Anda di halaman 1dari 12

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Masalah Utama


Perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran
1.2 Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubaha sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari
luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya
merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi”(yosep,
2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi
terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).

B. Rentang Respon Neurobiologis


a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut, respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu intteraksi dengnan orang
lain dan lingkungan.
b. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tenyang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilsku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk meghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipetahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yanr tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
C. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan
Secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah
sebagai berikut:
a) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan
berdebat dengan suara-suara tersebut.
b) Halusinasi penglihatan (visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya serig muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
c) Halusinasi perciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang di anggap penderita sebagai suatu
kombinasi moral.
d) Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih
jarang dari halusinasi gustatorik.
e) Halusinasi perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disenyuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f) Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g) Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerka dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya phantom phenomenom
atautungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian
obat tertentu.
h) Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya seperti
depersonalisasi yaitu perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis, misalnya sering
merasanya dirinya terpecah dua. Derealisasi adalah suatu perasaan aneh
tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya
perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.

D. Etiologi
Ada dua faktor yang menyebabkan halusinasi yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Faktor perkembangan yaitu tugas perkembangan klien terganggu
misalnya rendahnya kontrol dan dan kehangatan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri
dan lebih rentan terhadap stress.
Faktor sosiokultural yaitu seseorang yanng merasa tidak diterima
lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
Faktor biologis mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
Faktor psikologis yaitu tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung
jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan
yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
Faktor genetik dan pola asuh, penelitian menunjukkanbahwa anak
sehat yang diasuh oleh orang tua schizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia.hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor presipitasi
Perilaku adalah respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut rawlins dan
heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinaasi berlandaskan
atas hakikat keberadaaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu: dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial
dan spiritual.

E. Tanda dan Gejala


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan
halusinasi antara lain bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon
verbak yang lambat, menarik diri dari orang lain, berusaha untuk
menghindari orang lain, tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak
nyata, perhatian dengan lingkungan yang kurang,berkonsentrasi dengan
pengalaman sensori, sulit berhubungan dengan orang lain, ekspresi muka
tengang, mudah tersinggung,jengkel dan marah, tidak mampu mengikuti
perinntah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik,
agitasi dan kataton, curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri,orang
lain dan linkungan, ketakutan, tidak dapat mengurus diri, biasa terdapat
disorientasi waktu,tempat dan orang.
F. Sumber koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping
dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping ynag
efektif.

G. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung
dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.

H. Tahapan halusinasi
Tahap 1 (Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakanhal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan.
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
Perilaku yang muncul:
a. Tersenyum atau tertawa sendiri.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respons verbal lambat, diam, dan berkosentrasi.
Tahap 2 (Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipati.
Karakteristik:
b. Pengalaman sensori menkutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalamn tersebut.
c. Mulai merasa kehilangan kontrol.
d. Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul:
a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun.
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun.
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan
realia.
Tahap 3 (psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan
berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik:
a. Klien menyerah dam menerima pengalaman sensorinya.
b. Isi halusinasi menjadi atraktif
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul:
a. Klien menuruti perintah halusinasi.
b. Sulit berhubungan dengan orang lain.
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat.
d. Tidak mampu tremor dan berkeringat.
Tahap 4 (psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik.
Perilaku yang muncul:
a. Risiko tinggi mencederai.
b. Agitasi/kataton.
c. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada.
Timbulya perubahan persepsi sensoro halusinasi biasanya diawali dengan
seseorang yang manarik diri dari lingkungannya karena orang tersebut
menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat
atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan, maka akan berisiko
terhadap perilaku kekerasan.

1.3 Pohon Masalah

Resiko Perilaku kekerasan

Defisit Intoleransi
Perawatan Diri PSP Halusinasi Pendengaran Aktivitas

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri: HDR

1.4 Masalah Keperawatan


a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
c. Isolasi sosial: menarik diri
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
e. Intoleransi Aktivitas
f. Defisit perawatan dri
1.5 Data Yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan : Perubahan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran
Data subjektif yang perlu dikaji :
Klien mengatakan mendengar suara-suara tanpa ada wujud yang tampak,
suara-suara itu sangat menakutkan, klien memndengar suara itu saat pasien
sendirian di kamar biasanya pada malam hari dan pagi hari dengan frekuensi
6x/hari, ketika mendengar suara-suara ini pasien kesal dan ingin memukul
serta melempar barang agar suara itu hilang.
Data objektif yang perlu dikaji :
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, bersikap seperti mendengarkan
ssesuatu, berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk mendengar sesuatu,
disorientasi, konsentrasi rendah, pikiran cepat berubah-ubah, dan kekacaun
aliran pikiran.

1.6 Diagnosis Keperawatan


a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
c. Isolasi sosial: menarik diri
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
e. Intoleransi Aktivitas
f. Defisit perawatan diri

1.7 Rencana Tindakan Keperawatan


1.7.1 Tujuan Umum
Klien mampu mengendalikan halusinasinya.
1.7.2Tujuan Khusus
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya.
Dengan kriteria hasil : ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan
perawat, dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan
prinsip komunikasi terapeutik.
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dam menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati damn menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
b. Klien dapat mengenal halusinasinya
Dengan kriteria hasil: klien dapat menyebutkan waktu, isi,
frekuensi timbulya halusinasi dan klien dapat mengungkapkan perasaan
terhadap halusinasi.
Intervensi:
1. Adakah kontak sering dan singkat secara bertahap
2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri atau ke kanan atau ke
depan seolah-olah ada teman bicara
3. Bantu klien mengenali halusinasi, jika yang menemukan yang sedang
halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar, jika klien
menjawab ada, lanjutkan: apa yang dikatakan, katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi), katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.
4. Diskusikan dengan klien, situasi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi, dan waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
(pagi,siang sore dan malam atau jika sendiri, jengkel tau sedih).
5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah atau takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaanya.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Dengan kriteria hasil: klien dapat menyebutkan tindakan yang
biasa dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya, klien dapat
menyebutkan cara baru, klien dapat memilh cara mengatasi halusinasi
seperti yang telah didiskusikan dengan klien.
Intervensi:
1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll).
2. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
3. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi,
katakan “saya saya tidak mau dengar kamu” (pada saat halusinasi
terjadi), menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang terdengar, membuat
jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak muncul, minta
keluarga/teman/perawat jika nampak bicara sendiri.
4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara
bertahap.
d. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Dengan kriteria hasil: klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perwat, keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan
kegitan untuk mengendalikan halusinasi.
Intervensi:
1. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami
halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):, gejala halusinasi yang dialami klien, cara yang
dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, cara
merawat anggota keluarga untuk memutus halusinasi di rumah, beri
kegiatan, jangan birkan sendiri, makan bersama,berpergian bersama,
beri infornasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan:halusinasi terkontrol dan risiko mencederai orang lain.
e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dan benar
Dengan kriteria hasil: klien dan keluarga dapat menyebutkan
manfaat, dosis dan efek samping obat, klien dapat mendemonstrasikan
pengunaan obat secara benar, klien dapat informasi tentang efek samping
obat, klien dapat memahami akibat berhenti minum obat, klien dapat
menyebutkan prinsip 5 benar pengunaan obat.
Intervensi:
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi manfaat
obat.
2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
3. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip benar.

Anda mungkin juga menyukai