Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP DASAR HALUSINASI

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan
suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
atau penciuman (Sutejo, 2017).

2. Rentang Respon

Menurut Sutejo (2017) Rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang


respons neurobiologi. Rentang respons neurobiologi yang paling adaptif adalah
adanya pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,
perilaku cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sementara itu,
respons mal adaptif meliputi adanya waham, halusinasi, kesukaran proses emosi,
perilaku tidak terorganisasi, dan isolasi sosial: menarik diri. Berikut adalah gambaran
rentang respon nerobiologi.

Respon adaptif Respon maladaptive

I--------------------------------------I--------------------------------------I

1. Pikiran logis
1. Kadang kadang proses
2. Persepsi akurat 1. Waham
pikir terganggu
3. Emosi konsisten 2. Halusinasi
2. Ilusi
dengan pengalaman 3. Kerusakan proses emosi
3. Emosi berlebihan
4. Perilaku cocok 4. Perilaku tidak terorganisasi
4. Perilaku yang tidak biasa
5. Hubungan sosial 5. Isolasi sosial
5. Menarik diri
harmonis

Menurut Azizah (2016) rentang respon neurobiologis pada gambar tersebut


dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Respon Adaptif: respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Respons ini meliputi:

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.


2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari


pengalaman ahli

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.

b. Respon psikososial

1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan

2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar - benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.

3) Emosi berlebihan atau berkurang

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

c. Respon Maladaptif: respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara


yang bertentangan dengan norma agama & masyarakat. Respon maladptif tersebut
antara lain:

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan


walaupun tidak diyakini oleh orang lain walaupun tidak diyakini oleh orang
lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.


5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang
negatif mengancam.

3. Jenis- Jenis Halusinasi

Menurut (Prabowo, 2017) halusinasi terdiri atas beberapa jenis, dengan karakteristik
tertentu, diantaranya:

a. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik): Gangguan stimulus dimana pasien


mendengar suara - suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan (visual): Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti


bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau panorama
yang luas dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu (Olfaktori): Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai


dengan adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijikkan seperti darah, urine,
atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan demensia.

d. Halusinasi peraba (Taktil, Kineastatik): Gangguan stimulus yang ditandai dengan


adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap (Gustatorik): Gangguan stimulus yang ditandai dengan


merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan.

f. Halusinasi sintestik: gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi


tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine (Yosep, 2007 dalam Prabowo, 2017).
4. Faktor Penyebab Halusinasi

Menurut Yosep (2016) etiologi terdiri dari beberapa faktor antara lain:

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor perkembangan: Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya


rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress.

2) Faktor sosiokultural: Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya


sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.

3) Faktor biokimia: Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.


Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimentytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangnya acetylcholine dan dopamin.

4) Faktor psikologis: Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab


mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.

5) Faktor genetik dan pola asuh: Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang
diasuh oleh orang tua Skizofrenia cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini

b. Faktor Presipitasi

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan


tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata. Menurut (Rawlins dan Heacock, 1993 dalam yosep 2016)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandakan atas hakikat keberadaan
seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur - unsur bio -
psiko - sosio - spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :

1) Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik


seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat - obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.

2) Dimensi emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi berupa
halusinasi berupa perintah, memaksa dan menakutkan.

3) Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa


individu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego.

4) Dimensi sosial: Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap hidup bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan.

5) Dimensi spiritual: Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kemampuan


hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri

5. Tanda dan Gejala Halusinasi

Nurhalimah (2016), mengungkapkan bahwa tanda dan gejala halusinasi dinilai dari
hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala
halusinasi yang dapat ditermukan sebagai berikut:

Data Subjektif Data Objektif


1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan 1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Mendengar suara yang mengajak 2. Marah-marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
bercakap- cakap
4. Menutup telinga
3. Mendengar suara yang menyuluh 5. Menunjuk-nunjuk kea rah tertentu
melakukan sesuatu yang berbahaya 6. Menutup telinga
7. Mencium sesuatu seperti sedang
4. Melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu membaui bau – bauan tertentu
atau monster 8. Menutup hidung
9. Sering meludah
5. Mencium bau-bauan seperti darah, urin,
10.Muntah
feses, kadang-kadang bau itu 11.Menggaruk-garuk permukaan kulit
menyenangkan
6. Merasakan rasa seperti darah, urin, feses
7. Merasa takut atau senang dengan
halusinasinya

6. Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Direja (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu


sebagai berikut:

a. Fase pertama

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan non psikotik. Karakteristik: klien mengalami
stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal - hal yang
menyenangkan. Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang
lambat jika asyik dengan halusinasinya

b. Fase kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri
menjadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin
orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya
tanda - tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan
realitas.
c. Fase ketiga

Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan suara isi
halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi
biasa dan tidak berdaya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda - tanda fisik berupa berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase keempat

Adalah fase conquering atau panik klien lebur dengan halusinasinya.


Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut tidak berdaya,
hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan. Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah komplek, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

7. Mekanisme Koping Halusinasi

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi yaitu


(Sutejo, 2017):

a. Regresi: berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang digunakan untuk
menanggulangi ansietas. Energi yang tersisa untuk aktivitas sehari-hari tinggal
sedikit, sehingga klien menjadi malas beraktivitas sehari-hari

b. Proteksi: klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan


tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda

c. Menarik diri: klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal

d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

8. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh
pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat (Maramis, 2004 dalam Prabowo, 2017)

a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi


pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat
anti psikosis. Adapun kelompok umum yang digunakan adalah Fenotazin
Azetofenazin (tindal), klorpromazin (thorazin), Flufenazine (Prolixine,Permitil),
Mesoridazin (Serentil), prefenazin (Trilafon), Prokloklorperazin, (Compazine),
Promazin (Vesprin) 16 -120 mg, Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tioktisen
(Navane) 75 - 600 mg, Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1 – 100 mg,
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300 - 900 mg, Dibenzokasazepin Loksapin
(Loxitane) 20 - 150 mg, Dihidroindolon Molindone (Moban) 15 – 225 mg
(Muhith, 2015).

b. Terapi kejang listrik/ Electro compulsive therapy (TCP) adalah pengobatan untuk
menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neurolapitika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4 - 5 joule perditik (Prabowo, 2017)

c. Psikoterapi dan rehabilitasi: Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat


karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien
kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien
bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawatan dan dokter. Maksudnya supaya
pasien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi
modalitas yang terdiri dari:

1) Terapi aktivitas: terapi musik, terapi seni, terapi menari dan terapi relaksasi

2) Terapi sosial: pasien belajar bersosialisasi

3) TAK Stimulus Persepsi Halusinasi


9. Prinsip Tindakan Keperawatan

Prinsip tindakan keperawatan pada klien dengan halusinasi sebagai berikut:

a. Validasi halusinasi klien dan tidak memfasilitasi halusinasi klien

b. Adanya kontrak sering tapi singkat

c. Terima halusinasi dan ungkapan realita perawat

d. Bantu klien mengontrol halusinasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

a. Identitas: Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggan MRS, tanggal pengkajian, no rekam medic, diagnosa medis dan alamat
klien

b. Alasan masuk: Biasanya klien masuk karena mengalami hal – hal seperti
berbicara, senyum dan tertawa sendirian. Mengatakan mendengar suara-suara atau
bisikan bisikan makhluk halus atau orang lain. Kadang klien marah-marah sendiri
tanpa sebab, mengganggu lingkungan, bermenung, banyak diam, kadang merasa
takut dirumah, sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan,
ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang,
pembicaraan kacau dan tidak masuk akal

c. Faktor Predisposisi: biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya (biasanya berhasil, kurang
berhasil dan tidak berhasil). Biasanya halusinasi klien disebabkan oleh aniaya
fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam rumah tangga atau tindak
criminal. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Biasanya ada pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan
d. Pemeriksaan fisik: Kaji dan observasi tanda-tanda vital pasien yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu. Ukur tinggi badan berat badan pasien. Dan
Tanyakan apakah ada keluhan fisik.

e. Psikososial

1) Genogram: biasanya terdapat anggota keluarga klien yang lain yang


mengalami gangguan jiwa, pola komunikasi terganggu. Genogram dilihat dari
3 generasi sebelumnya

2) Konsep diri

a) Citra/gambaran tubuh: Biasanya berisi tentang persepsi pasien tentang


tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan bagian tubuh yang tidak
disukainya.Biasanya pasien mudah kecewa, mudah putus asa, menutup
diri.

b) Identitas diri: Biasanya berisi status pasien atau posisi pasien sebelum
dirawat. Kepuasan pasien sebagai laki – laki atau perempuan. Kepuasan
pasien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, dan
kelompok)

c) Peran diri: Biasanya pasien menceritakan tentang peran/tugas yang


diemban dalam keluarga/ kelompok masyarakat. Kemampuan pasien
dalam melaksanakan tugas atau peran tersebut. Biasanya mengalami krisis
peran.

d) Ideal diri: Biasanya berisi tentang harapan pasien terhadap penyakitnya.


Harapan pasien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja, dan
masyarakat). Dan harapan pasien terhadap tubuh, posisi, status, dan tugas
atau peran. Biasanya gambaran diri negatif

a) Harga diri: Biasanya tentang bagaimana cara pasien memandang dirinya,


orang lain sesuai dengan kondisi pada gambaran diri, identitas diri, peran
diri, dan ideal diri. Penilaian/ penghargaan orang lain terhadap diri dan
kehidupannya. Biasanya pasien mengalami harga diri rendah
3) Hubungan sosial: Biasanya pasien dengan halusinasi tidak mempunyai orang
yang terdekat dan sering dicemoohkan oleh lingkungan disekitar pasien

4) Spiritual

a) Nilai dan keyakinan : Biasanya nilai – nilai dan keyakinan terhadap agama
kurang sekali, keyakinan agama pasien halusinasi juga terganggu.

b) Kegiatan ibadah : Biasanya pasien menjalankan kegiatan ibadah dirumah


sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.

f. Status Mental

1) Penampilan: Biasanya penampilan pasien tidak rapi, penggunaan pakaian


tidak sesuai, dan cara berpakaian pasien tidak seperti biasanya.

2) Pembicaraan: Biasanya cara bicara pasien dengan halusinasi biasanya keras,


gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu, dan tidak mampu memulai
pembicaraan

3) Aktivitas motoric: Biasanya keadaan pasien tampak lesu, tegang, gelisah,


sering menyendiri dan tremor.

4) Alam perasaan: Biasanya keadaan pasien tampak seperti sedih, ketakutan,


putus asa, khawatir, dan gembira secara berlebihan

5) Afek: Biasanya afek pasien datar, tumpul, labil, tidak sesuai, berlebihan, dan
ambivalen.

6) Interaksi selama wawancara: Biasanya pada saat melakukanwawancara pasien


bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang, dan
selalu curiga.

7) Persepsi: Biasanya tergantung dari halusinasi yang di derita oleh pasien.


Seperti halusinasi pendengaran mendengar sesuatu, penglihatan melihat
sesuatu, penghidu menghidu sesuatu, pengecap mengecap sesuatu, perabaan
merasakan sesuatu.

8) Proses pikir: Biasanya pada pasien halusinasi proses pikir pasien


sirkumtansial, tangensial, kehilangan asosiasi, pengulangan pembicaraan.
g. Kebutuhan persiapan pulang

1) Makan: Biasanya pasien kurang makan dan makan pasien tidak sesuai
kebutuhan.

2) Mandi: Biasanya pasien tidak mau mandi, gosok gigi, tampak kusam dan tidak
mau menggunting kuku.

3) BAK/BAB: Biasanya BAB/BAK pasien normal/ tidak ada gangguan

4) Berpakaian: Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, dan memakai


pakaian yang tidak serasi

5) Istirahat: Biasanya istirahat pasien terganggu

6) Penggunaan obat: Biasanya pasien minum obat tidak teratur

7) Aktivitas dalam rumah: Biasanya pasien malas mengerjakan pekerjaan rumah.

8) Aktivitas diluar rumah: Biasanya pasien tidak mau beraktivitas diluar rumah,
karena pasien selalu merasa ketakutan

h. Mekanisme koping

1) Adaptif: Biasanya pasien mampu berbicara dengan orang lain, mampu


menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktivitas konstruktif, pasien mampu
berolah raga.

2) Maladaptif: Biasanya pasien suka minum alkohol, reaksi pasien


lambat/berlebihan, pasien bekerja secara berlebihan, selalu menghindar dan
menciderai diri sendiri.

i. Masalah psikososial: Biasanya pasien mengalami masalah dalam berinteraksi


dengan lingkungan, biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan dari
kelompok, masalah dengan pendidikan, masalah dengan pekerjaan, masalah
dengan ekonomi dan masalah dengan pelayanan kesehatan

j. Pengetahuan: Biasanya pasien halusinasi mengalami gangguan kognitif.

a. Aspek medis: Tindakan medis dalam memberikan asuhan keperawatan pada


pasien dengan halusinasi adalah dengan memberikan terapi ECT (Electro
confilsive teraphy), dan obat – obatan seperti Haloperidol (HLP), Trihexphenidyl
(THP)

2. Daftar Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul sebagai berikut:

a. Resiko tinggi perilaku kekerasan

b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi

c. Isolasi sosial

3. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan (Efek)

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi (core problem)

Isolasi Sosial (Penyebab)

4. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul adalah Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi

5. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan Kriteria Tindakan
Gangguan Klien Setelah dilakukan 1 – 4 kali SP Pasien
Persepsi mampu : pertemuan klien mampu SP 1
Sensori: mengontrol mengontrol halusinasi dengan 1. Membina hubungan saling percaya
Halusinasi halusinasi cara: 2. Identifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu
sesuai 1. Menghardik terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon dan jenis
strategi 2. Minum obat secara teratur 3. Jelaskan cara mengontrol halusinasi:
pelaksanaan dengan prinsip 6 benar minum menghardik, obat, bercakap cakap, melakukan
tindakan obat kegiatan
keperawatan 3. Mengontrol halusinasi 4. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
dengan cara bercakap – cakap menghardik
4. Melakukan aktivitas sehari 5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
- hari menghardik
SP 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat
(jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis, frekuensi,
cara, kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum obat
SP 3
1. Evaluasi kegiatan menghardik dan minum obat.
Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap cakap saat terjadi halusinasi
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat dan bercakap cakap.
SP 4
1. Evaluasi kegiatan menghardik, minum obat dan
bercakap cakap. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan harian (mulai 2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat, bercakap cakap dan
kegiatan harian
Keluarga Setelah dilakukan 1 – 4 kali SP Keluarga
mampu: pertemuan keluarga mampu SP 1
mengontrol mengontrol halusinasi klien 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
halusinasi dengan cara: merawat pasien
klien sesuai 1. Menghardik 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan
strategi 2. Minum obat secara teratur proses terjadinya halusinasi (gunakan booklet)
pelaksanaan dengan prinsip 6 benar minum
tindakan obat 3. Jelaskan cara merawat halusinasi
keperawatan 3. Mengontrol halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi: hardik
dengan cara bercakap – cakap 5. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan
4. Melakukan aktivitas sehari memberi pujian
– hari SP 2
5. Memfollow up ke PKM, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau
tanda kambuh, rujukan melatih klien menghardik. Beri pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
3. Latih cara memberikan/membimbing minum
obat
4. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan
memberi pujian
SP 3
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau
melatih klien menghardik dan memberikan obat.
Beri pujian
2. Jelaskan cara bercakap cakap dan melakukan
kegiatan untuk mengontrol halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu bercakap cakap
dengan pasien terutama saat halusinasi
4. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan
memberi pujian
SP 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau
melatih klien menghardik, memberikan obat dan
bercakap cakap. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh,
rujukan
3. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
kegiatan dan memberikan pujian
6. Implementasi

Menurut Kusumawati (2012), implementasi atau pelaksanaan tindakan


keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Selanjutnya Prabowo
(2014), mengungkapkan bahwa sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien pada saat ini. Semua tindakan yang telah
dilaksanakan beserta respons klien didokumentasikan.

7. Evaluasi

Menurut Yusuf (2015), evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk


menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi ada dua macam, yaitu
evaluasi proses atau evaluasi formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
respon klien legar yaitu mendokumnentasikan apa yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A.H.S (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kusumawati, F., & Hartono, Y. (n.d.). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Nurhalimah, N. (2016). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pusdik SDM Kesehatan

Prabowo, E. (2017). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Sutejo, (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan jiwa: Gangguan Jiwa
dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Yosep, I & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Yusuf, A. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai