

2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu,

3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan


sesuatu,
4. Disorientasi,

5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi,

6. Cepat berubah pikiran,

7. Alur pikiran kacau,

8. Respon yang tidak sesuai,

9. Menarik diri,

10. Sering melamun.

4. Klasifikasi

Jenis – jenis pada halusinasi dan karakteristik menurut Candra, Harini, &
Sumitra, 2017 :
a. Halusinasi Pendengaran (auditif)

Pasien biasanya mendengar suara suara atau kebisingan yang tidak jelas
ataupun sangat jelas, dimana terkadang suara suara itu seperti mengajak
pasien atau memerintahkan pasien untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Penglihatan (optik)

Sesuatu yang dilihat oleh pasien yang seolah-olah berbentuk orang,


binatang, atau benda. Sesuatu yang dilihat tersebut seolah-olah tidak
berbentuk sebuah cahaya sinar atau kilatan, melainkan seolah-olah
berwarna atau tidak berwarna.
c. Halusinasi Penciuman (olfaktorik)

Halusinasi yang ketika pasien seolah seolah mencium bau sesuatu.

d. Halusinasi Pengecapan (gustatorik)

Halusinasi yang dialami seperti seolah seolah pengecap suatu rasa. Jadi
pasien seperti mengecap sebuah rasa pada makanan yang sebenarnya tidak
nyata.
e. Halusinasi Peraba (taktil)

Halusinasi yang dimana pasien merasa seperti di raba-raba, disentuh,


dicolek colek, ditiup oleh hal yang menurutnya nyata.
f. Halusinasi Gerak (kinestik)

Halusinasi yang dimana pasien merasakan bahwa badannya ada yang


menggerakan atau anggota tubuhnya bergerak sendiri.

5. Proses terjadinya Halusinasi

Menurut (Zelika & Dermawan, 2015) dan (Dermawan & Rusdi, 2013) ada
beberapa fase atau tahapan dalam proses terjadinya halusinasi yaitu :
a. Tahap I (comforting)

Tahap pertama yaitu memberikan rasa nyaman, tingkat ansietas pada tingkat
sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan
karakteristik sebagai . Tahap I (comforting) berikut :
1) Pasien mengalami ansietas, merasa kesepian, rasa bersalah yang besar
dan ketakutan.
2) Pasien mencoba berfokus pada pikiran yang mampu membuat ansietas
atau kecemasannya hilang.
3) Pikiran dan pengalaman pasien masih dalam kontrol kesadaran penuh.

Perilaku yang biasanya ditampakkan pada pasien yaitu :

1) Tersenyum dan tertawa sendiri

2) Suka menggerakan bibir tanpa suara

3) Biasanya pergerakan mata sangat cepat

4) Pasien mengalami respon verbal yang lambat e. Suka diam dan


berkonsentrasi
b. Tahap II (condeming)

Pasien biasanya pada tahap ini cenderung seperti suka menyalahkan diri
sendiri, tingkat kecemasan sudah mulai berat, secara umum halusinasi yang
mampu menyebabkan rasa antipasti memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Memiliki pengalaman sensori yang menakutkan.

2) Merasa seperti dilecehkan oleh pengalaman sensori yang dialami.

3) Mulai merasa kehilangan control diri

4) Sering menarik diri dari orang lain Perilaku yang biasa ditampakkan
pada pasien yaitu :
a) Terjadi peningkatan pada denyut jantung, nadi, pernafasan, dan juga
tekanan darah pasien,
b) Perhatian dengan lingkungan mulai berkurang,

c) Lebih konsentrasi terhadap lingkungan sensorinya,

d) Kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi


dengan realita yang ada.

C. Pengkajian

Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi dapat ditemukan dengan wawancara,
melalui pertanyaan sebagai berikut :
1. Dari pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampak seperti apa yang sedang
bapak/ibu dengar atau lihat ?
2. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan ?

3. Apakah bapak/ibu mencium bau tertentu yang menjijikan ?

4. Apakah bapak/ibu merasakan sesuatu yang menjalar ditubuhnya ?

5. Apakah bapak/ibu merasakan sesuatu yang menjijikan dan tidak mengenakkan?

6. Seberapa sering bapak/ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan tersebut?

7. Kapan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?

8. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayangan


tersebut?
9. Bagaimana perasaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan tersebut?

10. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, Ketika mendengar suara dan melihat bayangan
tersebut?
D. Pohon masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial

E. Diagnosa keperawatan

1. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

2. Isolasi sosial : Menarik diri

F. Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi

Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.
Tindakan :

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik


dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien


2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :

a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa
tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman
bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya

1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar?

2) Apa yang dikatakan halusinasinya?

3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya?
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu?

5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien?

d. Diskusikan dengan klien :

1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi

2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)

e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :

a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian

c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:

1) Katakan “ saya tidak mau dengar”

2) Menemui orang lain

3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari

4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara


sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap

e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih


f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil

g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi


4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :

a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan


rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien

2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi

3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,


jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian Bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :

a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya

c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum
obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi

e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri

Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,


jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan
dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya

b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab


menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan


orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain

3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan


tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :

a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
1) K – P

2) K – P – P lain

3) K – P – P lain – K lain

4) K – Kel/Klp/Masy

c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai

d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu

f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan :

a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan


orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

1) Salam, perkenalan diri

2) Jelaskan tujuan

3) Buat kontrak

4) Eksplorasi perasaan klien

b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

1) Perilaku menarik diri

2) Penyebab perilaku menarik diri

3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri


c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. (2016). Modul Ajar Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Kemenkes RI.
Candra, I. W., Harini, I. G. A., & Sumitra, I. N. (2017). Psikologi Landasan Ilmu Keperawatan
Jiwa. (I Wayan Mustika, Ed.) (Edisi 1). Yogyakarta: Andi (Anggota IKAPI).

Gail W. Stuart. (2016). Prinsip dan Praktik KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA STUART.
(B. A. Keliat & J. Pasaribu, Eds.) (Edisi Indo). Jakarata: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai