Anda di halaman 1dari 20

1

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk
membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsangan eksternal (Trimelia,
2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua sistem penginderaan (Dalami, Ermawati dkk 2014). Berdasarkan beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah adanya gangguan
persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran sering terjadi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa berupa suara penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan dengan persepsi yang salah terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata.

Jenis-Jenis Halusinasi menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi adalah


sebagai berikut :
1) Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-
kamit, dan ada gerakan tangan.
2) Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau
panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan.
Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke
arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.

2
3) Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau
feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi
wajah seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung
pada tempat tertentu, menutup hidung.
4) Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah,
urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti
gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.
5) Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang
menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku
yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan
kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
6) Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di atas
permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya
sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan
halusinasi :
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentah terhadap stress.

3
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres berkepanjangan
jangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan yang
nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan
seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
yaitu :
a. Dimensi fisik, halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam

4
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam
waktu yang sama.
b. Dimensi emosional, perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi
daari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap kekuatan tersebut.
c. Dimensi intelektual, dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa
individu dengan halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan satu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat menagmabil seluruh perhatian
klien dan jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial, klien mengalami gangguan interaksi sosial dari fase awal
dan comforting klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi
sosial, contoh diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia
nyata. Isi halusinasi dijadikan ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi spritual, secara spritual klien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah
dan jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun
sangat siang. Saat terbangun terasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya memjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.

5
3. Rentang Respons Neurobiologi
Tabel 2.1 Rentang respons neurologi
Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran terkadang menyimpang  Kelainan pikiran


 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Emosional berlebihan/dengan  Tidak mampu
 Perilaku sosial pengalaman kurang mengatur emosi
 Hubungan  Perilaku ganjil  Ketidakteraturan
sosial  Menarik diri  Isolasi sosial
Keterangan :
1) Respon adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh normanorma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain dan
lingkungan.
2) Respon psikosial meliputi
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
c) Emosi berlebihan atau berkurang
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran

6
e) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang
lain
3) Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respon maladaptif ini meliputi :
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e) Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.

4. Tanda dan Gejala Halusinasi


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah
tersenyum atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik
dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realitas rentangperhatian yang
menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu
merawat diri,perubahan Berikut tanda dan gejala menurut jenis
halusinasi Stuart & Sudden dalam Yusalia (2015).

Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala

7
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara
kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan /sesuatu yang menakutkan seperti
monster.
Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases
umumnya baubau yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penciuman biasanya sering akibat stroke,
tumor, kejang / dernentia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.

Tahapan proses terjadinya halusinasi, menurut Yosep (2010) dan Trimeilia


(2011) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu:
1) Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Karakteristik : Klien
merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui
orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena
berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dikhianati kekasih, masalah di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangung terus-menerus
sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
2) Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Karakteristik :
Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba untuk memusatkan

8
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahapan ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
Perilaku yang muncul biasanya dalah menyeringai atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata
cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
mengasyikkan.
3) Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien. Karakteristik :
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien
mulai merasa tidak mampu mengontrolnya dan mulai berupaya untuk
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien
mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan menarik
diri dari orang lain dengan intensitas watu yang lama. Perilaku yang muncul
adalah terjadinya peningkatan sistem syaraf otonom yang menunjukkan
ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan meningkat, tekanan darah dan
denyut nadi menurun, konsentrasi menurun.
4) Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataanKarakteristik : Klien
mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien
dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai
fase gangguan psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individu
cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi, kesulitan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik/menit.
5) Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Karakteristik :
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau
perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan

9
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Perilaku yang
muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh, dan
kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi, menarik diri).

5. Komplikasi
Halusinasi yang tidak diatasi dapat menjadikan klien dengan halusinasi terjadi
kondisi gangguan dalam hubungan dan interaksi sosial, klien dengan halusinasi
beresiko melukai dirinya sendiri bahkan ada klien yang sampai bunuh diri
ataupum beresiko melukai orang lain.

10
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan (Direja, 2011). Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan,
mengorganisasikan dan mencatat data-data yang menjelaskan respon tubuh
manusia yang diakibatkan oleh masalah kesehatan (Ali, 2009).
Stuart dan Sundeen dalam Yusuf dkk (2015) menyebutkan bahwa faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan koping yang dimiliki pasien adalah aspek yang harus digali
selama proses pengkajian. Menurut Yusuf, dkk (2015), pengkajian pada
pasien dengan halusinasi terdiri dari:
a) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir
dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
muncul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat berakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.

11
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran
ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.

e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tuanya mengalami skizofrenia.

b) Faktor presipitasi
a. Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
c. Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik, dan sosial.

12
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau
potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah
kesehatan/proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P)
berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat
secara ilmiah (Carpenito dalam Yusuf dkk. 2015). Rumusan diagnosis
keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Menurut
Dalami dkk (2014), diagnosa keperawatan klien dengan halusinasi
pendengaran adalah sebagai berikut:
a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial
c. Resiko perilaku kekerasan

3) Pohon Masalah
Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah
masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai
pohon masalah (Yusuf dkk. 2015). Untuk membuat pohon masalah, minimal
harus ada tiga masalah yang berkedudukan sebagai penyebab (causa),
Effect

masalah utama (core problem), dan akibat (effect). Menurut Damaiyanti


(2014), pohon masalah pada pasien halusinasi adalah sebagai berikut :
Effect
lain, lingkungan dan verbal)
Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang

Gangguan persepsi sensori : halusinasi


Core Problem

Isolasi Sosial
Causa

13
4) Intervensi Keperawatan

No Diangnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria intervensi Intervensi
1 Gangguan Klien mampu: Setelah 1 kali SP 1 P
Sensori 1. Membina pertemuan, diharapkan: 1. Identifikasi
Persepsi: hubungan 1. Verbalisasi halusinasi: isi,
Halusinasi saling mendengar bisikan
frekuensi,
Pendengaran percaya menurun
2. Mengenal 2. Isi, waktu, waktu terjadi,
halusinasi frekuensi, situasi, situasi
yang pencetus, perasaan pencetus,
dialami dan respon membaik perasaan dan
3. Mengontrol 3. Mampu respon.
halusinasi memperagakkan 2. Jelaskan cara
4. Mengikuti cara dalam
mengontrol
pengobatan mengontrol
secara halusinasi dengan halusinasi:
optimal baik Hardik, obat,
bercakapcaka
p,
3. Latih cara
mengontrol
halusinasi
dengan
menghardik.
4. Masukkan
dalam jadwal
kegiatan
untuk latihan
menghardik.
melakukan
kegiatan.
Setelah 2 kali SP II P

14
pertemuan, klien dapat 1. Evaluasi
mampu: kegiatan
1. Menyebutkan menghardik,
kegiatan yang sudah
Berikan pujian
dilakukan dan
2. Memperagakkan 2. Latih cara
cara 6 benar minum mengontrol
obat dengan benar halusinasi
dengan obat
(jelaskan 7
benar : pasien,
obat,
dosis,waktu,
cara
pemberian,
dokumentasi
dan
informasi )
3. Masukkan
pada jadwal
kegiatan untuk
latihan
menghardik
dan minum
obat
Setelah 3 kali SP III P
pertemuan, klien dapat 1. Evaluasi
mampu: kegiatan
1. Menyebutkan
latihan
kegiatan yang sudah
dilakukan dan menghardik,
2. Memperagakkan minum obat.
cara bercakapcakap Beri pujian
dengan orang lain 2. Latih cara
mengontrol
halusinasi
dengan
bercakap-
cakap saat
terjadi

15
halusinasi
3. Masukkan
pada jadwal
kegiatan untuk
latihan
menghardik,
minum obat
dan bercakap-
cakap
Setelah 4 kali SP IV P
pertemuan, klien dapat 1. Evaluasi
mampu: kegiatan
1. Menyebutkan
latihan
kegiatan yang sudah
dilakukan dan menghardik,
2. Membuat jadwal minum obat,
sehari-hari dan bercakap-
mampu cakap. Berikan
melakukannya pujian
(minimal dua 2. Latih cara
kegiatan)
mengontrol
halusinasi
dengan
melakukan
kegiatan
harian (mulai
2 kegiatan
yaitu
merapikan
tempat tidur
dan menyapu)
3. Masukkan
pada jadwal
kegiatan untuk
latihan
menghardik,
minum obat,
bercakap-
cakap dan

16
kegiatan
harian.
Gangguan Keluarga Setelah 3-4 kali SP 1 K
Sensori mampu: pertemuan, diharapkan 1. Diskusikan
Persepsi: 1. Mengenal keluarga mampu: masalah yang
Halusinasi masalah 1. Mengarahkan,
dirasakan
Pendengaran halusinasi merawat dan melatih
dan pasien dalam keluarga
masalah mengontrol halusinasi dalam
yang merawat
dirasakan pasien
dalam halusinasi
merawat 2. Jelaskan
pasien
pengertian
2. Mengenal
tanda halusinasi,
gejala tanda dan
kekambuha gejala
n yang halusinasi,
memerluka jenis
n rujukan halusinasi
segera
serta proses
terjadinya
halusinasi
3. Jelaskan cara
latihan
menghardik
halusinasi
4. Latih keluarga
cara merawat
pasien dengan
cara
menghardik
5. Anjurkan
membantu
pasien sesuai
jadwal, beri
pujian.

SP II K

17
1. Evaluasi
kegiatan
keluarga
dalam
merawat/
melatih pasien
dengan
menghardik,
beri pujian.
2. Jelaskan
keluarga cara
6 benar
minum obat.
3. Latih keluarga
cara merawat
pasien
halusinasi
dengan minum
obat teratur.
4. Anjurkan
membantu
pasien sesuai
jadwal, beri
pujian.

SP III K
1. Evaluasi
kegiatan
keluarga
dalam
merawat/Mem
ban tu pasien
menghardik,
minum obat
teratur, beri
pujian
2. Jelaskan cara
bercakap-

18
cakap dalam
mengontrol
halusinasi
3. Latih dan
sediakan
waktu
bercakap-
cakap dengan
keluarga
pasien
terutama saat
halusiansi.
4. Anjurkan
keluarga
membantu
pasien sesuai
jadwal, beri
pujian.

SP IV K
1. Evaluasi
kegiatan
keluarga
dalam
merawat/
melatih pasien
cara
menghardik,
minum obat
teratur dan
bercakap-
cakap, beri
pujian
2. Latih keluarga
cara merawat
pasien dengan
mengontrol
halusinasi

19
melalui
kegiatan
seharihari/
kegiatan
harian.
3. Jelaskan folow
up PKM tanda
kambuh,
rujukan.
4. Anjurkan
keluarga
membantu
pasien sesuai
dengan jadwal
dan beri
pujian.

20

Anda mungkin juga menyukai