Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN

TEORI REVIEW KONSEP IMUNISASI

DISUSUN OLEH

VIRA DWI RIZKY P05120319048

DOSEN PENGAJAR

Pauzan Efendi, SST,.M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
1. Retardasi Mental

A. Pengertian Retardasi Mental

Retardasi mental atau disabilitas intelektual adalah gangguan intelektual yang


ditandai dengan kemampuan mental atau intelegensi di bawah rata-rata. Orang dengan
retardasi mental mempelajari kemampuan baru, namun lebih lambat. Terdapat
berbagai derajat retardasi mental, mulai dari ringan hingga sangat berat. Kemampuan
intelegensi biasanya diukur dengan menggunakan skor IQ. Seseorang dikatakan
retardasi mental apabila didapati skor IQ < 70.

B. Gejala Retardasi Mental

Retardasi mental biasanya diketahui saat kecil. Terdapat beberapa gejala dan
tanda dari retardasi mental pada anak-anak. Gejala ini muncul bergantung dari berat
ringannya penyakit. Beberapa tanda dan gejala retardasi mental yaitu:

 Sering berputar, duduk-berdiri, merangkak, atau terlambat berjalan.


 Memiliki gangguan dalam berbicara, atau sering telat dalam berbicara.
 Lamban dalam memelajari sesuatu hal yang sederhana, seperti berpakaian,
membersihkan diri, dan makan.
 Kesulitan mengingat barang
 Kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain.
 Gangguan perilaku, seperti tantrum.
 Kesulitan dalam diskusi penyelesaian masalah atau pola pikir logis.

Anak dengan retardasi mental berat biasanya akan disertai dengan masalah
kesehatan lainnya. Masalah ini terkait kejang, gangguan mood (cemas dan autisme),
kelainan motorik, gangguan penglihatan atau gangguan pendengaran.

C. Penyebab Retardasi Mental

Retardasi mental disebabkan oleh gangguan perkembangan otak. Namun,


penyebab pasti dari retardasi mental hanya bisa ditentukan dengan pasti sepertiga dari
seluruh angka kejadian. Berikut ini penyebab paling sering dari retardasi mental:

 Kelainan genetik. Kelainan seperti sindrom down dan sindrom fragile X yang
berkaitan erat dengan kelainan genetik dapat menyebabkan retardasi mental.
 Masalah selama kehamilan, beberapa keadaan saat kehamilan dapat menyebabkan
gangguan perkembangan otak janin, seperti penggunaan alkohol, obat-obatan
terlarang, gizi buruk, infeksi, dan preeklamsia.
 Masalah selama masa bayi, Retardasi mental dapat disebabkan bayi yang selama
masa kelahiran tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup, atau bayi yang
sangat prematur sehingga paru-paru belum matang secara sempurna.
 Cedera atau penyakit yang lainnya, infeksi seperti meningitis, atau campak dapat
menyebabkan retardasi mental. Cedera kepala berat, keadaan hampir tenggelam,
malnutrisi ekstrem, infeksi otak dapat berpengaruh terhadap retardasi mental.

D. Faktor Risiko Retardasi Mental

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko retardasi mental pada anak antara
lain:

 Faktor biologis, contohnya pada kelainan kromosom pada pengidap sindrom


down.
 Faktor metabolik, beberapa kelainan metabolik dapat meningkatkan risiko
retardasi mental seperti penyakit phenylketonuria (PKU), dimana tubuh tidak
dapat mengubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin.
 Faktor prenatal, perawatan pra kelahiran yang buruk dapat meningkatkan risiko
retardasi mental pada bayi, contohnya konsumsi alkohol pada kehamilan dan
infeksi cytomegalovirus saat kehamilan.
 Faktor psikososial, lingkungan rumah dan keluarga dapat menjadi penyebab
timbulnya retardasi mental terutama tipe sosio-kultural, yang merupakan retardasi
mental ringan.

2. Autisme

A. Pengertian Autisme

Autism spectrum disorder (ASD) atau yang lebih sering disebut autisme
merupakan gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi perkembangan bahasa
dan kemampuan seorang anak untuk berkomunikasi, berinteraksi, serta berperilaku.
Bukan hanya autisme, ASD juga mencakup sindrom Asperger, sindrom Heller, dan
gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS).

B. Faktor Risiko Autisme

Faktor-faktor yang jadi pemicu autisme adalah:

 Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih tinggi mengalami
autisme dibandingkan dengan anak perempuan.
 Faktor keturunan. Orang tua yang mengidap autisme berisiko memiliki anak
dengan kelainan yang sama.
 Penularan selama dalam kandungan. Contohnya, efek samping terhadap minuman
beralkohol atau obat-obatan (terutama obat epilepsi untuk ibu hamil) selama
dalam kandungan.
 Pengaruh gangguan lainnya, seperti sindrom Down, distrofi otot,
neurofibromatosis, sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral palsy) serta sindrom
Rett.
 Kelahiran prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu
atau kurang.

C. Penyebab Autisme

Penyebab autisme sampai saat ini masih belum diketahui. Namun, para ahli
mengidentifikasi adanya beberapa gen yang dicurigai memiliki kaitan dengan ASD.
Kadang-kadang gen-gen ini muncul dan bermutasi secara spontan. Namun, dalam
kasus lain, orang mungkin mewarisi gen tersebut dari orangtua. Dalam kasus anak
kembar, autisme bisa terjadi akibat gen kembar. Misalnya, bila satu anak kembar
mengidap autisme, maka kembar yang lain memiliki risiko autisme sekitar 36-95
persen. Mereka yang mengidap autisme juga bisa mengalami perubahan di area-area
utama otak mereka yang memengaruhi cara bicara dan perilaku pengidap. Faktor
lingkungan mungkin juga berperan dalam pengembangan ASD, meskipun dokter bisa
mengkonfirmasi kebenarannya.

D. Gejala Autisme

Gejala autisme digolongkan dalam dua kategori yaitu:

 Kategori Pertama: Katergori ini merujuk pada penyandang autisme dengan


gangguan dalam melakukan interaksi sosial dan berkomunikasi. Gejala ini dapat
meliputi masalah kepekaan terhadap lingkungan sosial dan gangguan penggunaan
bahasa verbal maupun nonverbal.
 Kategori Kedua: Penyandang austime dengan gangguan yang meliputi pola pikir,
minat, dan perilaku berulang yang kaku. Contoh gerakan berulang, misalnya
mengetuk-ngetuk atau meremas tangan, serta merasa kesal saat rutinitas tersebut
terganggu.

E. Pengobatan Autisme

Pengidap austisme tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, orang tua harus
mewaspadai gejalanya sedini mungkin. Meski demikian, ada banyak jenis
penanganan yang bisa dilakukan untuk membantu penyandang autisme agar dapat
menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan potensi dalam
diri mereka secara maksimal.

Tindakan penanganan yang dilakukan pada tiap pengidap bisa berbeda-beda.


Namun, penanganan yang diberikan pada pengidap autisme umumny berupa terapi.
Berikut beberapa pilihan metode terapi untuk pengidap autisme:

 Terapi Perilaku dan Komunikasi


Terapi ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pengajaran pada pengidap,
termasuk kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun nonverbal.
 Terapi Keluarga
Terapi ini ditujukan untuk orang tua dan keluarga pengidap autisme.
Tujuannya adalah agar keluarga bisa belajar bagaimana cara berinteraksi dengan
pengidap dan juga mengajarkan pengidap berbicara dan berperilaku normal.
 Pemberian Obat-obatan
Pemberian obat-obatan tidak bisa menyembuhkan autisme, melainkan
dapat mengendalikan gejalanya. Contohnya obat untuk mengatasi kejang, obat
untuk mengatasi masalah perilaku, obat untuk mengatasi depresi, dan obat untuk
mengatasi gangguan tidur.

3. ADHD

A. Pengertian ADHD

ADHD atau Attention-deficit hyperactivity disorder, adalah gangguan jangka


panjang yang menyerang anak-anak, yang ditandai dengan perilaku impulsif,
hiperaktif, dan kurangnya perhatian. Meskipun ADHD umumnya menyerang pada
masa kanak-kanak, gejala yang ditimbulkan dapat menetap hingga masa remaja dan
dewasa. Terdapat 3 subtipe ADHD, yaitu:

 Dominan hiperaktif-impulsif. Pada tipe ini, pengidap umumnya memiliki masalah


hiperaktivitas dan perilaku impulsif.
 Dominan inatentif. Pada tipe ini, pengidap umumnya memiliki gejala tidak dapat
memperhatikan dengan baik.
 Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatentif. Pada tipe ini, pengidap mengalami
gejala hiperaktif, impulsif, dan tidak dapat memperhatikan dengan baik.

B. Gejala ADHD

Gejala ADHD pada masa kanak-kanak dan remaja mudah dikenali, sedangkan
pada orang dewasa lebih sulit dideteksi. Umumnya, gejala ADHD yang dialami
pengidap saat dewasa berawal dari masa kanak-kanak. Gejala umum dari ADHD
antara lain:

 Tidak memperhatikan. Gejala ini meliputi mudah terdistraksi, pelupa, tidak


menghiraukan lawan bicara, tidak mengikuti petunjuk, tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan atau tugas di sekolah, mudah teralihkan, kehilangan fokus, memiliki
masalah dengan keteraturan, serta menghindari tugas yang membutuhkan
perhatian yang panjang.
 Hiperaktif. Gejala ini meliputi selalu tampak bersemangat, berbicara berlebihan,
sulit dalam menunggu giliran, tidak dapat duduk tenang, menghentakkan tangan
atau kaki, selalu gelisah, tidak dapat diajak duduk untuk waktu lama, berlarian
atau memanjat di situasi yang tidak sesuai, tidak dapat bermain dengan tenang,
sulit untuk bersantai, sering mengganggu orang lain, dan selalu memberi jawaban
sebelum pertanyaan diselesaikan.
 Impulsif. Gejala ini ditandai dengan perilaku berisiko tanpa memikirkan
konsekuensi dari tindakannya.
C. Penyebab ADHD

Penyebab ADHD belum diketahui dengan pasti sampai saat ini, namun diduga
berkaitan dengan ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) di dalam otak.

D. Faktor Risiko ADHD

Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang menderita ADHD


adalah:

 Faktor genetik. Karena dapat diturunkan, risiko menderita ADHD meningkat jika
memiliki anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama atau penyakit
mental lainnya.
 Faktor lingkungan. Diduga berkaitan dengan paparan timah yang banyak
ditemukan dalam cat.
 Kelahiran prematur, yaitu kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, atau bayi
dengan berat badan lahir rendah.
 Ibu yang menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol, atau
merokok selama masa kehamilan.
 Kerusakan atau cedera otak yang dapat terjadi selama masa kehamilan atau pada
usia dini.
 Ketidakseimbangan senyawa otak (neurotransmitter) dalam otak atau gangguan
dalam kinerja otak

E. Diagnosis ADHD

Tidak semua anak yang terlihat sangat aktif dapat didiagnosis menderita
ADHD. Ada beberapa langkah yang akan dilakukan dokter untuk mendiagnosis
ADHD.

 Menggali riwayat perjalanan penyakit pengidap, riwayat penyakit pada keluarga,


serta catatan sekolah pengidap.
 Melakukan serangkaian pemeriksaan fisik dan psikologis yang akan dilakukan
oleh dokter ahli terhadap pengidap.
 Melakukan wawancara atau kuesioner terhadap anggota keluarga, guru, pengasuh,
atau orang yang mengenal baik pengidap.
 Melakukan beberapa tes gambar dan tes laboratorium untuk mencari penyebab
lain.

F. Pengobatan ADHD

ADHD hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan. Penanganan yang
tepat sedini mungkin dilakukan untuk menolong pengidap beradaptasi dengan
penyakitnya sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Beberapa upaya
pengobatan ADHD antara lain:
 Obat-obatan yang umum digunakan untuk mengatasi ADHD. Obat-obatan ini
digunakan untuk membantu pengidap lebih tenang dan mengurangi sikap impulsif
sehingga dapat lebih memusatkan perhatian.
 CBT (cognitive behavioural therapy). Terapi ini dilakukan untuk menolong
pengidap mengubah pola pikir dan perilaku saat mengalami masalah dalam
hidupnya.
 Terapi psikologi. Terapi ini bertujuan supaya pengidap ADHD dapat menemukan
solusi untuk mengatasi gejala penyakitnya.
 Pelatihan interaksi sosial. Pelatihan ini bertujuan untuk menolong pengidap dalam
memahami perilaku sosial yang dapat diterima dalam masyarakat.

Selain pengidap, orang tua dan keluarga juga sebaiknya menjalani beberapa terapi
supaya dapat beradaptasi dan menerima gejala pengidap ADHD.

 Terapi perilaku. Terapi ini bertujuan supaya orang tua atau pengasuh dapat
memiliki strategi untuk menolong pengidap dalam menjalani kehidupan sehari-
hari atau mengatasi keadaan yang sulit.
 Pelatihan untuk orang tua pengidap ADHD. Pelatihan ini bertujuan supaya orang
tua lebih memahami perilaku pengidap dan memberikan bimbingan bagi orang tua
untuk menjalani hidup dengan pengidap ADHD.

4. Imunisasi

Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal terhadap
suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang
sistem kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut. Bayi yang baru lahir
memang sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan pasif. Antibodi
tersebut didapatkan dari ibunya saat bayi masih di dalam kandungan. Akan tetapi,
kekebalan ini hanya dapat bertahan beberapa minggu atau bulan saja. Setelah itu, bayi
akan menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit.

A. Imunisasi Rutin Lengkap di Indonesia

Kini, konsep imunisasi di Indonesia diubah dari imunisasi dasar lengkap


menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap atau imunisasi wajib terdiri
dari imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan, dengan rincian sebagai berikut:

B. Imunisasi dasar
 Usia 0 bulan: 1 dosis hepatitis B
 Usia 1 bulan: 1 dosis BCG dan polio
 Usia 2 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 3 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 4 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
 Usia 9 bulan: 1 dosis campak/MR
C. Imunisasi lanjutan
 Usia 18-24 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan campak/MR
 Kelas 1 SD/sederajat: 1 dosis campak dan DT
 Kelas 2 dan 5 SD/sederajat: 1 dosis Td
D. Efek Samping Imunisasi

Pemberian vaksin dapat disertai efek samping atau kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI), antara lain demam ringan sampai tinggi, nyeri dan bengkak pada
area bekas suntikan, dan agak rewel. Namun demikian, reaksi tersebut akan hilang
dalam 3-4 hari.

Bila anak mengalami KIPI seperti di atas, Anda dapat memberi kompres air
hangat, dan obat penurun panas tiap 4 jam. Cukup pakaikan anak baju yang tipis,
tanpa diselimuti. Di samping itu, berikan ASI lebih sering, disertai nutrisi tambahan
dari buah dan susu. Bila kondisinya tidak membaik, segera periksakan anak ke dokter.

Selain reaksi di atas, sejumlah vaksin juga dapat menimbulkan reaksi alergi
parah hingga kejang. Namun demikian, efek samping tersebut tergolong jarang.
Penting diingat bahwa manfaat imunisasi pada anak lebih besar dari efek samping
yang mungkin muncul.

Penting untuk memberitahu dokter bila anak pernah mengalami reaksi alergi
setelah pemberia vaksin. Hal ini guna mencegah timbulnya reaksi berbahaya, yang
bisa disebabkan oleh pemberian vaksin berulang.

E. Jenis Imunisasi di Indonesia

Berikut ini adalah vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) dalam program imunisasi:

 Hepatitis B
 Polio
 BCG
 DPT
 Hib
 Campak
 MMR
 PCV
 Rotavirus
 Influenza
 Tifus
 Hepatitis A
 Varisela
 HPV
 Japanese encephalitis
 Dengue

Anda mungkin juga menyukai