1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan
suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
atau penciuman (Sutejo, 2017).
2. Rentang Respon
I--------------------------------------I--------------------------------------I
1. Pikiran logis
1. Kadang kadang proses
2. Persepsi akurat 1. Waham
pikir terganggu
3. Emosi konsisten 2. Halusinasi
2. Ilusi
dengan pengalaman 3. Kerusakan proses emosi
3. Emosi berlebihan
4. Perilaku cocok 4. Perilaku tidak terorganisasi
4. Perilaku yang tidak biasa
5. Hubungan sosial 5. Isolasi sosial
5. Menarik diri
harmonis
a. Respon Adaptif: respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Respons ini meliputi:
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar - benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
Menurut (Prabowo, 2017) halusinasi terdiri atas beberapa jenis, dengan karakteristik
tertentu, diantaranya:
Menurut Yosep (2016) etiologi terdiri dari beberapa faktor antara lain:
a. Faktor Predisposisi
5) Faktor genetik dan pola asuh: Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang
diasuh oleh orang tua Skizofrenia cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini
b. Faktor Presipitasi
2) Dimensi emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi berupa
halusinasi berupa perintah, memaksa dan menakutkan.
4) Dimensi sosial: Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap hidup bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan.
Nurhalimah (2016), mengungkapkan bahwa tanda dan gejala halusinasi dinilai dari
hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala
halusinasi yang dapat ditermukan sebagai berikut:
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan non psikotik. Karakteristik: klien mengalami
stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal - hal yang
menyenangkan. Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang
lambat jika asyik dengan halusinasinya
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri
menjadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin
orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya
tanda - tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan
realitas.
c. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan suara isi
halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi
biasa dan tidak berdaya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda - tanda fisik berupa berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
a. Regresi: berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang digunakan untuk
menanggulangi ansietas. Energi yang tersisa untuk aktivitas sehari-hari tinggal
sedikit, sehingga klien menjadi malas beraktivitas sehari-hari
c. Menarik diri: klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
8. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh
pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat (Maramis, 2004 dalam Prabowo, 2017)
b. Terapi kejang listrik/ Electro compulsive therapy (TCP) adalah pengobatan untuk
menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neurolapitika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4 - 5 joule perditik (Prabowo, 2017)
1) Terapi aktivitas: terapi musik, terapi seni, terapi menari dan terapi relaksasi
1. Pengkajian
a. Identitas: Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggan MRS, tanggal pengkajian, no rekam medic, diagnosa medis dan alamat
klien
b. Alasan masuk: Biasanya klien masuk karena mengalami hal – hal seperti
berbicara, senyum dan tertawa sendirian. Mengatakan mendengar suara-suara atau
bisikan bisikan makhluk halus atau orang lain. Kadang klien marah-marah sendiri
tanpa sebab, mengganggu lingkungan, bermenung, banyak diam, kadang merasa
takut dirumah, sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan,
ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang,
pembicaraan kacau dan tidak masuk akal
c. Faktor Predisposisi: biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya (biasanya berhasil, kurang
berhasil dan tidak berhasil). Biasanya halusinasi klien disebabkan oleh aniaya
fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam rumah tangga atau tindak
criminal. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Biasanya ada pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan
d. Pemeriksaan fisik: Kaji dan observasi tanda-tanda vital pasien yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu. Ukur tinggi badan berat badan pasien. Dan
Tanyakan apakah ada keluhan fisik.
e. Psikososial
2) Konsep diri
b) Identitas diri: Biasanya berisi status pasien atau posisi pasien sebelum
dirawat. Kepuasan pasien sebagai laki – laki atau perempuan. Kepuasan
pasien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, dan
kelompok)
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan : Biasanya nilai – nilai dan keyakinan terhadap agama
kurang sekali, keyakinan agama pasien halusinasi juga terganggu.
f. Status Mental
5) Afek: Biasanya afek pasien datar, tumpul, labil, tidak sesuai, berlebihan, dan
ambivalen.
1) Makan: Biasanya pasien kurang makan dan makan pasien tidak sesuai
kebutuhan.
2) Mandi: Biasanya pasien tidak mau mandi, gosok gigi, tampak kusam dan tidak
mau menggunting kuku.
8) Aktivitas diluar rumah: Biasanya pasien tidak mau beraktivitas diluar rumah,
karena pasien selalu merasa ketakutan
h. Mekanisme koping
c. Isolasi sosial
3. Pohon Masalah
4. Diagnosa Keperawatan
5. Perencanaan Keperawatan
7. Evaluasi
Direja, A.H.S (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kusumawati, F., & Hartono, Y. (n.d.). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Prabowo, E. (2017). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sutejo, (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan jiwa: Gangguan Jiwa
dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Yosep, I & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.