Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

STASE KEPERAWATAN JIWA


DI RUANG ARIMBI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI
JAMBI

Disusun Oleh :

NAMA : MARIYATI KIPTIAH


NIM : G1B221009
KELOMPOK: II
PERIODE : MINGGU KE-1

PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. Yuliana, S.Kep., M.Kep.
Ns. Riska Amalya Nasution, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J

Ns. Retty Octi Syafrini, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J

PEMBIMBING LAPANGAN
Ns. Dermanto Saurtua, S.Kep., M.Kep.

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

1. Definisi
Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus
yang sebenarnya tidak ada (Keliat, Akemat, 2019). Halusinasi adalah gangguan
atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).

2. Etiologi
Faktor Penyebab Halusinasi Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor
penyebab halusinasi, yaitu :
a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien
lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangatberpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi, yaitu :
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi
ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.

3. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa
jenis dengan karakteristik tertentu, diantaranya
a. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran
cahaya,gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan
bayangan yang menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum.
d. Halusinasi peraba (taktil)
Gangguan stimulusyang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatuyang busuk,
amis, dan menjijikan
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentuan urine.

4. Tanda dan gejala


a. Mayor
Subjektif :
a) Mendengar suara orang bicara tampa ada orangnya.
b) Melihat orang, benda atau sinar tampa ada objeknya
c) Mengirup bau-bauan yang tidak sedap, seperti bau badan padahal tidak
d) Merasakan pengecapan yang tidak enak
e) Merasakan rabaan atau gerakan
badan Objektif:
a) Bicara sendiri
b) Tertawa sendiri
c) Melihat ke satu arah
d) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
e) Tidak dapat memfokuskan pikiran
f) Diam sambil menikmati halusinasi
b. Minor
Subjektif : Sulit tidur, Khwatir, Takut
Objektif : Kosentrasi buruk, Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi,
Efek datar, Curiga, Menyendiri, melamun, Mondar-mandir, Kurang
mampu merawat diri, Kondisi klinis terkait, Psikotik akut, Skizofrenia,
Gangguan bipolar, Parkinson, Delirium, Demensia. (Yosef, 2014)
5. Rentang Respon Neurobiologik

(Prabowo, 2014)
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang Kelainan pikiran/waham


Persepsi akurat menyimpang Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Emosi berlebihan Ketidakmampuan untuk
dengan pengalaman atau kurang mengalami emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim Perilaku tak terorganisir
Hubungan social Menarik diri Isolasisosial
harmonis

6. Fase Halusinasi
Menurut Prabowo, 2014 menunjukan tahapan terjadinya halusinasi
terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai karakteristik yang berbeda
yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pkiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas disini pasien tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, gerakan mata cepat,dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba jaga jarak dengan sumber yang dipersepsikan
sehingga timbul peningkatan tanda-tanda vital.
c. Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada
halusinasi. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain, dan kondisi sangat
menegangkan terutama berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri dan
tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan halusinasi menurut (Yosep, 2014) :
a. Medis (Psikofarmako)
1) Chlorpromazine
Indikasi : Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya
ingat norma social dan tilik diri terganggu. Berdaya berat dalam
fungsi-fungsi mental seperti: waham dan halusinasi. Gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat
dalam fungsi kehidupan sehari-hari seperti tidak mampu bekerja,
hubungan social dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme kerja : Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap
di otak, khususnya system ekstra pyramidal.
Efek samping : Sedasi ; dimana pasien mengatakan merasa
melayang- layang antar sadar atau tidak sadar. Gangguan otonomi
(hipotensi) antikolinergik atau parasimpatik ; seperti mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekana intraokuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan
ektrapiramidal seperti ; distonia akut, akathsia syndrome
parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.
Kontra indikasi : Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit
darah, epilepsi (kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris
(panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf pusat),
gangguan kesadaran disebabkan oleh depresan.
Penggunaan obat : Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di
berikan 3x100mg. Apabila kondisi klien sudah stabil dosisnya di
kurangi menjadi 1x100mg pada malam hari saja.
2) Haloperidol (HLP)
Indikasi : Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya
berat dalam kemampuan menilai realitas, baik dalam fungsi mental dan
dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya system limbic
dan system pyramidal.
Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, Gangguan miksi dan
parasimpatik, defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, penyakit darah, epilepsi (kejang,
perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan
obat, penyakit SSP (system saraf pusat), gangguan kesadaran.
Penggunaan obat : Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut
biasanya dalam bentuk injeksi 3x5mg IM pemberian ini dilakukan 3x24
jam. Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg atau 3x5 mg.
3) Trihexyphenidil (THP)
Indikasi : Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit
parkinson, termasuk pasca encephalitis (infeksi obat yang disebabkan
oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa penyebab yang jelas).
Sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazine.
Mekanisme kerja : Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat
kiniden; obat depreson, dan antikolinergik lainnya.
Efek samping : Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi (gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan),
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontra indikasi : Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap
trihexypenidil (THP), glaucoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis, hipertropi prostat, dan obstruksi saluran edema.
Penggunaan obat : Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan
dosis 3x2 mg sebagai anti parkinson.
b. Keperawatan
1) Psikoterap
i
Psikoterapi yang dapat membantu klien adalah terapi suportif individu
atau kelompok serta bimbingan praktis. Halusinasi seharusnya
ditantang/ dibantah secara langsung. Perawat berusaha agar secara
langsung atau secara bertahap klien kembali ke realita.
2) Terapi Okupasi
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas atau tugas
yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat
& meningkatkan kemampuan seseorang dan untuk mempermudah
belajar fungsi sehari-hari dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam
proses penyesuaian diri dengan lingkungan.
3) Terapi Aktivitas Kelompok
Suatu terapi yang dilakukan atas kelompok penderita bersama-sama
dengan jalan diskusi satu sama lainnya, yang dipimpin/ diarahkan oleh
seorang terapis yang membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi
kognitif dan afektif.
4) Penerapan strategi pelaksanaan (SP)
Strategi
Pasien Keluarga
Pelakasanaan
SP 1 1. Identifikasi halusinasi: 1. Diskusikan masalah yg
isi, frekuensi, waktu dirasakan dalam
terjadi, situasi pencetus, merawat pasien
perasaan, respon 2. Jelaskan pengertian, tanda
2. Jelaskan cara mengontrol dan gejala, dan proses
halusinasi: hardik, obat, terjadinya halusinasi
bercakap-cakap, (gunakan booklet)
melakukan kegiatan 3. Jelaskan cara
3. Latih cara mengontrol merawat halusinasi
halusinasi dengan cara 4. Latih cara
menghardik merawat
4. Masukan pada jadwal halusinasi: hardik
kegiatan untuk 5. Anjurkan membantu pasien
latihan menghardik sesuai jadwal dan memberi
pujian
SP 2 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
menghardik. Beri dalam merawat/melatih
pujian. pasien menghardik. Beri
2. Latih cara Mengontrol pujian
halusinasi dengan obat 2. Jelaskan 6 benar
(jelaskan 6 benar: jenis, cara memberikan
guna, dosis, frekuensi, obat
cara, kontinuitas 3. Latih cara memberikan/
minum obat). membimbing minum
3. Masukkan pada jadwal obat
kegiatan untuk latihan 4. Anjurkan membantu pasien
menghardik dan minum sesuai jadual dan memberi
obat. pujian
SP 3 1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan
menghardik dan obat. keluarga dalam merawat/
Beri pujian melatih pasien
2. Latih cara mengontrol menghardik dan
halusinasi dengan memberikan obat. Beri
bercakap-cakap saa pujian
terjadi halusinasi 2. Jelaskan cara bercakap-
3. Masukkan pada jadwal cakap dan melakukan
kegiatan untuk latihan kegiatan untuk mengontrol
menghardik, minum obat halusinasi
dan bercakap-cakap 3. Latih dan sediakan
waktu bercakap-cakap
dengan pasien terutama
saat halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian
SP4 1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan
menghardik,obat dan keluarga dalam
bercakap-cakap. Beri merawat/melatih pasien
pujian menghardik, memberikan
2. Latih caramengontrol obat dan bercakap- cakap.
halusinasi dengan Beri pujian
melakukan kegiatan 2. Jelaskan follow up ke
harian (mulai 2 RSJ/PKM, tanda kambuh,
kegiatan) rujukan
3. Masukkan pada jadwal 3. Anjurkan membantu
kegiatan untuk latihan pasien sesuai jadual dan
menghardik, minum memberikan pujian
obat, bercakap- cakap
dan kegiatan harian
ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal pengkajian,
nomor rekam medic
2. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor
biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
3. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi
merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan
berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
7. Aspek medis yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep, 2014 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan (D.0085)
2. Isolasi sosial (D.0121)
3. Risiko perilaku kekerasan (D.0146)
4. Harga diri rendah (D.0086)
Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan
E

Gangguan Persepsi Sensori :


CP
Halusinasi

C Isolasi Sosial : Menarik Diri

Ganggan Konsep Diri : Harga


Diri Rendah

Gambaran II. Pohon Masalah dengan Masalah Utama Perubahan


Persepsi Sensori : halusinasi menurut Budi Anna Keliat (2019).

C. Tujuan Asuhan Keperawatan


Kognitif, klien mampu:
1. Menyebutkan penyebab halusianasi
2. Menyebutkan kan karakteristik halusinasi yang dirasakan: jenis, frekunsi,
durasi, waktu, situasi yang menyebabkan dan respons.
3. Menyebutkan akibat yang timbul dari halusinasi.
4. Menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi
5. Menyebutkan cara mengendalikan halusinasi yang
tepat. Psikomotor, klien mampu:
1. Melawan halusinasi dengan menghardik.
2. Mengabaikan halusinasi dengan bersikap cuek.
3. Mengalihkan halusinasi dengan distraksi yaitu bercakap-cakap dan
melakukan aktivitas
4. Minum obat dengan 8 benar, yaitu benar nama, benar obat, benar manfaat,
benar dosis, benar frekuensi, benar cara, benar tanggal kedaluwarsa, dan
benar dokumentasi.
Afektif :
1. Merasakan manfaat cara-cara mengatasi halusinasi.
2. Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan.

D. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada klien
1. Tindakan keperawatan ners
2. Pengkajian: kaji tanda dan gejala halusinasi, penyebab dan kemampuan
klien mengatasinya. Jika ada halusinasi katakan Anda percaya, tetapi Anda
sendiri tidak mendengar/melihat/menghidu/merasakan.
3. Diagnosis: jelaskan proses terjadinya
Halusinasi Tindakan keperawatan
1. Latih klien melawan Halusinasi dengan menghardik
2. Latih klien mengabaikan Halusinasi dengan bersikap cuek
3. Latih klien mengalihkan Halusinasi dengan bercakap cakap dan
melakukan kegiatan secara teratur
4. Latih klien minum obat dengan prinsip delapan benar yaitu benar nama
klien, benar nama obat, benar manfaat obat, Benar Dos is obat, benar
frekuensi, benar cara, benar tanggal kedaluwarsa dan benar dokumentasi.
5. Diskusikan manfaat yang didapatkan setelah mempraktikkan latihan
mengendalikan Halusinasi.
6. Berikan pujian pada klien saat mampu mempraktikkan latihan
mengendalikan Halusinasi.
Tindakan keperawatan spesialis
c. Terapi kognitif perilaku
1. Sesi 1 : Mengidentifikasi pengalaman yang tidak menyenangkan dan
menimbulkan pikiran otomatis negatif dan perilaku negatif.
2. Sesi 2 : Melawan pikiran otomatis negatif
3. Sesi 3: Mengubah perilaku negatif menjadi positif.
4. Sesi 4 : Memanfaatkan sistem pendukung.
5. Sesi 5 : Mengapa luasi mau faat melawan pikiran negatif dan mengubah
perilaku negatif.
d. Terapi penerimaan komitmen ( acceptance commitment therapy)
1. Sesi 1 : Mengidentifikasi pengalaman atau kejadian yang tidak
menyenangkan
2. Sesi 2 : Mengenali keadaan saat ini dan menemukan nilai nilai terkait
pengalaman yang tidak menyenangkan.
3. Sesi 3 : Berlatih menerima pengalaman/ kejadian tidak menyenangkan
menggunakan nilai nilai yang dipilih klien.
4. Sesi 4 : Berkomitmen menggunakan nilai nilai yang dipilih kalian untuk
mencegah kekambuhan.

Tindakan pada keluarga


a. Tindakan keperawatan ners
1. kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, serta proses terjadinya Halusinasi
yang dialami klien.
3. Diskusikan cara merawat Halusinasi dan memutuskan cara merawat
yang sesuai dengan kondisi klien.
4. Melati keluarga cara merawat Halusinasi:
5. Menghindari situasi yang menyebabkan halusinasi.
6. Membimbing klien melakukan latihan cara mengendalikan Halusinasi
sesuai dengan yang dilatih Perawat kepada klien.
7. Memberi pujian atas keberhasilan klien.
8. Melibatkan seluruh anggota keluarga untuk bercakap cakap secara
bergantian, memotivasi klien melakukan latihan dan memberi pujian
atas keberhasilan nya.
9. Menjelaskan tanda dan gejala Halusinasi yang memerlukan rujukan
segera yaitu isi Halusinasi yang memerintahkan kekerasan, serta
melakukan Follow up Ke pelayanan kesehatan secara teratur.
b. Tindakan keperawatan spesialis: psikoedukasi keluarga
1. Sesi 1: mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami klien dan
masalah kesehatan keluarga (Care giver) dalam merawat klien.
2. Sesi 2: Merawat masalah kesehatan klien.
3. Sesi 3: Manajemen stres untuk keluarga.
4. Sesi 4: manajemen beban untuk keluarga.
5. Sesi 5: Memanfaatkan sistem pendukung.
6. Sesi 6: Mengapa luasi manfaat psikoedukasi keluarga.

Tindakan pada kelompok klien


a. Tindakan keperawatan ners: TAK stimulasi persepsi untuk Halusinasi
1. Sesi 1: mengenal Halusinasi (jenis, isi, frekuensi, waktu, situasi,
respons).
2. Sesi 2: melawan Halusinasi dengan menghardik.
3. Sesi 3: melawan Halusinasi dengan melakukan kegiatan terjadwal.
4. Sesi 4: Melawan Halusinasi dengan bercakap cakap dan de-Ekskalasi.
5. Sesi 5: patuh 8 benar minum obat (benar nama klien, benar nama obat,
benar Dos is, benar waktu pemberian, benar cara, benar manfaat, benar
kedaluwarsa dan dokumentasi).
b. Tindakan keperawatan spesialis: terapi suportif
1. Sesi 1: identifikasi masalah dan sumber pendukung di dalam dan di luar
keluarga.
2. Sesi 2: latihan menggunakan sistem pendukung dalam keluarga.
3. Sesi 3: latihan menggunakan sistem pendukung luar keluarga.
4. Sesi 4: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber pendukung.

Tindakan kolaborasi
1. Satu. Melakukan kolaborasi dengan dokter menggunakan ISBAR & TBaK.
2. Memberikan program terapi dokter (obat): Edukasi delapan benar
pemberian obat dengan menggunakan konsep Safety pemberian obat.
3. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat.
Discharge planning
1. Menjelaskan rencana persiapan Pasca Rawat di rumah untuk mendirikan
kalian.
2. Jelaskan rencana tindak lanjut perawatan dan pengobatan.
3. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan.

Evaluasi
1. Menurunkan tanda dan gejala Halusinasi
2. Meningkatkan kemampuan kalian mengendalikan Halusinasi.
3. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien.

Rencana tindak lanjut


1. Rujuk klien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri Perawat spesialis
keperawatan jiwa.
2. Rujuh klien dan keluarga ke Case manager di fasilitas pelayanan
kesehatan primer di Pukesmas, pelayanan kesehatan Sekunder dan Tersier
di rumah sakit.
3. Rujuk klien dan keluarga ke kelompok pendukung, kader kesehatan jiwa,
kelompok swa bantu dan fasilitas rehabilitasi psikososial yang tersedia di
masyarakat.
(Budi Anna Keliat, 2019).
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HALUSINASI PENDENGARAN


A. Kondisi
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien
mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara
yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatau yang berbahaya.
B. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
C. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai
berikut.
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) Menunjukkkan rasa senang
3) Klien bersedia diajak berjabat tangan
4) Klien bersedia menyebutkan nama
5) Ada kontak mata
6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
D. Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar
klien.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi
halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien
yang sesuai
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan
dengan Ibu? Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya
Mahasiswa keperawatan universitas jambi, Saya sedang praktik di
sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang.
Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan
sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam?
Ada keluhan tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?
Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita
ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar
dan lihat
tetapi tidak tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???

2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-
waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau
bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi
Saya tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara
palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi.
Coba ibu peragakan! Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya
bagus Ibu sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya
tidak mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu.
Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba
Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu
sudah bisa.”

3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu
simpulkan pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu
agar tidak muncul lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri makan
ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan
oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak
melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu
muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok. Wassalamualaikum,……………

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)


A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi :
1) Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Bagaimana kabarnya hari ini?
mas masih ingat dong dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah
massudah makan?
2) Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan mas hari ini? Kemarin kita
sudah berdiskusi tentang halusinasi, apakah mas bisa menjelaskan
kepada saya tntang isi suara-suara yang mas dengar dan apakah mas
bisa
mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan
menghardik?”
3) Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di
ruamg tamu mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas
dengar dulu agar suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua
yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit
saja, bagaimana mas setuju?”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? mas setuju?”

b. Fase kerja
1) ”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan
membuat mas jengkel. Apa yang mas lakukan pada saat itu? Apa yang
telah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?”
2) ”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada
perawat bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak
mas mengobrol sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.

c. Fase terminasi
1) Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama.
Saya senag sekali mas mau berbincang-bincang denagan saya.
Bagaimana perasaan mas setelah kita berbincang-bincang?”
2) Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara yang mas
pilih untuk mengontrol halusinasinya adalah......
3) Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus
praktekkan cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak
menguasai pikiran mas.”

d. Kontrak yang akan


datang : Topik :
”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri
dengan kegiatan yang bermanfaat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam.....? mas setuju?”
Tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas
sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3)


A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak
jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktifitas / kegiatan harian.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas
harian klien.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
a. Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
b. Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana
perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih
ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih
mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin
c. Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-
bincang tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa
dikendalikan engan cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas
setuju?”

2. Fase Kerja
a. ”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah
berdiskusi tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam
mengontrol halusinasi yaitu caar ketiga adalah mas
menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang bermanfaat.
Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
b. ”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan
diri dengan kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau
menyibukkan dengan kegiatan lain.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang
lama, saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan
saya. Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
b. Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol
halusinasi yang ketiga?
c. Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol
halusinasi seperti yang sudah diajarkan tadi?
d. Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan
patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain?
Terimakasih mas sudah mau berbincang-bincang dengan saya.
Sampai ketemu besok pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4)


A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu
penggunaan obat secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek
samping)
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
a. Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
b. Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana
perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih
ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih
mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin.
c. Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang-
bincang tentang obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih.......menit, bagaimana mas
setuju?”

2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang
warnanya....ini namanya....dosisnya.....mg dan yang
warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini diminum....sehari siang dan
malam, kalau yang warna...minumnya....kali sehari. Obat yang
warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering mas
dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa gelisah.
Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering,
mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah
jelas mas? Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang mas
rasakan setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin
berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun. Kemudian mas jangan berhenti
minum obat tanpa sepengetahuan dokter, gejala seperti yang mas alami
sekarang akan muncul lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan
oleh mas pada saat mionum obat yaitu beanr obat, benar dosis, benar
cara, benar waktu dan benar frekuensi. Ingat ya mas..?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang
lama, saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya.
Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
b. Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi obat apa yang diminum
tadi? Kemudian berapa dosisnya?
c. Tindak lanjut : ”tolong nanti mas minta obat ke perawat kalau
saatnya minum obat.”
d. Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi
Aktifitas Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan
musik.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam ? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih
mas sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu
besok pagi.”
TELAAH ARTIKEL HALUSINASI

Artikel 1

Judul Artikel pengaruh terapi al-qur’an terhadap penurunan frekuensi halusinasi


pendengaran pasien skizofrenia

Tahun 2020

Penulis Yeni Devita, Hendriyani

Publikasi Prosiding SainsTeKes Semnas MIPAKes UMRi

Tujun Pengontrolan halusinasi pendengaran dapat dilakukan dengan berbagai terapi,


Penelitian salah satunya dengan pemberian terapi Al-Qur’an yang termasuk kedalam
terapi modalitas keperawatan. Untuk mengetahui efektivitas terapi
mendengarkan Al-Qur’an dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang
Metode Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Penelitian kuantitatif. Desain penelitian adalah quasy expriemental dengan rancangan
One Group pretest-posttest dimana rancangan yang tidak ada kelompok
pembanding (kontrol). Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 23
responden. Penelitian ini dilakukan di RSJ Tampan Provinsi Riau pada
bulan Maret – Mei 2019.
Hasil Hasil analisis didapatkan selisih rata-rata frekuensi halusinasi pendengaran
Penelitian pasien skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan terapi Al-Qur’an adalah
2,04. Hasil uji paired sample t-test didapatkan p value 0,000, maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi Al-Qur’an terhadap penurunan
frekuensi halusinasi pendengaran pasien skizofrenia.

Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi Al-Qur’an


Penelitian terhadap penurunan frekuensi halusinasi pendengaran pasien skizofrenia.
Bagi instansi RSJ Tampan untuk dapat memasukkan terapi al-qur’an sebagai
intervensi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
halusinasi pendengaran.
Artikel 2.

Judul Artikel Efektifitas Murotal Terapi Terhadap Kemandirian Mengontrol Halusinasi


Pendengaran

Tahun 2019

Penulis Ricky Zainuddin , Rahmiyanti Hashari

Publikasi Artikel Keperawatan Muhammadiyah Edisi Khusus 2019

Tujun Untuk mengetahui efektivitas terapi mendengarkan Al-Qur’an terhadap


Penelitian kemandirian mengontrol halusinasi pendengaran.

Metode Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Penelitian kuantitatif. Desain penelitian adalah quasy expriemental dengan rancangan
One Group pretest-posttest dimana rancangan yang tidak ada kelompok
pembanding (kontrol).
Hasil Setelah pemberian intervensi didapatkan selisih rata-rata frekuensi halusinasi
Penelitian pendengaran pasien skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan terapi Al-
Qur’an adalah 1,50 dengan nilai p 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
terapi murotal efektif menhgontrol halusinasi
Kesimpulan Terapi murotal efektif untuk kemandirian mengontrol halusinasi
Penelitian pendengaran
Hasil dan Pembahasan
Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus
yang sebenarnya tidak ada (Keliat, Akemat, 2019). Halusinasi adalah gangguan
atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014). Halusinasi
pendengaran lisan Auditory Verbal Halusinasi (AVH) adalah suara-suara yang
dirasakan tanpa ada stimulasi eksternal. Prevalensi tertinggi fenomena ini
adalah pada pasien yang didiagnosis dengan skizofrenia yaitu 70 - 80%.
Dimana cenderung dapat menyebabkan perilaku destruktif, seperti bunuh diri
dan pembunuhan, (Dellazizzo et al., 2018).

Etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu : dimensi fisik,


dimensi emosional, dimensi intelektual, dimensi sosial, dan dimensi spiritual.
Dimana sebelumnya belum pernah diberikan murotal terapi. Adapun macam –
macam halusinasi yaitu, Halusinasi pendengaran (Auditory) adalah klien
mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan stimulasi nyata.
Halusinasi penglihatan ( Visual ) adalah klien melihat gambar yang jelas atau
samar tanpa stimulus yang nyata. Halusinasi penciuman ( Olfactory ) adalah
klien mencium bau yang muncul dari sumber tanpa stimulus nyata. Halusinasi
pengecapan ( Gusfactory ) adalah klien merasa makan sesuatu yang tidak
nyata. Sedangkan halusinasi perabaan ( Taktil ) adalah klien merasakan sesuatu
pada kulit tanpa stimulus yang nyata, (Deden, 2017).

Terapi Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Menurut umat islam
adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad 14 abad
yang lalu oleh mediasi dari malaikat Jibril. Setiap huruf terdiri dari berbagai

30
ayat dengan jumlah yang berbeda. Muslim mengatakan bahwa dalam Al-
Qur’an berisi informasi penting yang dapat memberikan jawaban dan solusi
untuk masalah yang dihadapi manusia. El-Kadi melaporkan bahwa
mendengarkan pembacaan Al-Qur’an dikaitkan dengan tekanan darah rendah,
denyut jantung lebih lambat, dan relaksasi otot polos. Lantunan ayat suci Al-
Qur’an menciptakan sekelompok frekuensi yang mencapai telinga kemudian
bergerak ke sel-sel otak dan mempengaruhinya melalui medanmedan
elektromagnetik frekuensi ini yang dihasilkan dalam sel-sel ini akan merespon
medan-medan tersebut dan memodifikasi getaran-getarannya. Perubahan pada
getaran inilah yang mampu membuat otak menjadi rileks dan tenang sehingga
dapat mengurangi halusinasi, (Deden, 2017).

Murotal terapi dilakukan dengan menggunakan file MP3, headset atau


speaker selama 15 – 30 menit, Surah yang digunakan adalah Ar-Rahman 78
ayat terapi dilakukan dua kali sehari. Terapi bisa juga diberikan pada saat ;
ketika pasien mendengar suara – suara palsu, ketika waklu luang, ketika pasien
selesai melaksanakan sholat wajib, latihan bisa diberikan pagi dan siang hari.
Audio surah Ar-Rahman telah diteliti sebelumnya dan terbukti efektif
menurunkan tingkat perilaku kekerasan dan membantu pasien mengungkapkan
emosinya dengan cara yang lebih adaptif (Widhowati, 2010). Terapi audio ini
juga merupakan terapi yang murah dan tidak menimbulkan efek samping.
Kesembuhan dengan menggunakan Al-Qur’an dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti membaca, berdekatan dan mendengarkannya. Dengan
mendengarkan Al-Quran menimbulkan rasa tenang dengan mendengar ayat-
ayat Al-Qur’an karena efek fisiologis Al-Qura’n pada sistem saraf mereka,
karena telah terbukti bahwa sistem saraf manusia secara positif menanggapi
terdengar rangsangan dengan rutin dan surut. (Widhowati, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Deden, 2017) bertujuan untuk


menilai efektif pemberian murotal terapi untuk mengurangi halusinasi
pendengaran. Penelitian ini dilakukan Di Ruang Arjuna RSJD dr. Arif
Zainudin Surakarta pada tanggal 30 Maret – 12 april 2017. Jumlah sampel
31
sebanyak 8 responden. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 dari 8
responden mengatakan halusinasi berkurang setelah mendengarkan murotal
terapi, dan 3 dari 8 responden mengatakan masih mendengar halusinasi setelah
mendengarkan murotal terapi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan
pemberian murotal terapi efektif untuk mengurangi halusinasi pendengaran.

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Putra et al., 2018) bertujuan dengan
mendengarkan Al-Qur’an mmberikan peningkatan dalam kemampuan otak.
Sampel sebanyak 50 responden. Responden terdiri dari 26 pria dan 24
perempuan di kisaran 19 sampai 22 tahun diangkat menjadi subyek penelitian.
Dengan asumsi setiap peserta memiliki pemahaman yang sama tentang
kemampuan percobaan, dalam hal ini adalah memori jangka pendek. Dari hasil
data menunjukkan bahwa P = < = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa ada yang
signifikan perbedaan antara nilai sebelum pemberian murotal terapi dan setelah
pemberian murotal terapi Al-Qur’an. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
(Songwathana, 2011), dengan tujuan untuk menguji efek dari intervensi
spiritualitas dengan pemberian murotal terapi Al-Qur’an. Jumlah sampel
sebanyak 6. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa murotal terapi telah
terbukti efektif untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesehatan fisik,
mengurangi kecemasan dan depresi di kalangan mahasiswa Muslim, di Irak, di
Kuwait dan Amerika Serikat.

Berdasarkan penelitian tersebut dan juga siki 2018 disarankan kepada


perawat Rumah sakit melakukan terapi murotal sebagai salah satu intervensi
jika ada pasien yang mengalami halusiniasi pendengaran sesuai kondisi pasien
dan saran dokter atau perawat spesialis kejiwaan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Azizah Lilik, Ma’rifatul. 2016. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktek Klinik. Yogyakarta
: Graha Ilmu
Budi Anna Keliat, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Dermawan, Deden 2017, ‘Pengaruh Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta’, Journal STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta, 15(1): 71.
Dellazizzo et al. (2018). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Efektifitas murotal terapi
terhadap kemandirian mengontrol halusinasi pendengaran Makassar 2019
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan indonesia. (Dewan Pengurus Pusat PPNI,
Ed.) (1st ed.). Jakarta.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. (Dewan Pengurus Pusat PPNI,
Ed.) (1st ed.). Jakarta: EGC.
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Medical
Book Numed.
Mardiyono, M., Songwathana, P., and Petpichetchian, W. (2011). Spirituality intervention
and outcomes: Corner stone of holistic nursing practise. Nurse Media Journal of
Nursing, 1(1):117–127.
Widhowati, SS. (2010). Efektifitas Terapi Audio dengan Murotal Surah Ar Rahman untuk
Menurunkan Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Semarang: UNDIP.
Yosep, Iyus. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama

33

Anda mungkin juga menyukai