DISUSUN OLEH
DOSEN PENGAJAR
Retardasi mental biasanya diketahui saat kecil. Terdapat beberapa gejala dan
tanda dari retardasi mental pada anak-anak. Gejala ini muncul bergantung dari berat
ringannya penyakit. Beberapa tanda dan gejala retardasi mental yaitu:
Anak dengan retardasi mental berat biasanya akan disertai dengan masalah
kesehatan lainnya. Masalah ini terkait kejang, gangguan mood (cemas dan autisme),
kelainan motorik, gangguan penglihatan atau gangguan pendengaran.
Kelainan genetik. Kelainan seperti sindrom down dan sindrom fragile X yang
berkaitan erat dengan kelainan genetik dapat menyebabkan retardasi mental.
Masalah selama kehamilan, beberapa keadaan saat kehamilan dapat menyebabkan
gangguan perkembangan otak janin, seperti penggunaan alkohol, obat-obatan
terlarang, gizi buruk, infeksi, dan preeklamsia.
Masalah selama masa bayi, Retardasi mental dapat disebabkan bayi yang selama
masa kelahiran tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup, atau bayi yang
sangat prematur sehingga paru-paru belum matang secara sempurna.
Cedera atau penyakit yang lainnya, infeksi seperti meningitis, atau campak dapat
menyebabkan retardasi mental. Cedera kepala berat, keadaan hampir tenggelam,
malnutrisi ekstrem, infeksi otak dapat berpengaruh terhadap retardasi mental.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko retardasi mental pada anak antara
lain:
2. Autisme
A. Pengertian Autisme
Autism spectrum disorder (ASD) atau yang lebih sering disebut autisme
merupakan gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi perkembangan bahasa
dan kemampuan seorang anak untuk berkomunikasi, berinteraksi, serta berperilaku.
Bukan hanya autisme, ASD juga mencakup sindrom Asperger, sindrom Heller, dan
gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS).
Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih tinggi mengalami
autisme dibandingkan dengan anak perempuan.
Faktor keturunan. Orang tua yang mengidap autisme berisiko memiliki anak
dengan kelainan yang sama.
Penularan selama dalam kandungan. Contohnya, efek samping terhadap minuman
beralkohol atau obat-obatan (terutama obat epilepsi untuk ibu hamil) selama
dalam kandungan.
Pengaruh gangguan lainnya, seperti sindrom Down, distrofi otot,
neurofibromatosis, sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral palsy) serta sindrom
Rett.
Kelahiran prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu
atau kurang.
C. Penyebab Autisme
Penyebab autisme sampai saat ini masih belum diketahui. Namun, para ahli
mengidentifikasi adanya beberapa gen yang dicurigai memiliki kaitan dengan ASD.
Kadang-kadang gen-gen ini muncul dan bermutasi secara spontan. Namun, dalam
kasus lain, orang mungkin mewarisi gen tersebut dari orangtua. Dalam kasus anak
kembar, autisme bisa terjadi akibat gen kembar. Misalnya, bila satu anak kembar
mengidap autisme, maka kembar yang lain memiliki risiko autisme sekitar 36-95
persen. Mereka yang mengidap autisme juga bisa mengalami perubahan di area-area
utama otak mereka yang memengaruhi cara bicara dan perilaku pengidap. Faktor
lingkungan mungkin juga berperan dalam pengembangan ASD, meskipun dokter bisa
mengkonfirmasi kebenarannya.
D. Gejala Autisme
E. Pengobatan Autisme
Pengidap austisme tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, orang tua harus
mewaspadai gejalanya sedini mungkin. Meski demikian, ada banyak jenis
penanganan yang bisa dilakukan untuk membantu penyandang autisme agar dapat
menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan potensi dalam
diri mereka secara maksimal.
3. ADHD
A. Pengertian ADHD
B. Gejala ADHD
Gejala ADHD pada masa kanak-kanak dan remaja mudah dikenali, sedangkan
pada orang dewasa lebih sulit dideteksi. Umumnya, gejala ADHD yang dialami
pengidap saat dewasa berawal dari masa kanak-kanak. Gejala umum dari ADHD
antara lain:
Penyebab ADHD belum diketahui dengan pasti sampai saat ini, namun diduga
berkaitan dengan ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) di dalam otak.
Faktor genetik. Karena dapat diturunkan, risiko menderita ADHD meningkat jika
memiliki anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama atau penyakit
mental lainnya.
Faktor lingkungan. Diduga berkaitan dengan paparan timah yang banyak
ditemukan dalam cat.
Kelahiran prematur, yaitu kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, atau bayi
dengan berat badan lahir rendah.
Ibu yang menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol, atau
merokok selama masa kehamilan.
Kerusakan atau cedera otak yang dapat terjadi selama masa kehamilan atau pada
usia dini.
Ketidakseimbangan senyawa otak (neurotransmitter) dalam otak atau gangguan
dalam kinerja otak
E. Diagnosis ADHD
Tidak semua anak yang terlihat sangat aktif dapat didiagnosis menderita
ADHD. Ada beberapa langkah yang akan dilakukan dokter untuk mendiagnosis
ADHD.
F. Pengobatan ADHD
ADHD hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan. Penanganan yang
tepat sedini mungkin dilakukan untuk menolong pengidap beradaptasi dengan
penyakitnya sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Beberapa upaya
pengobatan ADHD antara lain:
Obat-obatan yang umum digunakan untuk mengatasi ADHD. Obat-obatan ini
digunakan untuk membantu pengidap lebih tenang dan mengurangi sikap impulsif
sehingga dapat lebih memusatkan perhatian.
CBT (cognitive behavioural therapy). Terapi ini dilakukan untuk menolong
pengidap mengubah pola pikir dan perilaku saat mengalami masalah dalam
hidupnya.
Terapi psikologi. Terapi ini bertujuan supaya pengidap ADHD dapat menemukan
solusi untuk mengatasi gejala penyakitnya.
Pelatihan interaksi sosial. Pelatihan ini bertujuan untuk menolong pengidap dalam
memahami perilaku sosial yang dapat diterima dalam masyarakat.
Selain pengidap, orang tua dan keluarga juga sebaiknya menjalani beberapa terapi
supaya dapat beradaptasi dan menerima gejala pengidap ADHD.
Terapi perilaku. Terapi ini bertujuan supaya orang tua atau pengasuh dapat
memiliki strategi untuk menolong pengidap dalam menjalani kehidupan sehari-
hari atau mengatasi keadaan yang sulit.
Pelatihan untuk orang tua pengidap ADHD. Pelatihan ini bertujuan supaya orang
tua lebih memahami perilaku pengidap dan memberikan bimbingan bagi orang tua
untuk menjalani hidup dengan pengidap ADHD.
4. Imunisasi
Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal terhadap
suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang
sistem kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut. Bayi yang baru lahir
memang sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan pasif. Antibodi
tersebut didapatkan dari ibunya saat bayi masih di dalam kandungan. Akan tetapi,
kekebalan ini hanya dapat bertahan beberapa minggu atau bulan saja. Setelah itu, bayi
akan menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit.
B. Imunisasi dasar
Usia 0 bulan: 1 dosis hepatitis B
Usia 1 bulan: 1 dosis BCG dan polio
Usia 2 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
Usia 3 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
Usia 4 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
Usia 9 bulan: 1 dosis campak/MR
C. Imunisasi lanjutan
Usia 18-24 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan campak/MR
Kelas 1 SD/sederajat: 1 dosis campak dan DT
Kelas 2 dan 5 SD/sederajat: 1 dosis Td
D. Efek Samping Imunisasi
Pemberian vaksin dapat disertai efek samping atau kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI), antara lain demam ringan sampai tinggi, nyeri dan bengkak pada
area bekas suntikan, dan agak rewel. Namun demikian, reaksi tersebut akan hilang
dalam 3-4 hari.
Bila anak mengalami KIPI seperti di atas, Anda dapat memberi kompres air
hangat, dan obat penurun panas tiap 4 jam. Cukup pakaikan anak baju yang tipis,
tanpa diselimuti. Di samping itu, berikan ASI lebih sering, disertai nutrisi tambahan
dari buah dan susu. Bila kondisinya tidak membaik, segera periksakan anak ke dokter.
Selain reaksi di atas, sejumlah vaksin juga dapat menimbulkan reaksi alergi
parah hingga kejang. Namun demikian, efek samping tersebut tergolong jarang.
Penting diingat bahwa manfaat imunisasi pada anak lebih besar dari efek samping
yang mungkin muncul.
Penting untuk memberitahu dokter bila anak pernah mengalami reaksi alergi
setelah pemberia vaksin. Hal ini guna mencegah timbulnya reaksi berbahaya, yang
bisa disebabkan oleh pemberian vaksin berulang.
Berikut ini adalah vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) dalam program imunisasi:
Hepatitis B
Polio
BCG
DPT
Hib
Campak
MMR
PCV
Rotavirus
Influenza
Tifus
Hepatitis A
Varisela
HPV
Japanese encephalitis
Dengue